Strategi Pembina Rohani Islam Dalam Peningkatan Ibadah Shalat Anak Didik Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas Ii A Salemba Jakarta Pusat

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

Alfani Roosy Andinni NIM: 1110051000069

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

Dengan ini saya nyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 04 Juli 2014


(3)

(4)

(5)

i

Strategi Pembina Rohani Islam Dalam Peningkatan Ibadah Shalat Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat

Masuknya anak didik pemasyarakatan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A tentu dikarenakan mereka telah melakukan kejahatan. Ibadah shalat merupakan kewajiban setiap umat Islam dan dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Menentukan strategi adalah hal yang sangat penting bagi pembina rohani Islam dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam ketika membina anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat yang mencakup perumusan, penerapan, evaluasinya berikut dengan hasil dari strategi.

Teori yang digunakan adalah teori komunikasi dan strategi dakwah yang mencakup teori persuasi, keputusan inovasi, proses adopsi, peranan komunikator, proses inovasi dan adopsi. Sebagai teori pendukung, teori pembelajaran sosial digunakan untuk melihat atensi, reduksi, produksi dan motivasi anak didik pemasyarakatan pada strategi yang diterapkan oleh pembina rohani Islam. Dengan begitu, teori-teori tersebut dapat menjadi acuan peneliti untuk menganalisis strategi dan hasil strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Desktiptif Analisis dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian setelah mendapatkan data dalam bentuk hasil catatan lapangan, wawancara dan dokumentasi, data yang ada dianalisis berdasarkan teori-teori pendukung.

Hasil penelitian ini menyimpulkan, strategi yang digunakan oleh pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba yaitu dengan mengadakan kegiatan pengajian dan pembinaan karakter melalui teori persuasi pada perumusan strateginya dan teori perananan komunikator dalam pernerapan maupun evaluasi dalam strateginya. Dengan menggunakan media belajar audio maupun visual melalui metode ceramah, cerita, diskusi, simbolisme verbal, hukuman dan ganjaran pembina dapat dengan baik menerapaknan strateginya. Praktek shalat melalui metode demonstrasi verbal dan tausiyah dalam kegiatan pengajian dapat menunjukkan hasil dari peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan.


(6)

ii

Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillahirabbil’alaamiin. Syukur tiada henti atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepada saya, baik itu nikmat sehat, nikmat umur, nikmat harta, nikmat perjuangan, serta berbagai nikmat lain yang diberikan-Nya dalam menghantarkan saya pada kebahagiaan menyelesaikan penelitian ini. Meskipun saya menyadari sepenuhnya, skripsi ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Namun, saya terus berusaha untuk membuatnya dengan baik.

Skripsi ini berhasil saya selesaikan, bukan dengan tidak melibatkan banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah saya mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A selalu Rektor Universitas Islam Negeri, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Rachmat Baihaky, M.A selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam FIDKOM, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Fita Fatkhurohmah, M.Si sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam FIDKOM, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Papah “H.Muniruddin”, Mamah “Hj.Nuniek Dwi Estuning”. Alhamdulillah, aku bersyukur telah dilahirkan kedunia. Syukur yang tiada henti karena telah memiliki PapahMamah yang dengan tulus dan ikhlas memberikan semuanya,


(7)

iii

terhingga. Terima kasih Pah Mah, terima kasih... terima kasih… Suatu saat aku pasti buktikan, aku bisa berdiri tegak dengan kedua kakiku sendiri, bermodalkan “pancing” yang kalian berikan. Semoga Allah selalu memberkahi setiap langkah dan umur Papah Mamah.

6. Drs. Wahidin Saputra, M.A selaku pembimbing skripsi peneliti yang tanpa beliau mungkin skripsi ini hanya menjadi setumpuk kertas yang tidak berharga. Betapa beliau sungguh bersabar, rendah hati, terbuka, mendidik peneliti dengan baik, membimbing dengan bijaksana, memberikan segudang ilmunya, menyediakan waktunya, memberikan peneliti kesempatan untuk mencoba hal-hal baru, dan segala halnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik untuk Bapak, seperti Bapak memberikannya kepada saya. Sukses selalu untuk Bapak.

7. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi umumnya dan khususnya dosen dan staff pengajar pada jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Juga kepada Civitas Akademika FIDKOM yang telah berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman selama saya menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan Bapak Rachmad Mintarja, Amd.IP,S.Sos,M.Si beserta staf-stafnya yang telah menyambut saya dengan terbuka dan memberikan kemudahan kepada saya


(8)

iv

9. Pembina rohani Islam Bapak Muhamad Danil, S.H. Terima kasih karena telah bersedia memberikan data yang saya perlukan untuk penelitian skripsi ini. Dan Bapak Ilham yang dengan sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dan memberikan saya kesempatan untuk mencoba dan mengamati setiap kegiatan pembinaan Rohani Islam.

10. Iskandar, Spd.I. Terima kasih karena telah membagi banyak ilmunya kepada saya dan dengan sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Terima kasih, sukses selalu untuk bang Iskandar.

11. Ahmad Fahruddin Riyanto, S.Kom yang setia mendampingi, memberikan semangat dan dukungan dalam hal apapun. Semoga akan tetap selalu, Aamiin. 12. Untuk sahabat-sahabat tercinta Indah, Arum, Sinta, Noor, Pipit, Anita, Eva.

Sukses selalu untuk kita semua, untuk setiap impian kita. “Manjadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti dapat” Kalimat sederhana tetapi memiliki arti yang besar.

13. Kawan-kawan KPI C angkatan 2010 dan KKN ANJAS. KPI C 2010, yang selama hampir empat tahun kita disatukan dalam kelas untuk belajar bersama. Masa-masa seperti ini yang nantinya pasti akan aku rindukan sebagai kenangan terindah. KKN ANJAS, satu bulan tinggal bersama kalian adalah pengalaman yang berharga yang indahnya begitu membekas dihatiku.

14. Keluarga besar Jurnalistik Televisi (JTV) FIDKOM, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI) HMI Cabang


(9)

v

15. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih banyak sudah membantu penyusunan skripsi ini.

Sebagaimana telah saya ungkapkan di atas, bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, agar dapat menjadikan saya lebih baik di masa yang akan datang. Saya akan menerimanya dengan lapang dada dan ucapan terima kasih.

Dengan demikian skripsi ini ssaya buat sebaik-baiknya, semoga dapat membawa manfaat bagi kita semua yang membacanya terutama dalam memajukan bidang Komunikasi Penyiaran Islam.

Jakarta, 04 Juli 2014

Alfani Roosy Andinni


(10)

vi

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Tinjauan Pustaka... 11

E. Metodelogi Penelitian ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pengertian Strategi ... 25

B. Tahapan Strategi... 27

C. Pengertian Pembina Rohani Islam ... 28

D. Pengertian Peningkatan Ibadah Shalat ... 31

E. Teori Komunikasi dan Strategi Dakwah ... 35

F. Teori Pembelajaran Sosial... 39

G. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan... 42


(11)

vii

KLAS IIA SALEMBA

A. Hakikat Kriminalitas/Kejahatan ... 50

B. Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Tempat Membina Pelaku Tindak Kriminal/Kejahatan... 52

C. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat... 55

D. Visi, Misi, dan Motto ... 57

E. Pelayanan dan Program Unggulan ... 58

F. Kondisi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba... 59

G. Program Pembinaan ... 62

H. Situasi Pengamanan Lapas Klas IIA Salemba ... 70

I. Struktur Pejabat Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba 74 BAB IV TEMUAN HASIL PENELITIAN A. Strategi Pembina Rohani Islam Dalam Peningkatan Ibadah Shalat Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat ... 76

1. Perumusan Strategi Pembina Rohani Islam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba ... 80

2. Penerapan Strategi Pembina Rohani Islam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba ... 86


(12)

viii

B. Hasil Strategi Pembina Rohani Islam Dalam Peningkatan Ibadah Shalat Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat ... 104

1. Kegiatan Pengajian... 105

2. Kegiatan Pembinaan Karakter... 114

C. Interpretasi ... 130

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 134

B. Saran... 120

DAFTAR PUSTAKA... 122


(13)

ix

Tabel 1 Kegiatan-kegiatan Pembinaan Rohani Islam ... 77

Tabel 2 Perumusan Strategi Kegiatan Pengajian ... 80

Tabel 3 Perumusan Strategi Kegiatan Pembinaan Karakter ... 83

Tabel 4 Penerapan Strategi Kegiatan Pengajian ... 86

Tabel 5 Penerapan Strategi Kegiatan Pembinaan Karakter Islam ... 94

Tabel 6 Evalusasi Strategi Kegiatan Pengajian... 101

Tabel 7 Evalusia Strategi Kegiatan Pembinaan Karakter ... 103

Tabel 8 Hasil Strategi Pembinaan Rohani Islam ... 105

Tabel 9 Hasil Kegiatan Baca Tulis Iqra dan A-Quran ... 107

Tabel 10 Hasil Kegiatan Pemberian Materi dan Praktek Ilmu Fiqh ... 109

Tabel 11 Hasil Kegiatan Pemberian Materi Mahfudzhot ... 111

Tabel 12 Hasil Kegiatan Tausiyah ... 113

Tabel 13 Hasil Pemberian Materi Pembentukan Karakter... 115

Tabel 14 Hasil Pemutaran Film Dokumenter ... 117

Tabel 15 Hasil Kegiatan Diskusi ... 119

Tabel 16 Hasil Praktek Shalat tasbih ... 121

Tabel 17 Hasil Pemutaran Video Ayaayat Al-Quran... 123

Tabel 18 Hasil Pemutaran Video dan Pemberian Materi Tasawuf Jalaluddin Rumi ... 124

Tabel 19 Hasil Kegiatan Hipnoterapy... 126


(14)

x

Gambar 1 Pengkajian Koding... 19 Gambar 2 Alur Penelitian Kualitatif ... 20 Gambar 3 Kegiatan Pembinaan Pengajian, Pemberian Materi Ilmu Fiqh ... 131 Gambar 4 Kegiatan Pembinaan Karakter, Praktek Shalat Tasbih dan


(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini adanya aksi dan tindakan kekerasan merupakan fenomena yang seringkali terjadi dan disaksikan oleh masyarakat. Bahkan hal itu selalu menghiasi informasi media massa. Sebagai contoh kasus adalah terjadinya kejahatan seksual, pembunuhan, perampokan, tawuran antar pelajar, penggunaan narkoba atau obat terlarang, pembantaian, pencurian, dan tindakan anarkis yang lain. Peristwa tersebut adalah dampak dari krisis multidimensional yang tengah melanda Bangsa Indonesia, yang termasuk didalamnya adalah krisis akhlak yang dapat merambah ke seluruh lapisan masyarakat baik golongan orang tua, remaja dan anak-anak. Perilaku tersebut dapat menyebabkan seseorang dikenakan sanksi hukum dan dapat masuk ke dalam Lembaga Permasyarakatan (Lapas).

Anak-anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang memiliki potensi dan merupakan cita-cita penerus perjuangan bangsa yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan fisik, mental dan sosial secara utuh dan seimbang. Upaya mewujudkan masyarakat madani dan berdab, haruslah mempertimbangkan keberdaan anak dengan segala persoalan yang melingkupinya. Berdasarkan kasus yang dilakukan anak-anak seperti bergerombol di pinggir jalan, berkelompok membentuk geng, maka tidak mungkin akan terjadi sesuatu yang selalu baik, tapi juga akan terjadi


(16)

sesuatu yang tidak kita inginkan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak.

Dalam buku Patologi Sosial 3 menurut Kartini Kartono, anak-anak yang melakukan kejahatan disebut anak-anak bubrah dan anak juvenile delinquency. Anak-anak bubrah memiliki satu ciri tidak toleran, melanggar aturan, tidak disiplin, melanggar norma dan otoritas yang disebabkan karena mengalami masalah-masalah sosial seperti terpisah dari orang tua pada usia kurang dari 3 tahun sehingga mereka mengalami kerusakan mental yang permanen akibat pengaruh lingkungan yang kejam dan buruk. Sementara anak juvenile delinquency adalah anak-anak muda yang selalu melakukan kejahatan, karena mereka berkeinginan untuk mendapatakan perhatian, status sosial dan penghargaan dari lingkungannya. Kebanyakan dari mereka disebut pemuda-pemuda berandalan atau anak-anak jahat nakal yang selalu berkeliaran di jalan-jalan aspalan.1

Anak-anak yang berusia kurang dari delapan belas tahun, apabila melanggar tindak pidana maka masih menjadi tanggungjawab orangtuanya. Tingkah laku mereka melanggar hukum itu pun, seperti mencuri, menganiaya, menggunakan obat-obatan terlarang, belum disebut sebagai kejahatan melainkan hal itu disebut sebagai “kenakalan”. Jikalau ternyata kenakalan anak itu sudah

membahayakan dan patut dijatuhi hukuman oleh negara, dan orangtuanya tidak mampu mendidik anak itu lebih lanjut, maka anak itu menjadi tanggungjawab negara dan dimasukkan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan di bawah Kementrian

1

Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 Gangguan-gangguan Kejiwaan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), h. 192-195.


(17)

Hukum dan HAM atau dimasukkan ke dalam lembaga-lembaga rehabilitasi lainnya seperti Parmadi Siwi di bawah Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya.2

Lembaga Pemasyarakatan adalah sebuah lembaga yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memberi wadah dalam membina narapidana dan anak didik pemasyarakatan agar mereka mempunyai cukup bekal guna menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa pidana. Selain itu, Lembaga Pemasyarakatan merupakan suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya satuan hubungan antara narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dengan masyarakat.3

Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat merupakan salah satu lembaga permasyarakatan yang menjadi tempat dimana narapidana maupun anak didik pemasyarakatan dibina, dididik dan dibimbing agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.4 Kemudian Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat adalah Lembaga Pemasyarakatan yang menampung narapidana dan anak didik pemasyarakatan berjenis kelamin laki-laki.

2

Sarlito Wirawan Sarwono,Psikologi Remaja(Jakarta: Rajawali Pers, 2000), h. 5. 3

Hmibecak.“Esensi Lembaga Pemasyarakatan sebagai Wadah Pembinaan Narapidana”,www.hmibecak.com, 2007. (Diakses pada tanggal 11 Januari 2014, pukul 20.00 WIB).

4


(18)

Narapidana dan anak didik pemasyarakatan adalah seseorang yang telah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan kejahatan yang melanggar hukum. Tindak kejahatan yang dilakukan oleh narapidana dan anak didik pemasyarakatan disebabkan oleh banyak faktor misalnya :5

a. Pergaulan yang tidak baik sehingga narapidana dan anak didik pemasyarakatan ikut terjerumus seperti menggunakan obat terlarang, bandar narkoba, penipuan, penganiayaan dan lain-lain.

b. Kekurangan ekonomi dalam keluarga narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang membuat mereka merampok, menodong bahkan membunuh.

c. Faktor keluarga yang brokenhome orangtua yang tidak memperhatikan anaknya, membuat narapidana dan anak didik pemasyarakatan menjadi merasa hidupnya tidak berharga sehingga mereka mencari kepuasan denagn melampiaskannya kepada obat terlarang dan pergulan yang bebas.

Sutrisno dan Sulis mengungkapkan bahwa penyebab kejahatan dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu bakat si penjahat, alam sekitarnya, dan unsur kerohanian. Bakat seorang penjahat dapat dilihat menurut kejiwaan/kerohanian, ada penjahat yang pada lahirnya kejiwaannya lekas marah, jiwanya tidak berdaya menahan tekanan-tekanan dari luar, dan lemah jiwanya. Ada juga sejak lahirnya telah memperoleh cacat rohaniah. Sementara dalam Peraturan Pemerintah, tentang pembinaan dan bimbingan narapidana dan anak didik pemasyarakatan (warga binaan pemasyarakatan) dikatakan bahwa “Pembinaan adalah kegiatan untuk

5

Data Observasi kegiatan diskusi terhadap Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat pada tanggal 14 Maret 2014.


(19)

meningkatan kualitas ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak

didik pemasyarakatan.”6 Rohani mengandung pengertian “kondisi kejiwaan

seseorang dimana terbentuk dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam budi pekerti seseorang serta melalui hubungan manusia dengan sesama manusia sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.”7

Dengan begitu pembinaan rohani Islam di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A menjadi sangat penting dalam memperbaiki perilaku maupun kejiwaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, agar mereka memiliki budi pekerti yang baik dengan berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam. Ajaran-ajaran agama Islam yang membentuk hubungan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dengan Tuhan Yang Maha Esa diharapkan dapat mengembalikan rasa percaya diri yang salah satunya adalah dengan meningkatkan ibadah shalat.

Pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan dimaksudkan untuk memberi bekal kepada mereka sehingga kelak tidak akan melakukan pelanggaran hukum serta dapat berguna bagi masyarakat dan mampu memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Kegiatan pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan mencakup proses pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian meliputi : Pembinaan kesadaran beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan), pembinaan mengintegrasikan diri dengan

6

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, (Bab 1 Pasal 1 ayat 1).

7

Siti Rahmah, “Bimbingan Rohani Islam Dalam Meningkatkan Semangat Kerja dan Motivasi Hidup Para Narapidana (Study Kasus di LP Wanita Tangerang),” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003), h. 21-22.


(20)

masyarakat.8 Adapun pembinaan kemandirian meliputi : Pembinaan untuk mendukung usaha-usaha mandiri, misalnya kerajinan tangan, indusrti rumah tangga, keterampilan untuk usaha-usaha industri kecil, misalnya pembuatan batako : keterampilan yang dikembangkan sesuai bakatnya masing-masing, misalnya keterampilan seni (band, seni tari); keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian dengan menggunakan teknologi madya atau tinggi, misalnya industri kulit.9

Upaya meningkatkan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan termasuk ke dalam pembinaan kepribadian yaitu pembinaan kesadaran beragama, dan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba kegiatan pembinaan kesadaran beragama Islam adalah kegiatan pembinaan rohani Islam.10 Hal tersebut sangat penting dilakukan karena dengan pembinaan shalat diharapkan anak didik pemasyarakatan (yang beragama Islam) dapat mendekatkan diri kepada Allah sehingga mereka mampu memperbaiki diri dan bertaubat kepada-Nya. Secara khusus, dengan pembinaan shalat anak didik pemasyarakatanakan mendapatkan kembali rasa percaya diri dan harga dirinya serta dapat optimis akan masa depannya.

Harus disadari bahwa untuk melaksanakan pembinaan rohani Islam melalui bentuk kegiatan dan usaha, tentunya menuntut kemampuan dan tanggungjawab yang lebih besar dari pelaksananya termasuk perlunya dukungan berupa sarana dan fasilitas yang memadai. Adanya keterbatasan seperti

8

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-PK.04, 10. Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana / Tahanan.

9

Ibid, Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-PK.04. 10

Wawancara pribadi dengan Pengawas kegiatan pembinaan rohani Islam Bapak Hary, Salemba, Senin 17 Februari 2014, pukul 09.00 wib.


(21)

keterbatasan fasilitas atau keterbatasan kemampuan pembina, membuat para pembina harus mampu memanfaatkan kondisi yang ada secara efisien sehingga dapat memiliki hasil yang optimal.

Maka, suatu cara yang paling tepat untuk mengatasi keterbatasan adalah melalui penetapan atau menentukan strategi yang tepat. Dengan strategi yang tepat maka masalah-masalah yang sedang dihadapi serta kemungkinan pengembangan kegiatan pembinaan di masa yang akan datang dapat diantisipasi.11 Saat ini strategi banyak digunakan untuk semua kegiatan organisasi, dan memang sudah sapatutnya demikian karena pada dasarnya dalam segala hal untuk mencapai suatu tujuan diperlukan strategi. Demikian juga dengan pembinaan rohani Islam di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba yang merupakan salah satu kegiatan dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam, untuk mencapai tujuan dari kegiatan tersebut maka perlu adanya strategi. Pada prinsipnya, pembina rohani Islam yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba

sama seperti da’i yang harus mampu menerapkan strategi dariajaran-ajaran Islam dan program-program pembinaan yang sudah dibuat. Seorang da’i yang baik

harus mengetahui strategi apa yang akan digunakan dalam penyampaian misi ajaran-ajaran Islam yang akan disampaikan. Hal ini juga diungkapkan oleh

Masykurs Hakim, “Seorang da’i harus memiliki strategi yang bijak dan metode

yang strategis dalam menunjang keberhasilan dakwahnya. Jika seorang da’i

11


(22)

mampu menjalankan strategi dakwah secara bijak, insya Allah akan mudah tercapai keinginannya yakni keberhasilan dakwahnya.12

Strategi pembina rohani Islam dalam kegiatan yang ada di dalam pembinaan rohani Islam terhadap anak didik pemayarakatan di Lembaga Pemasyarakatan sangat penting, karena dapat memberikan pembinaan dalam bidang agama Islam yang salah satu tujuannya adalah agar anak didik pemasyarakatan dapat meningkatkan ibadah shalat. Karena pembinaan ibadah shalat dimaksudkan agar anak didik pemasyarakatan dapat menjadi muslim yang baik dengan menjalankan semua perintahNya dan menjauhi semua laranganNya. Dengan begitu mereka diharapkan dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang pernah mereka perbuat. Hal ini sesuai dengan

pengertian Bimbingan Islam itu sendiri yaitu “proses pemberian bantuan terhadap

individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.13 Dengan demikian Bimbingan Islam merupakan proses sebagaimana bimbingan lainnya, tetapi dalam seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam.14

Melihat fenomena di atas, sangat penting sekali strategi yang dilakukan oleh pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba. Oleh karenanya, penulis tergugah untuk mengangkat masalah tersebut dalam judul : “Stretegi Pembina Rohani Islam

12

Masyurs Hakim dan Ubaidillah, Dakwah Islam Dakwah Bijak (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 84.

13

Aunur Rahim Faqih,Bimbingan Konseling dalam Islam(Yogyakarta: UII Press, 2002), h. 4.

14


(23)

Dalam Peningkatan Ibadah Shalat Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga PemasyarakatanKlas II A Salemba Jakarta Pusat”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini hanya menganalisis Strategi Pembina Rohani Islam dalam Peningkatan Ibadah Shalat Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat. Penelitian ini merupakan upaya untuk meneliti sebuah aktifitas pembinaan rohani Islam yang dilakukan oleh pembina di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan. Namun demikian, mengingat banyaknya Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia maka peneliti memfokuskan penelitian hanya di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat pada bulan Februari–Mei 2014. Untuk memperjelas dan mempermudah pencarian data berdasarkan batasan masalah yang akan di bahas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat ?

2. Bagaimana hasil strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat ?


(24)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui bagaimana stretegi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

b. Untuk mengetahui bagaimana hasil strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi :

a. Bagi peneliti, sebagai wadah untuk memperluas wawasan pengetahuan dan pengalaman sehingga dapat meningkatkan kemampuan peneliti di bidang penelitian.

b. Bagi mahasiswa, sebagai bahan informasi akademik untuk pelaksanaan penelitian berikutnya yang lebih meluas dan mendalam.

c. Bagi pembina rohani Islam di Lembaga Pemsyarakatan, sebagai bahan masukan yang dapat digunakan untuk pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan.

d. Bagi Lembaga Pemasyarakatan, sebagai bahan masukan yang dapat digunakan dalam mengembangkan dan meningkatkan program kegiatan masyarakat lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh pemerintah sebagai tambahan keterangan tentang masalah pembinaan rohani Islam pada anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan, sehingga bermanfaat untuk menambah


(25)

sumbangan pemikiran dalam pelayanan pembangunan kepada masyarakat.

D. Tinjauan Pustaka

Skripsi yang menjadi acuan penulis sebagai contoh dan pembanding adalah skripsi berjudul :

1. Strategi Dakwah Dalam Dunia Anak (Studi Kasus Pada TKA/TPA Wahdatul Khairat di Kelurahan Tugu Utara Jakarta Utara). Dalam

skripsinya Ma’sum Makki mengambil kesimpulan, strategi dakwah yang digunakan TKA/TPA Wahdatul Khairat sangat erat kaitannya dengan penerapan metode dakwah itu sendiri, seperti metode ceramah, metode tanya jawab, metode demontrasi, metode sosiodrama, dan metode BBM (Bercerita, Bermain dan Menyanyi). Sedangkan metode dakwah yang paling tepat dan efisien diterapkan kepada anak adalah metode yang sangat bersentuhan langsung dengan dunia anak yaitu dunia bermain.

2. Strategi Dakwah Generasi Muda Masjid Al-Hikmah (GEMA) Dalam Meningkatkan Nilai-nilai Keislaman Para Pemuda Di Kampung Areman Cimanggis Depok. Dalam skripsi ini Indra Dita Puspito

memberikan kesimpulan bahwa Gema Al-Hikmah dalam

mengimplementasikan strategi dakwah yang sudah di susun dalam bentuk-bentuk program dakwah adalah membuat berbagai agenda keagamaan yang di butuhkan oleh setiap anggota, baik itu dalam


(26)

bentuk acara yang sudah ditetapkan oleh GEMA maupun kegiatan dakwah yang sifatnya komunitas kecil.

3. Peran Bimbingan Keagamaan Pada Anak Didik di Lembaga Pemasayrakatan Anak Pria Tangerang. Dalam skripsi ini Maryanih memberikan kesimpulan bahwa materi-materi dalam bimbingan keagamaan menunjang anak didik untuk mengetahui betapa pentingnya ilmu agama dan setelah mendapatkan bimbingan keagamaan anak didik banyak mengalami perubahan kearah yang lebih baik dalam segi agama maupun rasa sosial yang ada pada diri mereka. 4. Aplikasi Perencanaan Bimbingan Agama di Lembaga Pemasyarakatan

Anak Tangerang. Dalam skripsi ini Sumiyati memberikan kesimpulan bahwa aplikasi perencanaan bimbingan agama di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang berkaitan dengan aplikasi physical planning, cost planning dan analisa SWOT.

5. Kontribusi Dakwah Dalam Pemahaman Nilai-nilai Agama dan Akhlak Siswa (Studi Kasua Pada Lembaga Pemasyarakatan Remaja Tangerang). Dalam Skripsi ini Aan Subhan memberikan kesimpulan bahwa terdapat sebuah korelasi yang erat antara peranan dakwah Islamiah dengan peningkatan pemahaman remaja terhadap ajaran-ajaran agama yang tidak dapat dilepaskan dari peran-peran komponen di dalam pelaksanaan dakwah dengan memperhatikan sisi psikologi remaja.

Perbedaan dari kelima penelitiaan di atas dengan yang akan peneliti lakukan adalah dapat dilihat dari subjek, objek dan lokasi penelitian. Subjek yang diambil oleh peneliti sendiri adalah Pembina Rohani Islam, objeknya adalah


(27)

strategi yang digunakan oleh pembina rohani Islam tersebut dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan, dan yang akan menjadi sasaran penelitian adalah yakni Lembaga Pemasyarakatan Klas II A yang terdapat di daerah Salemba, Jakarta Pusat.

E. Metodelogi Penelitian

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan reprsentatif dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode Deskriptif Analisis melalui pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif ini akan mendeskprisikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat, serta hubungan antara fenomena yang diteliti dan data yang akan dihasilkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.15

Dengan menggunakan metode di atas, maka dapat diprediksi bahwa dalam penelitian ini akan menghasilkan gambaran-gambaran secara tertulis bagaimana strategi pembina rohani Islam di Lembaga Pemasyarakatan agar dapat meningkatkan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan, peneliti juga akan menjelaskan hasil dari strategi pembina rohani Islam terhadap peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa setiap penelitian memiliki langkah-langkah yang perlu dilalui secara bertahap, maka langkah-langkah yang akan digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah sebagai berikut :

15

Lexy, J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : Rosdakarya, 2007), h. 9-10.


(28)

1. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Dalam tradisi kualitatif, data tidak akan diperoleh dibelakang meja, tetapi harus terjun langsung ke lapangan. Data observasi dapat berupa gambaran, sikap, kelakuan, perilaku, tindakan, keseluruhan interaksi antar manusia. Peneliti mengidentifikasi tempat yang hendak diteliti, siapa, kapan, berapa lama melakukan penelitian dan bagaimana. Maksud utama observasi adalah menggambarkan keadaan yang diobservasi.16

Dengan demikian peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi untuk mengetahui letak geografis Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat, sarana dan fasilitas yang tersedia, pelaksanaan pembinaan rohani Islam khususnya pembinaan ibadah shalat, juga strategi pembina rohani Islam yang diterapkan dalam pembinaan tersebut, serta hasil peningkatan ibadah shalat dari anak didik pemasyarakatan setelah mengikuti kegiatan pembinaan.

b. Wawancara

Wawancara (interwiew) adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu.17

16

J. R Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya

(Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 112-114. 17


(29)

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang tidak diperoleh melalui obervasi atau kuesioner. Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu umum dari metode pengamatan.18

Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara untuk memperoleh data tentang tujuan dasar dan orientasi pembinaan rohani Islam terhadap anak didik pemasyarakatan, hasil pembinaan terhadap anak didik pemasyarakatan, klasifikasi anak didik pemasyarakatan, kegiatan dalam rangka pemasyarakatan, program pembinaan, serta strategi yang digunakan pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan. Dalam hal ini wawacara dilakukan terhadap pembina rohani Islam dan anak didik pemasyarakatan yang beragama Islam yang telah mengikuti kegiatan pembinaan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori dalil/hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.19

18

Koentjaraningrat,Metode-metode Penelitian Masyarakat(Jakarta: PT. Gramedia, 1977) h. 129.

19

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 2003), h. 100.


(30)

Dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tertulis, seperti letak geografis Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat, sejarah berdiri, dasar dan tujuannya, struktur organiasi, staf dan program yang terkait dengan pembinaan rohani Islam.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang akan dijadikan penelitian ini adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jl. Percetakan Negara No. 87, Salemba Jakarta Pusat 10570. No Telepon : (021)-42883804. Dan waktu penelitian yang akan dilakukan peneliti dimulai pada tanggal 17 Februari – 15 Mei 2014.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang dapat memberikan informasi. Proses penentuan subjek dan atau sumber data dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik, yaitu :

- Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan kasus-kasus yang tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian. - Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik

dalam jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian.

- Tidak diarahkan pada keterwakilan dalam arti jumlah atau peristiwa acak, melainkan dalam kecocokan konteks.20

20

E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia


(31)

Pada penelitian ini pengambilan sampel akan dilakukan berdasarkan teori, atau berdasarkan konstruk operasional. Sampel dipilih dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau tujuan penelitian.21

Berdasarkan prosedur di atas, peneliti memberikan kriteria kepada sumber data yang akan dipilih, sebagai berikut :

- Pembina rohani Islam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

- Anak didik pemasyarakatan yang mengikuti kegiatan pembinaan rohani Islam yaitu kegiatan pengajian dan kegiatan pembinaan karakter.

- Anak didik pemasyarakatan yang tidak bisa shalat dan mengikuti kegiatan pengajian dan pembinaan karakter di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

Setelah memberikan kriteria kepada informan yang akan dijadikan sumber data, maka terpilih tiga orang pembina rohani Islam dan lima orang anak didik pemasyarakatan :

1. Pembina rohani Islam : Bapak M. Danil, SH, Bapak Iskandar, S.Pd.I dan Bapak Ilham.

2. Anak Didik Pemasyarakatan :

M.Arfan, Doni Saputra, Fatahilah, Mahlani bin Mamid, Reza Najmi Alfan.

21


(32)

Selain sumber data utama di atas, peneliti melibatkan sumber-sumber data lain yang masih memiliki data yang berkaitan dan dapat menyempurnakan penelitian ini, yakni :

1. Bapak Hary Achmad Purnawan S.Kom adalah pengawas kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba.

2. Bapak Ruswanto adalah staf registrasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba.

Setelah mengetahui siapa sajakah yang dijadikan sumber data, maka objek penelitian ini adalah strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

4. Pengelolaan Data

Pada bagian ini, seluruh data yang didapatkan dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi yang ditunjukan kepada pembina rohani Islam dan anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakaan Klas II A Salemba Jakarta Pusat tersebut dikumpulkan dan disusun berdasarkan kecocokan dan rumusan yang telah disusun oleh peneliti.

5. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data menurut Patton yaitu proses mengatur urutan data, mengorganiasikannya kedalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar.22

22


(33)

Gambar di bawah ini adalah pengkajian koding :

Gambar 1

Alur Pengkajian Koding Penelitian

Analisis data disini berarti mengatur secara sistematis bahan hasil wawancara dan observasi, menafsirkannya dan menghasilkan suatu pemikiran, pendapat, teori, atau gagasan baru. Inilah yang disebut temuan atau findings. Findings berarti mencari dan menemukan tema, pola, konsep,insights, danunderstanding.23

23

J.R Raco, Metode Penetitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya

(Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 121.

Peneliti siapkan data untuk analisis (mencatat kembali

wawancara) Peneliti membuang koding

(menklasifikasikan) data

Interative

Peneliti kumpulkan data (teks, catatan lapangan, transkip) Peneliti membaca berkali-kali

(menangkap arti data tersebut)

Kode teks untuk tema pelaporan

Serentak Kode teks untuk


(34)

Data yang diperoleh, dapat dianalisis denagan langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, membaca berkali-kali data yang diperoleh sambil mengurangi informasi tumpang tindih atau berulang-ulang. Kedua, melihat signifikasi atau pentingnya data yang diperoleh. Ketiga, mengklarifikasi atau mengkoding data yang memiliki kemiripan atau kecocokan dengan data lain. Keempat, adalah mencari pola atau tema yang mengikat pikiran yang satu dengan yang lainnya. Kelima, mengkonstruksikan framework untuk mendapatkan esensi dari apa saja yang hendak disampaikan oleh data tersebut.24Seperti pada bagan di atas.

Kemudian penggunaan alur dalam analisis data kualitatif pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2

Alur Berpikir Penelitian Kualitatif

24

Raco,Metode Penetitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya, h. 121.

Pencocokan Teori

Temuan dan Uji Teoritik Temuan-temuan

Baru

Fenomena/Kejadian Alam


(35)

a. Peneliti

Penelitian analisis ini selalu dimulai dengan peneliti. Semua berangkat dan bersumber pada peneliti.25 Peneliti akan bersikap subjektif, namun tetap mengacu pada data hasil wawancara pembina rohani Islam dan observsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

b. Memahami Fenomena/Gejala

Pada tahap ini peneliti akan berusaha memahami fenomena-fenomena strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba. Selain melakukan wawancara dengan pembina rohani Islam dan informan lainnya yang bersangkutan dengan penelitian ini. Peneliti juga melakukan observasi mendalam, agar peneliti lebih dapat melihat dan menggali data lebih dalam.

c. Temuan dan Uji Teoritik

Temuan-temuan akan penulis paparkan dalam berbagai bentuk mulai dari narasi tentang sebuah proses strategi pembina rohani Islam mulai dari perumusan, penerapan dan evaluasi pada kegiatan pembinaan rohani Islam yang berlangsung di Lembaga Pemaysrakatan Klas II A Salemba, membuat daftar tabel mengenai proses tersebut, bagan sruktur organisasi dan menguji teori.26

d. Pencocokan Teori 25

Ilham Prisgonanto, Artikel: Metode Penelitian, Bab 3 : Analisis Data Kualitatif

(Jakarta: Pusat Pengembangan Bahasa Ajar–Universitas Mercubuana), h. 5. 26


(36)

Pada tahap ini, peneliti akan mencocokan teori komunikasi dan strategi dakwah yang telah dipilih pada bab 2. Apakah dalam proses perumusan, penerapan dan evaluasi strategi pembina rohani Islam sesuai dengan teori persuasi, teori proses keputusan inovasi, teori proses adopsi, teori peranan komunikator dan teori pembangunan. Sebagai teori tambahan, penulis juga akan mencocokan tempuan penelitian dengan teori pembelajaran sosial.

e. Temuan-temuan Baru

Setelah melakukan pencocokan teori maka munculah temuan-temuan dalam bentuk berbagai macam.27 Dalam penelitian ini akan muncul temuan baru pada strategi pembina dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba.

6. Teknik Triangulasi Dalam Penelitian Kualitatif

Untuk memperoleh keabsahan data, penulis menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data. Penulis menggunakan triangulasi dengan sumber menurutPatton yakni mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dicapai dengan cara sebagai berikut :

a. Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara.

27


(37)

b. Membandingkan apa yang dikatakan didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

c. Membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang berlaku.

Teknik triangulasi lebih mengutamakan efektifitas proses dan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, triangulasi dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik.28 Teknik ini dipakai setelah data selesai dikumpulkan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menyampaikan kebenaran yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini. Proses triangulasi tersebut dilakukan terus-menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai peneliti yakin tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada informan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian penulisan ini di bagi menjadi lima bab, dimana setiap bab dirinci menjadi kedalam sub-sub sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab pertama ini akan menjelasan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, pedoman penulisan dan sistematika penulisan.

28

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 191.


(38)

Bab II : Kajian Teoritis

Bab kedua ini akan menjelaskan mengenai Pengertian Strategi yang mencakup Strategi Yang Baik dan Tahapan Srtrategi, Pengertian Pembina Rohani Islam, Media Pembelajaran, Pengertian Peningkatan Ibadah Shalat, Teori Komunikasi dan Strategi Dakwah, Teori Pembelajaran Sosial, Pengertian Lembaga Pemasyarakatan yang mencakup Pembinaan Narapidana, Pengertian Anak Didik Pemasyarakatan.

Bab III : Gmbaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba

Bab ketiga akan menjelaskan tentang Hakikat Kriminalitas/Kejahatan, Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Tempat Membina Pelaku Tindak Kriminal/Kejahatan, Sejarah, Visi, Misi dan Motto, Pelayanan dan Program Unggulan, Kondisi, Program Pembinaan, Situasi Pengamanan dan Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba.

Bab IV : Temuan dan Analisa Data

Dalam bab keempat ini akan menjelaskan tentang Strategi Pembina Rohani Islam dalam Peningkatan Ibadah Shalat Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat dan Hasil dari Strategi Pembina Rohani Islam dalam Peningkatan Ibadah Shalat Anak didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

Bab V : Penutup

Dalam bab akhir ini, penulis memberikan kesimpulan terhadap apa yang telah diteliti oleh penulis dalam karya ilmiah ini, serta memberikan saran-saran dan juga beberapa lampiran yang didapat oleh penulis.


(39)

25

A. Pengertian Strategi

Pengertian strategi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu

Strategos, yang berarti ‘Komandan Militer’ pada zaman demokrasi Athena. Pada awalnya strategi digunakan dalam dunia militer, yaitu untuk memenangkan suatu peperangan.1 Sedangkan secara terminologis, Fred R. David mendefinisikan strategi adalah sarana bersama dengan tujuan jangka panjang yang hedak dicapai.2 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi memiliki makna sebagai rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.3

Syarif Usman mengemukakan bahwa strategi adalah kebijaksanaan dalam menggerakan dan membiming seluruh potensi (kekuatan, daya dan kemampuan) bangsa untuk mencapai kemakmuran dan kebahagiaan.4

KemudianOnong menyimpulkan, definisi strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan, akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya memberikan arah saja, melainkan harus mampu menunjukan bagaimana taktik operasionalnya.5

1

Komarudin, Ensiklopedia Manajemen(Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 539. 2

Fred R. David,Manajemen Strategi Konsep(Jakarta: Salemba Empat, 2010), h. 18. 3

Hari Murti Kridalaksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia(Jakarta: Nusa Indah, 1981), h. 173.

4

Syarif Usman, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan Dalam Islam

(Jakarta:Firma Jakarta,tth), h. 6. 5

Onong Uchjana Efendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1999), h. 32.


(40)

Achmad Juantika N mengatakan bahwa strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana penunjang kegiatan.6

Sementara untuk mencapai tujuan akhir organisasi menurut George dan

John, strategi mengacu pada perumusan tugas, tujuan dan sasaran organisasi.7

Din Syamsudin mengungkapkan dalam bukunya Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, Strategi mengandung arti antara lain :

a. Rencana dan cara yang seksama untuk mencapai tujuan.

b. Seni dalam mensiasati rencana atau program untuk mencapai tujuan. c. Sebuah penyesuaian terhadap lingkungan untuk menampilkan fungsi dan

peran penting dalam mencapai keberhasilan bertahap.8

Kemudian dalam konteks dakwah, menurut Asmuni Syukir yang dikutip oleh Samsul Munir Amin, strategi diartikan sebagai metode, siasat, taktik yang digunakan dalam proses kegiatan dakwah dan harus memperhatikan asas dakwah, yaitu :

- Asas filosofis : Asas ini membicarakan masalah yang erat hubungannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau aktifitas dakwah.

- Asas keahlian dan kemampuan da’i.

6

Dr. Achmad Juantika Nurishan, M.Pd, Strategi Bimbingan dan Konseling (PT Rafika Aditama, 2005), h. 9-10.

7

George A. Steiner dan John B. Miner, Kebijakan dan Strategi Manajemen (PT.Gelora Aksara Pratama, 1997), h. 6.

8

Din Syamsudin,Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani(Jakarta: Logos, 2000), h. 127.


(41)

- Asas sosiologis : Asas ini erat hubungannya dengan situasi dan kondisi sasaran dakwah.

- Asas psikologis :Asas ini erat hubungannya dengan kejiwaan manusia. - Asas efiktifitas dan efisiensi : Dalam kegiatan dakwah harus

menyeimbangkan antara biaya, waktu, tenaga yang digunakan dengan pencapaian hasil kegiatan dakwah.9

Dari beberapa pemaparan para ahli di atas, dapat dikatakan bahwa strategi adalah sebuah sarana dan juga seni dalam perencanaan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam strategi perlu adanya taktik atau metode yang diterapkan agar tujuan yang ingin dicapai dapat terlaksana dengan baik. Strategi juga mencakup siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan, dan sarana penunjang kegiatan.

B. Tahapan Strategi

Fred R. David mengatakan bahwa dalam proses strategi ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh, antara lain :

1. Perumusan strategi : Hal-hal yang mencakup perumusan strategi adalah pengembangan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan.

2. Implementasi/Penerapan strategi : Penerapan strategi sering disebut juga tindakan dalam strategi, karena penerapan dalam strategi berarti memobilisasi untuk mengubah strategi yang dirumuskan menjadi suatu 9


(42)

tindakan. Tahap ini merupakan tahap paling sulit karena memerlukan kedisiplinan, komitmen dan pengorbanan. Kerjasama juga merupakan kunci dari berhasil atau tidaknya penerapan strategi.

3. Evaluasi/Penilaian strategi : Penilaian strategi merupakan tahap akhir dari strategi. Terdapat tiga aktivitas dasar dalam penilaian strategi, yaitu :

• Meninjau ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi yang sekarang.

• Mengukur prestasi, yakni membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan.

• Mengambil langkah korektif untuk memastikan bahwa prestasi sesuai rencana.10

C. Pengertian Pembina Rohani Islam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembina berasal dari kata bina yang berarti membangun atau mengusahakan supaya lebih baik, sedangkan pembina adalah orang yang membina.11 Jadi dapat dikatakan, pembina adalah orang yang mengusahakan atau melakukan kegiatan untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan sesuai dengan target yang diharapkan.

10

Fred R. David,Manajemen Strategi Konsep(Jakarta: Salemba Empat, 2010), h. 6-7. 11

Peter Salim dan Yeni,Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer(Jakarta: Modern English, 1991), h. 1993.


(43)

Sedangkan rohani berasal dari bahasa arab yaitu “ruh” yang berarti jiwa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata rohani memiliki arti sesuatu yang bertalian bukan jasmaniah. Rohani berkaitan dengan, roh, rohaniah dan alam.12

Samudra Aziz dan Setia Budi medefinisikan rohani adalah bagian yang halus dari susunan kehalusan manusia yang memiliki kecendrungan kepada sifat-sifat Allah.13

Kemudian berdasarkan pemahaman dari Al-Kindi, sebagai filusuf muslim pertama yang membahas hakikat ruhyaitu :

“…Ruh adalah suatu wujud sederhana dan zatnya terpancar dari zat sang pencipta, persis sebagaimana sinar terpancar dari matahari. Ruh bersifat spiritual, kebutuhan dan berbeda dengan tubuh..”.14

Dengan begitu, dapat diketahui bahwa ruh merupakan suatu zat yang bersifat spiritual, ketuhanan dan berbeda dari tubuh sebagai penggerak yang erat kaitannya hubungan manusia dengan Tuhannya.

Mengingat bahwa ruh bersifat spiritual maka hal ini sangat erat kaitannya dengan Tuhan. Maka peran agama didalam diri seseorang akan berkaitan pula dengan kehidupan seseorang tersebut karena agama merukapan ikatan manusia dengan Tuhannya.

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan pada agama Islam, dimana Islam dalam Ensiklopedia Islam memilki arti “agama samawi (langit) yang diturunkan oleh Allah SWT melalui utusanNya Muhammad SAW yang

ajaran-12

Dep.Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 850 dan 960.

13

Samudra Azhari dan Setia Budi,Eksistensi Rohani Manusia(Jakarta: Yayasan Majelis Ta’lim HDH, 2004), bag. 2, h. 15.

14

Rafy Sapury, Psikologi Islam Tuntunan Jiwa Manusia Modern (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), h. 315-316.


(44)

ajarannya terdapat dalam kitab suci Al-Quran dan sunah dalam bentuk perintah-perintah, larangan-larangan dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat.15

Maka menurut pemahaman penulis, pembina rohani Islam adalah seseorang yang memberikan pembinaan melalui kegiatan dalam pembetukan dan penyempurnaan jiwa seseorang dengan ajaran-ajaran agama Islam yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Agar tujuan pembinaan rohani Islam yang dilakukan oleh pembina dapat tercapai, maka diperlukan metode yang tepat. Hal ini senada dengan pendapat

Saleh Abdullah, tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai secara tepat guna manakala jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut betul-betul tepat. Adapun metode pembinaan agama Islam yang dilakukan adalah :16

a. Metode cerita : menceritakan kisah-kisah yang dapat diambil hikmahnya oleh anak didik.

b. Metode ceramah : metode ini berujuan untuk menjalin komunikasi antar anggota di dalam kelompok yang saling mengarahkan.

c. Metode diskusi, tanya jawab atau dialog : merupakan metode dengan pendekatan perorangan, mengungkapkan apa yang dirasakan oleh yang dibina kepada pembina.

d. Metode simbolisme verbal : demonstrasi visual yang hanya bisa dilakukan dengan praktek langsung. Dalam hal ini keteladanan juga termasuk di dalamnya.

15

Kafrawi Ridwan, dan Quraish Shihab, (ed.), “Islam”, Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), Jilid 24, h. 246

16

Abdurrahman Saleh Abdullah,Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), h. 197.


(45)

e. Metode hukuman dan ganjaran : siapa yang melakukan kebaikan dan keburukan pasti akan mendapatkan ganjaran.17

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pembina rohani Islam di Lembaga Pemasyarakatan adalah orang yang melaksanakan kegiatan untuk membentuk jiwa, memperbaiki moral, budi pekerti yang luhur dengan memperkuat keyakinan bersama, baik dalam hubungan manusia dengan sesama, dengan diri sendiri dan dengan Tuhannya melalui metode-metode yang telah ditetapkan berdasarkan Al-Quran.

D. Pengertian Peningkatan Ibadah Shalat 1. Peningkatan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa peningkatan adalah proses kerja menambah kemampuan.18

Sedangkan menurut Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, peningkatan adalah upaya untuk menambah tingkat, derajat, kualitas ataupun kuantitas.19

2. Ibadah Shalat

Kata ibadah berasal dari bahasa Arab “ibada”, artinya menyembah, mengabdi.20 Secara etimologi, ibadah berarti taat, tunduk,

dan do’a.21 Sedangkan secara terminologi ibadah adalah nama yang

17

Abdullah,Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran, h. 205-231. 18

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2001), h. 1086. 19

www.lpp.itb.ac.id Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat diakses pada 21 April 2014 pukul 1.46 am.

20

Mahmud Yunus,Kamus Arab-Indonesia(Jakarta: Hida Karya Agung, 1990), h. 252. 21Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, “Ibadah”.

Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1994), h. 143.


(46)

mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridai oleh Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah dan mengharapkan pahalanya.

Prof. Dr. Zakiah Daradjat dan kawan-kawan mendefinisikan ibadah secara umum berarti mencakup semua perilaku dalam semua aspek kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Dalam pengertian inilah ibadah dimaksud sebagai tugas hidup manusia. Firman Allah SWT :22

)

(

Artinya :“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”(QS. Adz-Dzaariyat ayat 56)

Dalam pengertian secara khusus, ibadah adalah perilaku manusia yang dilakukan atas perintah Allah SWT dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Perilaku tersebut terdapat di dalam ruang lingkup syariah yang menjelaskan bahwasannya ibadah adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT (ritual) yang terdiri dari rukun Islam yaitu : mengucapkan syahadatain, menegrjakan shalat, zakat puasa dan haji. Sementara ibadah lainnya adalah ibadah yang berhubungan dengan rukun Islam yakni : (1) Badani yang bersifat fisik yaitu bersuci meliputi wudhu, mandi, tayamum pengaturan menghilangkan najis, peraturan air, istinja dan lain-lain, adzan, qomat, itikaf, doa, shalawat, umrah, tasbih, istigfar, khitan,

22

Prof. Dr. Zakiah Daradjat dkk., Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 300.


(47)

pengurusan mayat dan lain-lain. (2). Mali (bersifat harta) : qurban, aqiqah, alhadyu, sidqah, wakaf, fidyah, hibbah dan lain-lain.23

Kata shalat berasal dari bahasa Arab yaitu “doa”, tetapi shalat yang dimaksud adalah “ibadah yangterusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.24

Ulama hakikat mendefinisikan shalat sebagai menghadapkan jiwa kepada Allah yang mendatangkan rasa takut kepadaNya serta menumbuhkan dalam jiwa rasa keagungan dan kebesaranNya dan kesempurnaan kekuasaanNya. Sedangkan ulama makrifat melihat shalat dari ruhnya, yaitu berharap kepada Allah dengan sepenuh jiwa, khusyuk di hadapanNya, ikhlas bagiNya, serta hati hadir dalam berdzikir, berdoa dan memujinya.25

Berdasarkan syariat, shalat adalah ibadah yang mengandung bacaan dan perbuatan tertentu dan khusus, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.26

Adapun dalil-dalil dalam Al-Quran yang mewajibkan shalat, antara lain :

Firman Allah Swt :

)

(

Artinya :“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku´lah beserta orang-orang yang ruku”.(QS. Al_Baqarah : 43 )27

23

Prof. Dr. Zakiah Daradjat dkk., Dasar-dasar Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 298-299.

24

Sulaiman Rasjid,Fiqh Islam(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), h. 53. 25

Sudirman Tebba,Nikmatnya Shalat Jamaah (Ciputat: Pustaka Irvan, 2008), h. 12-13. 26

Dr. Said Bin Ali-Al-Aqahthani,Petunjuk Lengkap Tentang Shalat(Markaz Ad-Da’wah wal-Irsyad bir-Riyadh, 2003), h. 7.


(48)

Firman Allah Swt :

)

(

Artinya :“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Ankabut : 45)28

Berdasarkan Al-Quran, Sunnah dan Ijma’ Ummat, hukum shalat adalah wajib bagi setiap muslim baligh dan berakal, kecuali bagi wanita haid dan nifas.

Dalil berdasarkan Al-Quran adalah firman Allah Ta’ala :

)

(

Artinya :“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”(QS. Al-Bayyinah: 5)29

)

(

Artinya :“Maka apabila kamutelah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana

27

Drs. Moh Rifai,Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1976), h. 34.

28

Rifai,Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, h. 34. 29


(49)

biasa).Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”(QS. An-Nisa : 103)30

Maka menurut pemahaman penulis berdasarkan penjelasan di atas, peningkatan ibadah shalat adalah upaya untuk meningkatkan perilaku manusia yang telah diperintahkan oleh Allah SWT melalui shalat dengan mengikuti baik syarat maupun rukun shalat yang telah ditentukan dalam syariat Islam dengan baik dan benar.

E. Teori Komunikasi dan Strategi Dakwah

Pada sejumlah temuan yang dipaparkan oleh Everest M. RogersdanFloyd Shoemakerdalam karya mereka Communication of Innovation yang di kutip oleh

Prof. Dr. Hamidi, M. Si, temuan tersebut mencakup upaya mengkomunikasikan gagasan, produk (benda), cara-cara (teknologi), agar terjadi peningkatan mutu hidup suatu masyarakat, berkaitan dengan kesehatan, kepercayaan dan adat istiadat. Dan dalam banyak hal teori-teori komunikasi tentang persuasi, keputusan inovasi, proses adopsi, peranan komunikator, sifat-sifat inovasi, kecepatan adopsi, tipe-tipe adopter masih relevan untuk bisa diaplikasikan pada komunikasi pesan-pesan ajaran Islam terutama di masyarakat Indonesia yang masih banyak belum mengadopsi baik dalam kehidupan individual maupun tindakan sosial pemeluknya. Adapun penjelasan mengenai teori-teori tesebut,yakni :31

30

Ali-Al-Aqahthani,Petunjuk Lengkap Tentang Shalat, h. 9. 31

Prof. Dr. Hamidi, M.Si,Teori Komunikasi dan Strategi Dakwah (Malang: UMM Press, 2010), h. 118-121.


(50)

1. Teori Persuasi

Teori persuasi adalah suatu teori komunikasi yang mengarah kepada proses terjadinya efek perubahan sikap, keyakinan, pendapat atau perilaku. Pada saat menyusun strategi komunikasi ada beberapa faktor yang melekat pada komunikasi persuasif, antara lain :

a. Analisis publik

b. Kredibilitas komunikator

c. Daya tarik terhadap kepentingan publik d. Kejelasan pesan

e. Waktu dan konteks f. Partisipasi publik

g. Anjuran untuk bertindak h. Isi dan struktur pesan

i. Penyampaian yang persuasif

2. Teori Proses Keputusan Inovasi

Teori proses keputusan inovasi terdiri dari 4 tahap (Rogers, 1983), antara lain :

a. Pengenalan (Konowlede) : individu mengetahui keberadaan suatu inovasi dan memperoleh pemahaman tentang fungsinya.

b. Persuasi : individu membentuk suatu sikap suka atau tidak suka terhadap inovasi.

c. Keputusan : individu melakukan aktivitas yang mengarah pada suatu pilihan, menerima atau menolak inovasi.


(51)

d. Konfirmasi : individu mencari pengukuhan terhadap keputusan inovasi yang dibuat (menerima atau menolaknya), atau mengubah keputusan jika memperoleh keputusan yang bertentangan tentang inovasi.

3. Teori Proses Adopsi

Ahli-ahli sosiologi pedesaan berpendapat bahwa terdapat lima tahap proses adopsi, yaitu :

a. Tahap kesadaran, ketika seseorang tahu adanya ide-ide baru tetapi kekurangan informasi.

b. Tahap menaruh minat, ketika timbul minat pada individu dan berusaha mencari informasi.

c. Tahap penilaian, mengadakan penilaian, bagaimana jika sekiranya mengadopsi, akibat-akibat pada masa yang akan datang.

d. Tahap percobaan, ketika individu mulai mencoba dalam skala kecil, untuk menentukan kegunaan dan hasilnya dikaitkan dengan keadaan diri.

e. Tahap penerimaan, ketika seseorang teah mengadopsi inovasi sepenuhnya secara kontinyu – bisa terjadi menolak, sebagai tahap respon.

4. Teori Peranan Komunikator

Dalam mengkomunikasikan inovasi, komunikator memiliki peran antara lain :

a. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah, dengan penyadaran akan adanya permasalahan yang harus dipecahkan. Permasalahan tersebut


(52)

dengan memperkenalkan alternatif-alternatif dan perubahan tingkah laku.

b. Mengadakan hubungan untuk perubahan, dengan menumbuhkan keyakinan akan maksud baik, keahlian dapat dipercaya (kredibilitas) agen perubahan.

c. Mendianosis masalah.

d. Memotivasi untuk berubah, dengan merencanakan pengadopsian inovasi.

e. Merencanakan tindakan pembaharuan.

f. Menjaga program pembaharuan jangan sampai berhenti.

g. Mencapai hubungan terminal, sehingga klien secara berangsur menjadi “pembaharu” tanpa pendamping.

5. Teori Pembangunan dan Implikasinya dalam Strategi

Perencanaan komunikasi berawal dari dua proses penting yakni :

public and development policy, the inftasructur of communication system; dan dikaitkan dengan potensi komunikasi sebagai kekuatan yang digerakkan dan diintegrasikan kedalam masyarakat. Selanjutnya dikondisikan dan didukung kelancaran prosesnya dengan teknologi. Maka kontribusi teknologi sangat dibutuhkan dalam merencanakan perubahan dan tujuan kebijakan dalam pembangunan masyarakat, karena komunikasi adalah aktifitas manusia yang mendasar maka sumber-sumber dan infrastruktur komunikasi dapat diperlancar dengan menggunakan teknologi yang ada.


(53)

Teori komunikasi dan strategi dakwah dalam bab II ini penulis gunakan untuk pencocokan teori pada perumusan, penerapan, evaluasi dan juga hasil strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

F. Teori Pembelajaran Sosial

Teori belajar sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini juga disebut belajar melalui observasi (pengamatan). Adapun tahapan dalam teori pembelajaran sosial, yaitu :32

1. Atensi (tahap perhatian)

Menurut hasil penelitianBandura, pengamat dapat memperhatikan tingkah laku dengan baik apabila tingkah laku tersebut “jelas” dan tidak terlampau kompleks. Pengetahuan tersebut dapat diberikan pada awal pembelajaran, yaitu :

a. Pengajar dapat menggunakan isyarat yang ekspresif seperti menepuk tangannya, atau menggunakan benda-benda aneh yang dapat menarik perhatian siswa.

b. Pengajar dapat membagi beberapa keterampilan dalam sub-sub keterampilan, lalu diajarkan secara terpisah.

Maka dapat dikatakan bahwa tahap ini adalah tahap di mana anak didik pemasyarakatan mulai berfokus pada satu (pembina rohani Islam) dari sekian banyak stimulus yang muncul dihadapannya. Stimulus yang jelas dan menariklah yang akhirnya lulus seleksi.

32

Bahruddin,Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 27-30.


(54)

2. Retensi (tahap penyimpanan dalam ingatan)

Bandura menemukan bahwa retensi suatu pengamatan (tingkah laku) dapat dimantapkan jika pengamat dapat menghubungkan observasi dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang bermakna baginya dan mengulang secara kognitif setelah memahami hal tersebut. Mengajar dapat memanfaatkan langsung untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Untuk mengaitkan keterampilan baru dengan pengetahuan awal siswa, pengajar dapat bertanya kepada siswa untuk membandingkan keterampilan baru yang telah didemonstrasikan dengan sesuatu yang telah diketahui, dan dapat dilakukan.

b. Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, pengajar dapat menggunakan periode latihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergilir baik fisik maupun mental.

Dalam tahap ini stimulus yang menjadi fokus anak didik pemasyarakatan mulai diolah secara kognitif dan hasilnya disimpan dalam memori atau ingatan mereka. Yang kemudian dicari lebih lanjut informasi lebih detail berhubungan dengan stimulus tersebut.

3. Produksi

Memberikan kesempatan praktek kepada siswa, melakukan kegiatan/keterampilan yang baru dipelajari merupakan tahap yang sangat penting. Meskipun demikian Bandura menemukan bahwa pengaturan waktu dan macam umpan balik yang diberikan pengajar merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan. Terutama pada awal pembelajaran, umpan balik perlu diberikan


(55)

sesegera mungkin, positif atau korektif. Salah satu yang digunakan pengajar melalui korektif adalah :

a. Untuk memastikan sikap positif terhadap keterampilan baru, pengajar seyogyanya memberi pujian sesegera mungkin pada aspek-aspek keterampilan yang dilakukan siswa dengan benar, lalu mengidentifikasi adanya keterampilan bagian yang masih menimbulkan permasalahan. b. Untuk memperbaiki keterampilan yang salah, pertama kali pengajar perlu

mendemonstrasikan kenerja yang benar, kemudian siswa mengulanginya sampai benar-benar menguasainya.

Dalam tahap ini informasi yang sebelumnya telah disimpan dalam memori atau ingatan anak didik pemasyarakatan, diolah kembali untuk kemudian diuji. Dalam tahap ini anak didik pemasyarakatan diharapkan untuk tidak hanya mengerti melainkan juga untuk lebih memahami.

4. Motivasi

Penguatan memegang peranan dalam pembelajaran melalui pengamatan. Apabila seseorang mengantisipasi akan memperoleh penguatan pada saat meniru suatu model, maka ia akan lebih termotivasi untuk menaruh perhatian, mengingat, dan memproduksi perilaku itu. Di samping itu penguatan penting dalam mempertahankan pembelajaran. Seseorang yang mencoba suatu perilaku baru tidak mungkin untuk tetap melakukan tanpa penguatan. Di dalam kelas, tahap motivasi dari pembelajaran pengamatan kerap kali terdiri atas pujian atau angka yang baik.


(56)

Maka pada tahapan ini anak didik pemasyarakatan mulai menemukan dorongan sebagai kelanjutan dari proses. Anak didik pemasyarakatan mulai

mendapat “reward” untuk hasil belajar yang memuaskan, yang kemudian akan membuatnya bersemangat untuk kembali belajar (mengikuti kembali kegiatan pembinaan rohani Islam). Juga ada pemberian dorongan lebih jika kehadiran anak didik pemasayarkatan dalam mengikuti kajian pembinaan dinilai kurang optimal supaya ia terdorong untuk rajin mengikuti kegiatan pembinaan rohani Islam.

Teori pembelajaran sosial dalam bab II ini penulis gunakan untuk pencocokan teori dalam menganalisis hasil dari strategi pembina rohani Islam dalam peningkatan ibadah shalat anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat.

G. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Dalam UU No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, yang dimaksud lembaga pemasyarakatan adalah tempat di mana dilakukan kegiatan pembinaan untuk warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan merupakan bagian akhir dari seistem pemidanaan dalam tata tertib peradilan pidana.33

. Dahulu Lembaga Pemasyarakatan ini dinamakan penjara dan sebagai wadah pelaksanaan dari pidana penjara adalah rumah-rumah penjara yaitu rumah yang digunakan bagi orang-orang terpenjara atau orang-orang hukuman. Sistem kepenjaraan ini tidak digunakan lagi karena dipandang tidak sejalan dengan

33

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Penjelasan Atas UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.


(57)

konsep rehabilitasi, agar narapidana menyadari kesalahannya dan idak mempunyai keinginan untuk mengulang kembali. Hal ini sesuai dengan isi dari penjelasan UU No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan :

Sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam

dan penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara” secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga dan lingkungannya. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sejak tahun 1964 sistem pembinaan bagi narapidana dan anak pidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Begitu pula institusinya yang semula disebut rumah penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi lembaga pemasyarakatan.34

1. Pembinaan Narapidana

Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama Pemasyarakatan, mulai dikenal pada tahun 1964 ketika dalam konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembaga tanggal 27 April 1964. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas keimanan kepada Tuhan Yang Maha

34


(58)

Esa, Intelektual, sikap dan perilaku professional serta kesehatan rohani narapidana.35

Sistem pemasyarakatan sebagai suatu sistem pembinaan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 tidak lagi sekedar mengandung aspek penjeraan belaka, tetapi juga merupakan suatu upaya untuk mewujudkan reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan yaitu pulihnya kesatuan hubungan warga binaan pemasyarakatan sebagai pribadi, anggota masyarakat sebagai insan Tuhan.36

Dalam sistem pemasyarakatan narapidana tidak lagi dianggap sebagai objek dan pribadi yang iheren dengan tindak pidana yang dilakukannya. Narapidana dipandang sebagai manusia yang memiliki fitrah kemanusiaan, itikad dan potensi yang dapat digali dan dikembangkan dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Prinsip-prinsip pembinaan narapidana dengan pendekatan yang lebih manusiawi ini, tercermin dalam usaha-usaha pembinaan terhadap narapidana berdasarkan sistem pemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu dalam rangka membentuk narapidana menjadi manusia seutuhnya. Hal ini mengandung makna bahwa pembinaan narapidana dalam sistem pemasyarakatan merupakan upaya untuk

35

Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3845.

36

Departemen Kehakiman RI dan Hak Asasi Manusia, Kebijaksanaan Strategi dan Pola Implementasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1999).


(59)

mewujudkan reintegrasi sosial yaitu pulihnya kesatuan hubungan narapidana sebagai individu, makhluk sosial dan makhluk tuhan.37

Dalam rangka pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penggolongan atas dasar :

a. umur

b. jenis kelamin

c. lama pidana yang dijatuhkan d. jenis kejahatan, dan

e. kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan.38

Adapun sistem pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, berdasarkan asas-asas berikut :

a. Pengayoman

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan c. Pendidikan

d. Pembimbingan

e. Penghormatan dan harkat martabat manusia

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan: dan

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu39

37

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Penjelasan Atas UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Pasal 2).

38

UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Pasal 12). 39


(60)

H. Pengertian Anak Didik Pemasyarakatan

Pengertian narapidana menurut Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dalam Pasal 1 angka 7 yaitu :

"Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan".

Di dalam hal ini, narapidana termasuk juga didalamnya anak pemasyarakatan, dan di dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 Pasal 1 angka 8 dijelaskan mengenai Anak Didik Pemasyarakatan. Anak Didik Pemasyarakatan adalah :

a. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalan pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai umur 18 (delapan belas) tahun.

b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada Negara untuk dididik dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan. Anak paling lama sampai umur 18 (delapan belas) tahun. c. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berusia 18 (delapan belas) tahun.

Adapun hak-hak yang didapatkan oleh Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil di Lembaga Pemasyarakatan, antara lain :

a. Anak Pidana berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya pendidikan dan pengajaran, mendapatkan pelayanan


(61)

kesehatan dan makanan yang, mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupu jasmani, mendapatkan layak, menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang, menerima kunjungan keluarga, penasihat hokum atau orang tertentu lainnya, mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi), mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang bebas dan mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Anak Negara mempunyai hak yang sama dengan anak pidana kecuali tidak berhak mendapat pengurangan masa pidana.

c. Anak Sipil mempunyai hak yang sama dengan anak pidana kecuali tidak berhak mendapat pengurangan masa pidana (remisi), tidak berhak mendapatkan cuti menjelang bebas.40

I. Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual ataupun verbal. Assoiciation for Education and Communication Technology

(AECT) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang

40

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Penjelasan Atas UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.


(62)

digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Sedangkan Education Association (NEA) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksioanal. Dari definisi tersebut, Asnawir

dan Basyiruddin menyimpulkan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemampuan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Media yang digunakan secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik dan meningkatkan performa mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.41

Dalam media pembelajaran, media berfungsi sebagai alat bantu dalam kegiatan belajar mengajar yakni berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada siswa dalam mendorong motivasi belajar, memperjelas, dan mempermudah konsep yang kompleks dan abstrak menjadi lebih sederhana, konkrit serta mudah dipahami.Dengan begitu, media dapat juga berfungsi untuk mempertinggi daya serap dan retensi audien terhadap materi pembelajaran.42

Menurut Oemar Hamalik yang dikutip oleh Asnawir dan Basyiruddin, terdapat empat klasifikasi dalam media pembelajan, yaitu :43

1. Alat-alat visual yang dapat dilihat, misalnya filmstrip, transparansi, micro projection,papan tulis, buletinboard,gambar-gambar, ilustrasi,

chart,grafik, poster, peta danglobe.

41

Prof. Dr. H. Asnawir dan Drs. M. Basyiruddin Usman, M.Pd, Media Pembelajaran

(Jakarta: Ciputat Pers, 2010), h. 11. 42

Asnawir dan Usman,Media Pembelajaran, h. 21. 43


(63)

2. Alat-alat yang bersifat auditif atau hanya dapat didengar misalnya;

phonograph record, transkripsi electris, radio, rekaman pada tape recorder.

3. Alat-alat dan benda-benda yang bisa dilihat dan didengar, misalnya film dan televisi, benda-benda tiga dimensi yang biasanya dipertunjukkan misalnya; model, spicemens, bak pasir, peta electris, koleksi diorama.

4. Dramatisasi, bermain peran, sosiodrama, sandiwara boneka, dan sebagainya.

Kegiatan pembinaan rohani Islam di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat, juga termasuk dalam proses belajar mengajar yaitu pembina sebagai seseorang yang memberikan pengajaran kepada audien (anak didik pemasyarakatan) yang harus bisa memanfaatkan media dalam proses kegiatan pembinaan rohani Islam.


(64)

50

KLAS IIA SALEMBA

A. Hakikat Kriminalitas/Kejahatan

Sejak tahun 1971, kejahatan sangat menyita perhatian bagi Indonesia. Pada tahun tersebut sangat banyak kriminalitas yang terjadi bahkan sangat serius sehingga dikeluarkanlah Intruksi Presiden no. 6 Tahun 1971 yang berlanjut dengan dibentuknya Badan Komisi Pelaksana (BAKOLAK) INPRES 1971 yang dibentuk di tingkat pusat dan di daerah-daerah, dengan sasaran tugas penanggulangan masalah-masalah nasional seperti :

a. Kenakalan remaja

b. Penyalahgunaan narkotika c. Uang palsu

d. Penyelundupan e. Subversi

f. Pengawasan orang asing (untuk mengawasi dalam lintas orang-orang asing di Indonesia).1

Sementara secara yuridis formal definisi kejahatan itu sendiri menurut

Kartini Kartono adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral), merupakan masyarakat, asosiasi sifatnya dan melanggar sera undang-undang pidana. Kemudian secara sosiologis Kartono juga

1

Nanik Widiyanti,Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya(Jakarta: Pradya Paramita, 1987), h. 1.


(65)

menjelaskan bahwa kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan masyarakat (baik yang telah tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum tercantum dalam undang-undang pidana).

Kemudian Abdussalam juga membagi kejahatan secara yuridis dan sosiologis, yaitu :

a. Kejahatan menurut hukum (yuridis) : Kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Dalam buku refrensi Anglo Saxon, kejahatan menurut hukum dikelompokkan dalam istilah Conventional Crime yaitu kejahatan (tindak pidana) yang dicantumkan dalam Kitab-kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), istilah Victimless Crime

(kejahatan tanpa korban, meliputi pelacuran, perjudian, pornografi, pemabukan dan penyalahgunaan narkoba) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri, istilah White Collar Crime (kejahatan kerah meliputi tindak pidana korupsi, pelanggaran pajak, penyalahgunaan wewenang), istilah Coorporate Crime (kejahatan badan-badan usaha), kemudian istilah New Dimention Crime dan Mass Crime (Kejahatan massa).

b. Kejahatan menurut non hukum (kejahatan menurut sosiologis) : Kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku berbeda-beda akan tetapi


(1)

FOTO KEGIATAN PEMBINAAN ROHANI ISLAM ANAK DIDIK PEMAYARAKATAN

A. KEGIATAN PEMBINAAN PENGAJIAN 1. Pemberian Materi Ilmu Fiqh

2. Pemberian Materi Ilmu Tajwid dan Membaca Iqra


(2)

B. PEMBINAAN KARAKTER 1. Pemberian Materi Etika

2. Pemutaran Film Memaknai Kehidupan


(3)

4. Praktek Shalat Tasbih dan Pemutaran Video Ayat-ayat Al-Quran

5. Penyampaian Materi Mengenal Tasawuf Jalaluddin Rumi


(4)

FOTO SAAT WAWANCARA DENGAN PEMBINA ROHANI ISLAM 1. Dengan Bapak Muhamad Danil, SH dan Bapak Ilham


(5)

(6)