Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Tempat Membina Pelaku Tindak KriminalKejahatan

54 membina narapidana pada sistem kepenjaraan mengalami perubahan yang cukup berarti khususnya tentang metode perlakuan terhadap narapidana itu sendiri. “Pemikiran mengenai fungsi ideologi Pancasila tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan WBP yang telah ditetapkan dengan suatu sistem perlakuan terhadap para pelanggar hukum di Indonesia yang dinamakan sistem pemasyarakatan. Istilah pemasyarakatan untuk pertama kali disampaikan oleh Sahardjo Mantan Menteri Kehakiman pada 05 Juli 1963 dalam pidato penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitasi Indonesia. Pemasyarakatan oleh beliau dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara. Satu tahun kemudian, pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Jawatan Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembang Bandung, istilah pemasyarakatan dibekukan sebagai pembinaan terhadap pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawatahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegritasi sosial ataupun pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan Pemasyarakatan di dalam masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem pemasyarakatan semakin mantap dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan” 5 Pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan diatur secara khusus dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1945. Jika dilihat pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan mengatur tentang pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan di BAPAS. Selanjutnya dipertegas dengan pasal 7 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang menyatakan bahwa pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan diselenggarakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh petugas pemasyarakatan. 5 Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Penjelasan Atas UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. 55

C. Sejarah Singkat Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba Jakarta Pusat

Pembentukan Unit Pelaksanaan Teknis UPT Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba adalah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.02-PR.07.03 Tahun 2007 tanggal 23 Februari 2007 tentang Pembentukan Unit Pelaksanaa Teknis Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba, Cibinong, Pasir Putih Nusakambangan, dan Lembaga Pemasyarakatan Klas II B di Way Kanan, Slawi, Nunukan, Boalemo, dan Jailolo. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba beroperasional sejak tanggal 15 Februari 2008 di atas seluas lahan seluas ± 2 Ha dengan kapasitas sementara adalah 224 orang narapidana. Secara historis berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba adalah pemekaran UPT Pemasyarakatan Rutan Salemba menjadi 2 dua Satuan Kerja di lingkungan Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM DKI Jakarta yaitu Rutan Klas 1 Jakarta Pusat dan Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Salemba pada tahun 2007. Sebelum tahun 1945 bangunan Lembaga Pemasyarakatan Salemba saat itu berfungsi sebagai tempat tahanan yang melakukan pelanggaran hukum Kolonial Hindia Belanda. Setekah tahun 1945 bangunan Lapas digunakan untuk menampung tahanan politik, tahanan sipil, dan pelaku kejahatan ekonomi. Saat terjadi peristiwa 30 G SPKI sebagian tahanan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Cipinang dan Lembaga Pemasyarakatan Glodog. Sejak tahun 56 1960 sd. 1980 Lapas Salemba difungsikan sebagai Rumah Tahanan Militer di bawah pimpinan Inrehap Laksusda Jaya. Pada tanggal 4 Februari 1980 pengelolaan Lembaga Pemasyarakatan Salemba diserah terimakan dari Inrehab Laksusda Jaya kepada Departemen Kehakiman RI melalui Kakanwil Dirjen Pemasyarakatan IV Jakarta Raya dan Kalbar berdasarkan SP Pangkopkamtim tanggal 9 Januari 1980, No. Sprint- 12KepKAmI1980 dan surat Perintah Pelaksanaan No. Sprint-4- 5KAHDAI1980 tanggal 23 Januari 1980. Berdasarkan Kep. Menkeh RI No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983, Lembaga Pemasyarakatan Salemba berubah status menjadi Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Pusat. Pada tahun 2007 mengingat kondisi over kapasitas penguin Rumah Tahanan Klas I Jakarta Pusat yang semakin padat, maka dilakukan pemekaran Rutan Klas 1 Jakarta Pussat menjadi 2 UPT yaitu Rumah Tahanan Klas I Jakarta Pusat dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba. Secara fisik dan fasilitasi, gedung Lembaga Pemasyarakat Salemba telah mempunyai fasilitas sejak selesainya proyek pembangunan fisik tahun 2011 hingga sekarang. Dengan fasilitas yang telah berfungsi yaitu : - Gedung I Kantor Utama - Gedung II Kantor Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan dan Administrasi Kemananan - Gedung III Kantor Pembina dan Polikliknik Lembaga Pemasyarakatan - Gedung Dapur Lembaga Pemasyarakatan, Gedung Beras, dan Instalasi Gardu Listrik - Gedung IV Bengkel Latihan Kerja dan Produksi Narapidana 57 - Masjid Ar-Rayyan Lembaga Pemasyarakatan Salemba - Gereja - Vihara - Blok Hunian Type 7 Paviliun Ahmad Arief berkapasitas 224 orang - Blok Hunian Type 5 Paviliun Saroso berkapasitas 124 orang - Blok Hunian Type 7 Paviliun Bahrudin Soerjobroto berkapasitas 224 orang - Areal Lapangan Olah Raga dan Ruang Interaktif - Tembok keliling Lembaga Pemasyarakatan sepanjang 800 meter - Pos pengawas sebanyak 4 Pos Fasilitas sarana dan prasarana tersebut diatas dapat tersebut di atas dapat terselesaikan dan berfungsi sejak tahun 2011, sehingga dapat mendukung optimalisasi tugas dan fungsi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba dalam melaksanakan pembinaan, perawatan, dan pembimbing terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan sesuai dengan konsep “re-intergrasi’. 6

D. Visi, Misi dan Motto 1. Visi

Menjadikan Lembaga Pemasyarakatan yang terpercaya dalam memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan terhadap Warga Binaan. 7 6 Laporan ProfilLembaga Pemasyarakatan Salemba Klas II A Jakarta Pusat, h. 1-3 7 Ibid, h. 3