85 wawancara meliputi 1 kemampuan bahasa tulis siswa; 2 penggunaan bahasa
lisan siswa; 3 upaya pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia. Informan metode wawancara dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah W.1 dan guru
kelas IV W.2. Informan W.1 merupakan Kepala Sekolah SD Negeri Bandasari Kabupaten
Tegal yang memiliki tanggung jawab untuk menetapkan dan memastikan kebijakan sekolah. Oleh karena itu, informan W.1 ditetapkan sebagai informan
wawancara dengan tujuan agar peneliti mengetahui kebijakan sekolah yang berkaitan dengan penggunaan bahasa di lingkungan sekolah. Selain bertugas
sebagai Kepala Sekolah, informan W.1 juga mengajar mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di kelas IV, V, dan VI. Dengan demikian, informan W.1
sebagai guru mata pelajaran memahami kemampuan bahasa tulis dan lisan siswa kelas IV SD Negeri Bandasari Kabupaten Tegal.
Informan W.2 merupakan guru kelas IV SD Negeri Bandasari Kabupaten Tegal. Sebagai guru kelas IV, informan W.2 tentu memahami karakterisik dan
kemampuan siswa kelas IV, termasuk kemampuan berbahasa siswa. Informan W.2 juga merupakan guru yang membelajarkan mata pelajaran bahasa Indonesia
di kelas. Oleh karena itu, informan W.2 ditetapkan sebagai informan wawancara. Uraian selengkapnya hasil wawancara W.1 dan W.2 sebagai berikut.
4.2.1.1 Hasil Wawancara W.1
Wawancara terhadap informan W.1 bertujuan untuk memperoleh informasi secara umum tentang penggunaan bahasa di SD Negeri Bandasari Kabupaten
Tegal serta kebijakanaturan tentang penggunaan bahasa Indonesia. Wawancara
86 tentang penggunaan bahasa dilakukan untuk menemukan kemungkinan
interferensi penggunaan bahasa Jawa dialek Tegal yang turut memengaruhi kesalahan pola kalimat bahasa Indonesia pada karangan siswa.
Hasil wawancara dengan informan W.1 menunjukkan bahwa siswa pada umumnya sering menggunakan bahasa Jawa dialek Tegal baik dalam kegiatan
pembelajaran di kelas maupun di luar kegiatan pembelajaran. Berikut pernyataan informan W.1 saat diwawancara mengenai sering tidaknya penggunaan bahasa
Jawa dialek Tegal siswa dalam kegiatan pembelajaran. Ya, sering sekali. Bahkan terkadang agar bahasanya komunikatif dan
nyambung dapat dipahami dengan siswa, selain menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, guru juga menggunakan
bahasa ibu atau bahasa lokal. Sering terjadi ketika guru menggunakan bahasa Indonesia, siswa menjawab dengan bahasa
Jawa Tegal.
Meski demikian, informan W.1 tetap menghimbau pada guru agar guru membiasakan
penggunaan bahasa
Indonesia, sehingga
siswa terbiasa
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar baik secara lisan maupun tertulis. Selain itu, informan juga menekankan kepada siswa kelas IV, V, dan VI
agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan bahasa Jawa dialek Tegal diperbolehkan, namun
cukup digunakan di luar kegiatan pembelajaran. Berikut adalah pernyataan informan W.1 tentang kebijakanaturan khusus penggunaan bahasa Indonesia.
Kebijakanaturan khusus tidak ada. Meski demikian, saya sudah menekankan kepada guru kelas I sampai VI untuk membiasakan
penggunaan bahasa Indonesia. Khusus untuk kelas I dan II lebih menggunakan pendekatan persuasif. Saya menekankan untuk kelas
tinggi IV sampai VI bahwa selama kegiatan pembelajaran di kelas hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Komunikasi siswa di luar kelas seperti saat istirahat atau bermain,
87 boleh menggunakan bahasa Jawa Tegal dengan catatan tidak
menggunakan bahasa Jawa Tegal yang kasar tidak sopan.
Berdasarkan pernyataan informan W.1, pada dasarnya tidak ada sanksi khusus jika siswa tidak menggunakan bahasa Indonesia. Informan W.1
menyatakan bahwa siswa cukup diberi peringatan agar tetap menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan pembelajaran.
4.2.1.2 Hasil Wawancara W.2