87 boleh menggunakan bahasa Jawa Tegal dengan catatan tidak
menggunakan bahasa Jawa Tegal yang kasar tidak sopan.
Berdasarkan pernyataan informan W.1, pada dasarnya tidak ada sanksi khusus jika siswa tidak menggunakan bahasa Indonesia. Informan W.1
menyatakan bahwa siswa cukup diberi peringatan agar tetap menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan pembelajaran.
4.2.1.2 Hasil Wawancara W.2
Wawancara terhadap informan W.2 bertujuan untuk mendapatkan informasi dasar tentang penggunaan bahasa lisan dan tulis siswa kelas IV SD Negeri
Bandasari Kabupaten Tegal. Wawancara ini juga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kemampuan siswa dalam menulis pola kalimat, serta kegiatan
pembelajaran bahasa Indonesia yang telah dilakukan di kelas IV. Informan W.2 menyatakan bahwa kemampuan siswa kelas IV SD Negeri
Bandasari Kabupaten Tegal dalam menyusun kalimat masih rendah. Kesulitan yang sering muncul ketika siswa menyusun kalimat adalah pemilihan kata serta
penyusunan subjek dan keterangan dalam kalimat. Pemilihan kata yang dimaksud adalah siswa masih kesulitan untuk menemukan kosakata tertentu dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Informan W.2 juga menyatakan bahwa siswa masih sering belum memahami bagaimana penempatan subjek dan keterangan
dalam kalimat. Jenis pola kalimat yang dikuasai siswa menurut informan W.2 adalah pola
kalimat S-P-O-K. Siswa dinilai hanya menguasai pola kalimat tersebut karena memang guru belum membelajarkan pola kalimat lain kepada siswa. Berikut
88 adalah pernyataan W.2 mengenai jenis pola kalimat yang telah diajarkan, “Pola
kalimat yang baru saya ajarkan ya pola S-P-O- K”.
Sama halnya dengan kemampuan siswa dalam menyusun kalimat, informan W.2 menyatakan bahwa kemampuan siswa dalam menulis narasi juga masih
rendah. Kesulitan yang dialami siswa juga sama, yaitu pemilihan kata dan penyusunan kalimat-kalimat agar karangan narasi menjadi runtut. Contoh
pemilihan kata menurut informan W.2 adalah penggunaan kata aku yang lebih sering dari pada penggunaan kata saya.
Menurut informan W.2, terdapat beberapa siswa yang memiliki kemampuan berbahasa yang lebih dari siswa lain. Siswa tersebut adalah Agung, Dwi, Suci,
Nia, Melina, dan Firman. Informan W.2 juga menjelaskan bahwa siswa yang memiliki kemampuan berbahasa yang kurang dari siswa lain cukup banyak,
namun informan W.2 hanya menyebutkan Aska, Arman, Davva, dan Nurofik. Pada dasarnya, informan W.2 sebagai guru belum pernah melakukan
analisis kesalahan berbahasa. Meski demikian, informan W.2 melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa melalui kegiatan merangkai kata
acak. Informan W.2 menyatakan, “Sering saya diktekan kalimat yang kata- katanya acak, kemudian siswa disuruh untuk menyusun kalimat tersebut”.
Berkaitan dengan penggunaan bahasa lisan, informan W.2 menyatakan bahwa siswa sering menggunakan bahasa Jawa dialek Tegal baik di dalam
maupun di luar kegiatan pembelajaran. Siswa sering menggunakan bahasa Jawa dialek Tegal utamanya pada interaksi antar siswa. Informan W.2 menjelaskan
bahwa ketika siswa berinteraksi dengan guru, beberapa siswa sebenarnya sudah
89 menggunakan bahasa Indonesia secara lisan. Meski demikian, siswa masih sering
menggunakan bahasa Jawa dialek Tegal. Hal tersebut cukup memengaruhi penguasaan kosakata bahasa Indonesia siswa, karena informan W.2 menyatakan
bahwa hambatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia utamanya adalah kosakata bahasa Indonesia siswa yang masih rendah. Adapun upaya yang dilakukan
informan W.2 agar siswa tetap menggunakan bahasa Indonesia adalah dengan memberi peringatan.
4.2.2 Hasil Metode Observasi