91 dapur. Meski demikian, pada dasarnya kalimat 1 bukanlah kalimat berpola S-P-
O-K, melainkan kalimat berpola S-P-K-K. Setelah menjelaskan pola kalimat S-P-O-K, guru melanjutkan dengan materi
menulis narasi. Guru menjelaskan bahwa pola kalimat S-P-O-K dapat digunakan untuk menulis narasi. Guru juga memberi pemahaman pada siswa tentang
karangan narasi dengan menggunakan kalimat yang mudah dipahami siswa, seperti penjelasan “kalau kalian menulis karangan narasi, itu sama seperti kalian
bercerita tentang suatu kejadian”. Selanjutnya, guru bertanya jawab dengan siswa tentang kegemaran yang dimiliki.
Guru menjelaskan bahwa siswa dapat menceritakan kegemaran yang dimiliki melalui karangan narasi. Guru memberi motivasi kepada siswa agar mau
bercerita tentang kegemarannya melalui karangan narasi. Pada kegiatan ini, siswa berelaborasi dengan menulis narasi bertema kegemaranku. Kemudian kegiatan
pembelajaran diakhiri dengan penarikan simpulan materi dan pengumpulan hasil karangan siswa. Secara keseluruhan, bahasa tulis dan lisan yang digunakan guru
adalah bahasa Indonesia.
4.2.2.2 Observasi Siswa
Pada saat proses pembelajaran bahasa Indonesia materi menulis narasi, peneliti mengobservasi penggunaan bahasa tulis dan lisan siswa. Siswa
memperhatikan penjelasan guru tentang pola kalimat S-P-O-K. Selanjutnya, beberapa siswa diberi kesempatan untuk menulis kalimat berpola S-P-O-K di
papan tulis. Siswa yang ditunjuk adalah Agung, Aska, Yoga, Arman, dan Suci.
92 Lima siswa tersebut menulis kalimat dengan jenis keterangan yang berupa
keterangan waktu atau tempat. Kalimat yang ditulis oleh siswa sebagai berikut. 1 Ibu membaca koran di teras.
2 Ibu berangkat ke kantor. 3 Iyan bermain layang-layang di lapangan.
4 Ayah berangkat kerja pukul 07.00. 5 Nina bermain boneka di rumah temannya.
Pada dasarnya, kalimat yang memiliki pola S-P-O-K adalah kalimat 1. Kalimat 2 berpola S-P-K, sedangkan kalimat 3, 4, dan 5 berpola S-P-Pel-K.
Setelah beberapa siswa menulis kalimat di papan tulis, siswa melakukan tanya jawab tentang kegemaran yang dimiliki. Kemudian siswa menulis narasi dengan
tema kegemaranku. Pada saat proses menulis narasi, peneliti menemukan beberapa siswa
melihat hasil karangan siswa lain. Ada siswa yang justru membaca dan mengomentari hasil karangan siswa lain. Siswa juga sering kesulitan untuk
menulis kosakata tertentu dengan menggunakan bahasa Indonesia, sehingga siswa menanyakan kepada guru tentang kosakata yang dianggap sulit. Bahkan ada satu
siswa yang menanyakan apakah diperbolehkan jika menulis narasi menggunakan bahasa Jawa.
Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar siswa menggunakan bahasa Indonesia ketika berinteraksi dengan guru. Ketika berinteraksi dengan siswa lain,
sebagian besar siswa menggunakan bahasa Jawa dialek Tegal. Penggunaan bahasa Jawa dialek Tegal ditemukan dalam percakapan antar siswa, seperti kalimat terus
93 ana sing akeh nemen lalu ada yang banyak sekali. Peneliti juga menemukan
bahwa bahasa Jawa dialek Tegal digunakan beberapa siswa saat mengucapkan kalimat secara spontan dengan guru. Ucapan spontan yang dimaksud seperti
kalimat 1 bu, Ochi udu wolu bu, Ochi bukan delapan; 2 bu, nyong ireng bu bu, saya hitam bu; 3 jarene bu.. katanya bu....; 4 durung rampung, bu
belum selesai, bu.
4.2.3 Hasil Metode Simak-Catat