Teori Kepuasan Kerja Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja

50 mengatakan bahwa kepuasan pelanggan dinyatakan sebagai ratio perbandingan kualitas jasa yang didapat atau dirasakan dengan keinginan, kebutuhan dan harapan. Menurut Wexley dan Yukl 1977, kepuasan kerja secara umum dapat diberi batasan sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kemudian oleh Vroom 1964 dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Tiffin 1958 berpendapat bahwa kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antar pimpinan dengan sesama karyawan Syaiin, 2008. Seseorang akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek harapan dalam dirinya saling mendukung, dan sebaliknya jika aspek tersebut tidak mendukung, seseorang akan merasa tidak puas. Aspek-aspek yang terlibat dalam pekerjaan antara lain upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan diri sendiri antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan Mangkunegara, 2009.

2.2.2. Teori Kepuasan Kerja

Para ahli mengemukakan berbagai teori tentang kepuasan kerja sebagai berikut: 1. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow Keseluruhan teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow 1943 didasarkan pada kenyataan bahwa manusia sangat tergantung pada Universitas Sumatera Utara 51 kepentingan individu tersebut, dimana kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut digolongkan ke dalam lima tingkatan Potter Perry, 2005. a. Kebutuhan Fisiologi Kebutuhan untuk memelihara kelangsungan hidup seperti sandang, pangan dan tempat berlindung, seks dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan. b. Kebutuhan Akan Keamanan Kebutuhan akan keamanan bukan hanya segi keamanan fisik saja. Keamanan yang bersifat psikologi juga mutlak penting mendapatkan perhatian. Perlakuan yang manusiawi dan adil adalah salah satu contohnya. c. Kebutuhan Sosial Berbagai kebutuhan yang berkisar pada pengakuan akan keberatan seseorang dan penghargaan atas harkat dan martabatnya. Biasanya kebutuhan sosial tersebut tercermin dalam empat bentuk perasaan yaitu perasaan yang tercermin oleh orang lain, perasaan harus diterima, kebutuhan akan perasaan maju, dan kebutuhan akan perasaan diikutsertakan. d. Kebutuhan Harga Diri Salah satu ciri manusia adalah bahwa ia mempunyai harga diri. Karena itu semua orang memerluka n pengakuan atas keberadaan dan statusnya oleh orang lain. Keberadaan dan status seseorang biasanya tercermin pada berbagai lambang yang penggunaannya sering dipandang sebagai hak seseorang, pada umumnya dikatakan bahwa semakin tinggi kedudukan dan Universitas Sumatera Utara 52 status seseorang dalam organisasi dan lingkungan masyarakat semakin banyak pula simbol yang digunakan untuk menunjukkan status yang diharapkan diterima dan diakui oleh orang lain, baik secara langsung oleh mereka dengan siapa berinteraksi maupun secara tidak langsung oleh berbagai pihak dengan siapa seseorang tidak melakukan interaksi. e. Aktualisasi Diri Dewasa ini semakin disadari berbagai kalangan yang semakin luas bahwa dalam diri setiap orang terpendam potensi kemampuan yang belum seluruhnya dikembangkan. Seseorang yang menginginkan potensinya dikembangkan dalam meniti karir merupakan suatu hal yang normal. Oleh karena itu, dengan pengembangan yang demikian seseorang dapat memberikan sumbangan yang lebih besar bagi kepentingan organisasi dan dengan demikian meraih kemajuan profesional yang pada gilirannya memungkinkan yang bersangkutan memuaskan berbagai jenis kebutuhannya. 2. Teori Keseimbangan Equity Theory Teori keseimbangan merupakan salah satu dari model teori motivasi yang menjelaskan bagaimana seseorang membangun hubungan berdasarkan keadilan dan kesetaraan. Teori keseimbangan ini dikembangkan oleh Adam. Kunci utama dari teori ini adalah hubungan timbal balik antara individu dengan organisasi yaitu inputs dan outcomes Kreitner Kinicki, 2001. Teori ini mengatakan bahwa jika seseorang mendapatkan sesuatu sesuai dengan keinginannya dan sama dengan yang orang lain dapatkan, maka ia akan mencapai kepuasan, namun sebaliknya jika yang ia dapatkan tidak sesuai Universitas Sumatera Utara 53 dengan yang diinginkan, dan lebih sedikit dari yang orang lain dapatkan, maka ia akan merasa tidak puas. 3. Teori Dua Faktor dari Herzberg Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg dengan menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subyek insinyur dan akuntan. Herzberg menemukan bahwa kepuasan kerja lebih terkait dengan pencapaian terhadap sesuatu, pengakuan, karakteristik pekerjaan, tanggung jawab, dan pengembangan. Faktor-faktor ini lebih dikenal dengan faktor motivator karena hal ini lebih berfokus pada usaha dan produktivitas kerja. Sementara itu faktor yang lain disebut sebagai faktor lingkungan atau faktor hygiene, mencakup kebijakan, teknik supervisi, gaji, hubungan interpersonal, dan kondisi kerja Kreitner Kinicki, 2001. 4. Teori Perbedaan Discrepancy Theory Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter 1961. Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Locke 1969 menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada discrepancy antara should be expectation, needs atau values dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang Universitas Sumatera Utara 54 diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Bila seseorang mendapatkan yang lebih besar lagi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang dirasakan itu di bawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan As’ad, 2008; Mangkunegara, 2009.

2.2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja