KONDISISTATUS TATAGUNA LAHAN TATAGUNA LAHAN
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
2016
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah III -19
Mengacu kembali kepada
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 35Menhut- 112013,
untuk sebaran hutan lindung pada Kabupaten Dharmasraya mayoritas terdapat pada Kecamatan IX Koto seluas 7.644 Ha, kemudian pada Kecamatan
Asam Jujuhan seluas 2.971 Ha yang merupakan hutan lindung penyangga Taman Nasional Kerinci Seblat.
Selanjutnya untuk Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi HPK terdapat pada Kecamatan IX Koto seluas 11.724 Ha dan Kecamatan Timpeh seluas 5.037
Ha Tabel-3A. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016. Sedangkan untuk Hutan Produksi HP sebarannya adalah sebagai berikut.
Gambar 3.1.14. Sebaran Produksi HPK di Kabupaten Dharmasraya
Sumber: Olahan Tabel-3C. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016.
Luasan Hutan Produksi terluas terdapat pada Kecamatan Koto Besar lebih dari 50 dari keseluruhan Hutan Produksi pada Kabupaten Dharmasraya, tetapi
sebagian besar disebabkan ditinggalkan oleh perusahaan konsesi pengolahan hasil hutan telah beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dan karet.
Untuk lokasi Hutan Suaka Alam sebarannya pada Kecamatan IX Koto seluas 2.863 Ha dan Kecamatan Asam Jujuhan seluas 3.546 Ha Tabel-3D.
Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016. Sedangkan untuk Hutan Produksi Terbatas HPT yang luasannya mencapai 31.224 Ha atau
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
2016
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah III -20
mecapai 10 dari luas wilayah Kabupaten Dharmasraya sebarannya sebagai berikut.
Gambar 3.1.15. Sebaran Produksi HPT di Kabupaten Dharmasraya
Sumber: Olahan Tabel-3E. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016.
Sebarannya untuk Hutan Produksi Terbatas pada 5 lima kecamatan di Kabupaten Dharmasraya yang terbanyak pada Kecamatan Padang Laweh dan
Kecamatan IX Koto dan paling sedikit pada Kecamatan Sitiung.
c Luas Lahan Kritis di Dalam dan Luar Kawasan Hutan;
Lahan kritis dapat didefinisikan sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau
diharapkan. Fungsi yang dimaksud pada defenisi tersebut adalah fungsi produksi dan fungsi tata airnya. Fungsi produksi berkaitan dengan fungsi tanah sebagai
sumber unsur hara bagi tumbuhan dan fungsi tata air berkaitan dengan fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya akar dan menyimpan air tanah. Beberapa
faktor-faktor penyebab terjadinya lahan kritis diantaranya: terjadinya longsor dan letusan gunung berapi, penebangan liar, kebakaran hutan, pemanfaatan sumber
daya hutan yang tidak berasaskan kelestarian, penataan zonasi kawasan yang belum berjalan, pola pengelolaan lahan yang tidak konservatif dan pengalihan
status lahan.
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
2016
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah III -21
Secara jumlah luasan lahan kritis berada pada luar kawasan hutan yakni mencapai 2.888 Ha atau 74 dari luasan lahan kritis yang ada dan lahan sangat
kritis juga berada pada luar kawasan hutan yakni mencapai 1.705 Ha atau mencapai 90 dari luasan lahan sangat kritis yang ada. Sedangkan hutan
konservasi kondisi lahannya tidak menunjukkan indikator kritis atau sangat kritis.
Gambar 3.1.16. Luasan Lahan Kritis di Kabupaten Dharmasraya
Sumber: Olahan Tabel-4. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016.
Informasi gambaran lahan kritis diperoleh dari penelaahan menggunakan pencitraan oleh WWF dan penggambungan data dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. Sedangkan informasi penyebab lahan kritis adalah dengan memadukan berbagai informasi kejadian dan kondisi kegiatan yang ada diatasnya.
Adapun beberapa informasi penyebab lahan kritis adalah sebagai berikut : Perkebunan, pemukiman dan lahan terbuka bekas tambang batubara
Perkebunan, pertanian, pemukiman, kebakaran lahan dan lahan terbuka bekas
PETI Perkebunan, pertanian dan pemukiman
Perkebunan, pertanian dan pemukiman Perkebunan, pertanian, pemukiman dan kebakaran lahan.
Perkebunan dan kebakaran hutanlahan
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
2016
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah III -22
Pemukiman, pertanian, Perkebunan, Hutan Tanaman Industri dan kebakaran lahan
Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri Jika dilakukan perbandingan antar waktu pada 3 tiga tahun terakhir,
berikut ini adalah tren perubahan luasan lahan kritis dan sangat kritis pada Kabupaten Dharmasraya.
Gambar 3.1.17. Tren Luasan Lahan Kritis di Kabupaten Dharmasraya
Sumber: Olahan Tabel-4B dan Tabel-4C. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016.
Pada tren gambar tersebut menunjukkan luasan lahan kritis pada tahun 2015 mengalami penurunan dan kembali meningkat pada tahun 2016. Jika
diuraikan lebih rinci lagi dengan menambahkan kriteria agak kritis dan potensial pada tahun 2016 ini terdapat 17.725 Ha yang masuk kriteria kritis dan 58.182 Ha
yang berpotensi kritis. Kriteria dalam pengklasifikasian tersebut berdasarkan klasifikasi warna dalam interpretasi Citra Satelit yang dilakukan WWF Program
RIMBA di Kabupaten Dharmasraya. Sumber: Olahan Tabel-4D. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016.
d Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air
Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 2009 penyebab kerusakan lahan ialah makin meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan ekonomi dan
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
2016
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah III -23
industri yang mengakibatkan terjadinya degradasi, alih fungsi, dan fragmentasi lahan pertanian. Secara garis besar, penyebab kerusakan lahan disebabkan oleh 2
hal yaitu; 1 Natural hazards, dimana secara instrinsik lahan mempunyai potensi untuk mengalami kerusakan; 2 Manusia, dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan
lahan yang tidak tepat Baskoro dkk, 2010. Salah satu bentuk kerusakan lahan pertanian yang disebabkan oleh faktor diatas yaitu erosi. Erosi adalah proses
berpindahnyaterangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain Sinukaban, 1989.
Menurut Arsyad 1989 kerusakan yang ditimbulkan karena erosi terjadi di dua tempat yaitu 1 pada tanah tempat erosi terjadi; 2 pada tempat tujuan akhir
tanah yang terangkut tersebut diendapkan. Oleh karena dampak erosi dapat sangat berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah maka erosi ini harus dapat dicegah
yang bertujuan untuk mengontrol laju erosi supaya berada dalam batas yang dapat ditoleransikan dan melestarikan produktifitas lahan.
Gambaran kerusakan tanah di Kabupaten Dharmasraya akibat erosi air dengan pengambilan sampel tanah di Kecamatan Pulau Punjung yakni kawasan
perkebunan PT Bukit Raya Mudisa. Berikut gambaran evaluasi kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi air pada lahan PT Bukit Raya Mudisa yang telah
ditanami dengan tanaman industri berupa kayu akasia.
Tabel 3.1.3. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air pada Lahan
PT Bukit Raya Mudisa No
Tebal Tanah Ambang Kritis
Erosi PP 1502000 mm10 tahun
Besaran erosi mm10 tahun
Status MelebihiTidak
1 20 cm 0,2 - 1,3
1,98 Melebihi
2 20 - 50 cm 1,3 - 4,0
4,89 Melebihi
3 50 - 100 cm 4,0 - 9,0
4,98 Tidak
4 100 - 150 cm 9,0 - 12
9,84 Tidak
5 150 cm 12
12,83 Tidak
Hasil Perhitungan Dinas Lingkungan Hidup, 2017 Sumber: Olahan Tabel-5. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016.
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
2016
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah III -24
Pada lapisan permukaan terlihat pada lokasi titik pantau Hutan Tanaman Industri PT Bukit Raya Medusa telah melebihi baku mutu Peraturan Pemerintah
Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah akibat Memproduksi Biomassa. Tetapi pada lapisan 50 cm sampai lebih dari 150 cm
masih berada pada baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tersebut.
Prediksi erosi dari sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan dalam penggunaan
lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi
tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Tindakan konservasi tanah dan
penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang dapat menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari laju erosi yang masih dapat dibiarkan.
Metode prediksi erosi juga merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu
bidang tanah atau suatu daerah aliran sungai DAS. Prediksi erosi adalah alat bantu untuk mengambil keputusan dalam mengambil perencanaan konservasi
tanah pada suatu areal tanah Arsyad, 1989.
e Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering;
Pemanfaatan lahan untuk berbagai keperluan dan aktifitas manusia cepat atau lambat akan menyebabkan kerusakan tanah. Tanah sebagai salah satu
komponen lahan, adalah lapisan teratas kerak bumi. Tanah terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta memiliki sifat fisik, kimia dan biologi serta
memiliki kemampuan menunjang kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya.
Kegiatan yang perlu dilakukan mengingat aktifitas manusia dengan memanfaatkan tanah sebagai media, yang dilakukan dengan berlebihan dapat
menurunkan kualitas dan fungsi tanah serta mengetahui sejauh mana kerusakan itu terjadi dan menentukan upaya perbaikan yang perlu dilaksanakan.
Hasil evaluasi kerusakan tanah di lahan kering yang dilakukan pada Kecamatan Sitiung yakni pada lahan perkebunan kelapa sawit pada Jorong Aur
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
2016
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah III -25
Jaya III Kecamatan Sitiung dengan komoditi kelapa sawit tahun tanam 10 tahun. Evaluasi kerusakan tanah tersebut membandingkan hasil analisa kualitas tanah
baik fisika maupun kimia pada baku mutu yang ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000.
Tabel 3.1.4. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering pada Kecamatan Sitiung
No Parameter
Ambang Kritis PP 1502000
Hasil Pengamatan
Status MelebihiTidak
1 Ketebalan Solum
20 cm 60
Tidak 2
Kebatuan Permukaan
40 1,67
Tidak 3.A Komposisi Fraksi
18 koloid -
- 3.B Komposisi Fraksi
80 pasir kuarsitik
- -
4 Berat Isi
1,4 gcm3 1,22
Tidak 5
Porositas Total 30 ; 70
53,96 Tidak
6 Derajat Pelulusan
Air 0,7 cmjam ;
8,0 cmjam 4,63
Tidak 7
pH H2O 1 : 2,5 4,5 ; 8,5
6,18 Tidak
8 Daya Hantar
ListrikDHL 4,0 mScm
13 Tidak
9 Redoks
200 mV 30,0
Tidak 10 Jumlah Mikroba
10
2
cfug tanah 8,4 x 10
5
Tidak
Hasil Uji Labor oleh Dinas Lingkungan Hidup pada Lab BPTP Sukarame Solok, Des 2016 Sumber: Olahan Tabel-6. Lampiran Dokumen IKPLHD Kabupaten Dharmasraya, 2016.
Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa kualitas tanah baik fisika maupun kimia tanah masih berada pada baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor
150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah akibat Memproduksi Biomassa.
f Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah
Wilayah Kabupaten Dharmasraya tidak memiliki lahan gambut, sehingga tidak dilakukan evaluasi kerusakan tanah di lahan basah.
g Evaluasi Kerusakan Mangrove di Kabupaten Dharmasraya
Wilayah Kabupaten Dharmasraya tidak memiliki laut, sehingga tidak ada komponen mangrove.
Analisis Pressure, State, dan Response Isu Lingkungan Hidup Daerah
2016
Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah III -26
h Evaluasi Kerusakan Padang Lamun di Kabupaten Dharmasraya
Wilayah Kabupaten Dharmasraya terdapat komponen padang lamun.
i Evaluasi Kerusakan Padang Lamun di Kabupaten Dharmasraya
Wilayah Kabupaten Dharmasraya tidak memiliki laut, sehingga tidak ada komponen terumbu karang.