4.9. Karakteristik Responden dengan Kinerja Karyawan
Pengujian yang dilakukan untuk melihat hubungan kinerja karyawan dengan karakteristik responden menggunakan uji asosiasi chi-
square Lampiran 6, yang dilakukan terhadap 137 karyawan yang dijadikan responden pada penelitian ini.
Tabel 5. Hasil Uji chi-square antara karakteristik karyawan dengan kinerja
Karakteristik Pegawai
Chi-square hitung
df P value
Kesimpulan Jenis Kelamin
76.7 18
0.767 Terima Ho
Umur 79.1
54 0.791
Terima Ho Pendidikan
56.9 54
0.792 Terima Ho
Lama Kerja 74.4
36 0.622
Terima Ho Gaji
36.6 36
0.374 Terima Ho
Berdasarkan hasil uji asosiasi chi-square Tabel 5 antara kinerja karyawan dengan karakteristik karyawan diperoleh bahwa karakteristik yang
tidak memiliki hubungan nyata dengan kinerja karyawan yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, lama kerja dan gaji dengan peluang nyata lebih
besar dari 5 P-Value α = 0.05. Hal ini mengidentifikasikan bahwa
seluruh karakteristik karyawan tidak memiliki hubungan dengan kinerja karyawan. Kesimpulannya adalah kinerja karyawan tidak memiliki
hubungan dengan karakteristik karyawan, karena karakteristik karyawan bukan hal yang mendasari tinggi atau rendahnya kinerja karyawan.
4.10. Stres Kerja
Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang mempengaruhi dirinya.
Kondisi-kondisi tersebut dapat diperoleh dari dalam diri seseorang maupun dari lingkungan diluar diri seseorang. Stres kerja merupakan suatu kondisi
dimana individu merasakan suatu tekanan-tekanan akibat pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan sehingga tidak tercapai kepuasan dalam bekerja
seperti yang diharapkan. Stres dalam penelitian ini dipengaruhi oleh dua variabel indikator
yaitu sumber pembangkit stres kerja stresor dan gejala stres.
Tingkat stres yang dialami oleh karyawan perusahaan yang diwakili oleh responden pada penelitian ini diperoleh dengan mencari nilai
skor rata-rata Rs terlebih dahulu dengan perhitungan rumus : 5
1 5
− =
Rs 8
, =
Rs Hasilnya nilai skor rata-rata Rs adalah sebesar 0,8.
Nilai skor rataan diperoleh dari hasil perkalian antara bobot nilai jawaban berdasarkan skala dengan jumlah jawaban responden, kemudian
dibagi dengan jumlah responden. Berdasarkan nilai skor rataan tersebut, maka posisi keputusan penilaian memiliki rentang skala yang dapat dilihat
pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Posisi keputusan Penilaian Tingkat Stres kerja dan Kinerja
Skor Rataan Keterangan
1,0 – 1,8 Sangat rendah
1,8 – 2,7 Rendah
2,7 – 3,4 Sedang
3,4 – 4,2 Tinggi
4,2 – 5,0 Sangat tinggi
Dalam penelitian ini juga diperoleh penilaian responden terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut sumber stres dan gejala stres.
Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan skor rataan sebagai tolok ukur.
4.10.1. Sumber Pembangkit Stres Kerja Stresor
Sumber pembangkit stres kerja merupakan penyebab timbulnya stres pada individu yang dapat berasal dari dalam
pekerjaan maupun dari luar pekerjaan. Sumber stres yang berasal dari dalam pekerjaan dapat ditimbulkan oleh individu itu sendiri atau
lingkungan pekerjaan, sedangkan sumber stres yang berasal dari luar pekerjaan ditimbulkan oleh masalah keluarga, keuangan, atau
lingkungan sekitar rumah. Dalam penelitian ini penulis tidak membahas sumber stres yang berasal dari luar pekerjaan, melainkan
di dalam pernyataan-pernyataan kuesioner sumber stresnya berasal dari dalam pekerjaan kondisi dan suasana lingkungan pekerjaan.
Pernyataan mengenai sumber pembangkit stres kerja adalah pernyataan No. 1 – 16. Adapun penilaian responden terhadap
pertanyaan tersebut dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 7 berikut. Tabel 7. Penilaian Responden terhadap Pernyataan
mengenai Sumber Pembangkit Stres Kerja Stresor
No. Indikator Sumber Stres Kerja Stresor
Skor Rataan Kete
rangan
1.
Mendapat pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar.
3.33 Sedang
2.
Bekerja dengan peralatan yang tidak memadai atau kurang baik.
2.90 Sedang
3.
lingkungan kerja yang banyak gangguan. 2.75
Sedang
4.
Mengerjakan tugas yang berbeda-beda. 3.04
Sedang
5.
Pekerjaantugas yang diberikan oleh perusahaan berlebihan
2.70 Sedang
6.
Melakukan pekerjaan yang dirasakan tidak dimengertitidak cocok
2.35 Rendah
7.
Melakukan pekerjaan di luar tugas sendiri
2.14 Rendah
8.
Mengerjakan pekerjaan tenggat waktu deadlines
2.88 Sedang
9.
Rekan sekerja tidak mau membantu pekerjaan
2.58 Rendah
10.
Mengalami sikap negatif terhadap perusahaan
2.01 Rendah
11.
Kesulitan bergaul dengan atasan 2.17
Rendah
12.
Mendapat penghinaan dari karyawan lain 1.69
Sangat rendah
13.
Kurangnya dukungan dari atasan 2.28
Rendah
14.
Pengawasan yang buruk dan kurang memadai dari atasan
2.34 Rendah
15.
Pekerjaan anda yang baik kurang mendapat pengakuan
2.59 Rendah
16.
Atasan yang terlalu banyak mengatur 3.06
Sedang Total
2.56 Rendah
Data yang berasal dari Tabel 7 menunjukkan penilaian responden adalah sebagai berikut :
1. Skor rataan sebesar 3.33, artinya sumber stres yang
disebabkan karena mendapat pekerjaan dengan tanggungjawab yang lebih besar dialami karyawan dengan
tingkat yang sedang. 2.
Skor rataan sebesar 2.90, artinya sumber stres yang disebabkan karena bekerja dengan peralatan yang tidak
memadai atau kurang dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
3. Skor rataan sebesar 2.75, artinya sumber stres yang
disebabkan karena lingkungan kerja yang banyak gangguan dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
4. Skor rataan sebesar 3.04, artinya sumber stres yang
disebabkan karena mengerjakan tugas yang berbeda-beda dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
5. Skor rataan sebesar 2.70, artinya sumber stres yang
disebabkan karena pekerjaantugas yang diberikan oleh perusahaan berlebihan dialami karyawan dengan tingkat yang
sedang. 6.
Skor rataan sebesar 2.35, artinya sumber stres yang disebabkan karena melakukan pekerjaan yang dirasakan tidak
dimengertitidak cocok dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
7. Skor rataan sebesar 2.14, sumber stres yang disebabkan
karena melakukan pekerjaan di luar tugas sendiri dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
8. Skor rataan sebesar 2.88, artinya sumber stres yang
disebabkan karena mengerjakan pekerjaan tenggat waktu deadlines dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
9. Skor rataan sebesar 2.58, artinya sumber stres yang
disebabkan karena rekan sekerja tidak mau membantu pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
10. Skor rataan sebesar 2.01, arrtinya sumber stres yang disebabkan karena mengalami sikap negatif terhadap
perusahaan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah. 11. Skor rataan sebesar 2.17, artinya sumber stres yang
disebabkan karena kesulitan bergaul dengan atasan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
12. Skor rataan sebesar 1.69, artinya sumber stres yang disebabkan karena mendapat penghinaan dari karyawan lain
dialami karyawan dengan tingkat yang sangat rendah. 13. Skor rataan sebesar 2.28, artinya sumber stres yang
disebabkan karena kurangnya dukungan dari atasan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
14. Skor rataan sebesar 2.34, artinya sumber stres yang disebabkan karena pengawasan yang buruk dan kurang
memadai dari atasan dialami karyawan dengan tingkat yang rendah.
15. Skor rataan sebesar 2.59, sumber stres yang disebabkan karena pekerjaan anda yang baik kurang mendapat
pengakuan dengan tingkat yang rendah. 16. Skor rataan sebesar 3.06, artinya sumber stres yang
disebabkan karena atasan yang terlalu banyak mengatur dialami karyawan dengan tingkat yang sedang.
Dari hasil penilaian responden terhadap pernyataan mengenai sumber pembangkit stres kerja, beberapa sumber
pembangkit stres kerja stresor yang dapat mempengaruhi stres kerja yang sering dialami karyawan dengan tingkat sedang antara
lain mendapat pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar, atasan yang terlalu banyak mengatur dan mengerjakan tugas yang
berbeda-beda.
4.10.2. Gejala Stres
Gejala stres merupakan suatu tanda atau ciri-ciri dari individu yang sedang mengalami stres. Gejala umum seseorang
mengalami stres dilihat dari indikator berupa gejala psikologis dan gejala perilaku. Penilaian terhadap pernyataan-pernyataan yang
menyangkut tentang gejala stres dilakukan oleh responden berdasarkan kuesioner yang disebarkan. Hasil dari penilaian
tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Penilaian Responden terhadap Pernyataan mengenai
Gejala Stres No.
Indikator Gejala Stres Skor
Rataan Kete
rangan
1. Gampangmudah merasa tersinggung.
2.45 Rendah
2. Menunda-nunda mengerjakan pekerjaan.
2.85 Sedang
3. Merasa bosan dengan pekerjaan.
2.06 Rendah
4. Merasa gelisah dalam bekerja.
2.14 Rendah
5. Kurang puas dengan hasil kerja
2.36 Rendah
6. Tidak masukabsent.
1.07 Sangat
Rendah 7.
Cenderung membuat kekeliruan. 2.06
Rendah 8.
Tidak bersemangat dalam bekerja. 1.98
Rendah 9.
Sulit tidur akibat pekerjaan. 2.17
Rendah 10.
Menurunnya nafsu makan karena beban kerja. 2.37
Rendah Total
2.12 Rendah
Berdasarkan Tabel 8 diatas dapat diketahui penilaian responden terhadap pernyataan-pernyataan mengenai gejala stres,
yaitu: 1.
Skor rataan sebesar 2.45, artinya gejala yang dialami karyawan berupa gampangmudah merasa tersinggung
dialami karyawan dengan tingkat rendah. 2.
Skor rataan sebesar 2.85, artinya gejala yang dialami karyawan berupa menunda-nunda mengerjakan pekerjaan
dialami karyawan dengan tingkat sedang.
3. Skor rataan sebesar 2.06, artinya gejala yang dialami
karyawan berupa merasa bosan dengan pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat rendah.
4. Skor rataan sebesar 2.14, artinya gejala yang dialami
karyawan berupa merasa gelisah dalam bekerja dialami karyawan dengan tingkat rendah.
5. Skor rataan sebesar 2.36, artinya gejala yang dialami
karyawan berupa kurang puas dengan hasil kerja dialami karyawan dengan tingkat rendah.
6. Skor rataan sebesar 1.07, artinya gejala yang dialami
karyawan berupa tidak masukabsen dialami karyawan dengan tingkat sangat rendah.
7. Skor rataan sebesar 2.06, artinya gejala yang dialami
karyawan berupa cenderung membuat kekeliruan dialami karyawan dengan tingkat rendah.
8. Skor rataan sebesar 1.98, artinya gejala yang dialami
karyawan berupa tidak bersemangat dalam bekerja dialami karyawan dengan tingkat rendah.
9. Skor rataan sebesar 2.17, artinya gejala yang dialami
karyawan berupa sulit tidur akibat pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat rendah.
10. Skor rataan sebesar 2.37, artinya gejala yang dialami karyawan berupa menurunnya nafsu makan karena beban
kerja dialami karyawan dengan tingkat rendah. Dari hasil penilaian responden terhadap pernyatan
mengenai gejala stres kerja, beberapa gejala stres kerja yang sering dialami karyawan dengan tingkat sedang yaitu menunda-nunda
mengerjakan pekerjaan. Berdasarkan hasil data diatas dapat ditarik suatu
kesimpulan yaitu kondisi tingkat stres kerja yang dialami karyawan tergolong rendah karena sumber pembangkit stres kerja stresor
dan gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya stres rendah.
Dalam Tabel 9 ditunjukkan bahwa tingkat stres kerja yang dialami responden dinyatakan rendah karena memiliki skor rataan
keseluruhan sebesar 2.68. Tabel 9. Tingkat Stres karyawan PT. Pos Indonesia Persero
Jakarta Timur 13000 No.
Indikator Stres Kerja Skor
Rataan Keterangan
1. Sumber Stres Kerja Stresor
2.56 Rendah
2. Stres Kerja
2.12 Rendah
Total 2.68
Rendah
4.10.3. Kinerja Karyawan
Kinerja adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Hasil dari penilaian
setelah dilakukannya konversi terhadap jawaban responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Penilaian Responden terhadap Pernyataan mengenai Kinerja Karyawan
L a
n
No. Indikator Kinerja Karyawan
Skor Rataan
Kete rangan
1. Melakukanmelaksanakan pekerjaan sesuai
dengan beban kerja yang telah ditetapkan
perusahaan saat ini.
3.86 Tinggi
2. Hasil pekerjaan sesuai dengan harapan saya
dan standar yang ditetapkan perusahaan. 3.63
Tinggi 3.
Cenderung tidak membuat kekeliruan. 4.06
Tinggi 4.
Pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan karyawan.
3.76 Tinggi
5. Menyesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu
yang ditentukan perusahaan. 3.86
Tinggi 6.
Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan cukup.
3.59 Tinggi
Total 3.76
Tinggi
Berdasarkan Tabel 10 diatas dapat diketahui penilaian responden terhadap pernyataan-pernyataan mengenai kinerja
karyawan, yaitu: 1.
Skor rataan sebesar 3.86, artinya melakukanmelaksanakan pekerjaan sesuai dengan beban kerja yang telah ditetapkan
perusahaan saat ini dialami karyawan dengan tingkat tinggi. 2.
Skor rataan sebesar 3.63, artinya hasil pekerjaan sesuai dengan harapan saya dan standar yang ditetapkan perusahaan
dialami karyawan dengan tingkat tinggi. 3.
Skor rataan sebesar 4.06, artinya cenderung tidak membuat kekeliruan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
4. Skor rataan sebesar 3.76, artinya pekerjaan sesuai dengan
kemampuan dan ketrampilan karyawan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
5. Skor rataan sebesar 3.86 artinya menyesaikan pekerjaan
sesuai dengan waktu yang ditentukan perusahaan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
6. Skor rataan sebesar 3.59 artinya waktu yang diberikan cukup
untuk menyelesaikan pekerjaan dialami karyawan dengan tingkat tinggi.
Dari hasil perhitungan skor rataan diatas, dapat diketahui bahwa kinerja karyawan tergolong tinggi dengan skor rataan
keseluruhan sebesar 3.76. Kesimpulan dari keseluruhan hasil yang diperoleh dari
indikator stres kerja dan indikator kinerja adalah karyawan PT. Pos Indonesia Persero Jakarta Timur mempunyai tingkat stres kerja
yang rendah dan tingkat kinerja karyawan yang tinggi. Adapun kurva hubungan U terbalik antara stres kerja dan
kinerja karyawan berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
Kurva yang dihasilkan dari penelitian dapat berbeda-beda tergantung dengan rentang skor keputusan penilaian yang dihitung.
Pada penelitian ini kondisi stres kerja dan kinerja karyawan perusahaan berada pada rentang 1,8-2,7 Stres kerja rendah, kinerja
karyawan tinggi. Jadi dalam penelitian ini hubungan U terbalik antara stres kerja dan kinerja karyawan sudah sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Robbins.
4.10.4. Analisis Karakteristik Karyawan Berdasarkan Stres Kerja dan
Kinerja Karyawan
Setelah mengetahui kondisi stres kerja dan kinerja karyawan secara keseluruhan dari nilai rata-rata tertimbang,
selanjutnya akan dilihat tingkat stres kerja serta kinerja berdasarkan karakteristik karyawan yaitu bagian, jenis kelamin,
umur, pendidikan, lama kerja dan gaji berdasarkan nilai rata-rata dari total skor karyawan menggunakan uji ANOVA terhadap
jawaban pertanyaan stres kerja dan kinerja karyawan Tabel 11. Gambar 7. Hubungan U-Terbalik antara Stres dan Kinerja
Berdasarkan Hasil Penelitian
Tabel 11.
Tingkat stres dan Kinerja Karyawan Berdasarkan Karakteristik Karyawan
Bagian Stres Kerja
Kinerja Karyawan
Delivery Centre DC Kantor Pos KP
2.07 2.20
3.80 3.67
Jenis Kelamin Stres Kerja
Kinerja Karyawan Laki-laki
Perempuan 2.12
2.12 3.78
3.58
Umur Stres Kerja
Kinerja Karyawan
20-29 30-39
40-49 50
2.06 2.29
2.06 1.60
3.76 3.85
3.70 3.75
Pendidikan Stres Kerja
Kinerja Karyawan
SMP SMA
D3 S1
1.82 2.21
2.26 2.17
3.82 3.75
3.75 3.81
Lama Kerja Stres Kerja
Kinerja Karyawan
1-10 11-20
21 2.05
2.18 2.07
3.94 3.74
3.70
Gaji Stres Kerja
Kinerja Karyawan
500rb-1jt 1jt-1.5jt
1.5jt 2.11
2.02 2.15
3.80 3.58
3.90
Berdasarkan hasil analisis dari karakteristik karyawan terhadap stres kerja dan kinerja karyawan Tabel 11, diperoleh
hasil bahwa stres kerja tertinggi cenderung didominasi oleh karyawan pada bagian KP kantor Pos. Namun stres kerja tidak
mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan bagian. Hal ini terlihat dari
nilai signifikansi bagian sebesar 0.282 yang lebih besar dari nilai α
sebesar 0.05 terima H . Jenis kelamin baik laki-laki maupun
perempuan mempunyai kecenderungan nilai stres kerja yang sama. Nilai signifikansi jenis kelamin sebesar 0.983 yang lebih besar dari
nilai α sebesar 0.05 terima H
, juga memperkuat tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kedua jenis kelamin tersebut.
Kecenderungan stres kerja lebih dominan dialami karyawan dengan umur 30-39 tahun, yaitu pada masa produktifitas karyawan
sedang tinggi. Stres kerja mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan umur. Hal ini
terlihat dari nilai signifikansi umur sebesar 0.046 yang lebih kecil dari nilai
α sebesar 0.05 tolak H . Pada tingkat Pendidikan D3
dan SMA stres kerja yang dialami cenderung lebih besar. Stres kerja mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari
karakteristik karyawan berdasarkan pendidikan. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi pendidikan sebesar 0.047 yang lebih kecil dari
nilai α sebesar 0.05 tolak H
. Lama kerja yang dominan menimbulkan stres kerja yaitu berada pada masa kerja 11-20 tahun.
Hal ini dikarenakan pada masa kerja dengan rentang tersebut karyawan berada pada titik jenuh dalam aktifitasnya bekerja.
Namun stres kerja tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan lama kerja. Hal ini
terlihat dari nilai signifikansi berdasarkan lama kerja sebesar 0.620 yang lebih besar dari nilai
α sebesar 0.05 terima H . Besar
kisaran gaji lebih dari Rp. 1.500.000 dan antara Rp. 500.000-Rp. 1.000.000 memiliki kecenderungan mengalami stres kerja yang
tinggi. Namun stres kerja tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan gaji
yang diterima. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi gaji karyawan sebesar 0.724 yang lebih besar dari nilai
α sebesar 0.05 terima H
. Tingkat kinerja karyawan tertinggi cenderung didominasi oleh karyawan pada bagian DC Delivery Centre. Namun kinerja
karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan bagian. Hal ini terlihat dari
nilai signifikansi bagian sebesar 0.303 yang lebih besar dari nilai α
sebesar 0.05 terima H . Tingkat kinerja karyawan tertinggi
cenderung didominasi oleh karyawan laki-laki. Namun kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat
dari karakteristik karyawan berdasarkan jenis kelamin. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi jenis kelamin sebesar 0.366 yang
lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 terima H
. Kecenderungan kinerja karyawan tinggi lebih dominan dialami karyawan dengan
umur 30-39 tahun, karena pada masa itu produktifitas karyawan sedang tinggi. Kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang
signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan umur. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi umur sebesar 0.742
yang lebih kecil dari nilai α sebesar 0.05 tolak H
. Pada tingkat Pendidikan SMP dan S1 kinerja karyawannya cenderung lebih
tinggi. Namun kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan
pendidikan. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi pendidikan sebesar 0.949 yang lebih besar dari nilai
α sebesar 0.05 terima H
. Lama kerja dengan tingkat kinerja karyawan paling tinggi cenderung berada pada masa kerja kurang dari lima tahun. Hal ini
dikarenakan pada masa kerja dengan rentang tersebut karyawan baru mulai meniti kariernya di perusahaan, sehingga karyawan
bekerja dengan giat. Namun tingkat kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari
karakteristik kayawan berdasarkan lama kerja. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi bagian sebesar 0.450 yang lebih besar dari nilai
α sebesar 0.05 terima H
. Besar kisaran gaji lebih dari Rp. 1.500.000 memiliki kecenderungan tingkat kinerja yang lebih
tinggi. Namun kinerja karyawan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan jika dilihat dari karakteristik karyawan berdasarkan gaji.
Hal ini terlihat dari nilai signifikansi gaji karyawan sebesar 0.431 yang lebih besar dari nilai
α sebesar 0.05 terima H .
Kesimpulan dari penjelasan diatas, tingkat stres kerja tertinggi yang mempunyai perbedaan antara karakteristik karyawan
secara signifikan adalah karakteristik berdasarkan usia dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh karyawan pada
usia 30-39 tahun, dan karakteristik berdasarkan pendidikan dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh karyawan
dengan pendidikan D3 dan SMA. Sedangkan karaktetistik karyawan lainnya tidak mempunyai perbedaan secara signifikan
jika dikaitkan dengan stres kerja, yaitu karakteristik berdasarkan bagian dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh
bagian KP, karakteristik berdasarkan jenis kelamin besarnya nilai rata-rata sama baik laki-laki maupun perempuan, karakteristik
berdasarkan lama kerja dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh masa kerja 11-20 tahun dan karakteristik berdasarkan
gaji dengan kecenderungan stres kerja tertinggi dialami oleh besarnta gaji antara Rp. 500.000- Rp. 1.000.000 dan lebih dari Rp.
1.500.000. Dari segi kinerja karyawan, seluruh karaktristik karyawan tidak ada perbedaan secara signifikan. Kecenderungan
kinerja tertinggi yaitu pada bagian DC delivery Centre, jenis kelamin laki-laki, usia antara 30-39 tahun, Pendidikan SMP dan
S1, dan besar gaji lebih dari Rp. 1.500.000.
4.11. Estimasi Awal Pengaruh Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Model persamaan struktural SEM digunakan untuk mengetahui bentuk dan besar pengaruh antara variabel laten bebas, yaitu sumber stres
kerja stresor ξ
1
dengan variabel laten tak bebas terikat, yaitu stres kerja η
1
dan kinerja karyawan η
2
. Setiap nomor pernyataan diambil nilai mediannya yang kemudian diolah dengan menggunakan LISREL 8.72.
Pengambilan nilai median tersebut bertujuan untuk mencari satu angka yang dapat mewakili setiap variabel indikator yang ada. Hasil estimasi awal
pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 8. Estimasi Awal Pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan
Gambar 8 menunjukkan model estimasi awal pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan. Dalam SEM untuk menyatakan sebuah model
layak dalam merepresentasikan data tidak hanya berdasarkan satu ukuran kebaikan model berupa nilai estimasi awal chi-square sebesar 61.24, df
degrees of freedom sebesar 24, p-value sebesar 0.00004, dan RMSEA sebesar 0.107. Selain nilai-nilai tersebut, hasil estimasi dapat dilihat dari
nilai GFI = 0.91 dan AGFI = 0.83. Nilai GFI = 0.91 tersebut sudah lebih besar dari 0.90 yang artinya model tersebut telah mampu menerangkan
keragaman data dengan baik. Nilai AGFI = 0.83 juga telah memenuhi batas minimum yaitu diatas 0.80. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Ho :
∑ =
∑θ diterima, yaitu model telah baik dalam merepresentasikan data dan layak untuk digunakan.
Selain itu, dari hasil estimasi juga diperoleh loading factor λ. λ
merupakan koefisien yang menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel indikator dalam membentuk variabel laten. Nilai
λ yang paling besar berarti menunjukkan bahwa variabel indikator tersebut merupakan faktor yang paling
berpengaruh dalam membentuk variabel laten. Dengan kata lain, semakin
besar nilai λ, maka semakin besar kontribusi pengaruh suatu variabel
indikator dalam membentuk variabel laten. Berdasarkan nilai yang dimiliki setiap variabel indikator, dapat
dinyatakan bahwa tuntutan hubungan antar pribadi X
3
merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap sumber stres kerja stresor dengan nilai
λ yaitu sebesar 0.78. Selain itu, gejala psikologis Y
1.1
merupakan variabel indikator yang memiliki pengaruh terbesar dengan
λ = 0.87 terhadap stres kerja. Sedangkan untuk kinerja karyawan, variabel indikator yang memiliki
pengaruh terbesar yaitu kualitas pekerjaan Y
2.2
dengan nilai λ = 0.76.
Setelah diperoleh hasil estimasi awal pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan, maka dilakukan penentuan variabel indikator pembanding.
Penentuan indikator dapat dilakukan pada salah satu dari setiap variabel indikator dikarenakan hasilnya akan selalu memiliki proporsi nilai yang sama.
Dalam proses analisa, terdapat variabel yang dijadikan sebagai λ -nya, yaitu
tuntutan tugas X
1
, gejala psikologis Y
1.1
, dan kuantitas pekerjaan Y
2.1
. Penggunaan indikator pertama sebagai pembanding dari setiap variabel laten
dimaksudkan untuk memudahkan pembandingan dan kajian hasil. Indikator pembanding bertujuan untuk mengantisipasi kontribusi atau pengaruh variabel
yang tidak terdeteksi dalam model penelitian ini. Nilai λ variabel lainnya
selanjutnya dibandingkan dengan nilai λ dari variabel pembanding untuk
melihat nilai kontribusi variabel tersebut dalam membentuk variabel laten. Hasil analisa estimasi dengan menggunakan indikator pembanding dapat
dilihat pada Gambar 9, dan informasi nilai-nilai kebaikan model lainnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 9. Hasil Estimasi dengan Indikator Pembanding
Hasil estimasi t-value Gambar 10 memperlihatkan bahwa semua variabel indikator telah memiliki t-value lebih besar dari 1.96 tingkat
signifikansi 5 , yang berarti bahwa semua variabel indikator tersebut valid. Hasil analisa t-value dapat dilihat pada Gambar 10 berikut.
Gambar 10. Hasil Estimasi t-value Hasil analisa estimasi dengan menggunakan indikator pembanding
ini selanjutnya akan digunakan sebagai model analisis penelitian. Analisis penelitian akan diuraikan berdasarkan hubungan antar variabel laten model
struktural dan antara variabel laten dengan variabel indikatornya model pengukuran.
4.11.1. Pengaruh Sumber Stres Kerja Stresor dengan Stres Kerja
Gambar 11. Estimasi Sumber Stres Kerja Stresor terhadap Stres Kerja
Model tersebut menunjukkan bahwa stres kerja dipengaruhi oleh sumber stres kerja
γ = 1,58. Hasil analisa t-value juga memperlihatkan besarnya koefisien konstruk
γ atau gamma yang menunjukkan nyata atau tidaknya pengaruh variabel laten bebas
terhadap variabel laten terikat. Semakin besar t-value, maka variabel laten bebas tersebut semakin nyata berpengaruh terhadap variabel
laten terikat. Sumber stres kerja stresor mempunyai nilai t-value diatas1.96 tingkat sinifikansi 5 yaitu sebesar 4.50. Sumber stres
kerja dengan nilai koefisien konstruk γ sebesar 1.58 dan t-value
4.50, berarti bahwa sumber stres kerja secara signifikan nyata dan bersifat positif berpengaruh terhadap stres kerja. Sumber stres kerja
stresor akan mempengaruhi stres kerja, dimana semakin tinggi sumber stres kerja yang diperoleh maka akan semakin tinggi pula
stres kerja yang dirasakan. Dalam sumber stres kerja stresor
ξ
1
, variabel yang memiliki loading faktor tertinggi dengan nilai
λ = 1.76 yaitu tuntutan hubungan antar pribadi X
3
, kepemimpinan organisasi X
4
dengan nilai
λ = 1.53, tuntutan peran X
2
dengan nilai λ = 1.50, dan
tuntutan tugas X
1
dengan nilai λ =1.00. Keempat variabel indikator
tersebut berpengaruh nyata terhadap stres kerja karena mempunyai nilai t-value diatas 1.96 tingkat signifikansi 5.
Berdasarkan analisa data, variabel tuntutan hubungan antar pribadi X
3
mempunyai nilai λ yang paling tinggi yaitu 1.76.
Artinya tuntutan hubungan antar pribadi mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap stres kerja. Hal ini dikarenakan karyawan di
perusahaan cenderung merasa kesulitan untuk bergaul dengan atasannya, serta kurangnya dukungan kerjasama dari rekan-rekan
sekerja untuk saling membantu dalam hal pekerjaan. Oleh karena itu, perusahan seharusnya lebih memperhatikan hubungan antar pribadi
karyawannya agar dapat mengurangi atau mencegah timbulnya stres kerja.
Variabel kepemimpinan organisasi X
4
mempunyai λ =
1.53. Variabel ini memberikan pengaruh terbesar kedua terhadap stres kerja. Dari hasil kuesioner responden dapat diketahui bahwa
responden setuju dengan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan kepemimpinan organisasi, yaitu kurangnya dukungan dari
atasan, pengawasan yang buruk dan kurang memadai dari atasan, pekerjaan yang baik kurang mendapat dukungan, dan atasan yang
terlalu banyak mengatur. Oleh karena itu, perusahaan diharapkan dapat memperbaiki gaya kepemimpinan organisasinya sehingga
dapat megurangi timbulnya stres kerja yang diakibatkan oleh kepemimpinan organisasi.
Variabel tuntutan peran X
2
mempunyai nilai λ = 1.50,
memberikan pengaruh terbesar ketiga terhadap stres kerja. Dari hasil kuesioner responden dapat diketahui bahwa pernyataan-pernyataan
yang berkaitan dengan tuntutan peran, yaitu tugas yang diberikan oleh perusahaan berlebihan, melakukan pekerjaan yang dirasakan
tidak dimengerti, melakukan pekerjaan diluar tugas sendiri, dan mengerjakan tugas tenggat waktu dialami oleh karyawan. Oleh
karena itu, perusahaan dalam memberikan tuntutan peran kepada karyawannya sebaiknya sesuai dengan proporsi dan kemampuan dari
karyawannya. Hal ini diharapkan dapat mengurangi timbulnya stres kerja yang diakibatkan oleh tuntutan peran.
Variabel tuntutan tugas X
1
mempunyai nilai λ = 1.00,
merupakan variabel yang mempunyai pegaruh paling kecil diantara variabel sumber stres kerja stresor lainnya. Dari hasil kuesioner
responden dapat diketahui bahwa pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan tuntutan tugas dialami karyawan namun tidak
terlalu sering. Namun, agar dapat mencegah atau mengurangi timbulnya stres kerja, perusahaan juga harus memperhatikan tuntutan
tugas, peralatan, dan faslitas kerja yang akan diberikan kepada karyawannya.
4.11.2. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja
Pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini.
Gambar 12. Estimasi Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan
a. Stres Kerja
Gambar 11 memperlihatkan stres kerja mempengaruhi kinerja karyawan dengan nilai
β = -0.43 yang berarti stres kerja secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. Hasil
analisa t-value Gambar 10 stres kerja terhadap kinerja karyawan sebesar -3.13, menunjukkan bahwa stres kerja tidak nyata
pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Dalam stres kerja
η 1, variabel yang memiliki loading factor
tertinggi dengan nilai λ = 1.00 yaitu gejala psikologiY
1.1
, sedangkan gejala perilaku Y
1.2
mempunyai nilai λ = 0.85. Dari
kedua variabel indikator tersebut, gejala psikologis tidak nyata bepengaruh terhadap kinerja karyawan karena nilai t-valuenya = 0.85
atau di bawah 1.96. Sedangkan gejala perilaku berpengaruh nyata terhadap kinerja karyawan karena mempunyai nilai t-value sebesar
7.80. Berdasarkan analisa data, variabel gejala psikologi Y
1.1
mempunyai nilai λ yang paling besar yaitu 1.00. Artinya gejala
psikologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap stres kerja. Hal
ini berarti karyawan lebih merasakan gejala psikologis akibat stres kerja seperti mudah merasa tersinggung, menunda-nunda
mengerjakan pekerjaan, merasa bosan dengan pekerjaan, merasa gelisah dalam bekerja, serta kurang puas dengan hasil kerja
dibandingkan dengan gejala perilaku. Oleh karena itu perusahaan sebaiknya memperhatikan gejala-gejala psikologis yang mulai
tampak dari karyawannya agar stres kerja yang dialami karyawan dapat ditanggulangi sedini mungkin.
Variabel gejala perilaku Y
1.2
dengan λ = 0.85,
menunjukkan bahwa gejala perilaku seperti tidak masuk kerja, cenderung membuat kekeliruan, tidak bersemangat dalam bekerja,
sulit tidur akibat pekerjaan, dan menurunnya nafsu makan karena beban kerja tidak begitu tampak pada karyawan yang mengalami
stres kerja.
b. Kinerja Karyawan