45 Upacara perkawinan yang diadakan oleh masyarakat Batak Toba di
perantauan adalah berdasarkan prinsip Dalihan Na Tolu tungku nan tiga, sama seperti di bona pasogit kampung halaman, yaitu seluruh masyarakat Batak Toba
adalah bagaikan keluarga besar, ada dongan tubu teman satu marga, ada boru penerima gadis dan ada hula-hula pemberi gadis. Dalam pelaksanaan upacara
perkawinan tersebut ada perbedaan-perbedaan kecil timbul di berbagai tempat di tanah Batak, demikian pula di perantauan, akan tetapi prinsipnya tetap sama.
2.6 PERKAWINAN
Perkawinan orang Batak adalah perkawinan dengan orang di luar marganya sendiri. Artinya, sistem eksogami, yaitu patrilokal dengan kekecualian
khusus, misalnya adanya uksorilokal. Perkawinan semarga sangat terlarang. Sistem perkawinan yang ideal yang dilakukan sejak dahulu kala ialah marboru ni
tulang atau pariban putri dari saudara laki-laki ibu, atau disebut dengan sistem perkawinan matrilateral cross cousin Antonius, 2006:108.
Pesta perkawinan adalah adat yang paling terpenting bagi orang Batak, oleh karena orang yang sudah kawin berhak mengadakan upacara adat, dan
upacara-upacara adat lainnya seperti menyambut lahirnya seorang anak, pemberian nama kepadanya dan sebagainya adalah sesudah pesta perkawinan itu.
Tambahan lagi adapun pesta perkawinan dari sepasang pengantin merupakan semacam jembatan yang mempertemukan Dalihan Na Tolu dari orang tua
pengantin laki-laki dengan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin perempuan. Artinya karena perkawinan itulah maka Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin
laki-laki merasa dirinya berkerabat dengan Dalihan Na Tolu dari orang tua pengantin perempuan, demikian pula sebaliknya. Segala istilah sapaan dan acuan
46 yang digunakan oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain, demikian pula
sebaliknya adalah istilah kekerabatan berdasarkan Dalihan Na Tolu. Perkawinan bagi orang Batak bukanlah merupakan persoalan pribadi suami istri itu sendiri,
termasuk orang tua dan saudara-saudara kandung masing-masing, akan tetapi merupakan ikatan juga dari marga orang tua si suami dengan marga orang tua si
istri, ditambah lagi dengan boru dan pihak hula-hula dari masing-masing pihak. Akibatnya adalah kalau perkawinan sepasang suami istri cerai maka ikatan di
kedua belah pihak tersebut akan putus. Kesimpulannya adalah perkawinan orang Batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu, dan
upacara agama serta catatan sipil Siahaan, 1982:50. Dalam Depdikbud 1987 : 34 menjelaskan tata cara perkawinan adat
masyarakat Batak Toba, yaitu sebagai berikut :
a. Upacara-Upacara Sebelum Perkawinan Pra Perkawinan