79 Kriyantono, 2008:156. Kriteria informan yang dipilih adalah pasangan suami
istri Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai yang bersuku Batak Toba, melakukan perkawinan Adat Batak Toba, dan memiliki usia perkawinan
diatas 5 tahun. Mereka terdiri dari 6 pasangan suami istri sebagai informan utama dan 2 informan pembanding sebagai tokoh adat.
Wawancara dilakukan di rumah masing-masing informan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai karena tempat ini adalah tempat yang paling
efisien bagi peneliti dan informan. Waktu wawancara disesuaikan dengan waktu yang bias diluangkan oleh masing-masing informan sesuai dengan jadwal luang
mereka.
4.2 Teknik Pengolahan Data
Melakukan proses pengolahan data dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti dengan informan. Pada tahap ini, peneliti menguraikan
hasil wawancara terhadap informan penelitian serta hasil observasi. Kemudian peneliti menguraikan jawaban-jawaban informan yang sesuai denag pertanyan
yang diajukan. 4.3 Analisis Data Pada Studi Semiotika
Menurut Saussure dalam Bungin, 2010:167 tanda terdiri dari: 1.
Bunyi-bunyian dan gambar Sounds and images, disebut “signifier”.
2. Konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar the concepts these
sounds and images, disebut “signified” berasal dari kesepakatan. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti tandasimbol dalam adat upacara
perkawinan Batak Toba. Tandasimbol tersebut yaitu:
80 a.
Dekke ikan mas b.
Mandar hela sarung pengantin laki-laki c.
Ulos hela ulos pengantin laki-laki d.
Boras beras Keempat tanda tersebut mempunyai makna tertentu, analisis semiotika
mencoba mengkaji makna dari tanda tersebut melalui persepsi pasangan suami istri yang telah melaksanakan adat perkawinan Batak Toba.
4.4 Penyajian Hasil Penelitian
Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah bentuk komunikasi simbolik yang diberikan kepada pengantin pada saat melaksanakan upacara perkawinan
adat masyarakat Batak Toba seperti dekke ikan mas, mandar hela sarung pengantin, ulos pengantin, boras beras. Oleh karena itu, penulis melakukan
wawancara mendalam untuk mengetahui persepsi pasangan suami-istri terhadap bentuk komunikasi simbolik yang digunakan dalam upacara perkawinan
masyarakat Batak Toba. Hal-hal yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi pasangan suami-istri terhadap simbol dekke ikan mas,
mandar hela
sarung pengantinmenantu laki-laki, ulos
hela ulos
pengantinmenantu laki-laki, boras beras. Hal ini didapat melalui wawancara dengan informan penelitian.
4.5 Hasil Analisis Pengumpulan Data 4.5.1 Persepsi Pasangan Suami istri terhadap simbol Dekke Ikan mas
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan pembanding yang terdiri dari 2 tokoh adat Batak Toba Bapak M.Nababan dan Bapak L. Marpaung
berpendapat bahwa makna dari simbol Dekke Ikan mas diberikan kepada
81 pengantin pada saat pelaksaan upacara perkawinan sebagai simbol doa dari orang
tua pengantin perempuan supaya pengantin mempunyai keturunan yang banyak , berbahagia, hidup damai, mata pencaharian yang baik serta merupakan nasehat
supaya pengantin selalu seia sekata dalam rumah tangganya. Informan
pembanding juga menambahkan bahwa makna dari simbol dekke sangat baik.
Pendapat informan pembanding tersebut sesuai dengan pernyataan dari informan pertama dalam penelitian ini yang terdiri dari pasangan suami-istri
Bapak R. Silitonga dengan istri Ibu Heni Br. Sidabalok yang menjadi informan pertama penelitian ini. Informan mengetahui dan memahami semua makna simbol
dekke ikan mas. Informan menyebutkan simbol dekke ikan mas tersebut adalah pertama sebagai simbol restu, menurut informan ini sebelum membangun rumah
tangga baru kedua pengantin harus mendapat restu dari orang tua khususnya orang tua pengantin perempuan. Kedua sebagai simbol kesuburan pengantin
perempuan, menurut informan makna tersebut merupakan doa yang baik dari orang tua, kelak pengantin mempunyai keturunan yang banyak sehingga marga
atau silsilah dalam keluarga besar pengantin tidak hilang. Ketiga sebagai simbol mata pencaharian yang baik, menurut informan makna ini merupakan doa atau
harapan yang baik dari orang tua khususnya orang tua pengantin perempuan komunikator. Keempat sebagai simbol kasih sayang dari orang tua pengantin
perempuan atau hula-hula pihak pemberi gadis, menurut informan ini sebuah hubungan suami-istri harus dilandasi oleh kasih sayang terutama kasih sayang dari
orang tua pengantin. Informan pertama mengetahui dan memahami makna yang melekat pada
simbol dekke ikan mas yang didukung kemampuan informan berkomunikasi
82 dalam Bahasa Batak Toba sehingga mempermudah informan untuk mengerti
setiap kata-kata yang diucapkan dalam pelaksanaan upacara perkawinan. Selain itu informan ini juga meyakini bahwa semua makna yang melekat pada simbol
dekke ikan mas merupakan nasehat, doa, dan harapan yang baik dari komunikator orang tua pengantin perempuan.
Seperti jawaban informan pertama yang mengatakan bahwa: “Menurut kami makna yang melekat pada simbol dekke adalah benda
tersebut mempunyai makna yang baik dan mempunyai nilai-nilai positif jika disimak dan dihayati dengan baik. Mengenai makna dekke sebagai simbol restu,
simbol kesuburan, dan simbol kasih sayang dari orang tua kami, sebelum membangun rumah tangga baru, kedua pengantin harus lebih dahulu mendapat
restu dari orang tua khususnya orang tua pengantin perempuan. Sedangkan makna kesuburan yang tersirat dalam dekke merupakan doa yang baik dari orang
tua, artinya kelak pengantin mempunyai keturunan sehingga marga atu silsilah dalam keluarga besar tidak hilang, atu dengan kata lain regenerasi marga terus
berjalan”.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa bahasa merupakan salah
satu unsur penting untuk memahami suatu maksud dari komunikator mengenai pesan yang disampaikan. Ketika komunikan menguasai bahasa yang digunakan
oleh komunikator maka akan mempermudah komunikan untuk memahami makna pesan yang disampaikan oleh komunikator tersebut sehingga proses komunikasi
yang efektif dapat tercapai. Berbeda dengan informan kedua Informan kedua yang terdiri dari
pasangan Bapak Charles Simanjuntak dan Ibu Riana Br Sihaloho. Bapak Charles Simanjuntak mengaku tidak mengetahui makna simbol dekke ikan mas, beliau
juga mengatakan bahwa pemberian dekke ikan mas pada umumnya hanya
kebiasaan adat saja dan tidak ada yang istimewa dari makna ikan tersebut. Hal ini disebabkan karena ketidakmauan Bapak Charles Simanjuntak untuk mempelajari
makna yang melekat pada simbol dekke ikan mas. Beliau mengatakan bahwa
83 pemberian dekke ikan mas hanya kebiasaan adat tanpa menelaah bahwa
kebiasaan tersebut adalah kebiasaan yang baik yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba untuk mengkomunikasikan atau menyampaikan nasehat, doa, dan
harapan yang baik kepada pengantin. Demikian juga dengan Ibu Riana Br Sihaloho mengaku tidak memahami
makna simbol dekke ikan mas ini . Hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan Ibu Riana Br Sihaloho terhadap penggunaan Bahasa Batak Toba. Ibu Br Riana
Sihaloho tidak bisa berkomunikasi dalam Bahasa Batak Toba baik aktif maupun pasif sehingga Ibu Br Riana Sihaloho tidak memahami makna simbol dekke ikan
mas, karena pemberian dekke ikan mas tersebut disertai dengan penggunaan Bahasa Batak sehingga berdampak pula pada perhatian Ibu Riana Sihaloho.
Karena penguasaan Bahasa Batak Toba beliau sangat minim maka beliau pun tidak memperhatikan prosesi pemberian dekke ikan mas dan akibatnya beliau
beranggapan bahwa pemberian dekke ikan mas tidak mempunyai makna yang berarti.
Seperti yang disampaikan oleh informan kedua yang mengatakan bahwa: Suami: “Menurut saya tidak ada yang istimewa dari makna benda
tersebut. Semua benda-benda yang dipakai hanya sebagai pelengkap saja dalam upacara perkawinan. Pemberian dekke ikan mas pada umumnya hanya
kebiasaan adat saja tidak ada yang istimewa dari maknaikan tersebut”.
Istri: “Saya tidak memahami makna dari simbol dekke ikan mas itu, karena saya juga tidak mengerti bahasa Batak Toba sehingga saya tidak
memperhatikan upacara perkawinan ketika saya dan suami melaksanakan upacara perkawinan. Jadi menurut saya tidak ada yang istimewa dari simbol
tersebut.
Informan ketiga hanya mengetahui satu makna simbol dekke ikan mas yaitu sebagai simbol kesuburan. Menurut informan makna ini merupakan doa
84 yang baik dari oang tua supaya kelak pengantin mempunyai keturunan yang
banyak sehingga regenerasi marga tetap terjaga. Bagi masyarakat Batak Toba marga merupakan identitas pribadi yang menandakan bahwa mereka adalah
keturunan orang Batak Toba atau keturunan marga tertentu dan juga untuk mempertahanan silsilah marga tersebut supaya tidak hilang sehingga penting bagi
orang Batak Toba untuk menjaga regenerasi marga untuk mempertahankan identitas dan silsilah marganya. Salah satu usaha yang digunakan oleh masyarakat
Batak Toba adalah dengan cara memberikan dekke ikan mas yang merupakan simbol kesuburan supaya kelak pengantin beranak cucu atau mempunyai
keturunan yang banyak sehingga regenerasi marga tetap terjaga. Hal terbukti dari jawaban Informan ketiga mengatakan bahwa:
“Makna yang terkandung dalam simbol Batak Toba sangat bagus dan mempunyai makna yang dalam mengenai kehidupan sehari-hari khususnya dalam
berumah tangga, hanya adat Batak Toba yang mempunyai simbol tersebut. Jika symbol dekke disebut sebagai simbol kesuburan atau keturunan, kami
menanggapi dengan positif dan mengaminkannya dalam hati kami. Makna keturunan dengan pemberian simbol dekke tersebut merupakan doa restu supaya
generasi marga tetap terjaga”.
Informan keempat hanya mengetahui satu makna simbol dekke ikan mas yaitu sebagai simbol restu orang tua khususnya orang tua pengantin perempuan.
Informan ini beranggapan bahwa sebelum membangun hubungan rumah tangga tentunya harus mendapat restu dari orang tua supaya kelak rumah tanggannya
menjadi rumah tangga yang berbahagia dan mempunyai hubungan yang harmonis dengan orang tua. Bagi masyarakat Batak Toba Setiap calon pasangan suami-istri
yang hendak melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan atau rumah tangga maka tentunya harus mendapat izin atau restu dari orang tua terkhusus
orang tua calon pengantin perempuan supaya kelak rumah tangga calon pengantin
85 tersebut menjadi rumah tangga yang bahagia dan hubungan dengan orang tua dan
keluarga kedua belah pihak bisa berjalan harmonis. Sehingga restu orang tua menjadi sangat penting untuk membangun sebuah rumah tangga.
Seperti yang dikatakan oleh informan keempat mengatakan bahwa: “Setiap makna yang terkandung dalam symbol adat Batak Toba adalah
petuah-petuah yang baik oleh orang tua kepada kita serta sebagai pertanda bahwa kita telah sah menjadi pasangan suami istri secara adat Batak Toba. Jadi
menurut kami setiap pemberian benda kepada kita mengandung tujuan dan makna yang baik”.
Informan kelima dalam penelitian ini tidak mengetahui sama sekali apa saja makna dari simbol dekke ikan mas tersebut. Informan hanya memberikan
tanggapan bahwa orang tua akan selalu memberikan yang terbaik kepada anaknya. Informan ini yakin bahwa makna yang melekat pada simbol dekke ikan mas
merupakan doa yang baik dari orang tua. Ketidakpahaman informan ini disebabkan ketidakmampuan informan berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba.
Setiap orang tua akan selalu memberikan dan mendoakan yang terbaik bagi anak-anaknya terkhusus orang tua masyarakat Batak Toba akan selau
mendoakan dan memberikan yang terbaik bagi anaknya. Seperti prinsip orang Batak yang mengatakan anakhonhi do hamoraon di au anak adalah harta yang
paling berharga sehingga apapun akan dilakukan oleh orang tua untuk kebaikan anak-anaknya termasuk ketika sang anak akan membangun rumah tangga baru
dan lepas dari tanggung jawab orang tua maka sangat penting bagi orang tua untuk mendoakan anaknya dengan cara memberikan dekke ikan mas yang
merupakan simbol doa yang baik bagi anaknya.
86 Hal itu diketahui dari jawaban informan kelima yang mengatakan bahwa:
“Kami menanggapi positif simbol adat tersebut meskipun kami kurang paham maknanya tapi pastinya semua benda tersebut mempunyai makna berupa
nasehat yang baik karena tidak mungkin orang tua memberikan yang tidak baik kepada anaknya”.
Sama halnya dengan informan kelima, informan keenam dalam penelitian ini juga tidak mengetahui sama sekali makna simbol dekke ikan mas.
Ketidaktahuan ini juga didukung ketidakmampuan informan berkomunikasi dalam Bahasa Batak Toba baik aktif maupun pasif sehingga informan susah untuk
memahami makna semua simbol yang ada pada upacara perkawinan adat Batak Toba termasuk simbol dekke ikan mas. Selain itu pasangan informan ini
dilahirkan dan dibesarkan di Kelurahan Medan Tenggara dan hidup di lingkungan mayoritas suku bangsa Jawa yang kesehariannya menggunakan bahasa Jawa
sehingga informan ini lebih memahami bahasa Jawa daripada bahasa Batak Toba. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Informan
keenam yang mengatakan bahwa: “ Kami tidak paham dengan makna dari benda adat tersebut, jadi kami
tidak tahu apakah benda tersebut mempunyai makna positif atau tidak, karena waktu melasanakan perkawinan kami dulu hanya mengikutinya saja dan tidak
memperhatikan setiap rangkaian adat tersebut, dfitambah lagikami tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba”.
4.5.1.3 Persepsi Informan Terhadap Simbol Mandar Hela Sarung Pengantin laki-laki
Berdasarkan wawancara peneliti dengan informan pembanding menyebutkan makna yang terkandung dalam simbol mandar hela Sarung
pengantin laki-laki yaitu sebagai simbol ajakan kepada pengantin laki-laki supaya kelak rajin mengikuti kegiatan adat yang ada dalam keluarga pihak istrinya
ataupun dalam pihaknya sendiri serta dapat menjalankan perannya sebagai unsur
87 boru pihak penerima gadis jika dikaitkan dengan Dalihan Na Tolu tungku nan
tiga dari pihak istrinya. Pasangan informan pertama memahami simbol mandar hela sarung
menantu laki-laki yaitu sebagai nasehat supaya pengantin laki-laki atau hela menantu laki-laki di kemudian hari rajin mengikuti kegiatan adat yang ada baik
di pihak laki-laki ataupun pihak perempuan. Informan memberikan tanggapan bahwa setelah melaksanakan upacara perkawinan, pengantin terkhusus pengantin
laki-laki harus aktif atau rajin mengikuti kegiatan adat dalam keluarga besar kedua pengantin sekaligus bersosialisasi dengan keluarga besar kedua belah pihak.
Informan ini mengetahui bahwa makna yang melekat pada simbol mandar hela sarung menantu laki-laki merupakan nasehat yang baik dari orang tua pengantin
perempuan. Seperti yang dikatakan Informan pertama yang mengatakan bahwa:
“Menurut kami makna yang melekat pada symbol mandar hela Sarung pengantin laki-laki merupakan nasehat baik, bahwa setelah melaksanakan
upacara perkawinan pengantin harus aktif atau rajin mengikuti kegiatan adat dalam keluarga besar kedua pengantin dan itu bagus untuk dipahami pasangan
pengantin”.
Berbeda dengan tanggapan informan kedua dalam penelitian ini. Berdasarkan pengalamannya Bapak Charles Simanjuntak berpendapat terkadang
ada orang tua pengantin perempuan sengaja memberikan jenis mandar hela sarung menantu laki-laki yang paling mahal sementara keadaan ekonomi tidak
memungkinkan untuk membeli yang mahal ataupun tuhor mahar tidak mencukupi untuk membeli jenis sarung yang paling mahal karena banyaknya
kebutuhan adat yang harus dipenuhi. Bahkan ada juga masyarakat Batak Toba memberikan mandar hela sarung menantu laki-laki hanya sebagai alat untuk
88 menunjukkan kekayaan pihak yang memberikan benda tersebut. Berdasarkan
faktor pengalaman Bapak Charles Simanjuntak tersebut, ia mempersepsikan bahwa mandar hela sarung pengantin laki-laki tersebut tidak mempunyai makna
yang istimewa. Faktor pengalaman yang kurang menarik Bapak Charles Simanjuntak
menimbulkan stereotip yang negatif terhadap masyarakat Batak Toba secara keseluruhan tanpa memahami lebih dalam tentang masyarakat Batak Toba dan
adat istiadatnya. Stereotip Bapak Charles Simanjuntak adalah masyarakat Batak Toba cenderung hanya untuk menjaga gengsi ketika sedang melaksanakan suatu
kegiatan adat atau untuk menunjukkan kekayaan materi sehingga Bapak Charles Simanjuntak beranggapan bahwa kegiatan adat tersebut bernilai negatif. Bapak
Charles Simanjuntak tidak menelaah bahwa tidak semua masyarakat Batak Toba seperti yang ia nilai.
Hal itu terlihat dari jawaban informan kedua yang mengatakan bahwa: Suami: “Menurut saya, ini berdasarkan pengalaman saya terkadang ada
orang tuapengantin perempuan sengaja memberikan mandar hela Sarung pengantin laki-laki hanya untuk menjaga gengsi kepada pihak pengantin laki-
laki, mereka sengaja memilih mandar yang paling mahal demi menunjukkan kekayaannya kepada besannya. Jadi simbol itu hanya sebagai pelengkap saja
dalam upacara perkawinan adat Batak Toba”.
Istri: “Saya tidak memahami makna dari simbol Mandar Hela Sarung pengantin laki-laki itu, karena saya tidak mengerti bahasa Batak Toba sehingga
saya tidak memperhatikan upacara perkawinan saya. Jadi menurut saya tidak ada yang istimewa dari simbol tersebut”.
Informan ketiga juga memahami makna simbol simbol mandar hela sarung menantu laki-laki ini, informan memberikan tanggapan bahwa makna
simbol mandar hela sarung menantu laki-laki merupakan ajakan supaya si
89 pengantin laki-laki kelak rajin mengikuti kegiatan adat yang ada dalam keluarga
besar masing-masing pihak. Informan ketiga mengatakan bahwa:
”Mengenai mandar hela sarung pengantin laki-laki, kami berpendapat bahwa sebagai kepala keluarga yang baik, pengantin laki-laki kelak harus rajin
mengikuti kegiatan adat”.
Demikian halnya dengan informan keempat juga memahami makna simbol simbol mandar hela sarung menantu laki-laki ini yaitu sebagai nasehat
supaya pengantin laki-laki rajin mengikuti kegiatan adat yang ada dalam keluarga besar mereka.
Seperti yang dikatakan oleh informan keempat mengatakan bahwa: ”Makna simbol mandar hela sarung pengantin laki-laki merupakan
nasehat yang baik yang diberikan kepada pengantin laki laki yang bermaksud supaya pengantin laki-laki rajin mengikuti acara adat yang ada ada dalam
keluarga besar pihak laki-laki dan pihak perempuan”.
Berbeda dengan informan kelima penelitian ini. Informan ini tidak memahami sama sekali makna simbol memahami makna simbol mandar hela
sarung menantu laki-laki. Namun informan memberikan tanggapan bahwa ketika informan melaksanakan upacara perkawinan empat tahun silam, orang
tuanya menjelaskan bahwa semua simbol yang diberikan tersebut merupakan nasehat dan doa yang baik buat mereka sehingga informan ini pun yakin bahwa
semua benda adat yang diberikan kepada mereka merupakan doa yang baik. Seperti yang dikatakan Informan kelima yang mengatakan bahwa:
”Kami tidak paham makna dari simbol mandar hela tersebut tapi kami yakin pastinya sim,bol tersebut punya makna berupa nasehat dan harapan yang
baik karena tidak mungkin orang tua memberikan sesuatu yang tidak baik kepada anaknya”.
90 Informan keenam dalam penelitian ini juga tidak memahami sama sekali
makna simbol simbol mandar hela sarung pengantin laki-laki. Hal ini disebabkan faktor ketidakmampuan informan berkomunikasi dalam bahasa Batak
Toba sehingga ketika melaksanakan upacara perkawinan tiga tahun lalu informan ini mengaku hanya mengikutinya saja dan tidak memperhatikan setiap rangkaian
adat itu. Dan berdampak pula ketika informan ini mengikuti kegiatan adat yang ada pada masyarakat Batak Toba disekitarnya mereka pun tidak memahami
berlangsungnya kegiatan adat dan makna dari adat itu. Hal itu tersebut diketahui dari jawaban Informan keenam yang
mengatakan bahwa: ”Sama seperti jawaban kami mengenai dekke, kami tidak paham dengan
makna mandar hela, karena ketika melaksanakan perkawinan kami dulu, kami hanya mengikutinya saja dan tidak memperhatikan setiap rangkaian adat itu
ditambah lagi kami tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba”.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa informan pertama, ketiga, dan keempat memahami makna simbol mandar hela sarung menantu laki-laki
dan memberikan tanggapan yang sama tentang makna simbol ini yaitu sebagai nasehat atau ajakan yang baik dari orang tua pengantin perempuan supaya
pengantin laki-laki atau menantunya kelak rajin mengikuti kegiatan adat yang ada dalam keluarga besar kedua belah pihak. Hanya informan kelima yang tidak
memahami maknanya namun memberikan tanggapan bahwa makna simbol tersebut merupakan nasehat yang baik dari orang tua dan tidak mungkin orang tua
memberikan yang tidak baik untuk anaknya. Dalam kegiatan adat istiadat masyarakat Batak Toba kaum laki-laki
memegang peranan penting karena sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba yang menganut sistem patrilineal yang beranggapan bahwa laki-laki adalah
91 penerus marga keluarga sehingga laki-laki sangat diutamakan dalam segala hal
termasuk kegiatan adat istiadat. Tradisi masyarakat Batak Toba ketika sedang mengikuti kegiatan adat harus menggunakan mandar sarung bagi mereka yang
berperan sebagai boru pemberi gadis jika dilihat dari struktur Dalihan Na Tolu tungku nan tiga dan harus menjalankan tugasnya sebagai boru yaitu parhobas
pelayan yang menyediakan sebagian besar kebutuhan adat tersebut. Ketika menjalankan peranannya pihak boru pemberi gadis harus menggunakan mandar
sarung untuk menandakan bahwa mereka adalah boru dalam adat itu. Untuk itulah maka pemberian mandar hela sarung menantu laki-laki dipandang penting
sebagai ajakan atau nasehat orang tua pengantin perempuan untuk mengingatkan supaya menantunya atau pengantin laki-laki rajin mengikuti kegiatan adat pada
kedua belah pihak terutama di pihak istrinya karena jika dilihat dari struktur Dalihan Na Tolu tungku nan tiga pihak istri maka pengantin laki-laki berperan
sebagai boru pemberi gadis.
4.5.1.5 Persepsi Informan Terhadap Simbol Ulos Hela Ulos Menantu Laki- laki
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan pembanding mengatakan ulos yang diberikan kepada pengantin adalah ulos hela ulos menantu
laki-laki dan jenis ulos yang diberikan adalah ulos ragi hotang dan ulos sadum. Ulos ini pada dasarnya ditujukan kepada pengantin laki-laki tetapi cara
pemberiannya disematkan pada badan kedua pengantin dan makna yang terkandung di dalamnya ditujukan kepada kedua pengantin. Adapun makna dari
ulos ini adalah sebagai simbol untuk mempersatukan badan dan jiwa kedua pengantin sehingga kedua pengantin tidak boleh bercerai, sebagai simbol doa
92 restu, kasih sayang, kepemimpinan laki-laki serta simbol keturunan yang banyak.
Ulos ini diberikan sambil mengucapkan kata-kata berupa harapan dan doa supaya pengantin tetap hidup damai dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya.
Untuk mengetahui persepsi pasangan suami istri terhadap simbol Ulos hela ulos pengantin laki-laki dapat dilihat dalam jawaban setiap informan
berikut: Mengenai simbol ulos hela ulos menantu laki-laki informan pertama
memahami semua makna simbol ulos hela ulos menantu laki-laki yaitu pertama sebagai simbol keperkasaan atau kekuatan laki-laki. Informan berpendapat bahwa
pengantin laki-laki sebagai calon kepala rumah tangga harus kuat secara fisik dan psikologis supaya bisa melindungi keluarganya. Kedua sebagai simbol keturunan
yang banyak. Informan berpendapat bawa makna tersebut merupakan doa yang baik dari orang tua supaya pengantin mempunyai keturunan yang banyak
sehingga regenerasi marga tetap terjaga. Seperti jawaban informan pertama yang mengatakan bahwa:
“Menurut kami mengenai makna ulos hela ulos pengantin laki-laki sebagai symbol keperkasaan pengantin laki-laki, kami berpendapat bahwa
seorang kepala rumah tangga harus sehat dan kuat supaya bisa melindungi keluarga. Ulos hela ulos pengantin laki-laki juga mengandung doa ataupun
harapan yang baik dari orang tua supaya kelak pengantin mendapat keturunan yang banyak”.
Informan kedua terdiri dari Bapak Charles Simanjuntak dan Ibu Rianan Br Sihaloho. Bapak Charles Simanjuntak tidak memahami apa saja makna yang
melekat pada simbol ulos hela ulos menantu laki-laki. Bapak Charles Simanjuntak berpendapat bahwa tidak ada yang istimewa dari keempat benda adat
tersebut termasuk simbol ulos hela ulos menantu laki-laki. pendapat ini juga didukung pengalaman Bapak Charles Simanjuntak ketika menghadiri suatu
93 upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara, berdasarkan pengalamannya
Bapak Charles Simanjuntak berpendapat bahwa pemberian simbol ulos hela ulos menantu laki-laki hanya menunjukkan kemampuan materi si pemberi serta hanya
sebagai pelengkap dalam upacara perkawinan yang sudah menjadi tradisi masyarakat Batak Toba.
Ibu Riana Br Sihaloho juga tidak memahami makna simbol ini. Ibu Riana Br Sihaloho juga mengatakan bahwa dirinya tidak bisa berkomunikasi dalam
Bahasa Batak Toba sehingga sulit baginya untuk memahami simbol ulos hela ulos menantu laki-laki sehingga menurutnya tidak ada yang istimewa dari benda
tersebut. Hal itu terlihat dari jawaban pasangan Informan kedua yang mengatakan bahwa:
Suami: “Sama seperti jawaban saya sebelumnya, bahwa terkadang ada orang tua pengantin perempuan sengaja memberikan jenis ulos hela ulos
pengantin laki-laki yang paling mahal hanya untuk menjaga gengsi kepada pihak pengantin laki-laki dan untuk menunjukkan kekayaannya saja”.
Istri: “Saya juga tidak memahami makna dari simbolulos hela ulos pengantin laki-laki ini, karena saya juga tidak mengerti bahasa Batak Toba
sehingga saya tidak memperhatikan upacara perkawinan ketika saya dan suami melaksanakan upacara perkawinan. Jadi menurut saya tidak ada yang istimewa
dari symbol ini”.
Informan ketiga penelitian ini hanya mengetahui satu makna dari simbol ulos hela ulos menantu laki-laki yaitu sebagai simbol keperkasaan atau
kekuatan laki-laki. Informan ini berpendapat bahwa makna yang melekat pada ulos hela ulos menantu laki-laki adalah merupakan doa dan nasehat yang baik
serta pengalaman selama mengikuti adat perkawinan yang memberikan pelajaran kepada informan ketiga bahwa ulos hela ulos menantu laki-laki tersebut
merupakan salah satu benda adat yang diberikan kepada pengantin dan di dalamnya melekat nasehat yang baik. Menurut informan ketiga ini makna ulos
94 hela ulos pengantin laki-laki sebagai keperkasaan pengantin laki-laki merupakan
nasehat yang baik, karena sebagai kepala rumah tangga harus bisa menjadi pemimpin yang kuat dan baik dalam rumah tangganya.
Kodrat laki-laki sebagai pelindung dan pemimpin keluarga jelas terlihat dalam tradisi masyarakat Batak Toba sehingga untuk mewujudkan harapan ini
masyarakat Batak Toba melakukan suatu usaha yaitu dengan cara memberikan ulos hela ulos menantu laki-laki kepada pengantin laki-laki dalam upacara
perkawinan. Ulos hela ini tentunya diberikan oleh orang tua pengantin perempuan yang bertindak sebagai komunikator kepada helanya menantu laki-laki sebagai
komunikan. Informan ketiga mengatakan bahwa:
“Menurut kami simbol ulos hela itu sebagai simbol keperkasaan pengantin laki-laki yang maknanya adalah merupakan nasehat yang baik, karena
sebagai kepala rumah tangga harus bisa menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangganya”.
Informan keempat dalam penelitian ini tidak memahami apa saja makna simbol ulos hela ulos menantu laki-laki ini, namun informan ini berpendapat
bahwa setiap makna yang terkandung dalam keempat benda tersebut merupakan petuah-petuah yang baik oleh orang tua kepada kita serta sebagai pertanda bahwa
kita telah sah menjadi pasangan suami-istri secara adat Batak Toba. Jadi menurut informan ini setiap benda yang diberikan kepada kita mengandung tujuan dan
makna yang baik. Terbukti dari pernyataan informan keempat mengatakan bahwa:
“Kami tidak memahami makna simbol ulos hela ulos pengantin laki-laki ini, namun menurut kami semua setiap makna yang terkandung dalam benda-
benda tersebut merupakan petuah-petuah yang baik oleh orang tua kepada kita serta sebagai pertanda bahwa kita telah sah menjadi pasangan suami istrisecara
95 adat Batak Toba, jadi menurut kami setiap benda yang diberikan kepada kita
pasti mengandung tujuan dan makna yang baik”.
Sementara informan kelima dan keenam dalam penelitian ini tidak memahami semua makna yang melekat pada simbol ulos hela ulos menantu laki-
laki. Ketidakpahaman informan ini disebabkan oleh ketidakmampuan informan berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba baik aktif maupun pasif sehingga sulit
bagi informan ini untuk mengerti setiap makna yang melekat pada simbol tersebut.
Informan kelima mengatakan bahwa: “Kami tidak memahami makna simbol ulos hela ulos pengantin laki-laki
tapi yang pasti semua benda tersebut mempunyai makna berupa nasehat dan harapan yang baik karena tidak mungkin orang tua memberikan yang tidak baik
kepada anaknya”. Informan keenam mengatakan bahwa:
“Sama seperti jawaban kami sebelumnya, kami tidak paham makna dari semua benda itu karena waktu melaksanakan upacara perkawinan kami dulu
kami hanya mengikutinya saja dan tidak memperhatikan setiap rangkaian adat itu, ditambah kami tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba”.
4.5.1.7 Persepsi Informan Terhadap Simbol Boras Beras
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan pembanding yang mengatakan bahwa makna boras beras merupakan symbol untuk kekuatan iman
dan roh yang menerimanya yaitu kedua pengantin. Sebagai simbol kasih sayang dan restu orang tua pengantin perempuan dan sebagai simbol kebahagiaan kedua
pengantin. Informan pertama hanya memahami satu makna dari simbol boras beras
sebagai simbol si pir ni tondi kekuatan, yaitu kelak kedua pengantin kuat menghadapi kehidupan. Menurut informan pertama makna tersebut merupakan
96 nasehat dan doa yang baik supaya apa pun cobaan atau hambatan yang
menghampiri kehidupan rumah tangga pengantin kelak harus kuat secara psikologis mengahadapinya. Menurut informan makna yang melekat pada simbol
boras beras merupakan nasehat dan doa yang baik dari orang tua pengantin perempuan komunikator.
Informan pertama mengatakan bahwa: “Makna simbol boras beras yaitu sebagai simbol pir ni tondi kekuatan,
ini merupakan nasehat dan harapan yang baik dari orang tua pengantin perempuan, kelak kedua pengantin kuat menghadapi masalah”.
Pasangan informan kedua mengaku tidak memahami makna simbol boras beras. Informan tidak mengetahui makna yang melekat pada simbol boras
beras sehingga informan beranggapan bahwa tidak ada yang istimewa dari boras beras atau hanya benda adat biasa. Faktor perhatian juga sangat berpengaruh
terhadap pembentukan persepsi informan ini, karena Ibu Riana. Br. Sihaloho mengaku tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba sehingga beliau
tidak memperhatikan prosesi upacara perkawinan ketika mereka melaksanakan upacara perkawinan 5 tahun silam ataupun ketika sedang menghadiri kegiatan
adat perkawinan Ibu Riana Br. Sihaloho tidak memperhatikan dengan serius karena pada dasarnya beliau tidak memahami upacara perkawinan tersebut.
Informan kedua mengatakan bahwa: Suami: “Saya tidak memahami persis makna dari boras beras tersebut.
Saya beranggapan bahwa tidak ada yang istimewa dari beras beras. Saya hanya menganggap itu sebagai benda adat biasa”.
Istri: “ Seperti jawaban saya sebelumnya, saya juga tidak memahami makna dari symbol boras beras karena saya juga tidak mengerti bahasa Batak
Toba sehingga membuat saya tidak begitu memperhatikan rangkaian acara pada upacara perkawinan kami. Jadi saya sependapat dengan suami saya, bahwa tidak
ada yang istimewa dari symbol boras beras”.
97 Informan ketiga memahami makna yang melekat pada simbol boras
beras yaitu sebagai simbol kekuatan dan simbol sumber kehidupan. Menurut informan ini pengantin kelak harus kuat secara psikologis dalam menghadapi
segala keadaan kehidupan dalam rumah tangga dan kehidupan bermasyarakat. Sebagai simbol sumber kehidupan informan berpendapat bahwa makna tersebut
merupakan doa yang baik dari orang tua supaya kelak pengantin mempunyai mata pencaharian yang baik.
Informan ketiga mengatakan bahwa: “Boras beras merupakan symbol kekuatan dan sumber kehidupan.
Symbol kekuatan artinya kedua pengantin kelak harus kuat secara psikologis dalam menghadapi segala keadaan kehidupan dalam rumah tangga dan
kehidupan bermasyarakat. Boras beras juga sebagai sumber kehidupan artinya kelak pengantin dapat memperoleh mata pencaharian yang baik dan merupakan
doa yang baik dari orang tua kepada pengantin”.
Informan keempat hanya mengetahui satu makna simbol boras beras yaitu sebagai simbol kekuatan pasangan pengantin. Menurut informan bahwa
makna tersebut merupakan doa dan harapan yang baik dari orang tua pengantin perempuan kepada kedua pengantin supaya kelak selalu kuat menghadapi
kehidupannya. Informan keempat mengatakan bahwa:
“Menurut kami symbol boras beras merupakan doa yang baik untuk pengantin, kelak pengantin akan kuat menjalani kehidupannya”.
Informan kelima dalam penelitian ini idak memahami apa makna dari simbol boras beras tersebut. Namun informan berpendapat bahwa mereka
mempunyai keyakinan bahwa apapun makna yang melekat pada semua simbol
98 yang diberikan kepada pengantin termasuk simbol boras beras tentunya
mempunyai tujuan yang baik bagi pengantin. Informan kelima mengatakan bahwa:
“Kami tidak memahami makna dari symbol boras berasini tapi pastinya semua benda adat yang diberikan pada upacara perkawinan Batak Toba tersebut
mempunyai makna berupa nasehat dan harapan yang baik, karena tidak mungkin orang tua memberikan yang tidak baik kepada anaknya”.
Informan keenam juga tidak paham sama sekali makna simbol beras ini. Ketidakpahaman disebabkan oleh faktor ketidakmampuan informan
berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba sehingga informan ini ketika melaksanakan upacara perkawinan mereka 7 tahun yang lalu tidak memperhatikan
dengan serius karena pada dasarnya mereka tidak memahami apa yang dibicarakan pada upacara tersebut.
Informan keenam mengatakan bahwa: “Seperti jawaban-jawaban kami sebelumnya, kami tidak memahami
makna dari simbol boras beras karena sewaktu melaksanakan upacara perkawinan kami tidak memperhatikan dan hanya mengikutinya saja ditambah
kami tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Batak Toba”. 4.6 Rangkuman Hasil Wawancara
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diketahui persepsi informan terhadap bentuk komunikasi simbolik yang diberikan kepada pengantin
dalam upacara pelaksanaan adat perkawinan Batak Toba. Persepsi yang dikaji dalam penelitian ini berupa pemahaman dan tanggapan informan terhadap bentuk
komunikasi simbolik yang diberikan kepada kedua pengantin. Dari hasil wawancara tentang persepsi pasangan suami-istri terhadap simbol dekke ikan
mas diketahui informan pertama memahami semua makna simbol dekke ikan mas, informan ketiga kurang paham makna simbol ikan ini karena informan
99 hanya menyebutkan satu makna simbol ikan tersebut, informan keempat kurang
paham makna simbol ikan ini karena informan hanya menyebutkan satu makna ikan tersebut, informan kedua, kelima, dan keenam tidak memahami sama sekali
makna simbol ikan tersebut. Dari hasil wawancara peneliti dengan informan mengenai persepsi
pasangan suami-istri terhadap simbol mandar hela sarung menantu laki-laki diketahui informan pertama, ketiga, dan keempat memahami memahami makna
simbol mandar hela sarung menantu laki-laki. Sementara informan kedua, kelima, dan keenam tidak memahami makna simbol ini.
Dari hasil wawancara peneliti dengan informan mengenai persepsi pasangan suami-istri terhadap simbol ulos hela ulos menantu laki-laki diketahui
informan pertama memahami makna simbol ini, informan ketiga kurang paham makna simbol ini karena informan hanya mengetahui satu makna saja. Sementara
informan kedua, keempat,kelima, dan keenam tidak memahami makna simbol ini. Dari wawancara peneliti dengan informan mengenai persepsi pasangan suami-istri
terhadap simbol boras Beras diketahui informan pertama, ketiga, dan keempat kurang paham makna simbol ini karena informan hanya menyebutkan satu makna
saja. Informan kedua, kelima, dan keenam tidak paham makna simbol ini.
4.7 Pembahasan Hasil Penelitian