61
d. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama
Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi penduduk berdasarkan
agama dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama
No. Agama
Jumlah
1. Islam
11170orang 2.
Kristen 9875 orang
3. Katholik
427orang 4.
Hindu 4 orang
5. Budha
5 orang
Total 21481 orang
Sumber : Profil Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2010
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa penduduk kelurahan medan tenggara mayoritas menganut agama Islam.
e. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok
Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok No
Pekerjaan Jumlah
1. Buruh swasta
3222 Orang 2.
Pegawai negeri 495 Orang
3. Pengrajin
400 Orang 4.
Pedagang 1239 orang
5. Penjahit
133 orang 6.
Tukang batu 674 Orang
7. Tukang kayu
231 Orang 8.
Peternak -
9. Nelayan
- 10.
Montir 67 orang
11. Dokter
71 orang 12.
Sopir 114 Orang
13. Pengemudi becak
190 Orang 14.
TNIPOLRI 103 Orang
15. Pengusaha
143 Orang TOTAL
2453 Orang Sumber : Profil Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun
2010
62 Tabel diatas menunjukkan mata pencaharian mayoritas Kelurahan Medan
Tenggara adalah buruh swasta, dikarenakan mereka hanya menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SLTP yang mengakibatkan mereka kurang memiliki
skill dalam bidang pemikiran, tetapi mereka lebih mengandalkan tenaga otot dalam berwiraswasta sebagai pedagang.
3.1.5 Lembaga Pendidikan Kelurahan Medan Tenggara Kelurahan Medan Denai
Untuk mendapatkan gambaran mengenai lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan formal keagamaan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan
Denai dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 7. Lembaga Pendidikan Formal dan Lembaga Pendidikan Swasta
No. Lembaga Pendidikan
Jumlah
1. Gedung Play Group
1 unit 2.
Gedung TK 5 unit
3. Gedung SDSederajat
4 unit 4.
Gedung SMPSederajat 2 unit
5. 6.
Gedung SMASederajat Perguruan Tinggi Swasta
3 unit 1 unit
Total 16 unit
Sumber : Profil Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2010
Kondisi lembaga di Kelurahan Medan Tenggara semakin membaik dengan bertambahnya lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri dapat dilihat dari
jumlah lembaga pendidkan dari tabel diatas.
3.1.6 Fasilitas Peribadatan Kelurahan Medan Tenggara Kelurahan Medan Denai
Untuk mendapatkan gambaran mengenai fasilitas peribadatan di Kelurahan Medan Tenggara Kelurahan MedanDenai dapat dilihat pada tabel berikut ini :
63 Tabel 8. Fasilitas Peribadatan
No. Fasilitas Peribadatan
Jumlah
1. Masjid
9 unit 2
3. Mushola
Gereja 7 unit
11 unit
Total 27 unit
Sumber : Profil Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2010
Di Kelurahan Medan Tenggara terdapat 27 unit tempat peribadatan yang terdiri dari 9 unit masjid, 7 unit mushola, dan 11 unit gereja.
3.1.7 Sejarah Masyarakat Batak Toba Di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai
Masyarakat Batak Toba merantau ke Kabupaten Sumatera Utara tepatnya di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai diperkirakan sekitar
tahun 1980 silam, mereka datang dari berbagai daerah di Sumatra Utara dan dari berbagai golongan marga, dengan tujuan untuk mengadu peruntungan di tanah
perantauan. Awalnya masyarakat Batak Toba yang merantau adalah golongan ekonomi menengah ke bawah, mereka beranggapan dengan merantau bisa
memperbaiki keadaan hidup menjadi lebih baik. Awalnya populasi masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara
Medan Denai hanya berkisar 40 kepala keluarga, namun seiring dengan perkembangan zaman populasi masyarakat Batak Toba juga semakin bertambah.
Pada tahun 1993 populasi masyarakat Batak Toba diperkirakan berkisar 100 kepala keluarga dengan mata pencaharian yang beragam, mulai dari tenaga
pengajar, polisi, tentara, dan pedagang. Tahun 1994 merupakan tahun awal berkembangnya masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara
Kecamatan Medan Denai dari semua bidang kehidupan, mulai dari tingkat pendidikan hingga keadaan ekonomi yang sudah membaik.
64 Pada tahun yang sama masyarakat Batak Toba sepakat untuk membentuk
punguan kumpulan marga sesuai dengan marga masing-masing. Ada yang disebut dengan kumpulan marga-marga parna Pomparan ni Ompuntta Raja Nai
Ambaton, kumpulan marga Siagian, marga Simanjuntak, dan masih banyak lagi kumpulan marga yang tetap berjalan sampai sekarang. Kumpulan marga ini
mempunyai tugas untuk urusan adat, seperti adat perkawinan, adat pemberian nama, dan adat kematian. Selain kumpulan marga ada juga sebuah kumpulan yang
khusus untuk mengurus masalah adat kematian, yaitu STM Serikat Tolong Menolong.
Sampai tahun 2009 populasi masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai berkisar 70 kepala keluarga atau sekitar 200
jiwa. Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai merupakan Kelurahan yang paling banyak dihuni oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan
Denai.
3.1.8 Gambaran Demografis
Pasangan suami-istri di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan denai hingga tahun 2009 berkisar 120 pasang, dengan usia mayoritas 30-50 tahun.
Mata pencaharian mayoritas Pegawai pedagang dan buruh swasta. Pasangan suami-istri tersebut mayoritas menganut agama Islam dan Kristen.
3.1.9 Sejarah Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai
Umumnya masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Medan Tenggara adalah perantau yang berasal dari daerah Tapanuli dan menetap di
Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Meskipun perantau
65 masyarakat Batak Toba tidak melupakan adat istiadat yang diwariskan oleh
oppung sijolo-jolo tubu nenek moyang kepada mereka. Salah satu adat istiadat tersebut adalah adat perkawinan. Pelaksanaan adat perkawinan masyarakat adat
Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dimulai dari tahun 1991 dan merupakan awal pelaksanaan adat perkawinan yang dilakukan
untuk masyarakat Batak Toba yang berdomisili di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, kemudian disusul oleh masyarakat Batak Toba
pendatang yang hanya tinggal untuk beberapa waktu. Terjadinya upacara perkawinan masyarakat Batak Toba di Kelurahan
Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai disebabkan berbagai faktor. Pertama, faktor pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan dalam waktu lama, faktor ini
menjadi salah satu alasan bagi masyarakat Batak Toba yang merantau ke Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, mereka beranggapan jika
melaksanakan upacara perkawinan di kampung halaman atau daerah asal akan membutuhkan waktu yang lama, sementara pekerjaan tidak bisa ditinggalkan
dalam waktu yang lama. Untuk mengatasi hal tersebut maka calon pengantin sepakat untuk mengadakan upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara
Kecamatan Medan Denai. Kedua, kedaaan ekonomi yang memadai. Faktor ini sangat berpengaruh
bagi calon pengantin yang ingin melaksanakan upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai.
Dengan keadaan ekonomi yang memadai akan lebih memudahkan calon pengantin dalam mengurus segala keperluan untuk adat perkawinan.
Dibandingkan dengan melaksanakan upacara perkawinan di daerah asal yang
66 sangat jauh dari daerah perantauan serta membutuhkan tenaga dan waktu yang
lebih banyak. Ketiga, calon pengantin perempuan merupakan warga tetap Kelurahan
Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, artinya berasal dari suku Batak Toba yang sudah menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai.
Faktor ini juga sangat berpengaruh bagi masyarakat Batak Toba untuk melaksanakan upacara adat di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan
Denai. Karena adat upacara perkawinan Batak Toba biasanya harus dilaksanakan di tempat orang tua calon pengantin perempuan dialap jual, sehingga calon
pengantin laki-laki harus melaksanakan upacara perkawinan di tempat calon pengantin perempuan.
Untuk mengurus semua keperluan upacara perkawinan yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai tentunya melibatkan
berbagai pihak yang mempunyai kepentingan tertentu. Pihak yang terkait adalah pihak dari marga calon pengantin laki-laki dan marga dari pihak calon pengantin
perempuan. Dengan adanya kumpulan marga yang sudah terbentuk dari tahun 1993 akan memudahkan masyarakat Batak Toba dalam mengurus adat
perkawinan. Kemudian marga dari pihak calon pengantin laki-laki dan marga dari
pihak calon pengantin perempuan akan merundingkan segala sesuatu yang diperlukan dalam upacara perkawinan. Mulai dari uang mahar, waktu pelaksanaan
upacara, parjambaron pembagian jambarberkat berupa daging, jumlah ulos yang akan diberikan pihak calon pengantin perempuan kepada kedua pengantin
beserta keluarga dekat dari pihak calon pengantin laki-laki. Perundingan ini
67 disebut juga dengan upacara-upacara sebelum perkawinan pra perkawinan, yaitu
membicarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk upacara pelaksanaan perkawinan dan upacara setelah perkawinan pasca perkawinan.
3.1.10 Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai
Upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai seperti yang sudah dijelaskan di atas dimulai
pada tahun 1991. Hingga tahun 2009 sudah banyak pasangan suami-istri yang melaksanakan upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan
Medan Denai. Sementara upacara perkawinan adat Batak Toba yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai mulai tahun 1991-2009
yang termasuk warga pendatang diperkirakan berkisar 10 pasangan suami-istri. Selanjutnya upacara perkawinan adat Batak Toba yang terjadi di luar Kelurahan
Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai tetapi berasal dari warga masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan denai diperkirakan
sekitar 20 pasangan suami-istri. Untuk mengetahui jumlah pasangan suami-istri yang melaksanakan
upacara perkawinan adat Batak di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dan menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai yang
dimulai dari tahun 2003 sampai tahun 2010 dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 10. Jumlah Pasangan Suami-Istri yang Melaksanankan Upacara Perkawinan
No. Tahun Perkawinan
Jumlah Pasangan yang Melaksanakan Upacara Perkawinan
1. 2003
4 pasangan suami-istri 2.
2004 5 pasangan suami-istri
3. 2005
4 pasangan suami-istri 4.
2006 1 pasangan suami-stri
5. 2007
5 pasangan suami-istri
68
6. 2008
2 pasangan suami-istri 7.
2009 3 pasangan suami-istri
8. 2010
6 pasangan suami-istri
Sumber : Buku Catatan Naung Marbagas keterangan sudah menikah Masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai
Jemaat HKBP Menteng Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa upacara perkawinan masyarakat
adat Batak Toba yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai mulai tahun 2003-2009 berjumlah 24 pasangan suami-istri. Dan yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami-istri yang usia perkawinannya 5 tahun ke atas, yaitu perkawinan dari tahun 2003 sampai tahun
2009 ada sebanyak 11 pasangan suami-istri, maka dari kesebelas 11 pasangan suami-istri tersebut peneliti menentukan informan utama sebanyak enam 6
pasangan suami-istri. Alasan peneliti menentukan informan utama sebanyak enam 6 pasangan suami-istri karena data yang peneliti butuhkan sudah mencukupi.
3.1.11 Tata Cara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai
Pada umumnya tata cara adat perkawinan yang terjadi pada masyarakat Batak Toba berbeda satu sama lain, artinya kebiasaan tata cara adat perkawinan
masyarakat Batak Toba di satu tempat berbeda dengan kebiasaan tata cara di tempat lain. Demikian halnya tata cara yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara
Kecamatan Medan Denai, namun prinsipnya tetap sama yaitu berdasarkan prinsip Dalihan Na Tolu tungku nan tiga. Dalihan Na Tolu tungku nan tiga merupakan
tiang penopang yang memegang peranan penting dalam adat Batak Toba termasuk adat perkawinan.
Perbedaan ini disebabkan adanya pergeseran pandangan masyarakat Batak Toba akan nilai-nilai adat perkawinan tersebut dan tingginya tingkat kognitif
69 masyarakat Batak Toba. Dampaknya masyarakat Batak Toba dimanapun berada
akan selalu menyesuaikan tata cara pelaksanaan adat perkawinan tersebut dengan cara pandang mereka dan kebiasaan yang terjadi di daerah tersebut. Demikian
halnya dengan tata cara adat perkawinan yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai juga mempunyai perbedaan dengan tata cara
adat perkawinan masyarakat Batak Toba di daerah lain. Perbedaan yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai disebabkan masyarakat
Batak Toba yang menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai berasal dari berbagai daerah dengan kebiasaan adat yang berbeda pula,
tingkat pendidikan yang semakin tinggi dan pergeseran pandangan terhadap adat perkawinan tersebut.
Salah satu pergeseran pandangan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai terhadap pelaksanaan adat
perkawinan ditandai dengan adanya penyesuaian masyarakat dengan kepentingan mereka sendiri, salah satu bentuk penyesuaian tersebut adalah efisiensi waktu.
Masyarakat Batak Toba yang menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai umumnya mempunyai kesibukan yang sangat padat, sehingga
waktu menjadi sangat penting dalam pembinaan kehidupan. Artinya masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai akan
memprioritaskan kebutuhan ekonomi rumah tangga dibandingkan dengan hal-hal lain termasuk adat-istiadat dan pergaulan sosial lainnya.
Dampaknya adat perkawinan mengalami perubahan menjadi lebih ringkas, sebagian tahapan-tahapan sebelum pelaksanaan upacara perkawinan pra
perkawinan sudah disatukan dengan tahapan lain. Dan upacara setelah
70 perkawinan juga sudah disatukan pada upacara pelaksanaan perkawinan. Adapun
tata cara upacara perkawinan yang lazim terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 11. Tata Cara Adat Perkawinan yang Lazim
No.
Tahapan Upacara Adat Perkawinan
Tata Cara Upacara Adat Perkawinan yang Lazim Terjadi
di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai
Keterangan
1.
Upacara sebelum perkawinan
pra perkawinan 1.
Marhori-hori dingding perkenalan
2. Marhusip perundingan diam-
diam 3.
Marhata Sinamot merundingkan
mas kawinuang mahar Prosesi marhori-
hori dingding perkenalan di
Desa Bumi Sari terkadang sudah
disatukan ke dalam prosesi marhusip
perundingan diam- diam sementara
patua hata melamar sudah
tidak dilaksanakan secara resmi,
dengan anggapan kesepakatan antara
kedua calon pengantin sudah
merupakan keputusan terakhir
sehingga tidak perlu lagi untuk
melaksanakan prosesi patua hata
melamar.
2.
Upacara pelaksanaan
perkawinan 1.
Mambahen sibuhai-buhai makanan pembuka
2. Masilehonan bunga saling
memberi bunga 3.
Acara keagamaan sesuai dengan agama masing-masing
4. Acara mangan di alaman
makan di halaman 5.
Pasahatho dekke parboru penyampaian ikan oleh pihak
perempuan 6.
Manjalo tumpak paranak menerima sumbangan
7. Mambagi parjambaron
pembagian berkat berupa daging
71
8. Masisesaan di alaman
membicarakan mas kawin yang tinggal
9. Mangalehon ulos pemberian
ulos oleh pihak perempuan 10.
Mangolophon raja huta menyambut tokohpendiri
suatu daerah tertentu dan acara penutup.
3.
Upacara Sesudah Perkawinan pasca
perkawinan 1.
Paulak Une berkunjung 2.
Maningkir tangga ni boru mengunjungi rumah
pengantin baru Paulak Une
berkunjung oleh masyarakat Batak
Toba di Desa Bumi Sari sudah
dilaksanakan pada tahapan
upacara perkawinan, yaitu
setelah prosesi mangolophon raja
huta menyambut tokohpendiri suatu
kampung. Hal ini disebabkan waktu
kedua belah pihak yang tidak
memungkinkan untuk
melaksanakannya secara terpisah.
Sumber : Hasil Wawancara dengan Tokoh Adat Batak di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2011
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai
sudah dipersingkat, pada tahapan upacara sebelum perkawinan pra perkawinan masyarakat hanya menjalankan prosesi marhusip perundingan diam-diam dan
prosesi marhata sinamot merundingkan emas kawin sedangkan prosesi marhori- hori dingding perkenalan pihak perempuan dengan pihak laki-laki dan prosesi
patua hata melamar yang lazim dilakukan oleh oppung sijolo-jolo tubu nenek moyang masyarakat Batak Toba seperti yang sudah dijabarkan pada bab dua
sudah disatukan dalam prosesi marhusip perundingan diam-diam.
72 Demikian juga pada tahapan upacara sesudah perkawinan pasca
perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai sudah disatukan pada tahapan upacara pelaksanaan perkawinan, pada tahapan sesudah
perkawinan pasca perkawinan prosesi paulak une berkunjung sudah disatukan dalam upacara pelaksanaan perkawinan yaitu setelah prosesi mangolophon raja
menyambut tokohpendiri suatu kampung. Adapun tahapan adat perkawinan yang dikaji dalam penelitian ini adalah
pada tahapan pemberian benda adat atau simbol oleh orang tua pengantin perempuan kepada kedua pengantin yaitu pada tahapan pelaksanaan perkawinan
tepatnya pada tata cara yang kelima pasahathon dekke parboru penyampaian ikan oleh pihak perempuan dan pada tata cara yang kesembilan mangalehon ulos
dohot mandar hela pemberian ulos dan sarung pengantin laki-laki oleh pihak perempuan. Pada tahapan pasca perkawinan yaitu pada tata cara
paulak Une kunjungan yang dilakukan oleh pihak laki-laki beserta pengantin ke rumah pihak
perempuan dan pada tata cara maningkir tangga ni boru kunjungan yang dilakukan oleh pihak perempuan ke rumah pihak laki-laki untuk melihat keadaan pengantin baru. Benda
adat yang diberikan pada keempat tata cara tersebut berupa
dekke ikan mas, mandar hela sarung pengantinmenantu laki-laki, ulos hela ulos pengantinmenantu
laki-laki, dan boras beras.
3.1.12 Bentuk Komunikasi Simbolik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai
Bentuk komunikasi simbolik yang digunakan dalam upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba adalah berupa benda adat yang khusus ditujukan
kepada pengantin. Benda ini, oleh masyarakat adat Batak Toba digunakan sebagai pelengkap pesan-pesan atau nilai-nilai perkawinan, selain itu juga sebagai
73 aksentuasi atau menekankan nilai-nilai perkawinan tersebut. Simbol- simbol yang
dimaksud adalah ulos hela ulos pengantinmenantu laki-laki. berupa ulos ragi hotang, ihan atau dekke ikan mas, boras beras, dan mandar hela sarung
pengantinmenantu laki-laki. Benda adat ini merupakan bentuk komunikasi simbolik digunakan oleh masyarakat Batak Toba dimanapun berada termasuk
masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Keempat benda tersebut diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau hula-
hula pihak pemberi gadis. Adapun bentuk komunikasi simbolik yang menjadi benda adat dan ditujukan
kepada pengantin menurut Sianipar 1991 : 222-241 dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 12. Bentuk Komunikasi Simbolik Pada Upacara Perkawinan
No. Bentuk Komunikasi
SimbolikBenda Adat
Makna Benda Adat Waktu Pemberian
1.
Dekke ikan mas 1.
simbol kesuburanketurunan
yang banyak, 2.
simbol restu dari orang tua pengantin perempuan,
3. mata pencaharian yang
baik, 4.
kasih sayang dari orang tua pengantin perempuan.
Diberikan pada tahapan pelaksanaan
upacara perkawinan yaitu pada prosesi
pemberian dekke ika mas oleh orang tua
dan keluarga dekat pihak pengantin
perempuan.
2.
Mandar Hela sarung pengantin laki-laki
Merupakan ajakan supaya pengantin laki-laki rajin
mengikuti upacara-upacara adat tertentu.
Mandar hela sarung pengantin laki-laki
diberikan pada tahapan pelaaksanaan
upacara perkawinan yaitu pada prosesi
pemberian mandar hela sarung
pengantin laki-aki dan ulos hela oleh
orang tua pengantin perempuan.
3.
Ulos Hela ulos pengantin berupa ulos
1. ragi pangolat pembatas
melambangkan Ulos hela diberikan
pada tahapan
74
ragi hotang keperkasaan pengantin
laki-laki, artinya supaya menjadi pemimpin yang
bijaksana dan dapat melindungi keluarga,
2. ragi keturunan
keturunan melambangkan supaya
pengantin mempunyai keturunan yang banyak
sehingga regenerasi marga tetap terjaga.
pelaksanaan upacara perkawinan yaitu
pada prosesi pemberian mandar
hela sarung pengantin laki-laki
dan ulos hela oleh orang tua dan
keluarga dekat pengantin
perempuan.
4.
Boras beras 1.
simbol sumber kehidupan, supaya
pengantin mempunyai mata pencaharian yang
baik.
2. simbol kekuatan, supaya
pengantin selalu sehat dan kuat dalam
menghadapi hidup sehari- hari.
3. simbol kasih sayang dari
keluarga dekat pengantin perempuan kepada
pengantin. Diberikan pada
tahapan pelaksanaan upacara perkawinan
yaitu pada prosesi pemberian dekke
ikan mas, mandar hela sarung
pengantin laki-laki, dan ulos hela ulos
pengantin. Setelah pemberian
dekke ikan mas, mandar hela sarung
pengantin laki-laki, dan ulos hela ulos
pengantin langsung dilanjutkan dengan
pemberian boras beras kepada
pengantin. Boras beras juga
diberikan pada tahapan setelah
pelaksanaan upacara perkawinan pasca
upacara, yaitu pada prosesi paulak une
berkunjung dan prosesi maingkir
tangga ni boru menjenguk rumah
pengantin baru.
75
3.2 Metodologi Penelitian 3.2.1 Metode Penelitian