Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok

61

d. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama

Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 5. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama No. Agama Jumlah 1. Islam 11170orang 2. Kristen 9875 orang 3. Katholik 427orang 4. Hindu 4 orang 5. Budha 5 orang Total 21481 orang Sumber : Profil Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa penduduk kelurahan medan tenggara mayoritas menganut agama Islam.

e. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok

Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian pokok dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 6. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok No Pekerjaan Jumlah 1. Buruh swasta 3222 Orang 2. Pegawai negeri 495 Orang 3. Pengrajin 400 Orang 4. Pedagang 1239 orang 5. Penjahit 133 orang 6. Tukang batu 674 Orang 7. Tukang kayu 231 Orang 8. Peternak - 9. Nelayan - 10. Montir 67 orang 11. Dokter 71 orang 12. Sopir 114 Orang 13. Pengemudi becak 190 Orang 14. TNIPOLRI 103 Orang 15. Pengusaha 143 Orang TOTAL 2453 Orang Sumber : Profil Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 62 Tabel diatas menunjukkan mata pencaharian mayoritas Kelurahan Medan Tenggara adalah buruh swasta, dikarenakan mereka hanya menyelesaikan pendidikan sampai jenjang SLTP yang mengakibatkan mereka kurang memiliki skill dalam bidang pemikiran, tetapi mereka lebih mengandalkan tenaga otot dalam berwiraswasta sebagai pedagang.

3.1.5 Lembaga Pendidikan Kelurahan Medan Tenggara Kelurahan Medan Denai

Untuk mendapatkan gambaran mengenai lembaga pendidikan formal dan lembaga pendidikan formal keagamaan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 7. Lembaga Pendidikan Formal dan Lembaga Pendidikan Swasta No. Lembaga Pendidikan Jumlah 1. Gedung Play Group 1 unit 2. Gedung TK 5 unit 3. Gedung SDSederajat 4 unit 4. Gedung SMPSederajat 2 unit 5. 6. Gedung SMASederajat Perguruan Tinggi Swasta 3 unit 1 unit Total 16 unit Sumber : Profil Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 Kondisi lembaga di Kelurahan Medan Tenggara semakin membaik dengan bertambahnya lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri dapat dilihat dari jumlah lembaga pendidkan dari tabel diatas.

3.1.6 Fasilitas Peribadatan Kelurahan Medan Tenggara Kelurahan Medan Denai

Untuk mendapatkan gambaran mengenai fasilitas peribadatan di Kelurahan Medan Tenggara Kelurahan MedanDenai dapat dilihat pada tabel berikut ini : 63 Tabel 8. Fasilitas Peribadatan No. Fasilitas Peribadatan Jumlah 1. Masjid 9 unit 2 3. Mushola Gereja 7 unit 11 unit Total 27 unit Sumber : Profil Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 Di Kelurahan Medan Tenggara terdapat 27 unit tempat peribadatan yang terdiri dari 9 unit masjid, 7 unit mushola, dan 11 unit gereja.

3.1.7 Sejarah Masyarakat Batak Toba Di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai

Masyarakat Batak Toba merantau ke Kabupaten Sumatera Utara tepatnya di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai diperkirakan sekitar tahun 1980 silam, mereka datang dari berbagai daerah di Sumatra Utara dan dari berbagai golongan marga, dengan tujuan untuk mengadu peruntungan di tanah perantauan. Awalnya masyarakat Batak Toba yang merantau adalah golongan ekonomi menengah ke bawah, mereka beranggapan dengan merantau bisa memperbaiki keadaan hidup menjadi lebih baik. Awalnya populasi masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Medan Denai hanya berkisar 40 kepala keluarga, namun seiring dengan perkembangan zaman populasi masyarakat Batak Toba juga semakin bertambah. Pada tahun 1993 populasi masyarakat Batak Toba diperkirakan berkisar 100 kepala keluarga dengan mata pencaharian yang beragam, mulai dari tenaga pengajar, polisi, tentara, dan pedagang. Tahun 1994 merupakan tahun awal berkembangnya masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dari semua bidang kehidupan, mulai dari tingkat pendidikan hingga keadaan ekonomi yang sudah membaik. 64 Pada tahun yang sama masyarakat Batak Toba sepakat untuk membentuk punguan kumpulan marga sesuai dengan marga masing-masing. Ada yang disebut dengan kumpulan marga-marga parna Pomparan ni Ompuntta Raja Nai Ambaton, kumpulan marga Siagian, marga Simanjuntak, dan masih banyak lagi kumpulan marga yang tetap berjalan sampai sekarang. Kumpulan marga ini mempunyai tugas untuk urusan adat, seperti adat perkawinan, adat pemberian nama, dan adat kematian. Selain kumpulan marga ada juga sebuah kumpulan yang khusus untuk mengurus masalah adat kematian, yaitu STM Serikat Tolong Menolong. Sampai tahun 2009 populasi masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai berkisar 70 kepala keluarga atau sekitar 200 jiwa. Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai merupakan Kelurahan yang paling banyak dihuni oleh masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Denai.

3.1.8 Gambaran Demografis

Pasangan suami-istri di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan denai hingga tahun 2009 berkisar 120 pasang, dengan usia mayoritas 30-50 tahun. Mata pencaharian mayoritas Pegawai pedagang dan buruh swasta. Pasangan suami-istri tersebut mayoritas menganut agama Islam dan Kristen.

3.1.9 Sejarah Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai

Umumnya masyarakat Batak Toba yang ada di Kecamatan Medan Tenggara adalah perantau yang berasal dari daerah Tapanuli dan menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Meskipun perantau 65 masyarakat Batak Toba tidak melupakan adat istiadat yang diwariskan oleh oppung sijolo-jolo tubu nenek moyang kepada mereka. Salah satu adat istiadat tersebut adalah adat perkawinan. Pelaksanaan adat perkawinan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dimulai dari tahun 1991 dan merupakan awal pelaksanaan adat perkawinan yang dilakukan untuk masyarakat Batak Toba yang berdomisili di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, kemudian disusul oleh masyarakat Batak Toba pendatang yang hanya tinggal untuk beberapa waktu. Terjadinya upacara perkawinan masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai disebabkan berbagai faktor. Pertama, faktor pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan dalam waktu lama, faktor ini menjadi salah satu alasan bagi masyarakat Batak Toba yang merantau ke Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, mereka beranggapan jika melaksanakan upacara perkawinan di kampung halaman atau daerah asal akan membutuhkan waktu yang lama, sementara pekerjaan tidak bisa ditinggalkan dalam waktu yang lama. Untuk mengatasi hal tersebut maka calon pengantin sepakat untuk mengadakan upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Kedua, kedaaan ekonomi yang memadai. Faktor ini sangat berpengaruh bagi calon pengantin yang ingin melaksanakan upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Dengan keadaan ekonomi yang memadai akan lebih memudahkan calon pengantin dalam mengurus segala keperluan untuk adat perkawinan. Dibandingkan dengan melaksanakan upacara perkawinan di daerah asal yang 66 sangat jauh dari daerah perantauan serta membutuhkan tenaga dan waktu yang lebih banyak. Ketiga, calon pengantin perempuan merupakan warga tetap Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, artinya berasal dari suku Batak Toba yang sudah menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Faktor ini juga sangat berpengaruh bagi masyarakat Batak Toba untuk melaksanakan upacara adat di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Karena adat upacara perkawinan Batak Toba biasanya harus dilaksanakan di tempat orang tua calon pengantin perempuan dialap jual, sehingga calon pengantin laki-laki harus melaksanakan upacara perkawinan di tempat calon pengantin perempuan. Untuk mengurus semua keperluan upacara perkawinan yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai tentunya melibatkan berbagai pihak yang mempunyai kepentingan tertentu. Pihak yang terkait adalah pihak dari marga calon pengantin laki-laki dan marga dari pihak calon pengantin perempuan. Dengan adanya kumpulan marga yang sudah terbentuk dari tahun 1993 akan memudahkan masyarakat Batak Toba dalam mengurus adat perkawinan. Kemudian marga dari pihak calon pengantin laki-laki dan marga dari pihak calon pengantin perempuan akan merundingkan segala sesuatu yang diperlukan dalam upacara perkawinan. Mulai dari uang mahar, waktu pelaksanaan upacara, parjambaron pembagian jambarberkat berupa daging, jumlah ulos yang akan diberikan pihak calon pengantin perempuan kepada kedua pengantin beserta keluarga dekat dari pihak calon pengantin laki-laki. Perundingan ini 67 disebut juga dengan upacara-upacara sebelum perkawinan pra perkawinan, yaitu membicarakan segala sesuatu yang diperlukan untuk upacara pelaksanaan perkawinan dan upacara setelah perkawinan pasca perkawinan.

3.1.10 Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai

Upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai seperti yang sudah dijelaskan di atas dimulai pada tahun 1991. Hingga tahun 2009 sudah banyak pasangan suami-istri yang melaksanakan upacara perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Sementara upacara perkawinan adat Batak Toba yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai mulai tahun 1991-2009 yang termasuk warga pendatang diperkirakan berkisar 10 pasangan suami-istri. Selanjutnya upacara perkawinan adat Batak Toba yang terjadi di luar Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai tetapi berasal dari warga masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan denai diperkirakan sekitar 20 pasangan suami-istri. Untuk mengetahui jumlah pasangan suami-istri yang melaksanakan upacara perkawinan adat Batak di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dan menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai yang dimulai dari tahun 2003 sampai tahun 2010 dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 10. Jumlah Pasangan Suami-Istri yang Melaksanankan Upacara Perkawinan No. Tahun Perkawinan Jumlah Pasangan yang Melaksanakan Upacara Perkawinan 1. 2003 4 pasangan suami-istri 2. 2004 5 pasangan suami-istri 3. 2005 4 pasangan suami-istri 4. 2006 1 pasangan suami-stri 5. 2007 5 pasangan suami-istri 68 6. 2008 2 pasangan suami-istri 7. 2009 3 pasangan suami-istri 8. 2010 6 pasangan suami-istri Sumber : Buku Catatan Naung Marbagas keterangan sudah menikah Masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Jemaat HKBP Menteng Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai mulai tahun 2003-2009 berjumlah 24 pasangan suami-istri. Dan yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami-istri yang usia perkawinannya 5 tahun ke atas, yaitu perkawinan dari tahun 2003 sampai tahun 2009 ada sebanyak 11 pasangan suami-istri, maka dari kesebelas 11 pasangan suami-istri tersebut peneliti menentukan informan utama sebanyak enam 6 pasangan suami-istri. Alasan peneliti menentukan informan utama sebanyak enam 6 pasangan suami-istri karena data yang peneliti butuhkan sudah mencukupi. 3.1.11 Tata Cara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Pada umumnya tata cara adat perkawinan yang terjadi pada masyarakat Batak Toba berbeda satu sama lain, artinya kebiasaan tata cara adat perkawinan masyarakat Batak Toba di satu tempat berbeda dengan kebiasaan tata cara di tempat lain. Demikian halnya tata cara yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai, namun prinsipnya tetap sama yaitu berdasarkan prinsip Dalihan Na Tolu tungku nan tiga. Dalihan Na Tolu tungku nan tiga merupakan tiang penopang yang memegang peranan penting dalam adat Batak Toba termasuk adat perkawinan. Perbedaan ini disebabkan adanya pergeseran pandangan masyarakat Batak Toba akan nilai-nilai adat perkawinan tersebut dan tingginya tingkat kognitif 69 masyarakat Batak Toba. Dampaknya masyarakat Batak Toba dimanapun berada akan selalu menyesuaikan tata cara pelaksanaan adat perkawinan tersebut dengan cara pandang mereka dan kebiasaan yang terjadi di daerah tersebut. Demikian halnya dengan tata cara adat perkawinan yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai juga mempunyai perbedaan dengan tata cara adat perkawinan masyarakat Batak Toba di daerah lain. Perbedaan yang terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai disebabkan masyarakat Batak Toba yang menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai berasal dari berbagai daerah dengan kebiasaan adat yang berbeda pula, tingkat pendidikan yang semakin tinggi dan pergeseran pandangan terhadap adat perkawinan tersebut. Salah satu pergeseran pandangan masyarakat adat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai terhadap pelaksanaan adat perkawinan ditandai dengan adanya penyesuaian masyarakat dengan kepentingan mereka sendiri, salah satu bentuk penyesuaian tersebut adalah efisiensi waktu. Masyarakat Batak Toba yang menetap di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai umumnya mempunyai kesibukan yang sangat padat, sehingga waktu menjadi sangat penting dalam pembinaan kehidupan. Artinya masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai akan memprioritaskan kebutuhan ekonomi rumah tangga dibandingkan dengan hal-hal lain termasuk adat-istiadat dan pergaulan sosial lainnya. Dampaknya adat perkawinan mengalami perubahan menjadi lebih ringkas, sebagian tahapan-tahapan sebelum pelaksanaan upacara perkawinan pra perkawinan sudah disatukan dengan tahapan lain. Dan upacara setelah 70 perkawinan juga sudah disatukan pada upacara pelaksanaan perkawinan. Adapun tata cara upacara perkawinan yang lazim terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 11. Tata Cara Adat Perkawinan yang Lazim No. Tahapan Upacara Adat Perkawinan Tata Cara Upacara Adat Perkawinan yang Lazim Terjadi di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Keterangan 1. Upacara sebelum perkawinan pra perkawinan 1. Marhori-hori dingding perkenalan 2. Marhusip perundingan diam- diam 3. Marhata Sinamot merundingkan mas kawinuang mahar Prosesi marhori- hori dingding perkenalan di Desa Bumi Sari terkadang sudah disatukan ke dalam prosesi marhusip perundingan diam- diam sementara patua hata melamar sudah tidak dilaksanakan secara resmi, dengan anggapan kesepakatan antara kedua calon pengantin sudah merupakan keputusan terakhir sehingga tidak perlu lagi untuk melaksanakan prosesi patua hata melamar. 2. Upacara pelaksanaan perkawinan 1. Mambahen sibuhai-buhai makanan pembuka 2. Masilehonan bunga saling memberi bunga 3. Acara keagamaan sesuai dengan agama masing-masing 4. Acara mangan di alaman makan di halaman 5. Pasahatho dekke parboru penyampaian ikan oleh pihak perempuan 6. Manjalo tumpak paranak menerima sumbangan 7. Mambagi parjambaron pembagian berkat berupa daging 71 8. Masisesaan di alaman membicarakan mas kawin yang tinggal 9. Mangalehon ulos pemberian ulos oleh pihak perempuan 10. Mangolophon raja huta menyambut tokohpendiri suatu daerah tertentu dan acara penutup. 3. Upacara Sesudah Perkawinan pasca perkawinan 1. Paulak Une berkunjung 2. Maningkir tangga ni boru mengunjungi rumah pengantin baru Paulak Une berkunjung oleh masyarakat Batak Toba di Desa Bumi Sari sudah dilaksanakan pada tahapan upacara perkawinan, yaitu setelah prosesi mangolophon raja huta menyambut tokohpendiri suatu kampung. Hal ini disebabkan waktu kedua belah pihak yang tidak memungkinkan untuk melaksanakannya secara terpisah. Sumber : Hasil Wawancara dengan Tokoh Adat Batak di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Tahun 2011 Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai sudah dipersingkat, pada tahapan upacara sebelum perkawinan pra perkawinan masyarakat hanya menjalankan prosesi marhusip perundingan diam-diam dan prosesi marhata sinamot merundingkan emas kawin sedangkan prosesi marhori- hori dingding perkenalan pihak perempuan dengan pihak laki-laki dan prosesi patua hata melamar yang lazim dilakukan oleh oppung sijolo-jolo tubu nenek moyang masyarakat Batak Toba seperti yang sudah dijabarkan pada bab dua sudah disatukan dalam prosesi marhusip perundingan diam-diam. 72 Demikian juga pada tahapan upacara sesudah perkawinan pasca perkawinan di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai sudah disatukan pada tahapan upacara pelaksanaan perkawinan, pada tahapan sesudah perkawinan pasca perkawinan prosesi paulak une berkunjung sudah disatukan dalam upacara pelaksanaan perkawinan yaitu setelah prosesi mangolophon raja menyambut tokohpendiri suatu kampung. Adapun tahapan adat perkawinan yang dikaji dalam penelitian ini adalah pada tahapan pemberian benda adat atau simbol oleh orang tua pengantin perempuan kepada kedua pengantin yaitu pada tahapan pelaksanaan perkawinan tepatnya pada tata cara yang kelima pasahathon dekke parboru penyampaian ikan oleh pihak perempuan dan pada tata cara yang kesembilan mangalehon ulos dohot mandar hela pemberian ulos dan sarung pengantin laki-laki oleh pihak perempuan. Pada tahapan pasca perkawinan yaitu pada tata cara paulak Une kunjungan yang dilakukan oleh pihak laki-laki beserta pengantin ke rumah pihak perempuan dan pada tata cara maningkir tangga ni boru kunjungan yang dilakukan oleh pihak perempuan ke rumah pihak laki-laki untuk melihat keadaan pengantin baru. Benda adat yang diberikan pada keempat tata cara tersebut berupa dekke ikan mas, mandar hela sarung pengantinmenantu laki-laki, ulos hela ulos pengantinmenantu laki-laki, dan boras beras. 3.1.12 Bentuk Komunikasi Simbolik Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai Bentuk komunikasi simbolik yang digunakan dalam upacara perkawinan masyarakat adat Batak Toba adalah berupa benda adat yang khusus ditujukan kepada pengantin. Benda ini, oleh masyarakat adat Batak Toba digunakan sebagai pelengkap pesan-pesan atau nilai-nilai perkawinan, selain itu juga sebagai 73 aksentuasi atau menekankan nilai-nilai perkawinan tersebut. Simbol- simbol yang dimaksud adalah ulos hela ulos pengantinmenantu laki-laki. berupa ulos ragi hotang, ihan atau dekke ikan mas, boras beras, dan mandar hela sarung pengantinmenantu laki-laki. Benda adat ini merupakan bentuk komunikasi simbolik digunakan oleh masyarakat Batak Toba dimanapun berada termasuk masyarakat Batak Toba di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai. Keempat benda tersebut diberikan oleh orang tua pengantin perempuan atau hula- hula pihak pemberi gadis. Adapun bentuk komunikasi simbolik yang menjadi benda adat dan ditujukan kepada pengantin menurut Sianipar 1991 : 222-241 dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 12. Bentuk Komunikasi Simbolik Pada Upacara Perkawinan No. Bentuk Komunikasi SimbolikBenda Adat Makna Benda Adat Waktu Pemberian 1. Dekke ikan mas 1. simbol kesuburanketurunan yang banyak, 2. simbol restu dari orang tua pengantin perempuan, 3. mata pencaharian yang baik, 4. kasih sayang dari orang tua pengantin perempuan. Diberikan pada tahapan pelaksanaan upacara perkawinan yaitu pada prosesi pemberian dekke ika mas oleh orang tua dan keluarga dekat pihak pengantin perempuan. 2. Mandar Hela sarung pengantin laki-laki Merupakan ajakan supaya pengantin laki-laki rajin mengikuti upacara-upacara adat tertentu. Mandar hela sarung pengantin laki-laki diberikan pada tahapan pelaaksanaan upacara perkawinan yaitu pada prosesi pemberian mandar hela sarung pengantin laki-aki dan ulos hela oleh orang tua pengantin perempuan. 3. Ulos Hela ulos pengantin berupa ulos 1. ragi pangolat pembatas melambangkan Ulos hela diberikan pada tahapan 74 ragi hotang keperkasaan pengantin laki-laki, artinya supaya menjadi pemimpin yang bijaksana dan dapat melindungi keluarga, 2. ragi keturunan keturunan melambangkan supaya pengantin mempunyai keturunan yang banyak sehingga regenerasi marga tetap terjaga. pelaksanaan upacara perkawinan yaitu pada prosesi pemberian mandar hela sarung pengantin laki-laki dan ulos hela oleh orang tua dan keluarga dekat pengantin perempuan. 4. Boras beras 1. simbol sumber kehidupan, supaya pengantin mempunyai mata pencaharian yang baik. 2. simbol kekuatan, supaya pengantin selalu sehat dan kuat dalam menghadapi hidup sehari- hari. 3. simbol kasih sayang dari keluarga dekat pengantin perempuan kepada pengantin. Diberikan pada tahapan pelaksanaan upacara perkawinan yaitu pada prosesi pemberian dekke ikan mas, mandar hela sarung pengantin laki-laki, dan ulos hela ulos pengantin. Setelah pemberian dekke ikan mas, mandar hela sarung pengantin laki-laki, dan ulos hela ulos pengantin langsung dilanjutkan dengan pemberian boras beras kepada pengantin. Boras beras juga diberikan pada tahapan setelah pelaksanaan upacara perkawinan pasca upacara, yaitu pada prosesi paulak une berkunjung dan prosesi maingkir tangga ni boru menjenguk rumah pengantin baru. 75 3.2 Metodologi Penelitian 3.2.1 Metode Penelitian