35 2.
Sentuhan haptics, meliputi tamparan, pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan, pegangan, rabaan, hingga sentuhan lembut sekilas.
3. Parabahasa vocalics, meliputi kecepatan berbicara, nada, intensitas suara,
intonasi, kualitas vokal, warna suara, dialek, dan sebagainya. 4.
Penampilan fisik, meliputi busana dan karakteristik fisik. 5.
Artefak, dapat berupa rumah, kendaraan, patung, lukisan, kaligrafi, foto dan benda-benda lain sejauh benda tersebut dapat diberi makna.
Bentuk komunikasi yang ingin dikaji di sini adalah komunikasi nonverbal yang menggunakan benda atau artefak sebagai media penyampaian pesannya.
Benda atau artefak tersebut mempunyai sifat tertentu yang dapat mempresentasikan pesan yang ingin disampaikan. Komunikasi simbolik ini ada
pada upacara perkawinan adat batak Toba.
2.4 Teori Interaksi Simbolik
Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu Soeprapto.
2007. Banyak ahli di belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan
bahwa individu adalah objek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain.
Interaksi simbolik dilakukan dengan menggunakan bahasa sebagai salah satu simbol yang penting dan isyarat decoding, akan tetapi simbol bukanlah
merupakan faktor-faktor yang telah terjadi namun merupakan suatu proses yang berlanjut. Maksudnya, ia merupakan suatu proses penyampaian ‘makna’.
36 Penyampaian makna dan simbol inilah yang menjadi hal pokok dalam interaksi
simbolik. Interaksi simbolik juga didefenisikan secara implisit melalui gerakan tubuh.
Dalam gerakan tubuh ini akan terimplikasi ataupun terlihat seperti suara atau vocal, gerakan fisik, dan sebagainya yang mengandung makna. Hal-hal yang
dicontohkan itu adalah simbol yang signifikan dari interaksi simbolik. Esensi interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas
manusia yaitu komunikasi dan pertukaran simbol yang diberi makna. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang
subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka
dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka. Defenisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi, objek, dan
bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Manusia hanya bertindak hanya berdasarkan defenisi atau penafsiran mereka atas objek-objek
disekeliling mereka. Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagaimana ditegaskan blumer, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan
dan menegakkan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini makna sikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah sesuatu
medium yang netral yang memungkinkan kekuatan sosial memainkan perannya melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan
kekuatan sosial Mulyana, 2001:68 Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah
interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara singkat
37 interaksionalisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: pertama
individu merespons sebuah situasi simbolik. Mereka merespon lingkungan, termasuk objek fisik dan sosial berdasarkan makna yang dikandung komponen-
komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan
dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga makna diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu kewaktu, sejalan dengan perubahan situasi
yang ditemukan dalam interaksi sosial. Menurut Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes 1993 dalam West-Turner
2008: 96, interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain,
menciptakan dunia simbolik dan bagaimana cara dunia membentuk perilaku manusia.
Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia Mind mengenai diri Self, dan hubungannya di
tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat Society dimana individu tersebut
menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas 1970 dalam Ardianto 2007: 136, Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna,
selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.
38 Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain:
1. Pikiran Mind adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang
mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.
2. Diri Self adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu
dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi
yang mengemukakan tentang diri sendiri the-self dan dunia luarnya. 3.
Masyarakat Society adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan,
dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih
secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain:
1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
2. Pentingnya konsep mengenai diri,
3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.
Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa
dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses
interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama. Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-
39 Concept”. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada
pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema terakhir pada interaksi simbolik
berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap
individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk
menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial.
2.5 MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA a.