Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian pendahuluan ini ada tujuh hal yang akan dibahas. Ketujuh hal tersebut adalah latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, pemecahan masalah, batasan pengertian, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 19 ayat 1 Mulyasa, 2008: 25 menyebutkan bahwa “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Jadi dalam proses pembelajaran bukan hanya kegiatan penyampaian informasi dari guru kepada siswa, melainkan kegiatan pendidikan yang diajarkan secara utuh dalam membentuk kepribadian dan intelektual anak. Proses pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian dan intelektual anak secara utuh tidak cukup hanya dengan penjelasan, melainkan pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berusaha menemukan dan mempelajari sendiri dari materi pelajaran. Kegiatan pembelajaran di sekolah bukan hanya memberikan atau mentransfer pengetahuan dari guru sebagai sumber pengetahuan kepada anak didik, melainkananak didiklah yang membangun atau 2 mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui interaksinya dengan objek, fenomena, pengalaman, serta lingkungan mereka. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi pengetahuan dibangun oleh orang yang belajar Suparno, 1997: 28-29. Proses pembelajaran di kelas sebaiknya dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri, maka guru di kelas hendaknya dapat menciptakan berbagai macam inovasi pembelajaran yang partisipatif, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan atau PAKEM sehingga siswa lebih terlibat dalam proses pembelajaran Djamarah, Syaiful Bahri, Zain, Aswan, 2010: 323. Siswa akan lebih aktif dalam menyampaikan pendapat, bertanya, mengamati, dan menjadikan siswa sebagai pembelajar bukan hanya sebagai gelas kosong yang relatif di isi dengan ilmu pengetahuan. Pada kenyataannya, idealisme proses pembelajaran seperti disebutkan di atas belum sepenuhnya terjadi di lapangan, misalnya di SDN Plaosan 1. Dari pengamatan langsung di kelas V SD Negeri Plaosan1 tanggal 25 September 2012tampak bahwa para siswaduduk diam dan mendengarkan penjelasan dari guru yang menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan mata pelajaran IPA. Ketika guru menggambar organ pencernaan di papan tulis dan menjelaskannya hanya 20 dari 25 siswa mencatat apa yang diterangkan oleh guru mengenai sistem pencernaan manusia. Ketika guru memberikan pertanyaan secara lisan kepada siswa, 80 dari 25 siswa diam tidak memberikan jawaban, guru harus menunjuk siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut.Begitu pula ketika guru 3 memberikan tugas untuk mengerjakan dipapan tulis, sebanyak 84 siswa diam, sehingga siswapun harus ditunjuk untuk mengerjakannya. Dilanjutkan dengan hasil observasi pada tanggal 10 Oktober 2012, terlihat bahwa dalam pembelajaran di kelas, guru masih dominan dalam menyampaikan materi pelajaran sedangkan siswa pasif dan tidak memperhatikan dengan serius materi yang disampaikan oleh guru. Ketika guru memberikan soal untuk dikerjakan di papan tulis, siswa masih ditunjuk oleh guru untuk mengerjakan soal yang diberikan. Saat siswa mengerjakan dipapan tulis, siswa tersebut menulis dengan jawaban yang salah. Soal yang diberikan oleh guru adalah “Sebutkan alat-alat pencernaan manusia secara urut”pada saat itu materinya adalah sistem pencernaan manusia dua siswa menjawab dengan menuliskan “mulut dan kerongkongan” sedangkan salah seorang siswa menulis dengan menuliskan jawaban “usus halus”, dimana jawaban yang benar adalah lambung. Namun, 80 siswa di kelas hanya membiarkan dan tidak memberi tanggapan terhadap jawaban siswa tersebut, bahkan siswa yang selanjutnya ditunjuk oleh gurupun diam tidak memberikan pendapat bahwa jawaban “usus halus” adalah salah, ia pun langsung menjawab dengan menuliskan “usus halus” sehingga gurulah yang meminta siswa tersebut untuk membetulkan jawabannya. Temuan gejala masalah tersebut dikonfirmasioleh guru kelas V komunikasi pribadi, 10 Oktober 2012 dalam wawancara sesudahpelajaran bahwadalam kegiatan pembelajaran siswa di kelas V sangat pasif. Guru juga menjelaskan bahwa ketika dalam diskusi hanya 4 4 siswa dari 25 siswa 16 ikut terlibat secara aktif dalam kegiatan diskusi seperti mengajukan usul dan menyampaikan pendapat, sedangkan siswa yang lain hanya sebagai pelengkap dalam kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya keterlibatan siswa dalam mengemukakan pendapat ketika berdiskusi dalam kelompok. Sedangkan dalam proses pembelajaran di kelas, hanya 7 siswa dari 25 siswa 28 berani untuk mengajukan pertanyaan atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru tanpa ditunjuk, sedangkan siswa yang lain hanya mendengarkan dan diam. Hal ini menjelaskan bahwa dalam pembelajaran di kelas masih menggunakanpembelajaran tradisional, dimana guru masih mendominasi dalam menyampaikan materi pelajaran, sedangkan siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Dari observasi dokumen, daftar nilai siswa kelas V semester I tahun pelajaran 20122013, sebanyak 60 dari 25 siswa mendapat nilai kurang dari 6,00 dengan nilai rata-rata ulangan harian dalam mata pelajaran IPA adalah 5,38 sedangkan KKM ulangan harian pada mata pelajaran IPA adalah 6,00. Sedangkan data dari nilai ulangan harian pada semester II tahun 20112012, sebanyak 50 dari 24 siswa mendapat nilai kurang dari 6,00. Rata-rata nilai ulangan harian adalah 5,75 sedangkan KKM ulangan harian dalam mata pelajaran IPA adalah 6,00. Hal ini menandakan bahwa rendahnya prestasi belajar dalam mata pelajaran IPA yang masih berada di bawah KKM. Dilihat dari hasil pengumpulan data melalui observasi dan wawancara, proses pembelajaran di SD Negeri Plaosan 1 kelas V 5 khususnya mata pelajaran IPA, dapat disimpulkan bahwa siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Hakiim 2009: 52 keaktifan siswa selama proses pembelajaran meliputi keaktifan dalam penginderaan, keaktifan dalam mengolah ide, dan menyatakan ide. Hal ini terlihat dari hasil observasi kelas tanggal 10 Oktober 2012, hanya 4 siswa dari 25 siswa 16 terlibat dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab tentang materi pembelajaran IPA selama proses pembelajaran. Kurangnya keterlibatan siswa selama proses pembelajaran mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa karena siswa tidak terlibat secara utuh baik secara fisik maupun secara mental dalam proses pembelajaran. Siswa tidak membangun pemahamannya sendiri dalam mendalami materi pelajaran namun hanya menerima penjelasan dari guru. Berpijak dari masalah tentang rendahnya keaktifan dan prestasi belajar di SDN Plaosan 1 khususnya mata pelajaran IPA, maka dibutuhkan metode untuk dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar seluruh siswa agar setiap siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran. Menurut Surya 2004: 7 pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Kelas tersebut membutuhkan metode pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui berbagai sumber belajar, baik dari pengamatan, dari teman-temannya maupun dari berbagai sumber yang 6 dapat memberikan makna bagi siswa.Dengan demikian,proses pembelajaran IPA di kelas tersebut dapat mengembangkan siswa secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Untuk itu dibutuhkan metode yang dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Metode tersebut diantaranya adalah metode inkuiri. Menurut Sund dan Trowbridge dalam Mulyasa, 2007: 109 mengatakan bahwa metode inkuiri terbagi menjadi tiga macam yaitu inkuiri terbimbing guided inquiry, inkuiri bebas free inquiry, dan inkuiri bebas yang dimodifikasi modified inquiry. Peneliti memilih menggunakan metode inkuiri terbimbing karena melalui metode inkuiri terbimbing dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir tetapi juga ikut terlibat secara fisik maupun mental. Proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam. Siswa akan membentuk pemahaman dengan baik dan sempurna karena siswa dapat mengamati tentang apa yang diperlihatkan guru selama pembelajaran berlangsung Roestiyah, 2001: 83. Hasilpenelitian Purbatin 2010 dan Widyaningsih 2010 menunjukkan bahwa metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA siswa sekolah dasar. Penelitian yang dilakukan oleh Zubaidah 2008 menunjukkan bahwa metode inkuiri dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan selama proses pembelajaran IPA. Jadi dengan metode inkuiri terbimbing siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajari sehingga pemahaman akan materi yang dipelajari dapat tertanam secara kokoh di 7 dalam ingatan siswa. Dengan metode inkuiri terbimbing pembelajaran terletak pada diri siswa yang sedang belajar. Siswa sendirilah yang membangun pengetahuannya sendiri bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa berusaha menemukan pengetahuan dari berbagai sumber belajar baik benda maupun peristiwa yang ditunjukkan oleh guru kepada siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, metode inkuiri terbimbing akan memberikan dorongan rasa ingin tahu pada diri siswa, sehingga siswa akan berusaha mencari dan menemukan sendiri tentang konsep yang sedang dipelajarinya. Siswa akan berusaha secara aktif untuk mencari informasi dan data yang dibutuhkan untuk mengkaji suatu permasalahan dalam proses pembelajaran, baik dengan diskusi maupun mencari informasi dari sumber yang lain. Jadi metode inkuiri terbimbing dapat mendorong siswa untuk berpartisipasi secara aktif baik secara fisik maupun mental dalam proses pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah