39 Tabel 28.
Kategori skor responden berdasarkan kecenderungan perilaku terhadap mengkonsumsi produk SawitA
Kategori n
Prosentase Baik ≥ 80
12 11,9
Cukup baik 60-79,9 73
72,3 Kurang baik 60
16 15,8
Total 101
100,0 Rataan ± SD
66,27±0,536 27-100
Nilai minimal-maksimal Berdasarkan hasil yang diperoleh secara keseluruhan pada Lampiran 4, rata-rata skor
responden cukup baik yaitu sebsar 66,27. Sebanyak 72,3 responden memiliki kecenderungan perilaku yang cukup baik terhadap konsumsi produk SawitA. Lalu
sebanyak 15,8 responden memiliki kecenderungan perilaku yang kurang baik terhadap konsumsi produk Sawit. Nilai yang diperoleh minimal 27 dan nilai maksimal 100. Nilai
yang dihasilkan cukup beragam, dapat diartikan kecenderungan perilaku responden juga beragam.
4. Sikap Responden Terhadap Mengkonsumsi Produk SawitA
Komponen sikap kognitif, afektif, dan kecenderungan perilaku merupakan tiga komponen sikap. Hasil kategori skor sikap responden secara keseluruhan dapat dilihat pada
Tabel 29. Tabel 29. Kategori skor sikap responden secara keseluruhan terhadap mengkonsumi
produk SawitA Rata-rata total skor
Nilai min-maks Rataan ± SD
Sikap kognitif 0-100
81,85±0,766 Sikap afektif
50-100 88,81±0,433
Kecenderungan perilaku 27-100
66,27±0,536 Sikap responden
33-100 78,98 ± 0,641
Setelah diperoleh seluruh skor untuk masing-masing komponen sikap, maka dapat diperoleh skor sikap responden secara keseluruhan. Rata-rata skor sikap responden secara
keseluruhan sebesar 78,98 dimana nilai tersebut termasuk cukup baik. Hal ini berarti responden memiliki sikap yang positif dan cukup baik terhadap konsumsi produk SawitA.
Hubungan antara tiga komponen sikap tersebut kognitif, afektif, dan kecenderungan perilaku memiliki pengaruh keterlibatan tinggi dalam pembentukan sikap seseorang
Setiadi 2003.
E. PERBANDINGAN CPO DAN MSMTF
Pada bulan pertama, responden diberikan produk SawitA CPO. Selama satu bulan tersebut, responden menilai atribut yang ada pada produk SawitA CPO berupa rasa, warna,
aroma, dan diidentifikasikan cara konsumsi produk tersebut. Terdapat beragam respon dan pernyataan dari responden mengenai produk SawitA CPO. Hasil wawancara dengan
kuesioner pada Lampiran 2 ditampilkan pada Tabel 30 dibawah ini.
40 Tabel 30. Cara konsumsi CPO dan MSMTF
Jenis Cara mengkonsumsi produk SawitA
Makanan Pokok Lauk pauk
Minuman Camilan
Lain-lain CPO
35 59
2 4
MSMTF 44
49 1
5 1
Pada bulan kedua, responden diberikan produk yang berbeda dari bulan sebelumnya, yaitu produk SawitA MSMTF. Wawancara kembali dilakukan dengan pertanyaan yang
sama seperti bulan sebelumnya. Pada masing-masing keluarga, pengunaan produk minyak sawit merah digunakan untuk beragam produk makanan ataupun minuman. Berdasarkan
data yang diperoleh pada Lampiran 6, penggunaan produk sawit merah CPO paling banyak pada lauk-pauk seperti tempe goreng, tahu goreng, telur, ikan, ayam, ataupun tumis sayuran
sebanyak 67 dan menurun menjadi 59 pada produk SawitA MSMTF. Penggunaan minyak sawit merah pada makanan pokok, seperti pada nasi goreng sebanyak 52,48 lalu
meningkat menjadi 79,21 pada penggunaan SawitA MSMTF. Alasan responden menggunakan produk SawitA pada jenis makanan tertentu karena menurut pendapat
41,58 untuk produk SawitA CPO dan 59,41 untuk produk SawitA MSMTF, produk tersebut membuat makanan menjadi lebih enak. Maka dari itu, responden kerap
menggunakannya di waktu-waktu berikutnya. Frekuensi penggunaan produk SawitA dapat
dilihat pada Tabel 31.
Tabel 31. Frekuensi penggunaan produk SawitA Jenis
Frekuensi Penggunaan Setiap hari
5-6xminggu 3-4xminggu
1-2xminggu Lain-lain
CPO 84
2 7
4 3
MSMTF 86
6 4
4 Pada bulan pertama, responden menerima produk minyak sawit merah berupa CPO.
Frekuensi penggunaan produk dibagi menjadi lima kelompok yaitu 1-2xminggu, 3- 4xminggu, 5-6xminggu, setiap hari, atau keterangan lainnya. Berdasarkan data yang
diperoleh, sebanyak 84 responden menggunakan produk CPO setiap hari. Frekuensi penggunaan produk SawitA MSMTF menunjukkan peningkatan yang berbeda dari produk
sebelumnya. Responden yang menggunakan produk SawitA MSMTF selama setiap hari sebanyak 86. Hal ini menunjukkan bahwa responden menyukai menggunakan produk
SawitA setiap harinya. Peningkatan jumlah frekuensi dari 84 menjadi 86 dikarenakan responden lebih banyak yang menyukai produk MSMTF dibandingkan dengan produk
CPO. Pada Lampiran 5 terdapat alasan responden menggunakan produk SawitA dalamfrekuensi waktu tertentu. Sebanyak 51,49 menyatakan suka untuk produk SawitA
CPO dan juga produk SawitA MSMTF. Pada Tabel 32 dapat dilihat jenis masakan yang diaplikasikan dengan produk CPO dan MSMTF.
Tabel 32. Jenis masakan yang diaplikasikan Jenis
Jenis Masakan Rebus
Tumis Goreng
Lain-lain CPO
9,9 85,15
37 1
MSMTF 8,9
91,09 31
41 Pada tahap sosialisasi, telah diberitahukan pada responden bahwa dianjurkan
penggunaan produk minyak sawit pada masakan yang ditumis. Data yang diperoleh pada Lampiran 7, sebanyak 85,15 responden menggunakan produk Sawit A CPO dan
sebanyak 91,09 responden menambahkan produk SawitA MSMTF untuk menumis, seperti menumis kangkung, sawi, tauge, dan beragam sayuran lainnya. Sebanyak 1
responden menambahkan produk minyak sawit merah CPO dan MSMTF dengan instruksi yang tidak biasa yaitu pada produk makanan lainnya, seperti menambahkan pada sereal,
mengoleskan pada roti, dan menambahkan pada sambal. Produk SawitA CPO lebih banyak digunakan pada jenis masakan goreng dibandingkan produk SawitA MSMTF. Sementara
itu, pada produk SawitA MSMTF lebih banyak digunakan pada jenis masakan tumisan dibandingkan produk SawitA CPO. Pada Tabel 33, dapat dilihat pendapat konsumen
mengenai atribut rasa, aroma, dan warna dari produk SawitA. Tabel 33. Kesan konsumen terhadap atribut rasa, aroma, warna sensori produk SawitA
Pada Tabel 32, di antara beragam jenis masakan yang menggunakan produk SawitA, sebanyak 72,28 responden menyatakan rasa masakannya dengan penambahan produk
SawitA biasa saja, tidak ada yang aneh ataupun terasa berbeda. Pada produk di bulan kedua, yaitu produk SawitA MSMTF, sebanyak 58,42 menyatakan bahwa rasa
masakannya juga biasa saja, tidak ada perbedaan yang berarti jika dibandingkan dengan penggunaan minyak komersil. Sebanyak 1,98 responden menyatakan bahwa rasa
masakan dengan produk SawitA CPO terasa pahit dan pada produk SawitA MSMTF tidak ada lagi yang menyatakan bahwa rasanya pahit.
Data menunjukkan bahwa pada produk SawitA MSMTF rasa yang dihasilkan lebih gurih dibandingkan dengan produk SawitA CPO. Rasa gurih tersebut berasal dari fraksi
stearin dari minyak kelapa sawit tersebut. Sedangkan rasa yang kurang enak yang berasal dari produk SawitA CPO kemungkinan berasal dari komponen minor dari CPO itu sendiri
seperti asam lemak bebas yang telah teroksidasi Ketaren 1986, dimana jumlah asam lemak bebas pada produk SawitA CPO lebih banyak daripada jumlah asam lemak pada
produk SawitA MSMTF Winarno 1999. Pada atribut aroma, setelah menggunakan produk SawitA CPO, sebanyak 45,54
responden menyatakan bahwa aroma masakannya beraroma minyak seperti masakan pada biasanya dan 41,58 pada produk SawitA MSMTF. Sebanyak 22,78 responden
Karakteristik CPO
MSMTF Rasa
Pahit 1,98
Biasa 72,28
58,42 Gurih
12,87 41,58
Lainnya 12,87
Aroma Minyak
45,54 41,58
Tengik 17,82
1,98 Wangi
13,86 27,72
Lainnya 22,78
28,72 Warna
Mengganggu 1,98
Tidak mengganggu 98,02
100
42 menyatakan aroma masakannya dengan keterangan lain-lain, yaitu biasa saja, tidak bau,
tidak suka, dan “enek”. Responden yang menyatakan bahwa aroma masakannya setelah
menggunakan produk SawitA CPO beraroma tengik sebesar 17,82, tetapi pada produk SawitA MSMTF jumlah tersebut berkurang menjadi 1,98. Pada CPO tidak dilakukan
proses deodorisasi atau penghilangan bau, maka dari itu bau asli dari minyak tersebut masih tercium. Pada proses pembuatan produk SawitA MSMTF dilakukan proses deodorisasi
sehingga bau tidak enak dari minyak kelapa sawit tersebut hilang. Aroma yang kurang sedap, seperti bau khas dari minyak sawit pada produk SawitA CPO ditimbulkan oleh
persenyawaan beta ionone Ketaren 1986. Produk SawitA CPO berbasis minyak sawit merah memiliki warna merah berbeda dari
produk minyak goreng pada umumnya. Pada saat digunakan pada masakan, warna masakan yang timbul sedikit lebih merah kekuningan dibandingkan dengankan dengan masakan
yang menggunakan minyak goreng komersil. Berdasarkan hasil masakan tersebut, sebanyak 98,02 responden tidak merasa terganggu dengan warna masakannya dan
sebanyak 1,98 responden menyatakan terganggu dengan warna masakan yang dihasilkan produk SawitA CPO. Sementara itu, setelah menggunakan produk SawitA MSMTF,
seluruh responden tidak merasa terganggu dengan warna yang dihasilkan oleh produk ini. Hal ini terjadi dikarenakan warna produk SawitA MSMTF lebih jernih dibandingkan
dengan dengan produk SawitA CPO. Sehingga responden tidak merasa keberatan saat menggunakan produk SawitA MSMTF.
Warna merah pada hasil masakan yang menggunakan kedua produk SawitA berasal dari tingginya kandungan karotenoid dari minyak sawit merah tersebut sehingga terbentuk
warna merah alami yang sebenarnya merupakan salah satu pigmen alami yang bermanfaat bagi kesehatan, yaitu pigmen karoten Ketaren 1986. Produk SawitA MSMTF memiliki
warna yang lebih jernih karena telah dilakukan proses netralisasi menggunakan penambahan soda kaustik untuk menghilangkan kotoran yang terdapat pada minyak.
Responden telah mengkonsumsi kedua produk SawitA yaitu CPO dan MSMTF, dan telah mengetahui atribut dari setiap produk, perbedaan dari tiap produk, sehingga responden
secara keseluruhan dapat memilih produk mana yang lebih mereka sukai. Hasil yang diperoleh, sebanyak 83 responden lebih memilih produk SawitA MSMTF dibandingkan
dengankan dengan SawitA CPO. Sementara itu, sebanyak 17 responden memilih produk SawitA CPO. Perbedaan yang cukup besar ini disebabkan oleh pada produk SawitA
MSMTF bau asal dari minyak kelapa sawit sudah dihilangkan dengan proses deodorisasi, sementara pada SawitA CPO menggunakan minyak sawit asli.
Berdasarkan data pada Lampiran 8, komponen yang mereka tidak sukai dari produk SawitA CPO adalah, teksturnya yang seperti berlemak dan bergajih, kental, tidak enak,
getir dan aromanya yang kurang enak, seperti obat. Hal yang mereka sukai dari produk SawitA MSMTF adalah warnanya yg jernih, rasanya yang tidak jauh berbeda dari minyak
goreng komersial, dan aromanya yang tidak mengganggu. Hanya sebagian kecil responden di antara 17 responden yang memilih produk SawitA CPO menyatakan bahwa mereka
lebih memilih produk SawitA CPO karena sudah terbiasa dengan rasanya dan teksturnya yang lebih padat jadi tidak cepat habis digunakan.
F. HUBUNGAN ANTARA VARIABEL