11 Dalam jaringan, tokoferol juga mencegah terjadinya oksidasi asam lemak tidak jenuh dan
membantu mempertahankan fungsi membran sel. Tokoferol dapat mencegah proses oksidasi dengan memberikan elektron sehingga melindungi asam lemak tidak jenuh dalam membran sel
dari kerusakan karena oksidasi. Oleh sebab itu, istilah antioksidan digunakan untuk menunjukkan peran vitamin E dalam melindungi sel dan membran sel dari kerusakan tersebut
Williams 1973. Kekurangan tokoferol dapat menyebabkan kerusakan hati dan perubahan fungsi membran Lehninger 1982. Menurut Winarno 1991, kekurangan vitamin ini pada
manusia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan hemolisis butir darah merah. Dampak kekurangan vitamin E pada manusia dapat menyebabkan jangka hidup butir darah merah
menjadi lebih pendek, yaitu hanya 110 hari dibandingkan dengan 123 hari pada kondisi normal. Menurut Recommended Dietary Allowances RDA, kebutuhan tubuh akan vitamin E bagi orang
dewasa berkisar antara 2,6-15,4 mg per hari dengan rata-rata 7,4 mg per hari. Tokoferol ditemukan pada minyak sayuran, terutama kecambah Lehninger 1982. Sumber
vitamin E lainnya adalah minyak tumbuh-tumbuhan, susu, telur, daging, ikan, padi-padian, dan sayuran hijau. Kandungan vitamin E tinggi ditemukan dalam jaringan hijau yang gelap, masa
pertengahan tumbuhan, daun-daun hijau, dan buah-buahan berwarna. Produk hewani seperti daging, ikan, unggas, dan produk-produk hewani turunan seperti susu, telur memiliki kandungan
tokoferol yang lebih rendah dibandingkan dengankan produk serealia dan sayuran. Tokoferol adalah senyawa minor yang terdapat pada CPO. Menurut Wong et al. 1988, crude palm oil
mengandung tokoferol sebesar 794 ppm, refined, bleached, and deodorized RBD sebesar 563 ppm, RBD palm oil sebesar 643 ppm, dan RBD palm stearin sebesar 261 ppm.
G. KEKURANGAN VITAMIN A DI INDONESIA
Telah diperkirakan lebih dari 254 juta anak-anak usia pra sekolah mengalami risiko KVA dan 50 dari anak-anak tersebut berasal dari Asia Tenggara. Adanya kasus KVA di seluruh
dunia menyebabkan kematian pada anak-anak setiap tahunnya dan menyebabkan kebutaan pada lebih dari setengah juta anak-anak di seluruh dunia. Pada tahun 1970, sebanyak 2-7 penduduk
Indonesia menderita xeropthalmia. Program penanggulangan KVA di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an, namun sampai saat ini masalah KVA masih menjadi salah satu masalah gizi
utama di Indonesia. Pada tahun 1988, WHO menyebutkan bahwa terdapat 23 negara di seluruh dunia yang memiliki risiko kekurangan vitamin A yang tinggi. Empat di antaranya yaitu India,
Indonesia, Bangladesh, dan Filipina memiliki masalah yang serius dalam permasalahan KVA ini Gillespie Mason 1994.
KVA tingkat berat xeroftalmia yang dapat menyebabkan kebutaan sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat sub-klinis, yaitu KVA yang belum menampakkan gejala nyata masih diderita
oleh sekitar 50 anak-anak usia pra sekolah di Indonesia. Sampai saat ini strategi penanggulangan KVA masih bertumpu ada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul
vitamin A biru 100.000 IU diberikan kepada bayi 6-11 bulan satu kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari atau Agustus, sedangkan kapsul A merah 200.000 IU diberikan kepada
anak balita 1-5 tahun setiap bulan Februari dan Agustus, serta kepada ibu nifas paling lambat 30 hari setelah melahirkan Depkes 2009.
Hingga saat ini, isu gizi yang marak timbul adalah masalah kekurangan gizi mikro menyangkut defisiensi zat besi, yodium, asam folat, vitamin A dan beberapa jenis vitamin B.
Rendahnya asupan zat gizi mikro tersebut menyebabkan tingginya kasus penyakit kurang zat gizi mikro KGM. Dampaknya dapat dilihat jelas dengan meningkatnya angka kematian ibu dan
anak serta penyakit infeksi, menurunnya kecerdasan anak serta produktivitas kerja. Prevalensi
12 kurang zat gizi mikro di Indonesia sebesar 50-60, dengan 9 angka kematian anak dan 13
kematian ibu disebabkan oleh kekurangan vitamin A. Pada tahun 2004, 10 juta anak balita di Indonesia mengalami KVA. Masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan
mengalami KVA dengan risiko yang sangat mengkhawatirkan Siswanto 2007. Apabila dibandingkan dengan angka kebutaan di negara-negara regional Asia Tenggara,
angka kebutaan di Indonesia 1,5 merupakan yang tertinggi, kemudian diikuti oleh Bangladesh 1, India 0,7 dan Thailand 0,3. Sebagian besar masyarakat Indonesia yang
mengalami kebutaan berasal dari keluarga status ekonomi kurang mampu dan belum memiliki akses langsung dengan pihak pelayanan kesehatan Astuti 2008. Apabila seorang anak
mengalami kekurangan vitamin A, anak yang bersangkutan akan menderita penyakit rabun ayam dan yang lebih parah lagi dapat menimbulkan kebutaan. Berdasarkan hasil survey indera
penglihatan dan pendengaran tahun 2007 yang dilakukan di delapan propinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di Indonesia sebesar 1,5. Sebesar 0,78 disebabkan oleh katarak,
glaukoma 0,20 dan kelainan refraksio sebesar 0,14 Siswanto 2007.
H. SIKAP KONSUMEN