28
C. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Aspek Sosiodemografi
Umur Jenis Kelamin
Responden dalam penelitian ini terdiri atas anak-anak, remaja, dewasa dan manula. Umur anak dalam penelitian ini dimulai dari 9 tahun sampai 12 tahun sesuai dengan target
peneliti untuk meneliti anak mulai dari usia sekolah dan usia pada saat berkembangnya sisi psikomotorik anak tersebut. Sementara responden remaja berumur 13 sampai 17 tahun.
Responden dengan umur 18 sampai 55 tahun dikelompokkan dalam kelompok dewasa. Sedangkan pada kelompok manula, berumur 55 tahun ke atas. Perbandingan umur
responden pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Sebaran responden berdasarkan umur dan jenis kelamin Responden pada penelitian ini berjumlah 101 orang, dengan prosentase anak-anak
sebesar 10,9, remaja sebanyak 11,9, dewasa 68,3, dan manula sebanyak 9. Dilihat dari prosentase yang didapat, sebanyak 68,3 responden terdiri atas responden dewasa,
dimana mereka berada dalam fase produktif dan dapat menerima pengetahuan mengenai kesehatan dan mengembangkannya untuk keluarga mereka masing-masing.
Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang digunakan pada penelitian ini diharapkan menghasilkan jumlah yang berimbang dengan tujuan agar dapat
dilihat respon yang berimbang antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat perbandingan jumlah responden laki-laki dan perempuan pada penelitian ini.
Jumlah pria sebanyak 42 orang dan perempuan sebanyak 59 orang. Jumlah tersebut termasuk orang tua, serta anak-anak yang menjadi target dari penelitian ini. Kebanyakan
pria terutama kepala rumah tangga dan anak laki-laki yang sudah dewasa bekerja sehingga tidak berkenan menjadi responden dalam penelitian ini. Pada fase umur dewasa, jumlah
responden sebanyak 68,3 dari total responden terdiri dari 22,8 responden laki-laki dan 45,5 responden perempuan. Umur berpengaruh terhadap kecepatan seseorang untuk
menerima dan merespon informasi yang diterima. Pada penelitian Rita 2002, umur merupakan salah satu faktor yang berhubungan signifikan dengan preferensi konsumsi
29 pangan.Umur dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap suatu barang atau jasa
Kotler Armstrong 1995.
Lama Pendidikan Karakteristik penduduk Desa Sinarsari yang terlibat dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 6 sebagai berikut.
Gambar 6. Sebaran responden berdasarkan lama pendidikan Tingkat pendidikan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang dalam pengalokasian
pendapatan untuk kebutuhan pangan. Sebanyak 75 dari responden penelitian ini, memiliki lama pendidikan antara 1 sampai 6 tahun, atau sekolah dasar. Kebanyakan
penduduk Desa Sinarsari dan juga desa-desa lainnya di Kecamatan Dramaga tidak menyelesaikan pendidikan dasarnya karena terlibat masalah ekonomi. Mereka lebih
mementingkan untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya, termasuk anak-anak, dibandingkan dengan melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi Anonim
2011
b
. Tingkat pendidikan seseorang akan menentukan kemampuan seseorang untuk
menangkap suatu informasi, pola pikir, dan tingkat pengetahuannya. Tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan pangan keluarga. Tingginya
tingkat pendidikan orang tua memberi peluang lebih besar memperoleh pengetahuan tentang gizi dan tentang makanan sehat bagi keluarga, dimana atribut gizi suatu produk
pangan menjadi penting bagi mereka Madaniyah 2003.
Pekerjaan Penduduk Desa Sinarsari memiliki beragam mata pencaharian untuk memenuhi
kebutuhan mereka sehari-hari. Di Desa Sinarsari tersebut, tidak ada komoditi khusus yang menjadi mata pencaharian utama dari penduduknya. Lahan pertanian dimiliki oleh individu
dan mereka bebas menanam apa saja tanpa ada keharusan dari pihak desa. Pada Tabel 15 dapat dilihat sebaran penduduk Desa Sinarsari berdasarkan pekerjaan mereka.
30 Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan pekerjaan
Jenis pekerjaan Jumlah
n IRT
41 40,59
Buruh 25
24,75 Pelajar
20 19,80
Karyawan 7
6,93 Tidak bekerja
7 6,93
Pedagang 1
0,99 Total
101 100
Berdasarkan data yang telah diperoleh, prosentase paling besar terdapat pada pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu 40,59. Selanjutnya adalah pekerjaan sebagai buruh,
sebesar 24,75. kebanyakan dari kepala keluarga responden berprofesi sebagai buruh lepas, dimana setiap hari pekerjaan mereka tidak menentu, dari mulai buruh bangunan,
buruh properti, hingga pemulung sampah.
Pendapatan per Kapita per Bulan
Berdasarkan jenis pekerjaan yang ada pada Tabel 14, didapat pula pendapatan per kapita per bulan dari masing-masing kepala keluarga. Dari 40 keluarga, dapat dilihat
pendapatan per kapita per bulan para responden yang terbanyak berada pada jumlah Rp 100.000,00
– Rp 250.000,00 per bulan. Sementara itu pendapatan rata-rata perkapita per bulan sebesar Rp 217.502,71. Tingkat pendapatan akan menentukan jenis pangan yang
akan dibeli Berg 1986. Sanjur 1982 menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang tinggi akan memberikan peluang yang lebih besar untuk memilih pangan yang lebih baik.
Pendapatan per kapita dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai berikut.
Gambar 7. Sebaran responden berdasarkan pendapatan per kapita per bulan Pendapatan per kapita berhubungan erat dengan besar keluarga. Pendapatan per kapita
berkurang dengan penambahan jumlah anggota keluarga. Semakin besar ukuran keluarga, maka pendapatan per kapita yang diterima semakin kecil. Keluarga yang berpenghasilan
cukup atau lebih tinggi akan lebih mudah dalam menentukan pilihan bahan pangan yang
31 baik Nasoetion Riyadi 1995. Kesulitan dalam memperoleh bahan makanan pokok
maupun bahan makanan tambahan penunjang kesehatan, menimbulkan kemungkinan bagi responden untuk menderita penyakit-penyakit, termasuk KVA.
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengenalan dan Pengetahuan Tentang Minyak
Sawit dan Produknya
Pada program SawitA, dilakukan kegiatan sosialisasi pada awal, tengah, dan akhir kegiatan penelitian. Kuesioner pengetahuan responden mengenai kelapa sawit dan
produknya dilakukan pada saat tepat sebelum kegiatan sosialisasi pertama dilakukan, yaitu pada awal bulan pertama. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tersebut kemudian
ditanyakan kembali ke responden setelah kegiatan sosialisasi akhir berlangsung, yaitu akhir bulan kedua. Pada Tabel 16 dapat dilihat hasil kuesioner mengenai pengetahuan responden
tentang kelapa sawit sebelum diberikan sosialisai dan setelah diberikan sosialisasi. Tabel 16. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang kelapa sawit sebelum dan
setelah sosialisasi Item
Penjawab Benar No.
Sebelum sosialisasi
Setelah sosialisasi
1. Melihat dan mengetahui pohon sawit
44,6 78
2. Mengenal CPO
4 22
3. Mengenal produk minyak sawit
15,8 52,5
4. Mengetahui minyak sawit merah
3 65,3
5. Mengetahui manfaat minyak sawit merah
3 64,4
6. Pernah mencoba minyak sawit merah
2 79,2
Hasil dari penyajian kuesioner sebelum dan sesudah kegiatan menunjukkan peningkatan yang signifikan pada setiap poin pertanyaan. Peningkatan pengetahuan
responden tentang kelapa sawit disebabkan karena adanya tiga kali sosialisasi, juga setiap minggu peneliti datang memberi produk SawitA sekaligus melakukan monitoring
penggunaan produk. Pada saat monitoring, seringkali terjadi tanya jawab antara peneliti dan responden berkaitan dengan produk SawitA. Diskusi tersebut mengenai penguatan tentang
produk, cara memakai, dan manfaat yang akan diperoleh responden. Walaupun terjadi peningkatan yang signifikan pada pernyataan telah mencoba minyak
sawit merah, namun hasil sesudah sosialisasi akhir menunjukkan 79,2 bukan 100. Padahal seluruh responden mendapatkan akses untuk mencoba minyak sawit merah.
Kemungkinan hal ini terjadi karena responden tidak menyadari bahwa nama produk yang dikonsumsinya adalah minyak sawit merah. Adanya peningkatan pada pengetahuan
responden sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Madanijah 2003, bahwa dengan adanya pendidikan gizi, dalam hal ini sosialisasi, berdampak positif pada pengetahuan
seseorang. Pentingnya penyuluhan kepada responden memberikan dampak positif terhadap pengetahuan masing-masing individu.
32
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pola Asuh Makan Keluarga, Pengetahuan
Tentang Vitamin A dan Pola Makan Sehat Pola Asuh Makan Keluarga
Pola asuh makan keluarga dapat dilihat dari seberapa sering kebersamaan pada saat makan yang berpengaruh terhadap hubungan orang tua dan anak. Selain itu, perhatian
orang tua terhadap apa yang anak makan dan peraturan makan juga termasuk dalam pola asuh makan keluarga. Peraturan makan dalam keluarga diterapkan agar anak tahu apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan atau dikonsumsi. Perilaku orang tua akan dilihat dan ditiru oleh anak-anaknya. Bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak mereka, apakah orang
tua menegur apabila makanan anak tidak habis, apakah orang tua mengizinkan anak untuk jajan apabila ia tidak menyukai makanan yang disajikan ibunya, dan apakah ibu
menyediakan makanan yang disukai oleh keluarga atau tidak. Ke-12 pertanyaan dalam kuesioner dikelompokkan menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan makan bersama, perhatian orang tua dan kegiatan peraturan makan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 17. Rincian data masing-masing pertanyaan dapat dilihat pada
Lampiran 13. Tabel 17. Sebaran responden berdasarkan pola asuh makan keluarga
No. Item
Frekuensi kejadian Sering
Kadang- kadang
Jarang Tidak pernah
1. Makan bersama
30,37 24,09
21,78 24,09
2. Perhatian orang tua
68,98 17,49
5,94 7,59
3. Peraturan makan
56,27 18,11
14,52 10,40
Pada kegiatan makan bersama, responden paling sering melakukan kegiatan makan malam bersama, yaitu sebanyak 38,61. Sementara itu, untuk kegiatan makan siang paling
jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan pada siang hari, orang tua terutama bapak sedang bekerja di luar rumah dan mereka jarang mendapatkan kesempatan untuk makan bersama
keluarga pada siang hari. Pada malam hari, orang tua sudah pulang kerja dan anak berada di rumah, sehingga frekuensi makan malam bersama lebih besar.
Pada poin perhatian orang tua, baik ibu maupun bapak telah memberikan perhatian yang baik kepada keluarganya, yaitu sebesar 68,98, tetapi perhatian yang jauh lebih besar
diberikan ibu kepada keluarganya. Hal ini terjadi karena sebagian besar ibu pada keluarga responden berprofesi sebagai ibu rumah tangga, mereka memiliki intensitas waktu yang
lebih banyak dengan anggota keluarga lainnya dibandingkan dengan bapak yang harus bekerja di luar rumah. Peraturan makan di dalam keluarga juga sudah diterapkan dengan
baik, yaitu sebanyak 56,27 sering menerapkannya. Dalam hal ini, frekuensi ibu dalam menegur dan melarang anaknya untuk jajan sembarangan tetap lebih besar, karena ibu yang
berada di dalam rumah, mereka lebih mengetahui apa saja yang dikonsumsi anaknya, bagaimana pola makan anaknya, dan interaksi langsung lainnya. Skor responden mengenai
pola asuh makan dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini.
33 Tabel 18. Kategori skor responden tentang pola asuh makan keluarga
Kategori n
Prosentase Baik
≥ 80 23
22,8 Cukup baik 60-79,9
51 50,5
Kurang baik 60 27
26,7 Total
101 100,0
Rataan ± SD 66,91±0,706
11-94 Nilai minimal-maksimal
Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai rataan yang diperoleh yaitu 66,91 dapat dikatakan sebagian besar responden penelitian telah memiliki pola asuh makan keluarga
yang cukup baik. Sebanyak 50,5 responden, telah memiliki pola asuh makan keluarga yang cukup baik. Sedangkan sebanyak 26,7 responden memiliki pola asuh makan yang
kurang baik, dan sebanyak 22,8 responden memiliki pola asuh makan keluarga yang baik. Nilai yang dihasilkan oleh responden mulai dari yang paling rendah yaitu 11 hingga yang
paling tinggi 94. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh makan tiap responden pada penelitian ini beragam. Semakin baik intensitas keluarga untuk berkumpul bersama
melakukan kegiatan makan bersama, maka akan semakin timbul rasa nyaman dari tiap anggota keluarga dan akan meningkatkan kualitas pola asuh keluarga Pramuditya 2010.
Pengetahuan Responden Tentang Kesehatan
Pengetahuan tentang kesehatan meliputi pengetahuan responden mengenai vitamin A dan vitamin E. Hal ini meliputi tingkat pengetahuan terhadap kandungan vitamin A dan
vitamin E pada produk SawitA dan pengetahuan tentang vitamin alami dan sintetik. Pada kuesioner uji di Lampiran 1, terdapat poin mengenai kesehatan responden. Di dalamnya
terdapat 20 pertanyaan yang diajukan kepada responden. Pengambilan data kuesioner ini dilakukan pada saat seluruh kegiatan sosialisasi berakhir.Tingkat pengetahuan responden
dapat dilihat pada Tabel 19.
34 Tabel 19. Prosentase responden berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai kesehatan
Pada poin pengetahuan dasar mengenai vitamin A, banyak responden yang menjawab dengan benar dengan nilai responden lebih besar dari 80. Hal ini terjadi karena
pengetahuan dasar mengenai vitamin A merupakan pengetahuan umum yang mudah didapatkan informasinya, terutama pada saat duduk di bangku sekolah dasar, seperti wortel
mengandung vitamin A, vitamin A baik untuk penglihatan dan sebagainya. Nilai yang kurang baik yaitu di bawah 60 ada pada poin mengenai kegunaan vitamin A untuk
penyakit seperti kanker dan jantung, juga kegunaan vitamin E untuk penyakit degeneratif dan mengenai vitamin E sintetik. Hal ini terjadi karena informasi tersebut merupakan
informasi khusus yang tidak mudah bagi para responden untuk mengakses informasi tersebut. Pengetahuan responden mengenai istilah degeneratif dan sintetik mungkin kurang
baik sehingga mereka tidak mengerti dan menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang salah. Kategori skor responden berdasarkan tingkat pengetahuan responden mengenai
kesehatan dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini Tabel 20. Kategori skor responden berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai kesehatan
Kategori n
Prosentase Baik ≥ 80
46 45,5
Cukup baik 60-79,9 32
31,7 Kurang baik 60
23 22,8
Total 101
100,0 Rataan ± SD
71,39±0,795 10-100
Nilai minimal-maksimal Dari hasil yang diperoleh, nilai rata-rata responden sebesar 71,39, jumlah tersebut
termasuk dalam kategori cukup baik secara keseluruhan responden. Nilai minimal yang dihasilnya sebesar 10 dan nilai maksimalnya sebesar 100. Hasil yang bervariasi tesebut
menunjukkan pengetahuan tiap responden mengenai kesehatan sangat beragam. Item Pengetahuan
Jawaban Benar Vitamin A untuk penglihatan
91,09 Vitamin A menggantikan sel-sel mati
62,38 Vitamin A untuk pertumbuhan anak
67,33 Vitamin A untuk penyakit jantung
54,46 Vitamin A untukpenyakit kanker
54,46 Ibu hamil banyak membutuhkan vitamin A
84,16 Ibu menyusui banyak membutuhkan vitamin A
62,38 Buah-buahan dan sayuran berwarna merah mengandung vitamin A
82,18 Produk sawitA mengandung vitamin A
94,06 Vitamin A terdapat pada wortel
89,11 Tomat mengandung vitamin A
79,21 Pepayamengandung vitamin A
74,26 Vitamin E pada minyak sawit merah
76,24 Vitamin E untuk kesehatan kulit
76,24 Vitamin E untuk kesehatan
69,31 Antioksidan pada vitamin E
72,28 Vitamin E untuk penyakit degeneratif
50,50 Vitamin E untuk kekebalan tubuh
68,32 Vitamin E sintetik dalam jumlah banyak menimbulkan racun
56,44 Vitamin A alami jumlah banyak menghasilkan racun
63,37
35
Pengetahuan Responden Tentang Pola Makan Sehat
Pada bagian pengetahuan responden tentang pola makan sehat, hal yang ditanyakan lebih condong kepada pola pikir responden, seperti rasa makanan yang bergizi, mutu
pangan dengan harga murah, dan dampak makan makanan yang bervariasi. Hasil kuesioner uji pada Lampiran 1 dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang pola makan sehat No
Item Jawaban
benar 1
Makanan bergizi tinggi, enak rasanya 28,71
2 Makanan murah, bergizi rendah
39,60 3
Makanan tampilannya menarik, bergizi tinggi 56,44
4 Semua makanan bergizi tinggi disukai orang
30,69 5
Konsumsi sumber karbohidrat secara bervariasi 73,27
6 Konsumsi sumber protein secara bervariasi
74,26 7
Konsumsi sumber sayuransecara bervariasi 89,11
Pengetahuan responden mengenai pola makan sehat dapat dilihat dari data yang dihasilkan melalui kuesioner yang digunakan. Pada poin nomor 1 hingga 4, pernyataan
yang diajukan mengenai persepsi reponden mengenai makanan bergizi. Hasil yang diperoleh, persepsi makanan yang bergizi dari para responden belum menunjukkan hasil
yang baik. Mereka berpikir bahwa makanan yang enak pasti bergizi tinggi, makanan yang murah pasti bergizi rendah dan makanan yang tampilannya menarik pasti bergizi tinggi.
Apabila diilustrasikan, tidak semua orang menyukai rasa dari sayur, tetapi sayur-sayuran merupakan makanan yang bergizi. Jika dilihat dari keadaan lingkungan sekitar, tidak sulit
mendapatkan makanan bergizi. Makanan bergizi tersebut tidak harus mahal, dapat berupa sayur-sayuran, hasil sawah dan perkebunan penduduk yang dapat mereka peroleh dengan
mudah. Pada poin 5 hingga 7, pernyataan mengenai keharusan makan makanan yang mengandung karbohidrat, protein dan sayuran secara bervariasi, pengetahuan responden
termasuk baik. Mereka mengetahui bahwa sumber karbohidrat, protein dan sayuran ada berbagai macam, sehingga dapat dikonsumsi secara bervariasi. Kategori skor responden
berdasarkan pola makan sehat dapat dilihat pada Tabel 22 berikut ini. Tabel 22. Kategori skor responden berdasarkan pola makan sehat
Berdasarkan data yang diperoleh dan dapat dilihat di Lampiran 3, nilai rata-rata responden sebesar 56,01 menunjukkan bahwa pola makan sehat responden tergolong
kurang baik. Sebanyak 64,4 responden memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang pola makan sehat, hal ini karena perbedaan pola pikir responden mengenai harga, tampilan
dari suatu produk makanan, yang menurut mereka apabila makanan murah pasti tidak sehat, makanan bergizi pasti kemasannya bagus dan sebagainya. Nilai minimal yang diperoleh
Kategori n
Prosentase Baik ≥ 80
20 19,8
Cukup baik 60-79,9 16
15,8 Kurang baik 60
65 64,4
Total 101
100,0 Rataan ± SD
56,01±0,794 0-100
Nilai minimal-maksimal
36 secara keseluruhan sebesar 0, dan nilai maksimal sebesar 100. Variasi nilai tersebut
menunjukkan responden yang digunakan sangat beragam dari sisi pola makannya.
D. SIKAP RESPONDEN TERHADAP MENGKONSUMSI PRODUK SAWITA