4. Persepsi masyarakat terhadap manfaat pemekaran baik dari aspek sosial politik,
fisik, maupun ekonomi sangat beragam. Pada aspek sosial politik sebahagian besar masyarakat berpersepsi bahwa pelayanan umum dan partisipasi
masyarakat mengalami peningkatan, sedangkan kesempatan kerja, akses terhadap sumberdaya, dan penegakan hukum belum mengalami peningkatan
setelah pemekaran wilayah. Pada aspek fisik sebahagian besar masyarakat berpersepsi bahwa fasilitas umum dan fasilitas sosial belum mengalami
peningkatan. Kemudian aspek ekonomi sebahagian besar masyarakat berpersepsi bahwa sektor pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan, dan
lainnya tidak mengalami peningkatan, dan yang mengalami peningkatan hanya sektor konstruksi dan perdagangan. Namun secara umum pemekaran wilayah
memberikan manfaat terhadap semakin membaiknya kondisi sosial politik, fisik dan ekonomi di Kabupaten Halmahera Timur, yang ditunjukan dengan
semakin membaiknya pelayanan umum, partisipasi masyarakat, kesempatan kerja, akses terhadap sumberdaya, dan penegakan hokum, fasilitas umum dan
sosial, serta berkembangnya sektor pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan, konstruksi, perdagangan dan sektor lainnya.
5. Persepsi masyarakat mengenai manfaat pemekaran wilayah belum terdistribusi
secara merata kepada seluruh masyarakat, dan sebahagaian besar manfaat pemekaran wilayah terdistribusi ke Pemerintah Daerah, pengusaha besar, dan
masyarakat lainnya, sedangkan bahagian kecil dari manfaat pemekaran wilayah terdistribusi ke pengusaha kecil dan masyarakat umum. Namun secara umum
manfaat pemekaran wilayah telah dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat secara umum.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap manfaat
pemekaran wilayah dari aspek sosial politik, fisik, dan ekonomi adalah jenis kelamin, asal suku, tingkat pendidikan, pekerjaan utama, dan jabatan dalam
masyarakat.
6.2. Saran
Relefansinya dengan hasil pembahasan dan kesimpulan, diberikan saran- saran sebagai berikut:
1. Dalam rangka lebih meningkatkan kinerja pembangunan daerah yang
bersinergi dengan tujuan pemekaran wilayah dan tujuan otonomi daerah, perlu dilakukan:
a. Revitaliasi dan pemberdayaan kelembagaan Pemerintah Daerah
melalui, i penataan kelembagaan pemerintahan daerah, ii penempatan jabatan harus sesuai dengan kompetensi kerja, iii
pemberdayaan aparatur pemerintah daerah, melalui pendidikan dan pelatihan.
b. Institusionalisasi program dan anggaran pembangunan daerah dapat
dilakukan, melalui; i RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Daerah, ii pemerintah daerah perlu segera menyusun standar pelayanan
minimal SPM menggunakan pendekatan Indeks Pembangunan Manusia IPM dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah, c perlu
segera dibentuk Peraturan Daerah tentang pengelolaan keuangan daerah.
c. Fungsionalisasi institusi DPRD dilakukan dengan mendayagunakan
fungsi legislasi, anggara dan pengawasan, melalui fungsionalisasi alat kelengkapan DPRD diantaranya badan-badan, dan komisi-komisi
dalam setiap tahapan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
d. Transparansi sistem informasi program dan anggaran dapat
menggunakan media lokal, atau yang secara khusus disiapkan oleh pemerintah daerah yang secara berkala dapat menginformasikan
kepada seluruh masyarakat tentang kebijakan program dan anggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
e. Penguatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pembangunan daerah. f.
Penegakan hukum yang baik di daerah perlu ditekankan pada 3 tiga aspek penting; i struktur hukum, didalamnya kepolisian, kejaksaan
dan pengadilan, dan pemerintahan daerah, ii substansi hukum, berkaitan dengan materi hukum yang telah menjadi kesepakatan
nasional, dan produk hukum daerah PERDA, ii budaya hukum, berkaitan dengan ketaatan dan kepatutan masyarakat terhadap hukum.
2. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang sesuai dengan
aspirasi masyarakat, maka kebijakan pembangunan daerah perlu diarahkan dan diprioritaskan pada bidang ekonomi, fisik infrastruktur wilayah dan
pemerintahan, serta sosial politik. Disamping itu, dalam setiap proses penyusunan kebijakan pembangunan daerah harus didasarkan pada
aspirasi masyarakat. Dalam rangka menciptakan keseimbangan dan pemerataan distribusi manfaat
pemekaran wilayah pada seluruh masyarakat, maka kebijakan pembangunan daerah perlu dilakukan secara terpadu dengan pendekatan pembangunan wilayah.
DAFTAR PUSTAKA
Agusniar A. 2006. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian Wilayah dan Kesejahteraan Masyarakat Studi Kasus Di Kabupaten Aceh
Singkil, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Anwar A. 1998. Program Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Berkelanjutan. Bahan Kuliah Umum. Diberikan di Universitas Borobudur.
Jakarta. Arsyad L. 1999a. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Edisi pertama BPFE. Yogyakarta. Arsyad L. 1999b. Ekonomi Pembangunan. FPIE-YKPN Yogyakarta.
Bappenas. 2008. Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007. Bappenas Bekerjasama dengan UNDP. Building and Reinventing
Decentralised Governance BRIDGE. BPS. 2009. Produk Domestik Regional Bruto PDRD Propinsi dan
KabupatenKota di Indonesia Tahun 2004-2008. BPS Jakarta. Cula AS. 2002. Masyarakat Madani. Pemikiran, Teori dan Relevansinya dengan
Cita-Cita Reformasi. Penerbit IKAPI. Jakarta. Echols, J.M., dan Shadily, H. 2003. An English-Indonesian Dictionary. Kamus
Inggris-Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hadi S. 2001. Studi Dampak Kebijakan Pembangunan Terhadap Disparitas
Ekonomi Antar-Wilayah Pendekatan Model Analisis Sistem Neraca Sosial [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Jeddawi. 2005. Memacu Investasi di Era Otonomi Daerah. Kajian beberapa PERDA tentang Penanaman Modal. IKAPI. Jogjakarta.
Khalid MA. 2002. Persepsi masyarakat tentang Bank Islam di Kabupaten Bogor. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kroelinger, M. 2001. Sampling and Inferential Statics. Paper. Laode I. 2005. Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia. Media Indonesia.
Jakarta. 22 Maret 2005. Lumbessy K. 2005. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap
Perkembangan Perekonomian Wilayah dan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Buru. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Madjid N. 2004. Indonesia Kita. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Manan B. 2001. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah. Pusat studi Hukum PSH
Fakultas Hukum UII. Yogyakarta. Marbun BM. 2005. Otonomi Daerah 1945-2005. Proses dan Realita
Perkembangan OTDA. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Mardiasmo. 2008. Era Baru Kebijakan Fiskal. Pemikiran Konsep dan Implementasi. Editor Abimanyu A dan Megantara 2009. Kompas. Jakarta.
Moeliono AM. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Penebit Balai Pustaka. Jakarta.
Nurcholis H. 2005. Teori dan Praktek. Pemerintah dan Otonomi Daerah. Gramedia Widyasarana. Jakarta.
Oentarto SM. 2004. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan: Jakarta. Samitra Media Utama.
Osborne D, Gaebler T. 1991. Mewirausahakan Birokrasi Reinfenting Government. LPPM. Jakarta.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Otonomi Daerah. 2005. Sinopsis Penelitian. Efektifitas Pemekaran Wilayah di Era Otonomi Daerah. Badan Penelitian
dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri. Ridwan. 1999. Persepsi Masyarakat terhadap Pelaksanaan Program Kawasan
Pertumbuhan Ekonomi Terpadu KAPET Di Kawasan Timur Indonesia. Studi Kasus Di Kotamadya Bitung SULUT. [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rudito B, dan Budiman A. 2003. Metode dan Teknik Pengelolaan Komoditi Development. ICSD. Jakarta.
Rustiadi E. 2001. Pergerseran Menuju Paradigma Baru Pembangunan Wilayah. Makalah Forum Diskusi. Puslitbang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian
Depnakertrans. Jakarta. Rustiadi E, Saefulhakim S, dan Panuju DR. 2009. Perencanaan Pengembangan
Wilayah, Crestpent press dan Yayasan Obor Indonesia. Bogor. Saaty, T.L, 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpinan. PT Gramedia.
Jakarta. Sangarimbun, M dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES Jakarta.
Sarundajang SH. 2002. Arus balik kekuasaan pusat ke daerah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Sarundajang SH. 2005. Babak baru system pemerintahan daerah. Sarwono SW. 1992. Psikologi Sosial. Penerbit Balai Pustaka. Jakarta.
Sayori N. 2009. Analisis Dampak Pemekaran Wilayah Terhadap Perekonomian Wilayah Kepulauan dan Pengembangan Pariwisata Bahari Studi Kasus Di
Kabupaten Raja Ampat Propinsi Papua Barat. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Setiawati, EB dan Tangkilisan HN. 2005. Responsivitas Kebijakan Publik. Yoyakarta: Jalasutra.
Simanjuntak, M.S. 2004. Aspirasi dan Persepsi Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen Terhadap Kehidupan Kampus di Fakultas Ekonomi dan
Manajemen Institut Pertanian Bogor. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sugiyanto. 1996. Persepsi masyarakat tentang penyuluhan pembangunan masyarakat pedesaan. [tesis]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Sumaryadi IM. 2005. Efektifitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah. Citra
Utami Jakarta. Todaro M dan Smith. 2007. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit
Erlangga. Jakarta. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
ABSTRACT ANJAS TAHER. Analysis of Regional Development Performance and
Society Perceptions Creasing of New Distric Case Study of East Halmahera District Province North Maluku. Supervised by ERNAN RUSTIADI and
SETIA HADI
Proliferation of new district to form new autonomous region since the enforcement of regional autonomy has experienced significant accretion.
Recently, evaluation and feedback received from academia, politicians, government and the society, relating to the performance of regional development
that have not been in accordance with its objectives as required in the regulation 1292000 and the benefits of proliferation new district has not been evenly
distributed to the public. The objectives of this study are: 1 analyze the performance of regional development after the splitting of the East Halmahera
district, 2 analyze the aspirations and perceptions of communities about the benefits and the distribution of the benefits of region expansion of the East
Halmahera District, 3 analyze factors that influence peoples perceptions about the division region. The results show the performance of regional development
after the splitting of the East Halmahera Years 2005-2009 is in upward trend. Compared with the parent Central Halmahera in the same year, the performance
of regional development of East Halmahera is still in better position. Aspects in public aspirations that considered important are the economic, physical and social
politics. Public perceptions on socio-political aspects of regional divisions are very diverse physically and economically. On the sociopolitical aspects, some
people thought that public services and public participation increased, while employment opportunities, access to resources and law enforcement has not
increased. On the physical aspect, most people thought that public and social facilities have not yet increased. For the economic aspect, some people thought
that the agricultural sector, fisheries, forestry and mining has not increased and only the construction sector and trade that have increased. Benefits of regional
divisions have not been evenly distributed to the public. Most of the benefits are distributed to local governments, large employers and other people immigrants.
Factors that affect influence the public perception is gender, ethnic origin, education, main occupation and position in society.
Key words: proliferation, Creation of new district, East Halmahera, regional autonomy
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menyikapi dan merespons tuntutan reformasi, pemerintah menggulirkan otonomi daerah melalui UU No.221999 kemudian direvisi menjadi UU
No.322004 menggantikan UU No.51974, yang penerapannya selama kurang lebih 32 tahun sangat sentralistik. Otonomi daerah dengan mengoperasionalkan
azas desentralisasi dianggap mampu mewujudkan demokrasi, pemberdayaan masyarakat sipil, mengatasi problem kebangsaan dan kenegaraan yang
complicated, serta mampu merespons perkembangan globalisasi yang telah menembus berbagai keterkaitan negara dan bangsa borderless state.
Dalam pentas sejarah, desentralisasi sesungguhnya telah dilaksanakan di Indonesia sejak pemerintahan Hindia Belanda dengan Undang-Undang
Desentralisatie-Wet 1903. Setelah kemerdekaan sampai era reformasi 1999, telah terjadi 7 tujuh kali perubahan peraturan perundang-undangan desentralisasi
dan otonomi daerah, diantaranya UU No.11945, UU No.221948, Penpres No.61959, UU No.181965, UU No.51974, dan UU No.221999 Marbun,
2005. Perubahan ini menandai bahwa azas penyelenggaraan negara yang relefan dan efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah adalah
desentralisasi. Menurut Bowman dan Hampton 1983 dalam Oentarto 2004, bahwa tidak
ada satupun pemerintahan dari suatu negara dengan wilayah yang luas dapat menentukan kebijaksanaan secara efektif ataupun dapat melaksanakan
kebijaksanaan program-program secara efisien dan efektif melalui sistem sentralisasi. Oleh karena itu, desentralisasi menjadi penting untuk dilaksanakan.
Namun, penerapan desentralisasi harus paralel dengan otonomi daerah karena desentralisasi tanpa otonomi daerah akan menyulitkan daerah dalam pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan daerah. Dengan diterapkannya desentralisasi dan otonomi daerah, muncul tuntutan
dan aspirasi dari masyarakat dan pemerintah daerah dari berbagai daerah di Indonesia, yang disampaikan kepada pemerintah pusat, untuk membentuk daerah
otonom baru disertai pembentukan pemerintahan daerah melalui pemekaran daerah wilayah. Hatta dalam Manan 2001 menyebutkan bahwa, pembentukan