melaut 10,5 bulan. Berdasarkan data upaya penangkapan didapatkan bahwa rata-rata setiap unit penangkapan melakukan 2 trip per minggu untuk memenuhi
satu order dari pembeli, sehingga dapat diasumsikan bahwa maksimum jumlah trip dalam satu tahun adalah 91 kali untuk masing-masing unit penangkapan.
Berdasarkan fungsi batasan dan skenario yang digunakan, maka hasil yang didapatkan dari analisis optimasi adalah potensi hasil optimum jika nelayan
memaksimalkan kapasitasnya dalam memanfaatkan sumberdaya ikan hias laut. Hasil optimasi dengan menggunakan pemrograman linier didapatkan bahwa
pemanfaatan yang optimum akan didapatkan jika nelayan ikan hias di P. Weh secara keseluruhan meningkatkan tangkapan untuk jenis botana kapsul
Acanthurus tenneti, botana lettersix Paracanthurus hepatus, dan enjiel batman Pomacanthus imperator, dengan total masing-masing sebanyak 1934, 1329, dan
7848 ekor dalam satu tahun. Perubahan komposisi jumlah ikan yang ditangkap pada ketiga spesies berdasarkan analisis optimasi disebabkan karena harga jualnya
yang relatif lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Karena karakteristik pola pemanfaatan ikan hias laut sangat ditentukan oleh
permintaan, maka hasil analisis optimasi tidak secara langsung dapat diimplementasikan. Agar dapat mendukung pola pemanfaatan yang optimum di
P. Weh, perlu adanya dukungan ketersediaan pasar. Nelayan perlu mencari peluang pembeli baru yang dapat menampung jenis-jenis tersebut.
Hal lain yang menjadi kendala bagi penerapan hasil optimasi ini adalah karena ikan botana kapsul dan enjiel batman bukan merupakan target utama yang
selalu diminta oleh pembeli secara kontinu. Pada saat melakukan kegiatan penangkapan, nelayan lebih fokus untuk memenuhi target permintaan dari
pembelieksportir terlebih dahulu biasanya jenis botana biru sebelum menangkap ikan jenis lainnya. Ikan tangkapan sampingan seperti botana kapsul
dan enjiel batman biasanya ditangkap jika ditemukan saat melakukan trip penangkapan, untuk menambah pendapatan nelayan. Nelayan biasanya
mengggunakan istilah ‘sebagai tambahan untuk pengganti uang bahan bakar’ sebagai alasan untuk menangkap jenis-jenis ikan sampingan seperti ini.
Hasil analisis optimasi ini dapat dijadikan dasar untuk strategi pengembangan perikanan ikan hias di P. Weh. Tentunya diperlukan dukungan
dari berbagai pihak, khususnya pemerintah dan sektor swasta untuk membantu pengembangan pasar bagi nelayan ikan hias di P. Weh. Selain itu, sebanyak 56
spesies ikan hias yang belum dimanfaatkan merupakan potensi yang sangat besar sebagai dasar pengembangan perikanan ikan hias laut di P. Weh.
5.5 Analisis Finansial
Analisis finansial ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai keuntungan finansial yang didapatkan dari perikanan ikan hias laut, sebagai dasar
kelayakan pengembangan perikanan ikan hias laut. Analisis dilakukan pada dua skenario kondisi, yaitu pada tingkat pemanfaatan di tahun 2010 dan pada kondisi
tingkat pemanfaatan optimum. Dalam analisis finansial, disertakan juga biaya investasi pembuatan fasilitas penanganan handling yang memenuhi standar. Hal
ini ditujukan agar hasil analisis finansial dapat dilakukan secara menyeluruh sehingga bisa menjadi acuan bagi nelayan maupun pihak lain yang ingin
melakukan investasi dan mengembangkan perikanan ikan hias ini. Selanjutnya, parameter harga ikan yang digunakan dalam analisis ini adalah harga jual yang
didapatkan oleh nelayan. Oleh karena itu hasil analisis finansial ini memberikan gambaran mengenai potensi keuntungan finansial yang dapat diperoleh oleh
kelompok nelayan ikan hias di P. Weh. Total penerimaan selama tahun 2010 adalah sebesar Rp 241.079.500,
sedangkan pada skenario optimum sebesar Rp 480.168.500. Total biaya selama tahun 2010 sebesar Rp 87.498.437, dan pada skenario optimum sebesar Rp
126.706.906. Tingkat penerimaan pada skenario optimum lebih tinggi karena jumlah dan komposisi jenis ikan yang ditangkap mengacu kepada hasil analisis
optimasi menggunakan pemrograman linier. Total biaya yang lebih tinggi pada kondisi optimum disebabkan karena jumlah trip yang lebih banyak dan biaya
penanganan yang lebih tinggi karena jumlah ikan yang ditangkap lebih banyak. Total keuntungan penerimaan dikurangi biaya yang didapatkan pada tahun
2010 adalah Rp 153.581.063, sedangkan pada skenario optimum potensi keuntungan yang didapatkan bisa mencapai Rp 353.461.593, atau sebesar 230,1
lebih dari 2 kali lipat. Meskipun total biaya pada kondisi optimum lebih besar dibandingkan biaya pada tahun 2010, akan tetapi total penerimaannya jauh lebih
besar, sehingga total keuntungan pada kondisi optimum menjadi lebih besar 2 kali lipat dibandingkan tahun 2010.
Berdasarkan analisis
revenue-cost ratio RC atau rasio pendapatan
terhadap biaya didapatkan nilai RC pada tahun 2010 sebesar 2,8 dan pada skenario optimum sebesar 3,8. Nilai RC pada kedua skenario memiliki nilai yang
lebih besar dari 1, artinya usaha ini layak untuk dilakukan. Berdasarkan analisis titik impas break even point, didapatkan bahwa pada
tingkat pemanfaatan tahun 2010 usaha akan mendapatkan keuntungan apabila total keuntungan pendapatan total dikurangi biaya total telah melewati Rp
31.185.256. Sedangkan pada skenario optimum, titik impas dicapai pada Rp 29.118.495. Lebih kecilnya nilai titik impas pada skenario optimum disebabkan
oleh lebih besarnya potensi total pendapatan. Hasil analisis rentabilitas ROI memiliki hasil yang sangat baik pada kedua
kondisi, dimana nilainya lebih besar dari 25 87,2 pada tingkat pemanfaatan tahun 2010 dan 200,8 pada skenario optimum. Hal ini menunjukkan bahwa
investasi di bidang perikanan ikan hias laut sangat menguntungkan, dimana tingkat pengembalian investasi sangat tinggi, terutama jika pemanfaatan dilakukan
pada skenario optimum. Hasil
analisis kriteria investasi menunjukan bahwa nilai NPV pada tingkat
pemanfaatan 2010 adalah Rp 645.416.008, dan pada skenario optimum adalah Rp 1.828.866.052. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada tingkat bunga
14 nilai NPV masih menghasilkan nilai positif bahkan relatif besar pada kedua skenario, artinya investasi di bidang perikanan ikan hias laut layak untuk
dilakukan. Instrumen analisis lain yang juga dapat digunakan dalam menentukan
kelayakan suatu investasi adalah Net BC. Usaha layak dilakukan apabila memiliki nilai Net BC 1, dan sebaliknya usaha tidak layak dilakukan jika Net
BC 1. Berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai Net BC yang 1 pada kedua skenario, menyimpulkan bahwa investasi di bidang perikanan ikan hias laut di P.
Weh layak untuk dilakukan. Nilai IRR memberikan gambaran mengenai persentase keuntungan yang
akan diperoleh setiap tahun atau menunjukkan kemampuan usaha dalam