Tingkat dan Pola Pemanfaatan Ikan Hias Laut di Pulau Weh

sehingga menghambat pertumbuhan karang baru maupun karang dewasa. Menurut Hoey dan Belwood 2009 tingginya tekanan terhadap ikan herbivora akibat kegiatan penangkapan ikan hias dapat menurunkan aktivitas herbivora yang akan mengakibatkan pergeseran fase dari komunitas karang menjadi komunitas alga coral-algal phase shift. Menurut Obura dan Grimsditch 2009 ikan karang memiliki kontrol terhadap komunitas bentik. Dalam konteks pemulihan ekologi ecological recovery dan kelentingan resilience ikan herbivora terbukti memiliki peran penting tertentu. Green dan Belwood 2009 mengidentifikasi dan mengelompokan ikan herbivora ke dalam 6 kelompok yang lebih detail berdasarkan fungsi ekologisnya yang dikenal dengan istilah kelompok fungsional functional group, dimana masing-masing memiliki peran ekologis tertentu di ekosistem terumbu karang. Bellwood et al . 2006 melakukan kajian pada 45 spesies ikan herbivora untuk mengidentifikasi sifat kelompok fungsional dari masing-masing spesies dan mengukur kemampuan mereka dalam membatasi pertumbuhan makro alga. Mereka menemukan bahwa kelompok ikan kakak tua Scaridae dan surgeonfish Acanthuridae hanya memiliki peran dalam menjaga kestabilan kelimpahan makro alga, dan tidak berperan dalam memperbaiki kondisi daerah terumbu karang yang telah mengalami pergeseran menjadi dominansi makro alga. Dari sebanyak 45 spesies yang dikaji hanya Platax pinnatus yang memiliki kemampuan untuk membantu mengembalikan kondisi terumbu karang yang telah didominasi oleh makro alga, dan sisanya hanya berperan dalam menjaga pertumbuhan alga tetap rendah di ekosistem terumbu karang yang masih baik. Hal ini menunjukan bahwa spesies yang utama dimanfaatkan oleh nelayan P. Weh yaitu A. leucosternon perlu diatur tingkat pemanfaatannya untuk mencegah terjadinya perubahan fase ekosistem terumbu karang menjadi ekosistem yang didominasi makro alga akibat menurunnya fungsi ekologis dari kelompok ikan herbivora. Lebih jauh Hoey dan Bellwood 2009 dalam pengelempokan functional group mengemukakan bahwa spesies Naso sp. merupakan jenis perambah browser yang diduga memiliki peran ekologis yang sama dengan Platax pinnatus . Menurut Green dan Belwood 2009 ikan jenis perambah secara konsisten memakan jenis makro alga, dimana mereka memiliki peran yang penting dalam mengurangi pertumbuhan alga serta memiliki peran kritis dalam mengembalikan kondisi terumbu karang yang telah didominasi oleh alga. Meskipun tingkat pemanfaatan spesies Naso lituratus masih tergolong rendah 8,9 dari kuota, akan tetapi spesies ini memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan alga di terumbu karang serta memiliki kemampuan dalam membantu mengembalikan kondisi terumbu karang yang telah didominasi alga, sehingga perlu perhatian khusus untuk mengendalikan tingkat pemanfaatannya. Perubahan iklim merupakan sumber ancaman baru terhadap terumbu karang yang berpotensi mengakibatkan kematian karang dalam jumlah besar akibat peningkatan suhu air laut dan peningkatan rata-rata muka laut sea level rise Green dan Belwood 2009. Dengan adanya kondisi ini maka perhatian terhadap fungsi ekologis ikan dalam pengelolaan perikanan terumbu karang menjadi sangat penting untuk memastikan tetap terjaganya kelentingan ekosistem terumbu karang coral reef resilience. Komposisi jenjang rantai makanan dan kelompok fungsional dari 77 spesies ikan hias laut yang potensial disajikan pada Gambar 22 dan 23. Secara keseluruhan bahwa sumberdaya ikan hias laut di P. Weh terdistribusi secara hampir merata ke berbagai kelompok jenjang rantai makanan dan kelompok fungsional. Gambar 22 Komposisi jenjang rantai makanan trophic level 77 spesies ikan hias laut di P. Weh. Bentik invertivora 17 Karnivora 7 Koralivora 13 Detrivora 4 Herbivora 19 Omnivora 23 Planktivora 17 Bentik invertivora 14 Browser 1 Karnivora 7 Detritivora 4 Grazer 17 Obligate and facultative coral feeder 13 Omnivora 23 Planktivora 17 Scrapper 1 Sessile invertebrate feeder 3 Gambar 23 Komposisi kelompok fungsional functional group 77 spesies ikan hias laut di P. Weh. Dari perspektif ketersediaan sumberdaya berdasarkan model surplus produksi, secara umum tingkat pemanfaatan ikan hias laut masih berada di bawah potensi lestarinya, kecuali untuk jenis Acanthurus leucosternon. Salah satu permasalahan dalam kegiatan perikanan ikan hias laut adalah ukuran tangkap yang cenderung lebih kecil dari ukuran layak tangkap. Menurut Hutchings dan Baum 2005 ukuran layak tangkap biasanya mengacu pada ukuran ikan pada pertama kali matang gonad length at first maturity. Meskipun data panjang ikan hasil tangkapan tidak dicatat selama penelitian, tetapi berdasarkan pengamatan langsung di lapangan, ukuran ikan yang ditangkap umumnya berkisar antara 6 - 12 cm, dimana lebih kecil dari ukuran length at first maturity. Menurut Wood 2001b, hal tersebut diakibatkan karena banyak ikan muda maupun juvenil memiliki pola warna yang lebih menarik dibandingkan ikan dewasa. Lebih lanjut Chan dan Sadovy 1998 mengestimasi bahwa sekitar 56 dari biota hias yang dijual adalah juvenil, dimana menurut Wood 2001b hal ini akan mempercepat laju penurunan populasi dan ketidakseimbangan ekosistem. Sebaran ukuran length at first maturity dari 19 spesies ikan hias laut yang dimanfaatkan disajikan pada Tabel 20. Adanya kekhawatiran terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan hias laut yang diakibatkan oleh penangkapan ikan-ikan yang berusia muda berukuran kecil mungkin dapat dijembatani oleh pendekatan yang dilakukan dalam menduga MSY dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, pendugaan MSY dibedakan berdasarkan kelompok ukuran, dimana hanya dilakukan pada kelompok ukuran ikan yang ditangkap dan bukan pada keseluruhan populasi. Oleh karena itu nilai dugaan MSY yang dihasilkan diharapkan akan lebih baik karena spesifik pada kelompok ukuran ikan yang umum dimanfaatkan oleh nelayan. Hal ini sesuai dengan Garcia et al. 1989 yang menyatakan bahwa kajian MSY harus dilakukan pada kelompok ukuran atau umur yang sama dan tidak mengikutsertakan kelompok ukuran yang tidak dimanfaatkan oleh suatu kegiatan perikanan. Pendekatan lain yang dapat dilakukan sebagai dasar pertimbangan dalam mengkaji strategi pemanfaatan berkelanjutan perikanan ikan hias adalah melalui kajian sejarah hidup life history. Menurut Jennings et al. 2001, life history adalah hal-hal yang berkenaan dengan pertumbuhan, fekunditas, strategi reproduksi, dan usia saat suatu organisme mencapai matang gonad age at maturity . Menurut Winemiller 2005 teori sejarah hidup menjelaskan evolusi dari suatu organisme sebagai respon adaptasi terhadap variasi lingkungan dan perbedaan mortalitas atau alokasi sumberdaya dalam perkembangannya. Teori sejarah hidup juga memprediksi respon terhadap gangguan dalam skala spasial maupun temporal Winemiller 2005, dan aplikasinya dalam perikanan adalah terutama untuk memprediksi bagaimana suatu populasi ikan merespon dan pulih dari suatu upaya eksploitasi Goodwin et al. 2006. Winemiller dan Rose 1992 serta King dan Mcfarlane 2003 membagi strategi sejarah hidup life history strategy ikan tropis ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1 Oportunistik memiliki sifat cepat dewasa, beberapa kali bereproduksi selama masa pemijahan, pertumbuhan larva yang cepat, dan tingkat pemulihan populasi yang cepat. Kelompok ini terdiri dari ikan berukuran kecil yang lebih cepat dewasa, ukuran telur kecil, dan pemijahan yang kuntinu sebagai strategi untuk memulihkan populasinya setelah adanya gangguan atau tingkat mortalitas yang tinggi pada ikan dewasa. 2 Periodik memiliki sifat pertumbuhan yang lambat, masa hidup yang panjang, lebih lambat mencapai usia dewasa, ukuran tubuh lebih besar, dan fekunditas tinggi. King dan Mcfarlane 2003 menambahkan bahwa kelompok periodik melakukan pemijahan beberapa kali secara periodik selama masa hidupnya. 3 Ekuilibrium memiliki sifat tingkat pertumbuhan yang lambat, fekunditas rendah, lambat mencapai dewasa, dan melakukan upaya tertentu untuk menjaga dan memastikan keberhasilan hidup larvanya parental care. Kelompok ini memiliki kemampuan pemulihan populasi yang lambat, sehingga sangat rentan terhadap eksploitasi. Musick et al. 2000 menambahkan bahwa pengelolaan pada perikanan multispesies perlu memperhatikan pemanfaatan kelompok ikan ekuilibrium dengan menerapkan pembatasan jumlah tangkapan kuota. Sifat-sifat sejarah hidup ikan dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya i ukuran saat dewasa, ii ukuran maksimum, iii laju pertumbuhan, iv fekunditas, v usia maksimum, vi ukuran telur, dan vii upaya dalam menjaga kelangsungan hidup larvanya parental investment Winemiller dan Rose 1992; King dan Mcfarlane 2003. Secara spesifik Jennings et al. 2001 menyatakan bahwa laju pertumbuhan yang dinyatakan dalam koefisien K von-Bertalanffy dapat menjelaskan sifat sejarah hidup dari suatu spesies ikan. Secara umum, ikan dengan nilai K yang lebih besar memiliki sifat lebih cepat dewasa, output reproduksi yang tinggi, masa hidup yang lebih pendek, dimana memiliki kemiripan sifat dengan tipe oportunistik. Ikan dengan nilai K yang lebih kecil memiliki sifat sebaliknya yaitu memiliki ukuran lebih besar dan lebih tua saat mencapai dewasa, output reproduksi lebih rendah, dan masa hidup yang panjang, dimana memiliki kemiripan sifat dengan tipe periodik atau ekuilibrium. Jenis-jenis ikan hias laut yang dimanfaatkan di P. Weh memiliki sifat sejarah hidup yang berbeda-beda, salah satunya dapat dilihat dari koefisien laju pertumbuhan K, masa hidup life span, usia saat pertama kali matang gonad age at first maturity, dan panjang saat pertama kali matang gonad length at first maturity . Perlu dilakukan kajian secara seksama untuk mengetahui pengelompokan strategi sejarah hidup yang lebih tepat untuk masing-masing spesies, terutama pada aspek kemampuan reproduksinya. Berdasarkan nilai K yang disajikan pada Tabel 20 mungkin kita dapat menduga pengelompokan strategi sejarah hidup dari 19 spesies ikan hias laut yang dimanfaatkan di P. Weh. Hasil pengelompokan hanya merupakan dugaan berdasarkan nilai K secara sederhana. Untuk memahami strategi sejarah hidup yang lebih tepat dari masing- masing spesies perlu dilakukan melalui kajian yang mendalam. Tabel 20 Parameter-parameter sejarah hidup life history pada 19 spesies ikan hias laut yang dimanfaatkan di P. Weh sumber: Froese dan Pauly 2010 Spe sie s Linf cm K M Masa hidup tahun Usia matang gonad tahun Ukuran panjang gonad cm Strate gi Se jarah hidup Acanthurus leucosternon 56,1 0,25 0,80 11,4 3,4 31,1 P atau E Acanthurus lineatus 39,7 0,18 1,03 15,9 4,0 22,8 P atau E Acanthurus nigrofuscus 18,0 1,00 1,82 2,8 0,8 11,2 O Acanthurus tennenti 32,5 0,43 1,19 6,6 1,7 19,0 P atau E Amphiprion clark ii 15,9 0,43 1,99 6,5 1,9 10,0 P atau E Anampses meleagrides 23,2 0,35 1,52 8,1 2,2 14,1 P atau E Apolemichthys trimaculatus 27,3 0,36 1,35 7,9 2,1 16,3 P atau E Centropyge eibli 15,9 0,6 1,99 4,7 1,3 10,0 P Chaetodon andamanensis 15,9 1,35 1,99 2,1 0,6 10,0 O Chaetodon auriga 17,4 1,50 1,87 1,9 0,5 10,9 O Chaetodon meyeri 21,2 1,04 1,62 2,7 0,7 12,9 O Forcipiger flavissimus 23,2 0,95 1,51 3 0,8 14,1 O Gomphosus varius 31,5 0,22 1,22 12,9 3,3 18,5 P atau E Hemitaurichthys zoster 19,0 1,14 1,75 2,5 0,7 11,8 O Naso lituratus 42,3 0,35 0,98 8,1 2,0 24,1 P atau E Paracanthurus hepatus 32,5 0,43 1,19 6,6 1,7 19,0 P atau E Pomacanthus imperator 46,9 0,20 0,90 14,2 3,5 23,8 P atau E Zanclus cornutus 24,2 - 1,47 - - 14,6 - Keterangan: Linf=panjang asimtotik, K=koefisien laju pertumbuhan von-Bertalanffy, M=mortalitas alami, O=oportunistik, P=periodik, E=ekuilibrium, - = data tidak tersedia. Secara teoritis, pada kasus perikanan ikan hias laut yang selalu menangkap ikan muda atau juvenil, kelompok periodik dan ekuilibrium diduga lebih mampu bertahan untuk menjaga populasinya akibat kegiatan penangkapan. Ikan dewasa pada kelompok periodik dan ekuilibrium akan terus melakukan pemijahan dan menghasilkan generasi ikan yang baru, selama ikan-ikan dewasa tidak ditangkap, dan penangkapan ikan muda dijaga pada jumlah yang aman. Hal ini diperkuat oleh hasil kajian yang dilakukan oleh Birkeland dan Dayton 2005 yang menunjukan bahwa organisme yang lebih tua pada suatu populasi ikan menghasikan larva yang memiliki daya kelulusan hidup survival yang lebih baik dibanding organisme yang lebih muda. Selain itu fungsi-fungsi ekologis seperti pemakan makro alga browser pada ikan Naso lituratus maupun spesies lainnya lebih optimum pada organisme yang lebih besar atau dewasa Barkeley dan Dayton 2005. Meskipun ikan tipe oportunistik memiliki kemampuan pemulihan populasi yang cepat, akan tetapi pembatasan jumlah tangkapan melalui kuota perlu tetap diterapkan, terutama pada kelompok ukuran yang biasa ditangkap. Kendala utama dalam membangun kajian dan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem adalah kebutuhan untuk mengikutsertakan begitu banyak spesies, dimana sebagian besar belum pernah dilakukan kajian. Pemahaman mengenai parameter life history akan memberikan titik awal untuk kerangka pengelolaan. Dengan mengelompokkan spesies berdasarkan sifat-sifat sejarah hidupnya akan membantu memahami dinamika populasi suatu spesies dan hubungannya dengan lingkungan dan kegiatan perikanan. Mengkaji dan mengelola sumberdaya ikan berdasarkan strategi sejarah hidup merupakan faktor yang penting terkait pendekatan ekosistem dalam perikanan ecosystem approach to fisheries King dan Mcfarlane 2003, khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya ikan hias laut dimana metode pengkajian stok yang masih memiliki keterbatasan serta adanya masalah ukuran ikan yang ditangkap. Pola penangkapan ikan hias yang dilakukan oleh nelayan P. Weh sangat ditentukan oleh jumlah permintaan order. Jumlah ikan yang ditangkap oleh masing-masing nelayan atau unit penangkapan biasanya merupakan pembagian merata dari total permintaan. Perikanan ikan hias dikelola secara berkelompok dan sedapat mungkin masing-masing nelayan mendapatkan hasil atau pendapatan yang sama. Pola seperti ini yang membedakan antara perikanan ikan hias dengan jenis perikanan lainnya yang umumnya selalu berusaha untuk memaksimalkan hasil tangkapan. Fenomena pola penangkapan tersebut dapat terlihat dari pola hubungan yang linier antara total hasil tangkapan ikan botana biru dan jumlah trip per bulannya Gambar 24. Persamaan linier yang dibentuk oleh hubungan antara hasil tangkapan dan jumlah trip per bulan menunjukan nilai koefisien determinasi R 2 sebesar 0,979, dan signifikan pada selang kepercayaan 95. Hal ini menunjukan bahwa persamaan tersebut mampu menjelaskan sebesar 97,9 hubungan antara hasil tangkapan dan jumlah trip per bulan. Pola hubungan yang linier tersebut menunjukan bahwa rata-rata hasil tangkapan per trip CPUE cenderung konstan. y = 50.62x ‐ 83.09 R² = 0.979 500 1000 1500 2000 2500 3000 10 20 30 40 50 60 To ta l T a ng k a pa n ind. Jumlah Trip Gambar 24 Hubungan linier antara total tangkapan botana biru dan jumlah trip per bulan. Berdasarkan diagram boxplot Gambar 25, sebaran nilai CPUE yang dinyatakan dalam satuan hasil tangkapan per trip ind.trip -1 memiliki nilai pemusatan 51 Q1=48, Q3=55. Rata-rata jumlah hasil tangkapan ikan botana biru per trip adalah 51,7 ekor. Dari 359 data hasil tangkapan, ditemukan beberapa data pencilan. Data pencilan ini diduga diakibatkan oleh perbedaan jumlah ABK dalam unit penangkapan saat penangkapan dilakukan sehingga hasil tangkapan dalam satu unit kapal menjadi lebih besar. Total tangkapan ikan botana biru selama 12 bulan pada tahun 2010 bervariasi, dimana jumlah tertinggi terjadi pada bulan Januari, Juli, Oktober, dan Desember. Bulan Agustus dan September memiliki total tangkapan yang rendah karena pada bulan tersebut merupakan bulan puasa dimana nelayan tidak melakukan kegiatan penangkapan Gambar 26. Karena pola tangkapan ikan hias laut khususnya botana biru sangat ditentukan oleh permintaan, maka fluktuasi hasil tangkapan bulanan juga menggambarkan pola permintaannya. Gambar 2 Gambar 2 Dari yang terc lokasi pen bulan dila bahwa ma kawasan k 5 Diagram leucoste 500 1000 1500 2000 2500 3000 To tal ta ng k a pa n i nd. 6 Varias fungsi i total 505 t catat inform nangkapan akukan di d asih kurang konservasi y m boxplot se ernon jum si jumlah to dari permin trip yang te masi lokasi ditemukan dalam kaw gnya kepatu yang ada G ebaran nilai mlah data = 3 otal tangkap ntaan pada t ercatat selam daerah pe bahwa seb wasan konse uhan nelaya Gambar 27. CPUE ikan 359. pan bulanan tahun 2010. ma 12 bulan enangkapan besar 42,8 ervasi KKL an ikan hia n botana bir n ikan bota . n, hanya seb nnya. Berd dari tota LD. Hal as P. Weh ru Acanthu ana biru se banyak 194 asarkan seb al trip selam ini menunj terhadap a urus ebagai 4 trip baran ma 12 jukan aturan Berdasarkan lokasi penangkapan fishing ground, tercatat bahwa daerah Anoi Itam KKLD, serta Ujung Seuke dan Paya Keuneukai daerah pemanfaatan merupakan lokasi yang paling banyak dijadikan lokasi penangkapan Gambar 28. . Gambar 27 Perbandingan persentase dari jumlah total trip di wilayah KKLD dan daerah pemanfaatan jumlah trip = 194. 5 10 15 20 25 30 35 40 45 U jung Se uke An o i It a m Re u te u k Be n te n g T e upi n Ba d a U jung K a re ung Pa ya K e une ka i Ba lo h a n Ba n g a u B a lik G unung Go a Sa ra n g K e une uka i Ja b o i B e u raw an g Ca lo k Ja b o i KKLD Pemanfaatan Ju m la h Tr ip Gambar 28 Jumlah trip yang tercatat selama 12 bulan di masing-masing lokasi penangkapan. Aturan yang diterapkan di dalam kawasan KKLD antara lain adalah pembatasan penggunaan alat tangkap perikanan tertentu di sekitar wilayah ekosistem terumbu karang, antara lain jaring, pukat dan alat bantu penangkapan berupa kompresor, yang didasarkan pada aturan adat melaut setempat BAPPEDA 2010. Kawasan KKLD terbagi kedalam 3 zona yaitu zona inti, zona perikanan 42,8 57,2 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 90.0 100.0 KKLD Daerah Pemanfaatan tot a l tri p berkelanjutan, dan zona pemanfaatan DKPP 2010. Wilayah pesisir timur P. Weh ditetapkan sebagai kawasan KKLD dengan tujuan untuk memberikan dukungan politis dan kebijakan terhadap pelaksanaan Hukum Adat Laut dan kelembagaan Panglima Laut yang telah berlangsung sejak lama di wilayah tersebut Mukminin et al. 2010. Berdasarkan analisis kelimpahan sumberdaya ikan karang, kawasan KKLD memiliki rata-rata kelimpahan lebih tertinggi dibandingkan kawasan TWAL dan daerah pemanfaatan yang tidak dikelola Gambar 14. Lebih jauh Campbell et al. 2008 menyatakan bahwa biomassa ikan karang ditemukan lebih tinggi di kawasan KKLD dibandingkan kawasan lainnya. Perbedaan juga ditemukan dalam hal struktur jenjang rantai makanan antar kawasan pengelolaan. Di kawasan TWAL dan KKLD dimana memiliki penutupan karang keras hidup live coral cover dan keragaman jenis karang tertinggi, jenis ikan yang berasosiasi erat dengan karang Chaetodontidae dan Pomacentridae memiliki biomassa yang lebih tinggi dibandingkan daerah pemanfaatan yang tidak terdapat pengelolaan. Tren perbedaan kelimpahan dan biomassa antar kawasan pengelolaan mengindikasikan adanya pengaruh positif dari kontrol pengelolaan terhadap kelimpahan dan biomassa ikan karang. Biomassa ikan ukuran kecil berukuran 5- 15 cm yang ditemukan lebih tinggi di kawasan pengelolaan TWAL dan KKLD diduga menjadi indikator adanya proses rekrutmen ikan yang lebih baik di kedua kawasan tersebut. Selain itu adanya larangan penggunaan alat tangkap jaring diduga menjadi penyebab adanya perbedaan struktur populasi ikan karang antar kawasan pengelolaan di P. Weh Campbell et al. 2008. Telah banyak penelitian yang mengkonfirmasi bahwa daerah perlindungan laut marine reserve telah membantu meningkatkan jumlah stok, ukuran ikan, dan output reproduksi dari kelompok ikan target bagi perikanan. Populasi ikan meningkat secara cepat dalam rentang waktu 2-3 tahun setelah suatu daerah perlindungan laut diimplementasikan. Pertumbuh populasi ikan bahkan terus berlanjut hingga rentang periode tertentu, khususnya bagi spesies ikan yang berumur panjang. Daerah perlindungan laut telah memberikan manfaat bagi hampir seluruh ikan ekonomis penting, krustasea, moluska, dan ekinodermata dari berbagai kelompok taksonomi Gell dan Roberts 2003. Dampak lain dari daerah perlindungan laut DPL bagi perikanan adalah adanya spillover, yaitu penyebaran larva, juvenil, maupun ikan dewasa ke daerah diluar DPL. Kajian yang dilakukan oleh Abesamis dan Russ 2005 membuktikan bahwa spillover pada spesies Naso vlamingii terjadi meskipun dalam rentang jarak yang relatif dekat 300-500 meter. Hasil penelitian yang dilakukan Filho dan Maura 2008 membuktikan adanya spillover pada ikan Epinephelus maculatus, Plectropomus leopardus , Chlorurus microrhinos, dan Scarus ghobban, dengan rantang jarak penyebaran antara 510-6000 meter. Mengacu pada dua hasil penelitian tersebut, keberadaan daerah perlindungan laut TWAL dan KKLD di P. Weh diduga dapat memberikan manfaat positif dalam menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan bagi perikanan, termasuk perikanan ikan hias laut. Meskipun begitu, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai jarak dan pola penyebaran dari jenis-jenis ikan hias laut di P. Weh untuk mengetahui dampak dari daerah perlindungan laut di P. Weh terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan hias laut. Dari segi aspek teknis alat tangkap, jaring ikan hias yang digunakan nelayan P. Weh memiliki ukuran mata jaring yang relatif terlalu besar. Hal ini terlihat dari lebih seringnya ikan-ikan terperangkap di jaring dengan cara tersangkut di bagian insangnya gilled. Hal ini sering kali mengakibatkan luka pada tubuh ikan target. Selain itu, banyaknya ikan-ikan non-target yang terperangkap dengan cara gilled menyebabkan proses penangkapan menjadi tidak efisien karena nelayan harus melepaskan ikan-ikan tersebut dari jaring sebelum melakukan proses penangkapan berikutnya, dimana proses ini kadang mengakibatkan kerusakan pada jaring.

5.4 Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Hias Laut

Analisis optimasi pemanfaatan ikan hias laut dalam penelitian ini tidak ditujukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada, melainkan untuk mengoptimalkan keuntungan ekonomi yang didapatkan oleh nelayan dengan didasarkan atas fungsi batasan ketersediaan sumberdaya, kapasitas upaya, dan harga ikan. Penyusunan model optimasi didasarkan atas skenario bahwa nelayan menerima permintaan ikan hias setiap minggu selama bulan efektif melaut 10,5 bulan. Berdasarkan data upaya penangkapan didapatkan bahwa rata-rata setiap unit penangkapan melakukan 2 trip per minggu untuk memenuhi satu order dari pembeli, sehingga dapat diasumsikan bahwa maksimum jumlah trip dalam satu tahun adalah 91 kali untuk masing-masing unit penangkapan. Berdasarkan fungsi batasan dan skenario yang digunakan, maka hasil yang didapatkan dari analisis optimasi adalah potensi hasil optimum jika nelayan memaksimalkan kapasitasnya dalam memanfaatkan sumberdaya ikan hias laut. Hasil optimasi dengan menggunakan pemrograman linier didapatkan bahwa pemanfaatan yang optimum akan didapatkan jika nelayan ikan hias di P. Weh secara keseluruhan meningkatkan tangkapan untuk jenis botana kapsul Acanthurus tenneti, botana lettersix Paracanthurus hepatus, dan enjiel batman Pomacanthus imperator, dengan total masing-masing sebanyak 1934, 1329, dan 7848 ekor dalam satu tahun. Perubahan komposisi jumlah ikan yang ditangkap pada ketiga spesies berdasarkan analisis optimasi disebabkan karena harga jualnya yang relatif lebih tinggi dibandingkan jenis lainnya. Karena karakteristik pola pemanfaatan ikan hias laut sangat ditentukan oleh permintaan, maka hasil analisis optimasi tidak secara langsung dapat diimplementasikan. Agar dapat mendukung pola pemanfaatan yang optimum di P. Weh, perlu adanya dukungan ketersediaan pasar. Nelayan perlu mencari peluang pembeli baru yang dapat menampung jenis-jenis tersebut. Hal lain yang menjadi kendala bagi penerapan hasil optimasi ini adalah karena ikan botana kapsul dan enjiel batman bukan merupakan target utama yang selalu diminta oleh pembeli secara kontinu. Pada saat melakukan kegiatan penangkapan, nelayan lebih fokus untuk memenuhi target permintaan dari pembelieksportir terlebih dahulu biasanya jenis botana biru sebelum menangkap ikan jenis lainnya. Ikan tangkapan sampingan seperti botana kapsul dan enjiel batman biasanya ditangkap jika ditemukan saat melakukan trip penangkapan, untuk menambah pendapatan nelayan. Nelayan biasanya mengggunakan istilah ‘sebagai tambahan untuk pengganti uang bahan bakar’ sebagai alasan untuk menangkap jenis-jenis ikan sampingan seperti ini. Hasil analisis optimasi ini dapat dijadikan dasar untuk strategi pengembangan perikanan ikan hias di P. Weh. Tentunya diperlukan dukungan