Kandungan mineral lintah laut
fraksinasi bertingkat. Pelarut yang digunakan bertingkat dari yang non polar ke polar, yaitu kloroform, etil asetat, dan etanol.
Dua sampel yang dimaserasi, yaitu daging dan jeroan lintah laut, menghasilkan filtrat dengan volume akhir kurang lebih 110 cairan tersisa dari
volume awal. Ekstrak yang diperoleh berupa ekstrak kental dengan karakteristik warna yang agak berbeda. Pada ekstrak kloroform diperoleh pasta yang berwarna
coklat pekat, ektrak etil asetat berwarna coklat kehijauan, dan ekstrak etanol berwarna coklat. Hasil analisis rendemen dari sampel daging dan jeroan lintah
laut dengan perbedaan pelarut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Rendemen ekstrak lintah laut
Keterangan Berat ekstrak
Kloroform Etil asetat
Etanol Daging lintah laut
4,53 1,14
5,08 Jeroan lintah laut
3,09 0,86
6,97
Rendemen merupakan perbandingan berat ekstrak yang diperoleh dengan bobot awal sampel yang digunakan. Rendemen menggambarkan efektivitas
pelarut tertentu terhadap bahan dalam suatu sistem tetapi tidak menunjukkan tingkat aktivitas esktrak tersebut. Komponen yang terbawa pada proses ekstraksi
adalah komponen yang memiliki polaritas yang sesuai dengan pelarutnya. Jenis pelarut yang digunakan mempengaruhi jumlah rendemen yang dihasilkan.
Tabel 8 menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki rendemen yang tertinggi yaitu 5,08 daging dan 6,97 jeroan. Tingginya rendemen pada
bagian jeroan disebabkan oleh perbedaan ukuran partikel dan kemudahan sel untuk pecah dimana pada bagian jeroan lintah memiliki sifat mudah dihancurkan
dibandingkan pada bagian daging lintah laut. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas terjadinya kontak dengan pelarut. Tingginya rendemen pada pelarut
polar juga telah dilaporkan oleh Nurjanah 2010, rendemen tertinggi diperoleh dari ekstrak metanol sebesar 4,51, sedangkan Andriyanti 2009 juga
melaporkan rendemen lintah laut dengan berbagai pelarut polar yaitu metanol, etanol dan air diperoleh nilai sebesar 12,54, 14,75 dan 13,21.