labu dan dievaporasi sampai pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat kepolaran rendah.
Gambar 4 Bagan kerja ekstraksi lintah laut Discodoris sp. Sherif et al. 2008 dengan beberapa modifikasi
Residu dari fraksinasi kloroform kemudian dilarutkan dengan pelarut etil asetat. Residu hasil fraksinasi dengan kloroform ditambahkan dengan 100 ml
pelarut etil asetat. Selanjutnya campuran dikocok dengan shaker selama 24 jam dan kemudian disaring. Fraksinasi dengan pelarut etil asetat dilakukan sebanyak
3 kali atau hingga larutan menjadi jernih. Hasil penyaringan ditampung dalam
Tepung lintah laut 50 g
Maserasi dengan kloroform 100 ml, 24 jam, suhu ruang
Penyaringan Filtrat
Evaporasi
Ekstrak Kloroform
Residu
Penyaringan Filtrat
Evaporasi
Ekstrak Etil
asetat
Maserasi dengan etil asetat 100 ml, 24 jam, suhu ruang
Residu
Penyaringan Filtrat
Evaporasi
Ekstrak Etanol
Maserasi dengan etanol 100 ml, 24 jam, suhu ruang
Residu
labu dan dievaporasi sampai pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat kepolaran sedang.
Fraksinasi terakhir menggunakan pelarut etanol. Residu hasil fraksinansi dengan etil asetat ditambahkan dengan pelarut etanol sebanyak 100 ml.
Campuran dikocok dengan shaker selama 24 jam dan kemudian disaring. Fraksinasi dengan pelarut etanol dilakukan sebanyak 3 kali atau hingga larutan
menjadi jernih. Hasil penyaringan ditampung dalam labu dan dievaporasi sampai pekat. Fraksi ini merupakan fraksi dengan tingkat kepolaran tinggi.
Larutan hasil fraksinasi bertingkat tersebut dikeringkan dengan evaporator pada suhu 40
C. Fraksi-fraksi yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan freezedryer. Kandungan zat aktif pada masing-masing fraksi dihitung bobotnya.
Prosedur lengkap dari proses ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4. Analisis yang dilakukan pada tahap ekstraksi ini meliputi: analisis rendemen, analisis
fitokimia Departemen Kesehatan RI 1995, dan analisis antioksidan Blois 1958 diacu dalam Hanani et al. 2005.
3.3.3 Fraksinasi lanjutan
Fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik kemudian dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60
F254. Pelaksanaan kromatografi preparatif dilakukan dengan mencari pelarut
terbaik terlebih dahulu menggunakan kromatografi lapis tipis. Eluen yang digunakan yaitu heksan, kloroform, etil asetat, metanol dan etanol. Pencarian
eluen terbaik dimulai dengan menggunakan eluen tunggal sampai dengan eluen campuran atau perbandingan.
Sebanyak 5 ml eluen dimasukkan ke dalam chamber dan ditutup, kemudian dibiarkan beberapa menit sampai larutan menjadi jenuh. Ekstrak kasar
yang terpilih dilarutkan dalam pelarutnya, kemudian ditotolkan pada garis bagian bawah yang ditandai pada plat kromatografi lapis tipis dengan menggunakan pipa
kapiler dan dikeringkan beberapa menit. Kemudian dimasukkan ke dalam chamber dengan posisi agak tegak, sampel yang ditotolkan berada pada bagian
bawah dan diusahakan tidak terendam oleh eluen. Kemudian chamber ditutup dan ditunggu sampai sampel terbawa eluen pada batas atas. Plat kromatografi
lapis tipis dikeluarkan dan dikeringkan. Selanjutnya plat dilihat hasilnya dengan menggunakan sinar UV 254 nm.
Setelah ditemukan eluen terbaik, dilanjutkan dengan kromatografi preparatif. Prosedur yang dilakukan hampir sama dengan KLT namun dengan
ukuran yang lebih besar. Pembuatan preparat dengan menggunakan silika gel 60 F 254 yang dipasang pada lempeng kaca dengan ukuran 20x20 cm. Eluen terbaik
yang diperoleh disiapkan sebanyak 20 ml dan dimasukkan ke dalam chamber. Larutan sampel ditotolkan pada plat KLT dan dimasukkan ke dalam chamber,
setelah dilihat hasilnya dengan sinar UV 254 nm, kemudian setiap fraksi atau masing-masing Rf Retardation factor yang dihasilkan dikerok dan dikumpulkan.
Hasil pengerokan dilarutkan dengan pelarut yang sama dengan sampel terpilih. Pada fraksi atau Rf yang diperoleh dicek dengan kromatografi lapis tipis KLT.
Jika pada lempeng KLT masing-masing fraksi hanya terdapat 1 bercak, maka dimungkinkan pemisahan sudah hampir sempurna dan diharapkan diperoleh
senyawa tunggal. Analisis yang dilakukan pada masing-masing fraksi Rf yang diperoleh
yaitu analisis antioksidan dengan metode DPPH menurut Blois 1958 diacu dalam Hanani et al. 2005.
3.3.4 Identifikasi senyawa aktif
Fraksi terpilih dengan nilai aktivitas antioksidan terbaik dilanjutkan dengan melihat komponen senyawa yang terdapat di dalamnya yaitu
menggunakan GC-MS. Kromatografi Gas-Spektrometri Massa dilakukan untuk mendapatkan bobot molekul dan pola fragmentasi dari senyawa murni tersebut.
Kondisi operasi dari GC-MS disajikan pada Tabel 2. Analisis yang dilakukan pada tahap identifikasi senyawa aktif ini yaitu
memilih senyawa yang memiliki puncak tinggi dan dicocokkan dengan senyawa yang ada pada library GC-MS dengan kemiripan 90.
3.4 Analisis 3.4.1 Rendemen Hustiany 2005
Rendemen adalah persentase bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan. Lintah laut utuh ditimbang beratnya baik sebelum maupun sesudah diambil