y = 0,076x + 13,05 R² = 0,985
20 40
60 80
200 400
600 800
1000
a k
tiv it
a s
Konsentrasi ppm
y = 0,042x + 5,901 R² = 0,995
10 20
30 40
50 60
200 400
600 800 1000
a k
tiv it
a s
Konsentrasi ppm
y = 0,016x + 0,562 R² = 0,85
2 4
6 8
10 12
14 16
500 1000
a k
tiv it
a s
Konsentrasi ppm
y = 0,020x - 0,393 R² = 0,984
5 10
15 20
200 400
600 800 1000
a k
tiv it
a s
Konsentrasi ppm
y = 0,099x + 6,299 R² = 0,971
20 40
60 80
100
200 400
600 800
1000
a k
tiv it
a s
Konsentrasi ppm
y = 0,055x - 1,697 R² = 0,993
10 20
30 40
50 60
200 400
600 800
1000
a k
tiv it
a s
Konsentrasi ppm
a b
c d
e f
Gambar 9 Hasil analisis IC
50
aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut a kloroform daging, b kloroform jeroan, c etil asetat daging, d etil
asetat jeroan, e etanol daging, f etanol jeroan. Nilai rata-rata antioksidan lintah laut terbesar didapat pada ekstrak kasar
daging lintah laut dengan pelarut etanol dengan IC
50
sebesar 441,12 ppm. Hasil penelitian yang diperoleh Nurjanah 2010 bahwa nilai IC
50
aktivitas antioksidan pada ekstrak kasar lintah laut kering dengan pelarut metanol yaitu 781,23 ppm
untuk contoh utuh dan 1657,07 ppm untuk contoh tanpa jeroan. Perbedaan nilai IC
50
antioksidan lintah laut ini disebabkan perbedaan pelarut yang digunakan, selain itu juga jenis bahan baku lintah laut, asal, habitat, dan umur juga bisa
berpengaruh terhadap senyawa antioksidan yang terbentuk. Hasil analisis ragam terhadap aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut
berdasarkan bagian lintah laut dan jenis pelarut Lampiran 9 menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
aktivitas antioksidan yang dihasilkan pada taraf kepercayaan 95, sedangkan jenis atau bagian daging dan jeroan tidak memberikan pengaruh yang berbeda
nyata pada taraf kepercayaan 95. Ketiga pelarut yang digunakan merupakan pelarut dengan perbedaan tingkat kepolaran sehingga memberikan perbedaan
yang signifikan terhadap aktivitas antioksidan ekstrak. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak daging lintah laut dengan pelarut etanol
memiliki aktivitas antioksidan dengan IC
50
sebesar 441,12 ppm. Ekstrak daging dengan pelarut etanol tersebut yang dilanjutkan ketahap pemurnian.
4.3 Pemurnian Ekstrak Lintah Laut
Pemurnian ekstrak lintah laut meliputi fraksinasi ekstrak kasar daging lintah laut dengan pelarut etanol mengunakan KLT, dilanjutkan dengan analisis
aktivitas antioksidan dan diakhiri dengan analisis kuantitafif dengan GC-MS untuk melihat senyawa di dalamnya.
4.3.1 Hasil fraksinasi dengan KLT
Pemisahan atau fraksinasi senyawa menggunakan teknik kromatografi lapis tipis KLT dilakukan untuk memisahkan senyawa yang ada pada ekstrak
kasar lintah laut yang sudah mempunyai aktivitas antioksidan terbaik yaitu ekstrak daging lintah laut dengan pelarut etanol dengan IC
50
441,12 ppm. Eluen terbaik yang diperoleh yaitu etil asetat:metano:air 30:6:5 sesuai dengan yang dilakukan
oleh Sherif et al. 2008. Fraksinasi menggunakan KLT dan pengamatan dengan sinar UV 254 nm menghasilkan 6 fraksi yang disajikan pada Gambar 10.
Hasil fraksinasi tersebut menggambarkan bahwa ekstrak kasar daging lintah laut dengan pelarut etanol kemungkinan diduga 6 senyawa yang terdeteksi.
Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim 2001 dan Witjaksono 2005 yang terlihat
pada Tabel 10, maka banyaknya Rf yang diperoleh dalam penelitian ini lebih sedikit, hal ini dikarenakan ekstrak kasar yang digunakan berbeda, dan pelarut
atau eluen yang berbeda.
Gambar 10 Hasil fraksinasi senyawa pada lintah laut menggunakan KLT Hasil fraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif
didapatkan 6 fraksi pada ekstrak kasar dengan pelarut etanol, dengan eluen terbaik yang dihasilkan etil asetat:metanol:air, yaitu 30:6:5. Hasil pengecekan terhadap
fraksi tersebut, diduga bahwa masing-masing fraksi telah menunjukkan adanya 1 spot dengan Rf yang berbeda. Hasil fraksinasi dengan kromatografi lapis tipis
preparatif dan pengecekan masing-masing fraksi dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 10 Perbandingan nilai Rf pada beberapa penelitian lintah laut
No Fraksi Nilai Rf
Discodoris sp. a Discodoris baholensis b
1 Rf1
0,12 0,050
0,15 2
Rf2 0,32
0,075 0,26
3 Rf3
0,49 0,138
0,39 4
Rf4 0,56
0,213 0,46
5 Rf5
0,78 0,450
0,63 6
Rf6 0,94
0,550 0,74
7 Rf7
0,600 0,83
Sumber: a Ibrahim 2001 b Witjaksono 2005
Rf 1 = 18,5 = 0,12 Rf 2 = 2,78,5 = 0,32
Rf 3 = 4,28,5 = 0,49 Rf 4 = 4,88,5 = 0,56
Rf 5 = 6,68,5 = 0,78 Rf 6 = 88,5 = 0,94
271,34 243,73
211,77 168,32
150,92 172,21
50 100
150 200
250 300
F1 F2
F3 F4
F5 F6
IC50 p
p m
Fraksi
a b
Gambar 11 Hasil fraksinasi dengan KLT; a kromatografi KLT preparatif, b hasil pengecekan dengan kromatografi lapis tipis
4.3.2 Aktivitas antioksidan hasil fraksinasi
Hasil fraksinasi dengan kromatgrafi lapis tipis preparatif diukur aktivitas antioksidannya dan disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12 Hasil analisis IC
50
aktivitas antioksidan pada masing-masing fraksi