IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Air Baku PAM
Kualitas air baku PDAM TKR Kabupaten Tangerang yaitu sungai Cisadane, kususnya pada intake instalasi pengolahan air wilayah Bojong Renged tidak
memenuhi kriteria mutu air Golongan I, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia PPRI Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, sebagai air baku perusahaan air minum. Konsentrasi senyawa organik KMnO
4
dalam air baku rata-rata 17.1 mgl, amoniak NH
4
-N 1.2 mgl, deterjen MBAS 0.3 mgl dan TSS 92 mgl. Berdasarkan kriteria mutu air golongan I, PPRI No. 82 tahun 2001, yaitu air yang
dapat digunakan sebagai air baku air minum, konsentrasi maksimum organik KMnO
4
10 mgl, amoniak NH
4
-N 0.5 mgl, deterjen MBAS 0.2 mgl dan TSS 50 mgl.
Air bersih hasil pengolahan Instalasi pengolahan air wilayah Bojong Renged tidak memenuhi Permenkes RI No. 416 tahun 1990 tentang persyaratan kualitas
air bersih. Konsentrasi senyawa organik KMnO
4
dalam air baku berkisar antara 11.8 mgl, amoniak NH
4
-N 0.7 mgl, dan deterjen MBAS 0.08 mgl. Persyaratan kualitas air minum dalam Permenkes RI No. 416 tahun 1990,
konsentrasi maksimum organik KMnO
4
10 mgl, amoniak NH
4
-N 0.01 mgl, dan deterjen MBAS 0.05 mgl. Ditinjau dari kualitas air hasil olahan, instalasi
pengolahan air yang dimiliki PDAM tidak efektif untuk menyisihkan senyawa organik, amoniak dan deterjen
4.2 Pembiakan Mikroorganisma
Pembiakan seeding mikroorganisma dilakukan secara alami yaitu dengan cara mengalirkan air baku secara terus menerus ke dalam reaktor biofilter yang
telah diisi media plastik tipe sarang tawon sampai terbentuknya lapisan biofilm yang melekat pada media dengan waktu tinggal hidrolis 6 dan 8 jam. Proses
pertumbuhan mikroorganisma ini didukung dengan suplai udara 30 litermenit secara terus menerus, dengan demikian air baku akan kontak dengan
mikroorganisma yang tersuspensi di dalam air maupun yang menempel pada permukaan media, sehingga terjadi penguraian senyawa organik popiarawati,
1998. Penelitian awal untuk pembiakan mikroba dilakukan selama 2 dua tahap.
Tahap pertama dilakukan pengamatan secara visual tanpa analisa laboratorium, dimana pada tahap awal proses pengolahan ini belum berjalan dengan baik karena
mikroorganisme yang ada pada reaktor biofilter belum tumbuh secara dengan baik. Setelah proses berjalan menginjak tahap kedua yaitu mulai dilakukan analisa zat
organik setelah ada indikasi mikroba mulai tumbuh dan berkembang biak yang ditandai dengan terbentuknya lapisan lendir biofilm pada permukaan media.
Lapisan biofilm ini mengandung mikroorganisma yang akan menguraikan senyawa organik yang terdapat pada air baku. Pertumbuhan mikroorganisma
diamati dengan mengukur penyisihan senyawa organik di dalam bioreaktor setelah 7 tujuh hari proses berjalan sampai penyisihan senyawa organik relatif
stabil mencapai kondisi steady state. Pembiakan mikroorganisma pada tahap awal dilakukan dengan WTH 8 jam
dan suplai udara 30 litermenit. Pertumbuhan mikroorganisma dikondisikan dengan waktu tinggal hidrolis 8 jam atau dengan laju alir 5.25 litermenit,
sehingga dengan waktu tinggal dan suplai oksigen yang cukup serta laju alir yang kecil dapat membantu pembentukan biofilm dan melekat dengan baik pada media
biofilter. Efisiensi penyisihan organik pada awal pengoperasian masih rendah yaitu 29, hal ini disebabkan pada awal pengoperasian pertumbuhan
mikroorganisme belum baik yang ditandai dengan lapisan lendir biofilm yang terbentuk masih tipis. Pada minggu kedua efisiensi mulai meningkat menjadi
40 dan pada minggu ketiga mencapai 69. Proses pengolahan pada hari terakhir minggu ketiga sudah mencapai kesetabilan, selanjutnya WTH diturunkan
menjadi 6 jam. Perubahan WTH dari 8 jam menjadi 6 jam mengakibatkan laju alir debit meningkat dari 5.25 litermenit menjadi 7 litermenit. Peningkatan laju alir
air baku mengakibatkan waktu kontak air baku dengan lapisan biofilm menurun dan diikuti dengan kenaikan laju pembebanan senyawa polutan, sehingga
mengakibatkan efisiensi menurun. Setelah reaktor lima hari beroparasi dengan WTH 6 jam efisiensi sudah mulai menunjukkan kesetabilan. Pada fase ini disebut
proses pematangan Winkler, 1981 dan setelah mencapai kondisi stabil disimpulkan mikroorganisme pengurai telah tumbuh dan bekerja dengan baik.
Efisiensi rata-rata penyisihan senyawa organik KMnO
4
dengan waktu tinggal hidrolis 6 jam sebesar 77 dan untuk mendapatkan waktu tinggal hidrolis
serta efisiensi penyisihan terbaik dilanjutkan dengan penurunan waktu tinggal hidrolis menjadi 4 jam.
Gambar 12 Penyisihan organik KMnO
4
selama proses seeding
4.3 Pengaruh WTH Terhadap Peyisihan Organik, Amoniak, Detergen,