Senyawa Deterjen Peningkatan Kualitas Air Baku Perusahaan Air Minum dengan Proses Biofiltrasi Menggunakan Media Plastik Tipe Sarang Tawon:

2.5 Senyawa Deterjen

Deterjen adalah merupakan bahan pembersih yang terbuat dari bahan kimia sintesis dengan komponen utama berupa surfaktan. Masyarakat menganggap deterjen bukan merupakan bahan yang berbahaya atau toksik, maka limbah deterjen dibuang langsung ke perairan sehingga menjadi sumber pencemaran yang potensial. Ainsworth 1996 mengatakan bahwa deterjen atau surfaktan adalah senyawa dengan struktur gugus molekul tertentu menyebabkan senyawa tersebut mempunyai sifat-sifat detergen misalnya menimbulkan efek busa. Deterjen mempunyai kemampuan untuk mengangkat kotoran pada pakaian, sehingga banyak digunakan sebagai bahan pembersih. Untuk mengaktifkan sifat pembersih, deterjen dilengkapi zat kimia yang mampu mengurangi tegangan permukaan air, sehingga dapat menimbulkan efek busa . Zat pengaktif detergen umumnya disebut sebagai surfactant agents misalnya ABS Alkyl Benzene Sulfonate. Sifat ABS yang terkenal adalah sulitnya diurai oleh mikroorganisma, karena berasal dari gugus alkyl yang bercabang banyak Gambar 3.a. berikutnya kemudian dikenal juga turunan yang berasal dari rantai hidrokarbon lurus sehingga relatif mudah diurai secara biologis, yaitu Linier Alkyl Sulfonate LAS, Gambar 3.b. Gambar 3 Rumus molekul senyawa ABS dan LAS Sampai saat ini ABS ini ternyata masih digunakan sebagai bahan baku deterjen di Indonesia, sehingga menimbulkan beberapa masalah seperti yang dinyatakan oleh Ainsworth 1996, yaitu: 1 Terbentuknya lapisan pada permukaan badan air film yang dapat menghalangi trasfer oksigen dari udara ke dalam air 2 Konsentrasi deterjen lebih dari 3 mgl menimbulkan efek busa yang stabil 3 Kombinasi antara polyphosphate dengan surfactant dapat mempertinggi kandungan nutrien dalam air sehingga menyebabkan proses eutrofikasi, yang mempercepat laju pertumbuhan gulma air, seperti enceng gondok 4 Hasil penelitian terhadap janin mencit Mus musculus menunjukkan potensi toksisitas deterjen, bahwa tikus yang mengkonsumsi air yang mengandung deterjen akan melahirkan janin dalam kondisi cacat dan mati, sementara tikus yang mengkonsumsi air tanpa deterjen dapat melahirkan janin normal. Said 1995 mengatakan seperti yang dikutip dari Karigome 1987 bahwa penguraian deterjen secara biologis ada tiga jenis definisi, yaitu: 1 Penguraian biologis primer primary biodegradation Adalah penguraian senyawa kimia komplek oleh aktifitas mikroorganisme menjadi bentuk senyawa lain yang tidak lagi memiliki karakteristik atau sifat senyawa asalnya. Penguraian biologis primer dari senyawa deterjen, biasanya sampai tahap dimana sifat-sifat deterjennya hilang, 2 Penguraian biologis tahap diterima lingkungan environmentally acceptable biodegradation Penguraian oleh aktifitas mikroorganisme dimana senyawa kimia telah dipecah secara biologis sampai tahap diterima oleh lingkungan yakni sampai tahap tidak menunjukkan sifat-sifat yang tidak diinginkan misalnya sifat menimbulkan efek busa, racun, perusakan terhadap keindahan dan estetika. 3 Penguraian biologis sempurna atau final ultimate biodegradation Penguraian senyawa kimia deterjen oleh aktifitas mikroorganisme secara sempurna menjadi karbon dioksida, air dan garam anorganik serta produk lain yang berhubungan dengan proses metabolisme normal mikroorganisme. Ainsworth 1996 mengatakan bahwa deterjen merupakan sumber utama phosphor karbonat dalam air buangan dan badan air yang menerimanya. Polyphosphate digunakan sebagai agen pembentuk senyawa kompleks sedangkan karbonat digunakan untuk menghilangkan Ca 2+ melalui proses presipitasi. Karakteristik deterjen yang dibuat dari komponen PO 4 3+ dan CO 3 2- dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi deterjen dengan komponen PO 4 3+ dan CO 3 2- Komponen Prosentase berat dalam deterjen PO 4 3+ CO 3 2- Surfactants Linier alkylbenzene sulfonate LAS Tallow alcohol sulfats Ethyloctyl sulfosuccinates Sodium sulfosuccinates Builders Sodium tripolyphosphate Sodium carbonates Corrosion inhibitors Sodium silicates SiO 2 : Na 2 O 2 Suspending agents Carboxylmethylcellulose Whitening fluorescent agents Optical brightners Coloring matter and fragrance Perfume Dye Fillers Sodium sulfates Water Polyethylene glycol 18 7,0 5,5 5,5 - 24 - 12 1,6 0,30 0,13 0,15 0,14 37 6,0 0,90 22 14 - 6,0 2,0 - 20 202,4 - 0,17 0,20 0,80 32 4,0 0,90 Sumber: Alhajjar, Harkin and Chesters 1989

2.6 Padatan Tersuspesi dan Kekeruhan