38
5.4 Proses Produksi
Proses produksi pembuatan tempe merupakan salah satu proses yang dapat merubah kacang kedelai mentah menjadi tempe. Proses ini dilakukan
dengan merebus kacang kedelai dan mencampurnya dengan ragi, proses pembuatan tempe ini membutuhkan waktu kurang lebih tiga hari. Namun
proses pembuatan tetap dilakukan setiap hari agar dapat memasarkan tempe yang sudah jadi setiap hari. Sekilas proses pembuatan tempe ini sederhana,
namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti pemilihan bahan, baik itu kedelai maupun ragi. Kualitas tempe yang baik diperoleh dengan memilih
kedelai dengan mutu yang baik, pengolahan yang tepat dan penggunaan kedelai yang tidak dicampur dengan bahan lain.
Jenis kedelai yang dipilih oleh pengrajin untuk membuat tempe adalah kedelai impor, dikarenakan kedelai ini yang banyak dijual dan mudah ditemui
di pasar. Jenis kedelai yang dijual beragam berdasarkan grade masing-masing. Tingkatan jenis kedelai yang dijual di pasar adalah merek Tiga roda, Gunung,
dan Bola. Seluruh pengrajin di Citeureup menggunakan jenis kedelai dengan merek Gunung atau Bola dikarenakan harganya yang lebih murah dibandingkan
Tiga roda, selain itu juga mudah untuk mendapatkan jenis kedelai ini. Jenis ragi yang digunakan adalah ragi buatan yang dijual di pasaran dengan bentuk
batangan, jenis ragi ini digunakan oleh semua pengrajin, dengan harga Rp 12.000 per kg. Jumlah pemberian ragi untuk tempe sangat dipengaruhi oleh
suhu dan cuaca, apabila suhu panas maka jumlah ragi yang digunakan lebih sedikit tetapi apabila suhu atau cuaca dingin maka jumlah ragi yang digunakan
lebih banyak. Hal ini dikarenakan kapang yang ada pada ragi merupakan kapang yang membutuhkan suhu panas. Bentuk ragi yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 5.
39
Gambar 5. Ragi Batangan
Proses pembuatan tempe yang dilakukan oleh masing-masing pengrajin sama yaitu melalui tahap pencucian, perebusan, perendaman, pengupasan kulit
ari kedelai, peragian, pembungkusan, dan pengeraman. Tempe-tempe yang sudah melalui tahap pengeraman selama dua hari akan langsung dipasarkan
oleh pengrajin. Tahapan dalam proses pembuatan tempe yang pertama yaitu tahap pencucian kedelai. Sebelum dicuci dengan air, kedelai dipisahkan
terlebih dahulu dari kotoran yang menempel pada kedelai, kotoran yang biasanya tercampur dalam kemasan kedelai adalah kerikil dan kulit luar
kedelai. Setelah dipisahkan dari kotoran, kedelai mulai dibilas dengan air dan dilakukan proses perendaman. Proses perendaman kedelai ini dilakukan selama
dua hingga tiga jam. Tahapan kedua setelah tahap pencucian kedelai adalah tahap perebusan
kedelai. Pada proses ini kedelai direbus dengan menggunakan drum besi, proses perebusan kedelai membutuhkan waktu yang berbeda setiap pengrajin.
Waktu yang digunakan untuk merebus setiap 50 kg kedelai kurang lebih dua jam, untuk 100 kg kurang lebih tiga hingga empat jam. Tujuan dari perebusan
kedelai yaitu untuk melunakkan kedelai agar ragi mudah menembus ke dalam kedelai saat proses pengeraman. Bahan bakar yang digunakan oleh pengrajin
untuk merebus kedelai ada dua jenis, 26 dari 30 responden memilih menggunakan kayu bakar dan empat responden memilih menggunakan gas.
Alasan pemilihan penggunaan bahan bakar dengan gas menurut pengrajin dikarenakan waktu yang digunakan lebih cepat selain itu lebih mudah. Alasan
dari pengrajin yang menggunakan kayu bakar adalah karena takut pada risiko terjadi ledakan jika menggunakan gas, selain itu menjadi lebih boros. Proses
pada tahap perebusan dapat dilihat pada Gambar 6.
40
Gambar 6. Proses Perebusan Kedelai
Tahapan ketiga yaitu proses perendaman kedelai yang telah direbus yang dapat dilihat pada Gambar 7. Sebagian besar responden melakukan proses
perendaman selama satu malam atau 10 hingga 12 jam. Proses ini dilakukan agar kedelai menjadi masam dan berlendir, setelah direndam kedelai dicuci
hingga bersih kemudian kedelai dimasukkan pada mesin pemecah kedelai Gambar 8. Tujuan pemecahan kedelai adalah untuk memudahkan penetrasi
enzim dan pertumbuhan miselium kapang yang digunakan. Setelah dipecah kedelai tersebut dipisahkan dari kulit arinya dengan cara dicuci dengan air
hingga bersih, kemudian kedelai ditiriskan dan dibiarkan dingin. Pada tahap penirisan ini kedelai dimasukkan pada drum plastik yang telah dilubangi pada
pinggir dan bawah drum untuk mengurangi kelebihan air yang dapat mendorong berkembangnya bakteri.
Gambar 7.
Perendaman Kedelai
41
Gambar 8. Pemecahan Kedelai dengan Mesin
Kedelai yang telah ditiriskan kemudian diberi ragi, proses ini merupakan proses yang dapat menentukan tempe berhasil atau tidak Gambar
9. Pemberian ragi ini dilakukan dengan mencampur dan mengaduk kedelai bersama ragi hingga merata. Ragi yang dipakai untuk membuat tempe
umumnya merupakan ragi campuran antara ragi tempe LIPI dan onggok. Pemakaian ragi sangat penting karena kekurangan ragi akan membuat tempe
tidak jadi. Cuaca juga sangat berpengaruh terhadap pemakaian ragi, pada saat cuaca dingin maka ragi yang digunakan akan lebih banyak dibandingkan pada
saat cuaca panas. Selain ragi adanya penggunaan bahan tambahan yaitu pewarna kuning pada tempe, penambahan bahan ini dilakukan oleh 50 persen
dari 30 responden. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mencerahkan warna tempe agar tidak pucat. Tahapan selanjutnya setelah peragian adalah
pengemasan, pengemasan yang dilakukan di tempat penelitian menggunakan plastik dan daun pisang. Sebelum digunakan plastik tersebut dilubangi terlebih
dulu menggunakan pisau atau garpu, kemudian setelah dibungkus tempe yang belum jadi disusun di atas kere dan diperam pada rak-rak bambu yang sudah
disiapkan selama dua hari.
42
Gambar 9. Penirisan dan Pendinginan Kedelai
Proses setelah menjadi tempe, kemasan plastik tersebut dibuka dan diganti dengan daun, hal ini dimaksudkan agar tempe tetap terlihat segar. Tidak
semua pengrajin melakukan gabungan plastik dan daun, tetapi ada juga yang kemasannya dengan plastik saja atau daun saja. Ukuran dari tempe bermacam-
macam sesuai dengan ukuran plastik yang digunakan dan harga jual tempe. Proses pengemasan dan pemeraman dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Berdasarkan hasil wawancara kepada pengrajin tempe di tempat penelitian, kondisi harga kedelai yang meningkat terus membuat para pengrajin memilih
untuk mengecilkan ukuran tempe dengan menipiskan tempe tanpa menaikkan harga, namun ada juga yang menebalkan ukuran tempe dan menaikkan harga.
Gambar 10.
Pengemasan Tempe
43
Gambar 11. Pengeraman Tempe
Semua proses produksi ini dilakukan di dapur bersama dengan dapur rumah tangga untuk skala I dan II dikarenakan jumlah produksi yang tidak
terlalu banyak sehingga tidak membutuhkan tempat yang luas. Berbeda dengan skala III yang sudah melakukan proses produksi pembuatan tempe di dapur
terpisah dikarenakan jumlah produksi yang lebih banyak sehingga
membutuhkan tempat yang luas untuk proses produksi. 5.5
Cara Pemasaran
Pemasaran merupakan aspek penting dalam usaha, dengan adanya pemasaran maka produk tersebut akan menghasilkan keuntungan. Pemasaran
yang dilakukan oleh pengrajin tempe di Citeureup hanya ada dua yaitu dipasarkan secara keliling menggunakan sepeda motor atau pun sepeda ke
rumah-rumah warga dan membuka lapak di pasar. Pasar yang digunakan untuk tempat pemasaran beragam yaitu ke pasar Citeureup, Cibinong, Cileungsi,
Cibarusah, Jonggol hingga Cibubur. Pemasaran yang dilakukan oleh pengrajin sebagian besar dengan membuka lapak di pasar dan menjajakan dagangannya
secara langsung kepada konsumen. Sebagian besar konsumen yang membeli tempe kepada pengrajin ini adalah pedagang sayur keliling, pemilik rumah
makan atau warteg, pedagang gorengan, dan ibu rumah tangga. Untuk lebih jelasnya sebaran responden berdasarkan cara pemasaran dapat dilihat pada
Tabel 13.
44
Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Pemasaran Tahun 2012
Pemasaran Skala Produksi
Total responden
Persentase I
II III
Keliling 3
- -
3 10
Pasar 8
16 3
27 90
Jumlah 11
16 3
30 100
Berdasarkan Tabel 13 sebaran responden dalam memasarkan tempe hanya ada dua cara yaitu tempe dipasarkan keliling dan membuka lapak
memiliki kios khusus di pasar. Jumlah pengrajin yang membuka lapak di pasar lebih banyak yaitu 27 orang atau 90 persen dibandingkan pengrajin yang
menjual tempenya secara keliling yang hanya tiga orang atau 10 persen. Cara pemasaran secara keliling hanya dilakukan oleh tiga pengrajin pada skala I, dan
delapan orang pada skala ini melakukan dengan cara membuka lapak di pasar. Cara pemasaran dengan membuka lapak di pasar dinilai lebih menguntungkan,
dikarenakan pengrajin tidak mendatangi konsumen melainkan konsumen yang mendatangi pengrajin. Konsumen yang membeli tempe di pasar merupakan
konsumen yang juga akan menjual kembali tempe tersebut seperti pedagang sayuran, pemilik warung makan atau konsumen yang akan membeli tempe
dalam jumlah banyak dan mencari harga yang lebih rendah. Berbeda dengan pemasaran keliling yang konsumennya sebagian besar adalah ibu rumah tangga
yang membeli secara eceran. Untuk pemasaran keliling ini dilakukan dengan berjualan keliling komplek-komplek perumahan warga dengan cara membawa
tempe menggunakan keranjang. Harga yang ditawarkan pengrajin kepada konsumen berbeda-beda
tergantung dari jumlah pembelian. Apabila konsumen yang membeli adalah konsumen yang akan menjual kembali tempenya dan membeli dalam jumlah
yang banyak maka harga yang berlaku merupakan harga grosir. Sementara untuk konsumen yang membeli tempe dalam jumlah sedikit atau satuan harga
tempe yang berlaku adalah harga eceran. Harga untuk pembelian secara eceran berbeda Rp 500 dengan pembelian secara borongan atau dalam jumlah yang
banyak. Rata-rata pengrajin menjual tempe dengan harga yang berbeda karena
45 setiap pengrajin memiliki ukuran tempe yang tidak sama. Semakin besar dan
tebal tempe maka harganya akan semakin mahal. Dengan demikian dikarenakan harga kedelai yang terus meningkat
seperti kondisi sekarang. Pengrajin harus melakukan upaya untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku ini. Upaya yang dilakukan untuk menyiasati
kenaikan bahan baku ini adalah dengan mengubah ukuran tempe dikarenakan pengrajin tidak dapat merubah harga. Harga yang ditawarkan kepada konsumen
berkisar Rp 1.500 hingga Rp 10.000. Harga ini disesuaikan dengan ukuran
tempe, ukuran tempe yang dijual bermacam-macam mulai dari ukuran kecil
hingga besar. Berikut daftar harga rata-rata ukuran tempe di Desa Citeureup dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14
. Harga dan Ukuran Tempe di Desa Citeurep Setelah Kenaikan Harga Kedelai Tahun 2012
Ukuran cm Harga Rp
12 x 25 1.500
13 x 30 3.000
14 x 35 4.000
15 x 35 5.000
18 x 30 8.000
20 x 30 10.000
Ukuran-ukuran tersebut merupakan ukuran penyesuaian dari kenaikan harga kedelai, sebelum kenaikan harga kedelai ukuran tempe lebih besar dan
lebih tebal dari ukuran tersebut. Harga tempe yang tertera di atas adalah harga tempe setelah kenaikan harga kedelai.
46
VI. ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TEMPE
Analisis terhadap pengaruh kenaikan harga kedelai pada usaha produksi tempe di Desa Citeureup dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
kenaikan harga kedelai tersebut terhadap kinerja usaha yang dilihat dari struktur biaya pada tiga skala usaha yang berbeda. Berdasarkan struktur biaya
dapat dilihat informasi skala usaha yang efisien yaitu dari biaya per unit yang paling rendah. Besaran biaya yang dikeluarkan setiap skala usaha berbeda,
perbedaan ini berdasarkan pada kebutuhan apa saja yang dipakai oleh pengrajin mulai dari proses persiapan, produksi, hingga pemasaran. Biaya-
biaya yang dikeluarkan oleh pengrajin berupa biaya pembelian kedelai, ragi, kayu bakar, plastik, daun pisang, tenaga kerja, listrik untuk menggerakkan
mesin pemecah kedelai dan air, transportasi, dan sewa bangunan. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh
pengrajin selama proses produksi berlangsung. Besarnya biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Berdasarkan dua
biaya tersebut dapat dilihat jumlah alokasi biaya yang digunakan selama produksi berlangsung. Selain itu dari biaya tetap dan biaya variabel juga dapat
digunakan untuk mengontrol biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Selain biaya tetap dan biaya variabel, biaya produksi juga dibedakan menjadi biaya tunai
dan non tunai biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan pengrajin tempe secara tunai dalam bentuk uang, seperti untuk
pembelian kedelai, ragi, daun pisang, plastik, bahan bakar. Sedangkan biaya non tunai adalah biaya yang tidak dikeluarkan secara langsung oleh pengrajin
tempe dalam berproduksi tetapi tetap diperhitungkan, biaya ini dapat berupa biaya penyusutan peralatan produksi tempe dan biaya tenaga kerja dalam
keluarga.
6.1 Biaya Tetap Usaha Tempe di Desa Citeureup Bogor
Biaya tetap yang dikeluarkan oleh pengrajin tempe terdiri dari biaya penyusutan peralatan produksi, biaya transportasi dan biaya sewa bangunan.
Biaya ini harus tetap dikeluarkan oleh pengrajin tempe berapa pun jumlah produksi tempe yang dihasilkan. Biaya tetap tersebut pada kenyataannya tidak
semua dibayarkan secara tunai, tetapi tetap diperhitungkan. Biaya tetap yang