Kerangka Pemikiran Operasional KERANGKA PEMIKIRAN

21 Π = TR - TC dimana : Π = Pendapatan bersihkeuntungan Rp TR = Total pendapatanpenerimaan Rp TC = Biaya Total Rp Sementara untuk melihat efisiensi usaha dapat diukur dengan melakukan analisis RC rasio. Semakin besar nilai RC maka semakin efisien usaha yang dilakukan. Nilai RC dalam usahatani juga digunakan untuk melihat apakah kegiatan usahatani menguntungkan atau tidak. Nilai RC1, menujukkan bahwa penerimaan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha menguntungkan. Nilai RC=1, menunjukkan bahwa penerimaan sama dengan biaya yang dikeluarkan atau usaha berada pada posisi impas. Sedangkan nilai RC1, menunjukkan bahwa penerimaan lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan sehingga usaha yang dijalankan tidak menguntungkan.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Pentingnya kedelai terlihat dari permintaan kedelai yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan industri olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya. Permintaan kedelai yang terus meningkat di dalam negeri tersebut tidak dapat dipenuhi oleh negara sehingga untuk menutupi permintaan tersebut Indonesia melakukan impor. Ketergantungan pada kedelai impor yang relatif tinggi, membuat harga kedelai di dalam negeri cenderung mengikuti harga kedelai impor. Kenaikan harga kedelai impor yang terus meningkat sangat berpengaruh pada kinerja usaha dari pengrajin tempe dalam memproduksi tempe. Hal ini dikarenakan kedelai merupakan bahan baku utama dalam produksi tempe, yaitu berkisar 80 persen hingga 90 persen dari biaya produksi, sehingga adanya kenaikan harga kedelai akan berpengaruh terhadap struktur biaya yaitu pada biaya produksi dalam pembelian input akan meningkat. Untuk melihat bagaimana struktur biaya pengrajin tempe, penulis mengelompokkan pengrajin tempe dalam tiga skala untuk perbandingan. Berdasarkan perbandingan tersebut akan terlihat perbedaan struktur biaya baik sebelum kenaikan harga kedelai dan setelah 22 adanya kenaikan harga kedelai. Dengan demikian dengan adanya kenaikan harga kedelai, maka pengeluaran biaya meningkat, dan keuntungan menurun sedangkan pengrajin tidak memiliki pilihan untuk menyeimbangkan pengeluaran dengan pemasukan. Oleh karena itu pengrajin perlu melakukan upaya-upaya untuk menyiasati kondisi tersebut agar kinerja usaha menjadi optimal dan keuntungan yang diperoleh pun maksimal. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat bagaimanakan pengaruh kenaikan harga kedelai terhadap kinerja usaha yang ditinjau dari menganalisis penerimaan, keuntungan, dan struktur biaya di sentra industri tempe Citeureup serta mengidentifikasi upaya apa saja yang dilakukan oleh pengrajin untuk menyiasati keadaan tersebut. Secara singkat alur pemikiran operasional dari penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. 23 Gambar 3. Diagram Alur Pemikiran Operasional Analisis Pengaruh Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Kinerja Usaha Indutsri Tempe Di Desa Citeureup Kabupaten Bogor. Harga kedelai impor meningkat Kinerja Industri Tempe Perubahan Struktur Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan Permintaan kedelai dalam negeri meningkat Penurunan produksi kedelai dalam negeri Kelangkaan dan Kenaikan harga kedelai Upaya penyesuaian yang telah dilakukan pengrajin tempe Sebelum kenaikan harga kedelai Setelah kenaikan harga kedelai Upaya paling menguntungkan Ketergantungan impor kedelai 24

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di kawasan industri tempe Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja purposive dengan pertimbangan kawasan tersebut merupakan salah satu sentra industri tempe terbesar di Bogor. Kegiatan pengambilan data dilakukan pada bulan Desember 2012 – Februari 2013.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang telah digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei menggunakan teknik wawancara dipandu dengan kuesioner yang telah disiapkan. Data primer pada penelitian mencakup karakteristik usaha produksi tempe seperti teknik pengolahan kedelai menjadi tempe, jumlah produksi, biaya produksi, upaya penyesuaian dalam menghadapi kenaikan harga kedelai, serta informasi lainnya yang berguna untuk menunjang penelitian ini. Data sekunder merupakan data pelengkap yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Data sekunder diperoleh dari catatan, laporan, maupun dokumen dari pihak terkait, seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor, Koperasi Produsen Tempe Tahu KOPTI Kabupaten Bogor. Selain itu, dilakukan penelusuran melalui internet, serta buku-buku dan penelitian sebelumnya yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ini.

4.3 Metode Pengumpulan Sampel

Populasi yang diambil adalah pengrajin tempe di Desa Citeureup Kabupaten Bogor berjumlah 188 unit usaha. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria utama yaitu lama usaha lebih dari satu tahun agar dapat melihat pengaruh kenaikan harga kedelai yang terjadi. Adapun jumlah sampel yang digunakan sebanyak 30 unit usaha. Metode pemilihan sampel yang digunakan yaitu simple random sampling dengan cara memberi nomor setiap pengrajin pada populasi kemudian dikocok hingga mendapat 30 sampel terpilih. Pada saat pengecekan terhadap sample terpilih di lapangan ternyata terdapat kendala, adanya ketidakcocokan dengan sampel tersebut, sehingga dilakukan pengocokan ulang