Biaya Tetap Usaha Tempe di Desa Citeureup Bogor

46

VI. ANALISIS STRUKTUR BIAYA USAHA TEMPE

Analisis terhadap pengaruh kenaikan harga kedelai pada usaha produksi tempe di Desa Citeureup dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kenaikan harga kedelai tersebut terhadap kinerja usaha yang dilihat dari struktur biaya pada tiga skala usaha yang berbeda. Berdasarkan struktur biaya dapat dilihat informasi skala usaha yang efisien yaitu dari biaya per unit yang paling rendah. Besaran biaya yang dikeluarkan setiap skala usaha berbeda, perbedaan ini berdasarkan pada kebutuhan apa saja yang dipakai oleh pengrajin mulai dari proses persiapan, produksi, hingga pemasaran. Biaya- biaya yang dikeluarkan oleh pengrajin berupa biaya pembelian kedelai, ragi, kayu bakar, plastik, daun pisang, tenaga kerja, listrik untuk menggerakkan mesin pemecah kedelai dan air, transportasi, dan sewa bangunan. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh pengrajin selama proses produksi berlangsung. Besarnya biaya produksi merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Berdasarkan dua biaya tersebut dapat dilihat jumlah alokasi biaya yang digunakan selama produksi berlangsung. Selain itu dari biaya tetap dan biaya variabel juga dapat digunakan untuk mengontrol biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Selain biaya tetap dan biaya variabel, biaya produksi juga dibedakan menjadi biaya tunai dan non tunai biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan pengrajin tempe secara tunai dalam bentuk uang, seperti untuk pembelian kedelai, ragi, daun pisang, plastik, bahan bakar. Sedangkan biaya non tunai adalah biaya yang tidak dikeluarkan secara langsung oleh pengrajin tempe dalam berproduksi tetapi tetap diperhitungkan, biaya ini dapat berupa biaya penyusutan peralatan produksi tempe dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

6.1 Biaya Tetap Usaha Tempe di Desa Citeureup Bogor

Biaya tetap yang dikeluarkan oleh pengrajin tempe terdiri dari biaya penyusutan peralatan produksi, biaya transportasi dan biaya sewa bangunan. Biaya ini harus tetap dikeluarkan oleh pengrajin tempe berapa pun jumlah produksi tempe yang dihasilkan. Biaya tetap tersebut pada kenyataannya tidak semua dibayarkan secara tunai, tetapi tetap diperhitungkan. Biaya tetap yang 47 dibayarkan tidak secara tunai ini seperti biaya pada penyusutan peralatan dan biaya sewa bangunan yang diperhitungkan. Untuk biaya penyusutan peralatan produksi dilakukan dengan metode garis lurus straight line method. Peralatan merupakan input produksi yang digunakan sebagai alat bantu usaha. Rincian penyusutan peralatan masing-masing pengrajin dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya transportasi termasuk pada biaya tetap dikarenakan biaya tersebut tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah produksi tempe yang dihasilkan oleh pengrajin. Dengan demikian apabila melakukan pengurangan atau penambahan jumlah produksi maka biaya transportasi ini akan tetap. Berikut data mengenai jumlah rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh pengrajin tempe di Citeureup untuk skala I, II dan III dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Komponen Biaya Tetap Rata-Rata Berdasarkan Skala Usaha Tempe di Sentra Industri Tempe Citeureup per 100 kg Tahun 2012 Uraian Biaya Skala I n = 11 Skala II n = 16 Skala III n = 3 Rp Rp Rp Penyusutan Peralatan 3.186 0,32 2.860 0,32 1.999 0,23 Transportasi 53.744 5,45 30.640 3,40 19.167 2,21 Sewa Bangunan 8.566 0,87 9.687 1,08 4.286 0,49 Jumlah 65.497 6,65 43.188 4,79 25.452 2,93 Rata-rata per kg kedelai 655 432 255 Maksimum 1131 633 324 Minimum 334 229 196 Standar deviasi 253 150 64,9 Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat komponen biaya tetap yang dikeluarkan pengrajin berdasarkan skala usaha. Jumlah responden yang ada pada skala I adalah 11 responden, skala II sebanyak 16 responden, dan skala III sebanyak tiga responden. Untuk komponen biaya penyusutan peralatan 48 tertinggi dikeluarkan oleh pengrajin skala kecil atau skala I dan biaya terendah pada skala III. Hal ini dikarenakan pada skala III penggunaan peralatannya lebih efisien dibandingkan pada skala I. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh tiga skala usaha ini merupakan biaya yang cukup besar diantara komponen biaya lainnya yaitu 5,45 persen atau Rp 53.744 untuk skala I, Rp 30.640 atau 3,40 persen untuk skala II, dan Rp 19.167 atau 2,21 persen untuk skala III. Ini dikarenakan untuk transportasi setiap pengrajin harus menyewa angkutan mobil. Selain itu biaya angkut berbeda didasarkan pada jarak tempuh dari tempat pemasaran. Untuk wilayah Citereup, Cibinong biaya angkut yang dibebankan sebesar Rp 20.000 hingga Rp 25.000 untuk pulang pergi karena jarak tempuh yang dekat, sedangkan untuk jarak tempuh seperti Cibarusah, Jonggol, Cibubur, dan Cileungsi dikenakan Rp 50.000 hingga Rp 70.000. Biaya transportasi bagi pengrajin yang memasarkan tempe secara keliling terhitung lebih murah karena menggunakan kendaraan sepeda motor sehingga biaya yang dikeluarkan per hari Rp 10.000 untuk bensin. Komponen biaya terakhir pada biaya tetap adalah biaya sewa bangunan. Biaya sewa bangunan ini dikeluarkan oleh pengrajin skala I dan II yang menyewa rumah untuk digunakan sebagai tempat produksi tempe. Sewa bangunan dibayarkan setiap pengrajin berbeda-beda, harga sewa berkisar Rp 150.000 hingga Rp 400.000 per bulannya. Biaya sewa bangunan ini tidak semua dibayarkan secara tunai, tetapi ada biaya yang diperhitungkan. Biaya sewa bangunan terbesar dikeluarkan oleh pengrajin skala II dikarenakan pengrajin skala II inilah yang lebih mahal menyewa bangunan dibandingkan pada skala I. Apabila biaya penyusutan peralatan tetap diperhitungkan pada struktur biaya tetap pengrajin tempe, maka total biaya tetap untuk masing-masing skala adalah Rp 65.497 6,65 persen untuk skala I, Rp 43.188 4,79 persen skala II, dan Rp 25.452 2,93 persen untuk skala III. Untuk mengetahui skala produksi yang paling rendah dalam mengeluarkan biaya tetap yaitu dengan membagi total biaya tetap pada masing-masing pengrajin pada tiap skala dengan jumlah kedelai yang digunakan yaitu 100 kg sehingga dapat dihitung biaya tetap rata- 49 rata per kg kedelai. Berdasarkan pada Tabel 15 terlihat bahwa biaya tetap rata- rata per kg kedelai yang dikeluarkan pengrajin semakin rendah apabila skala produksinya semakin besar, bukti ini diperlihatkan oleh besarnya biaya tetap rata-rata per kg kedelai pada produksi skala III yang merupakan biaya paling rendah diantara dua skala lainnya. Berdasarkan Tabel 15 terlihat adanya jumlah biaya tetap maksimum dan minimum. Jumlah ini diperoleh dari rata-rata jumlah biaya tetap yang dikeluarkan oleh pengrajin pada setiap skala. Biaya maksimum tertinggi dari tiga skala tersebut ada pada skala I, dan biaya minimum terendah ada pada skala III. Sementara standar deviasi merupakan perhitungan yang digunakan untuk melihat seberapa besar penyimpangan yang terjadi pada pengeluaran biaya tetap yang dikeluarkan oleh pengrajin pada masing-masing skala usaha.

6.2 Biaya Variabel Usaha Tempe di Desa Citeureup