Strategi Menghadapi Kenaikan Harga Kedelai

60

VII. ANALISIS UPAYA MENYIASATI KENAIKAN HARGA KEDELAI

7.1 Strategi Menghadapi Kenaikan Harga Kedelai

Adanya kenaikan harga kedelai ternyata berpengaruh terhadap kinerja usaha dari pengrajin tempe yang ada di Kabupaten Bogor khususnya di wilayah Desa Citeureup. Sesuai dengan teori bahwa seharusnya jumlah produksi tempe menurun dengan adanya kenaikan harga kedelai karena pengrajin mengurangi jumlah penggunaan kedelai, namun kenyataannya tidak demikian. Hal ini dikarenakan sebagian besar industri tempe adalah industri dengan skala kecil sehingga sulit untuk melakukan penyesuaian terhadap input yang digunakan karena adanya kekakuan penggunaan input. Oleh karena itu untuk tetap mempertahankan usaha pengrajin tempe harus melakukan upaya selain mengurangi penggunaan kedelai. Upaya yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga kedelai oleh pengrajin tempe di Desa Citeureup adalah dengan melakukan upaya dengan memanipulasi ukuran. Upaya tersebut merupakan upaya “diam-diam” yang tidak terlihat oleh konsumen. Upaya-upaya tersebut dilakukan oleh pengrajin karena tidak adanya pilihan lain yang dapat dilakukan untuk menekan biaya yang dikeluarkan. Upaya memanipulasi ukuran dinilai merupakan upaya terbaik karena ukuran tidak mudah dikenali oleh konsumen. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk mengurangi kerugian yang terjadi karena harga bahan baku yang terus meningkat. Selain itu untuk menekan biaya produksi dan menyeimbangkan keuntungan yang diperoleh . Beberapa upaya yang dilakukan oleh pengrajin tempe di tempat penelitian adalah mengecilkan ukuran dari tempe yang mereka jual dengan mengurangi jumlah kedelai dalam setiap kemasan tanpa menaikkan harga, mengubah ukuran menjadi semakin besar serta menaikkan harga tempe, dan mengurangi jumlah produksi. Tidak ada perbedaan antara pengrajin dengan skala produksi kecil dan besar dalam upaya yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga kedelai ini. Berikut adalah data sebaran pengrajin yang menjadi responden dalam penelitian ini berdasarkan upaya apa saja yang mereka lakukan dalam menyiasati kenaikan harga kedelai dapat dilihat pada Gambar 13. 61 Gambar 13. Grafik Pilihan Upaya Keterangan : : Mengecilkan ukuran tempe dan harga tetap : Mengecilkan ukuran tempe dan menaikkan harga : Memperbesar ukuran tempe dan menaikkan harga tempe : Mengurangi jumlah produksi Pilihan-pilihan upaya ini dilakukan sesuai dengan kemauan dari pengrajin. Namun hampir sebagian besar dari pengrajin tempe memanipulasi ukuran tempe, karena menurut pengrajin hanya itu yang dapat dilakukan pengrajin. Apabila harga tempe dinaikkan maka banyak dari konsumen yang tidak setuju. Manipulasi ukuran tempe yang terjadi adalah mengubah ketebalan dan lebar dari tempe sebelumnya. Berdasarkan Gambar 13 tersebut sebagian besar dari 30 responden melakukan upaya untuk mengecilkan ukuran tempe sebanyak 24 orang atau 80 persen. Pengrajin lebih memilih upaya ini dikarenakan tidak mau dikritik dan kehilangan pelanggan. Pengrajin memilih mengambil untung sedikit tetapi tempe yang diproduksi dapat terjual habis. Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan salah seorang responden pada saat wawancara berikut : 62 “ Saya sih milih ngurangin ukuran tempe mbak, biasanya tempenya saya tipisin ketimbang saya harus naikin harga, soalnya pembelinya pada ga setuju kalo harga tempenya naik. Mendingan untung sedikit tapi dagangan saya laku”. Pengrajin Tempe Citeureup Alasan tersebutlah yang menjadi pertimbangan para pengrajin dalam menjalankan usaha, lebih baik untung sedikit tetapi usaha tetap berjalan. Oleh karena itu pada saat terjadi kenaikan harga kedelai yang terus meningkat pengrajin merugi karena harga tempe yang dijual tidak berubah, tetapi harga kedelai sebagai input utama terus meningkat. Selain itu pengrajin juga mengutarakan bahwa sebagian besar dari pengrajin dalam membeli kedelai harus membayar secara tunai. Dengan demikian pengrajin harus berbelanja kedelai setiap hari menggunakan uang hasil penjualan hari ini untuk membeli kedelai yang akan diolah menjadi tempe pada hari berikutnya. Ada beberapa pengrajin yang memiliki pandangan berbeda terhadap upaya yang dilakukan dalam menyiasati kenaikan harga kedelai di pasaran. Berdasarkan data sebaran yang ada pada Gambar 13, tiga orang responden atau 10 persen memilih mengubah ukuran tempe yaitu mengurangi isi tempe dan juga menaikkan harga. Hal ini dilakukan oleh pengrajin karena kondisi mereka yang memproduksi tempe dalam jumlah kecil sehingga mereka memilih mengecilkan ukuran tempe dan menaikkan harga, meskipun harga yang berubah tidak banyak yaitu Rp 500. Pernyataan ini diungkapkan oleh salah satu responden yang ditemui pada saat wawancara sebagai berikut : “ Biasanya saya ngurangin ukuran tempe, jadi tempenya tambah kecil atau tipis. Biasanya ya harganya naiklah sedikit paling cuma Rp 500 soalnya ga bisa naik banyak-banyak. Awalnya pada ga setuju pembeli tapi ya mereka lama-lama tau kan kemarin juga harga kedelai lagi naik.” , Pengrajin Tempe Citeureup. Pilihan melakukan upaya dengan mengurangi ukuran tempe dan menaikkan harga jual tempe juga dilakukan beberapa pengrajin. Pilihan tersebut dilakukan karena sulitnya menjalankan usaha karena modal yang 63 terbatas. Menurut pernyataan pengrajin banyak pelanggan yang tidak setuju pada awalnya karena harga jual tempe dinaikkan, meskipun harga yang berubah tidak banyak tetapi lama-lama pelanggan dapat memaklumi hal tersebut dikarenakan memang harga kedelai sedang tidak stabil. Selain dua upaya tersebut, ada upaya lain yang dilakukan oleh pengrajin tempe yang tidak sama dengan kebanyakan upaya yang dilakukan pengrajin tempe lainnya di tempat penelitian. Upaya tersebut adalah dengan mengubah ukuran tempe menjadi semakin besar dan tebal dan juga menaikkan harga jual. Hal ini sedikit berbeda tetapi pengrajin tempe yang melakukan upaya ini memiliki pendapat sendiri terhadap upaya yang mereka lakukan. Menurut pendapat responden upaya ini dilakukan agar mengganti kerugian yang mereka keluarkan saat harga kedelai meningkat, sehingga kerugian yang mereka keluarkan dapat tertutup dengan keuntungan. Upaya ini dinilai efisien karena pelanggan tidak akan mengritik dengan harga yang berubah menjadi lebih mahal karena ukuran tempe yang mereka jual pun berubah menjadi semakin besar. Harga berubah biasanya berkisar antara Rp 1.000 hingga Rp 2.000. Pernyataan ini disampaikan oleh salah seorang responden yang ada di tempat penelitian sebagai berikut : “Upaya yang saya lakukan beda, kalo saya memperbesar ukuran tempe yang dijual jadi tempenya lebih besar dan lebih tebal, terus masalah harga juga naik misalnya biasanya saya jual tempe yang ukuran 16 x 30 cm itu Rp 6.000, sekarang ukurannya jadi 18 x 35 cm itu harganya Rp 8.000. Pelanggan ga complain si soalnya kan tempenya berubah jadi gede”. Pengrajin Tempe Citeureup. Berdasarkan pernyataan dari responden dengan melakukan upaya memperbesar ukuran tempe dan menaikkan harga ini, diduga bahwa upaya tersebut hanya dilakukan sementara. Mereka akan melakukan upaya ini hingga waktu penyesuaian terhadap konsumen saja, pada beberapa waktu selanjutnya ukuran tempe akan kembali ke ukuran semula tetapi harga yang berlaku adalah 64 harga pada saat ukuran tempe berubah. Selain itu masih ada upaya lain yang dilakukan pengrajin dalam menyiasati kenaikan harga ini. Terdapat dua responden yang beranggapan bahwa upaya tersebut tidak cukup untuk mengurangi kerugian, sehingga mereka melakukan upaya pengurangan jumlah produksi, misalnya sebelum kenaikan mereka dapat memproduksi 100 kg kemudian mengurangi jumlah produksi menjadi 75 kilogram. Upaya ini dilakukan tidak hanya mengurangi jumlah produksi kedelai tetapi juga mengurangi ukuran tempe yang mereka jual. Melakukan upaya ini menurut pengrajin mengurangi jumlah kerugian yang mereka keluarkan karena kenaikan harga kedelai. Salah satu responden menyatakan : “Dulu sebelum kenaikan harga saya buat tempe bisa 100 kilo per hari, tapi harga naik terus akhirnya jumlah kedelai saya kurangi jadi 75 kilo per hari, soalnya saya harus nambah modal terus ”. Pengrajin di Citeureup Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pengrajin tempe untuk menyiasati kenaikan harga kedelai di tempat penelitian berbeda-beda sesuai dengan perhitungan pengrajin. Perbedaan upaya yang dilakukan ini sebenarnya memiliki tujuan yang sama yaitu menutup penurunan keuntungan akibat kenaikan harga bahan baku tempe yaitu kedelai yang terus meningkat. Upaya manapun yang dilakukan dinilai efisien oleh pengrajin selama pengrajin tetap mendapatkan keuntungan dan keuntungan tersebut dapat mencukupi pengeluaran dalam menjalankan usaha. Sebenarnya upaya menjual tempe dengan satuan unit merupakan upaya meningkatkan keuntungan yang tanpa disadari konsumen, dikarenakan tempe tidak dijual dalam satuan kg tetapi dalam satuan unit sehingga apabila ada pengurangan ukuran tempe secara tidak langsung tidak terlihat nyata. Namun konsumen sudah membeli tempe dengan harga yang lebih mahal dibandingkan ukuran semula. Upaya ini dilakukan bukan dengan maksud membohongi konsumen tetapi upaya untuk memaksimalkan keuntungan karena tidak ada upaya lain yang dapat dilakukan pengrajin tempe selain pilihan tersebut. 65 Selain upaya pada pengurangan input, upaya yang mungkin terjadi pada suatu usaha biasanya adalah melakukan pengurangan tenaga kerja tetapi berbeda dengan usaha pembuatan tempe ini, pengrajin tidak melakukan pengurangan tenaga kerja dikarenakan tenaga kerja yang dipekerjakan juga tidak banyak. Hampir sebagian dari pengrajin hanya mempekerjakan satu atau dua orang tenaga kerja. Alasannya adalah karena kepedulian sesama pembuat tempe. Tidak sedikit juga pengrajin yang memilih mengerjakan proses produksi hingga pemasaran tempe dilakukan sendiri, dengan tujuan untuk menghemat biaya. Pada dasarnya kenaikan harga kedelai merugikan pengrajin secara langsung, dikarenakan kenaikan harga kedelai yang terjadi tidak dapat diperkirakan sehingga mereka harus mencari solusi yang tepat untuk menyiasati masalah tersebut, pernyataan tersebut disampaikan sebagai berikut : “ya rugi kalo harga naik, naikin harganya dadakan ga bisa diprediksi sekarang naik, besok turun, kadang besoknya naik lagi ya gitu terus. Lama- lama ya jadi biasa kita bisa adaptasi, tapi ya kalo naiknya jauh kita juga pusing, sekarang bisa untung 100 ribu sehari udah bagus ”. Pengrajin di Citeureup Upaya yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga kedelai dapat dikelompokkan berdasarkan skala usaha, sehingga dapat dilihat kecenderungan upaya manakah yang dilakukan setiap pengrajin pada skala usahanya. Berikut adalah data sebaran responden yang melakukan upaya tersebut berdasarkan skala usaha dapat dilihat pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 di atas dapat dilihat yaitu kecenderungan setiap skala melakukan upaya mengecilkan ukuran tempe dan mengusahakan harga tempe tetap. Terlihat pada skala I, II, dan III, 80 persen melakukan upaya yang sama yaitu mengecilkan ukuran tempe dan menjualnya dengan harga tetap. Hal ini menunjukkan bahwa industri tempe tidak memiliki kekuatan untuk memonopoli harga, sehingga harga tempe yang berlaku ditentukan oleh pasar. 66 Tabel 20. Upaya yang Dilakukan Untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai Berdasarkan Skala Usaha Tempe di Citeureup Tahun 2012. Upaya Skala I Skala II Skal a III Jumlah 1 Mengecilkan ukuran tempe dan harga tetap 9 81,8 12 75 3 100 24 80 2 Mengecilkan ukuran dan menaikkan harga - - 3 18,8 - - 3 10 3 Memperbesar ukuran dan menaikkan harga - - 1 6,2 - - 1 3,3 4 Mengurangi produksi dan mengecilkan ukuran tempe 2 18,2 - - - - 2 6,7 Jumlah 11 100 16 100 3 100 30 100

7.2 Perubahan Keuntungan Berdasarkan Jenis Upaya yang Dilakukan