2.3. Khasiat Biologis Cincau Hijau P.oblongifolia Merr.
Pada cincau hijau Cyclea barbata mengandung alkaloid isoquinolines yaitu tetandrin yang berkhasiat dan digunakan sebagai pengobatan penyakit Malaria
Plasmodium falcifarum I Saxena et al. 2003. Daun cicau hijau Cyclea barbata juga mengandung beberapa jenis bis-benzyl-isoquinoline alkaloid seperti
berbamine, chondocurine, alpha dan beta cyclanoline, fangchinoline, homoaromoline, isochondocurine, isotetrandine, lemacine dan tetrandine
Tantisewie 1986 diacu dalam Siregar 2011. Premna odorata Blanco mengandung senyawa fitokimia yang bersifat antiinflamasi, serta flavonoid yang
dapat digunakan sebagai agen kemoterapeutik yaitu diosmetin dan acacetin Pinzon et al. 2011, selain itu daun Premna integrifolia Linn mengandung
verbascoiside dan tiga monoacyl-6-0-alpha-Lrhamnopyranosylcatalpols yang memiliki aktivitas antibakteri Karmakar et al. 2011.
Cincau hijau P. oblongifolia Merr. mengandung klorofil yang relatif tinggi 1.709 ppm dibanding dengan jenis daun lainnya seperti murbei 884 ppm,
katuk 1.509 ppm dan pegagan 832 ppm Kusharto et al. 2008. Kadar serat pada cincau hijau Premna oblongifolia Merr. lebih tinggi dibandingkan
C. barbata L. Miers. Hal ini menjadikan cincau hijau P. oblongifolia Merr. lebih berpotensi sebagai bahan pembuatan minuman instan berserat. Penelitian
mengenai kandungan serat cincau hijau P. oblongifolia Merr juga dilakukan oleh Nurdin et al. 2005 yang menyatakan bahwa cincau hijau P. oblongifolia Merr
merupakan sumber serat yang potensial dijadikan sumber pengayaan pangan. Selain kandungan seratnya lebih tinggi, cincau hijau P. oblongifolia Merr. juga
mengandung beta karoten yang dapat berfungsi sebagai prekursor vitamin A dan antioksidan dengan cara menghambat peroksidase lipid secara nonenzimatik
Jacobus 2003. Ananta 2000 menyatakan bahwa ekstrak daun cincau hijau
C. barbata L. Miers. mengandung senyawa polar terdiri atas komponen fenol, protein dan alkaloid. Senyawa polar tersebut mampu menghambat proliferasi sel
kanker galur sel kanker K-562 dan Hela. Sedangkan Aryudhani 2011 melakukan uji fitokimia pada bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kandungan alkaloid pada daun P. oblongifolia Merr. baik segar maupun bubuk menunjukkan hasil yang positif.
Alkaloid merupakan kelompok besar metabolit sekunder tanaman yang terdiri dari berbagai jenis senyawa kimia yang berbeda dengan diversivitas
sifatnya sebagai obat. Alkaloid memiliki struktur cincin dengan substansi yang mengandung nitrogen Jiang Hu 2009. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Meiyanto et al. 2008 bahwa alkaloid merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai antikanker. Hasil penelitian Setiawati 2003 menunjukkan bahwa cincau
hijau dapat meningkatkan limfosit. Cincau hijau mengandung alkaloid sejenis scopolamin dan alkaloid semipolar sejenis tropic acid yang keduanya tidak
bersifat toksik pada tubuh manusia Arisudana 2003. Nugraheni 2003 menyatakan bahwa cincau hijau P.oblongifolia Merr.
mampu menurunkan kadar sitokrom p-420 sebesar 0,20 nmolmg dan meningkatkan aktivitas glutation peroksidase pada darah sebesar 12,72
nmolminmg protein. Penelitian secara in vivo yang dilakukan Chalid 2003 memperlihatkan bahwa aktivitas antikanker cincau hijau P.oblongifolia Merr.
dan C. barbata L. Miers. dapat menghambat laju pertumbuhan kanker yang dicerminkan dari volume jaringn kanker yang lebih rendah dibandingkan dengan
pembanding yang diberi pakan tidak mengandung ekstrak daun cincau hijau.
2.4. Siklus Sel
Siklus sel adalah serangkaian proses pembelahan sel menjadi dua. Proses proliferasi sel diawali adanya stimulus eksternal seperti faktor pertumbuhan untuk
memasuki G1, satu sel akan mengalami replikasi sampai akhir G1 kemudian faktor pertumbuhan akan menetap menjadi faktor pertumbuhan yang menginduksi
atau penghambat faktor pertumbuhan seperti TGFβ. Perubahan tersebut tergantung dari protein yang mengatur siklus sel. Mitogen dan faktor
pertumbuhan menginduksi sel untuk memasuki siklus sel melalui kontrol poin G1. Proses pembelahan sel menjadi dua sel identik melalui dua proses utama
yaitu replikasi DNA yang dikenal sebagai fase S dan penggandaan kromosom menjadi dua sel, yang dikenal dengan fase M. Pembelahan sel secara umum dapat
dibagi menjadi dua tahap yaitu Mitosis M dan Interfase. Tahap mitosis terdiri atas profase, metafase, anafase dan telofase, sedangkan tahap interfase terdiri atas
fase G1, S dan G2. Hal yang mendasari siklus sel menjadi empat fase yaitu fase presynthetic growth phase I G1, fase sintesis DNA S, premitotic growth phase
G2 dan fase mitosis M Vermeulen et al. 2003. Pada siklus sel terdapat pula fase quiescent cells atau fase istirahat yang dibut G0. Siklus sel disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Siklus Sel Alberts et al. 2002. Fase G adalah “gap” antara fase M dan fase S. Terdapat dua fase G yaitu
G1 dan G2 yang berfungsi sebagai penundaan waktu pertumbuhan sel. Fase G juga menyediakan waktu untuk sel memonitor keadaan internal maupun eksternal
untuk memastikan bahwa kondisi memungkinkan dan cocok untuk melakukan perbanyakan pada fase S dan pembelahan pada fase M. Fase G1 memiliki peran
sangat penting pada masa ini. Jika kondisi ekstraseluler tidak menguntungkan, maka sel akan memasuki fase G0 di mana sel berhenti berkembang. Jika kondisi
lingkungan mendukung dan terdapat sinyal untuk tumbuh maka sel akan memulai proses perkembangan pada fase G1. Fase G1 merupakan fase terpanjang setelah
sel mengalami mitosis. Selama fase ini sel menyiapkan diri untuk sintesis DNA dan biosintesis RNA dan protein.
Fase G1 akan dilanjutkan dengan fase S. Pada fase S terjadi proses replikasi DNA dengan bantuan enzim DNA polimerase dan sintesa histone, pada
fase akhir DNA mengandung sel ganda dan replikasi kromosom. Selanjutnya sel memasuki fase G2, pada fase ini terjadi pembentukan RNA, protein serta enzim