The Influence of Green Cincau Leaf Powder on Cancer Tissue Histopatology and Expression of Proapototic and Antiapoptotic Proteins on Adenocarcinoma Mammae in C3H Mice

(1)

PENGARUH BUBUK DAUN CINCAU HIJAU

(Premna oblongifolia Merr.) TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGI, SERTA EKSPRESI PROTEIN

PROAPOPTOSIS DAN ANTIAPOPTOSIS PADA

ADENOCARCINOMA MAMMAE MENCIT C3H

MUTIARA PRIHATINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Bubuk Daun Cincau

Hijau (Premna oblongifolia Merr.) terhadap Gambaran Histopatologi, Serta

Ekspresi Protein Proapoptosis dan Antiapoptosis Adenocarcinoma Mammae

Mencit C3H adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

Mutiara Prihatini


(3)

ABSTRACT

MUTIARA PRIHATINI. The Influence of Green Cincau Leaf (Premna oblingifolia Merr.) Powder on Cancer Tissue Histopatology and

Expression of Proapototic and Antiapoptotic Proteins on Adenocarcinoma Mammae in C3H Mice. Supervised by FRANSISKA RUNGKAT-ZAKARIA and PUSPITA EKA WUYUNG.

Cancer is very closely associated with food consumption. Natural foods such as fruits and vegetables have been proven to have many benefit effects to body health. Bioactive compound from plants have antitumor activity. Green leaf of P.oblongifolia Merr. had been proven to have activity on tumor growth resistance in C3H mice. The purposes of this study were to know the influence of green P.oblongifolia Merr. leaf powder as anti cancer activity on C3H mice by analyzing tumor tissue histopatology, expression of JNK 1/2 and caspase-7 as proapoptosis protein and expression of ERK 1/2 and COX-2 as antiapoptosis protein.

C3H mice (n=25) were devided into 5 groups. The first is a standard negatif group (A) and the second group was a positif control group (B), both were treated with standard diet containing 0% green leaf powder. Group C, D and E were given standart diet containing green leaf powder 0,88%, 1,76%, and 2,64%. The diets were given for 30 days. At 31st day the mice in groups B,C, D and E were transplanted with MMTV cancer cells. The diet was continued to 52nd day and at 53rd day all mice were terminated to obtain the cancer tissue.

Parameters observed covering consumption of diet, body weight, tumor growth latent period, volume and weight of cancer tissue. Histopatology analysis was comprised of hematoxilin eosin (HE) and imunohistochemical (IHC) staining. The IHC were done using four antibodies which are anti-phospho-JNK 1/2, anti-COX-2, anticaspase-7, and anti-phospho-ERK 1/2.

Delta of mice body weight before and after transplantation was not significantly different (p>0,05). Cancer latency period was not significanly different (p>0,05). Cancer volume increased significantly in positif control group (p<0,05). Cancer tissue weight of groups D and E were significantly lower compared to the other groups (p<0,05). The results showed that the mice that given green leaf powder (P. oblongifolia Merr.) exhibited less development of cancer growth mainly in groups D and E, which was supported by HE score. The HE staining showed that the cancer tissues of groups D and E have the least average differentiation and mitotic scores. In this study IHC staining for proapoptotic markers as JNK 1/2 and caspase-7 and for antiapoptotic markers as ERK 1/2 and COX-2 have not yet indicated positive expression.

Keywords : C3H mice, green cincau leaf powder, Premna oblongifolia Merr, Caspase-7, JNK1/2, ERK 1/2, and COX-2.


(4)

MUTIARA PRIHATINI. Pengaruh Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) terhadap Gambaran Histopatologi, Serta Ekspresi

Protein Proapoptosis dan Antiapoptosis pada Adenocarsinoma Mammae Mencit C3H. Dibimbing oleh FRANSISKA RUNGKAT-ZAKARIA dan PUSPITA EKA WUYUNG.

Faktor eksternal menyebabkan penyakit kanker sebesar 90-95%, dimana 30-35% berasal dari makanan. Hal ini menunjukkan bahwa kanker merupakan penyakit yang dapat dicegah. Salah satu upaya pencegahan kanker adalah dengan memperbaiki pola konsumsi menjadi diet sehat. Konsumsi buah dan sayur merupakan langkah kongkrit memperbaiki pola diet. Komponen bioaktif dalam sayur dan buah memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, imunomodulator dan antikanker yang berpengaruh positif bagi kesehatan. Penelitian mengenai cincau hijau yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa cincau hijau memiliki aktivitas antikanker dengan kemampuan menghambat perkembangan jaringan kanker pada mencit C3H yang diberi bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr pada pakannya.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui daya hambat bubuk daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr. terhadap pertumbuhan sel kanker pada mencit C3H; (2) mengetahui profil jaringan kanker berdasarkan analisa pewarnaan hematoksilin-eosin (HE); (3) mengetahui ekspresi protein JNK-1/2 dan kaspase-7 sebagai penanda proapoptosis sel kanker; (4) mengetahui ekspresi protein ERK-1/2 dan COX-2 sebagai penanda antiapoptosi sel kanker.

Pengujian aktivitas antikanker pada penelitian ini menggunakan mencit C3H sebagai hewan coba. Mencit C3H sebanyak 25 ekor dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri atas lima individu pada setiap kelompok. Kelompok A adalah kelompok kontrol negatif yang diberi pakan standar (0% bubuk daun cincau) dan tidak ditransplantasi sel kanker payudara. Kelompok B adalah kelompok kontrol positif yang diberi pakan standar (0% bubuk daun cincau) dan ditransplantasi sel kanker payudara. Kelompok C, D dan E adalah kelompok perlakuan yang diberi pakan dengan penambahan bubuk daun cincau masing-masing sebesar 0,88%, 1,76% dan 2,64% serta diberi perlakuan transplantasi sel kanker payudara.

Pemberian pakan coba dilakukan selama 52 hari, dimana pada hari ke-1 sampai hari ke-30 belum dilakukan proses transplantasi. Pada hari ke-31 dilakukan proses transplantasi sel kanker payudara pada kelompok B,C,D dan E. Pemberian pakan dilanjutkan sampai hari ke-52. Pada hari ke-53 dilakukan proses terminasi, dan pengambilan jaringan kanker pada mencit. Parameter yang diamati meliputi berat badan mencit, konsumsi pakan, masa laten, volume jaringan kanker dan berat jaringan kanker. Berat badan mencit ditimbang dua kali dalam sepekan. Pengamatan masa laten dilakukan setiap hari setelah proses transplantasi dilakukan dengan cara perabaan menggunakan tangan. Pengukuran volume jaringan kanker dilakukan dua kali sepekan menggunakan jangka sorong. Jaringan kanker diambil dan ditimbang pada saat terminasi. Jaringan kanker diproses lebih


(5)

lanjut untuk dibuat sediaan histopatologi untuk keperluan uji pewarnaan jaringan meliputi pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan imunohistokimia (IHK). Pengamatan histologi hasil pewarnaan HE meliputi diferensiasi sel yang terdiri atas kepadatan sel, pleomorfisme sel dan mitosis sel. Pewarnaan IHK digunakan untuk mengetahui ekspresi protein proapoptosis menggunakan antibodi antikaspase-7 dan antiphospho-JNK 1/2, serta ekspresi protein antiapoptosis menggunakan antiphospho-ERK 1/2 dan anti-COX2.

Data pada penelitian ini dianalisa menggunakan analisis ragam dengan rancangan percobaan rancang acak lengkap (RAL). Sebelumnya, data dianalisis normalitas dan homogenitasnya kemudian dilanjutkan dengan uji sidik ragam (ANOVA), jika hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Hasil pewarnaan jaringan kanker menggunakan metode IHK dianalisa secara deskriptif.

Hasil uji sidik ragam terhadap konsumsi pakan sebelum transplantasi menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol negatif (A) dan keempat kelompok lainnya (p<0,05), konsumsi pakan kelompok A sebesar 2,24 ±0,28 g/hari relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok B (1,78±0,19 g/hari),C (1,77±0.21 g/hari), D (1,80±0,31 g/hari) dan E (1,83±0,13 g/hari). Konsumsi pakan pada masa setelah transplantasi yaitu hari

ke-31 sampai dengan hari ke 52 pada kelompok B mengalami penurunan yaitu 1,66±0,25 g/hari. Hasil uji sidik ragam terhadap konsumsi pakan setelah transplantasi menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05). Konsumsi pakan kelompok perlakuan yang diberi bubuk daun cincau yaitu C, D dan E lebih tinggi dari pada kelompok kontrol positif (B) yang tidak diberi bubuk daun cincau pada pakannya.

Perkembangan berat badan sebelum transplantasi (hari 1 sampai dengan hari 30) secara keseluruhan mengalami kenaikan berat badan, walaupun pada pengukuran awal terjadi penurunan. Berat badan mencit kelompok A adalah 19,6±1,7 g; B 19,5±2,0 g; C 21,1±1,6g; D 20,8±1,4 g dan E 17,2±1,0 g. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa berat badan mencit kelompok C tidak berbeda nyata dengan D, namun keduanya nyata lebih besar dari kelompok A dan B. Mencit kelompok E nyata lebih kecil terhadap kelompok A, C dan D. Pengamatan berat badan setelah transplantasi secara umum mengalami kenaikan dengan nilai kelompok A adalah 22,7±1,4 g; B 21,2±0,5 g; C 22,5±0,5g; D 22,0±0,4 g dan E 18,4±1,3 g. Hasil uji sidik ragam menunjukkan bahwa mencit kelompok A, C, dan D memiliki berat badan yang tidak berbeda nyata.

Pengamatan masa laten kelompok B adalah 4,6 hari, C 5,4 hari, D 4 hari, dan E 4,8 hari. Volume jaringan kanker dari kelompok B, C, D, dan E masing-masing adalah 0,55±0,69 cm3; 0,21±0,11 cm3, 0,15±0,08 cm3 dan 0,20±0,06 cm3. Pengamatan volume jaringan kanker menunjukkan bahwa pertumbuhan volume jaringan kanker secara umum mengalami kenaikan. Peningkatan volume jaringan kanker secara jelas terlihat pada mencit kelompok kontrol positif dengan cincau hijau 0% (B) setelah hari ke-44. Pengukuran berat jaringan kanker dilakukan setelah terminasi pada hari ke-52. Hasil uji sidik ragam terhadap berat jaringan kanker menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05). Berat jaringan kanker kelompok perlakuan D dan E yang diberikan cincau 1,76% dan 2,64% pada pakannya menunjukkan berat jaringan kanker yang lebih kecil dibandingkan kelompok B dan C.


(6)

rata kepadatan sel tumor kelompok B sebesar 2,5±0,469. Parameter pleomorfisme sel walaupun skor rata-rata kelompok B paling besar yaitu 1,8±0,74, tetapi tidak berbeda nyata dengan kelompok perlakuan yang lain (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semua kelompok perlakuan, selnya sudah mengalami perubahan bentuk sel dari sel asal, komposisi perbandingan antara sitoplasma dan inti sel sudah terjadi, serta perubahan warna inti sel.

Hasil uji IHK menggunakan empat jenis antibodi primer yaitu antiphospho-JNK 1/2, anti-COX-2, antikaspase-7, dan antiphospho-ERK 1/2. Pada penelitian ini sediaan jaringan kanker yang diuji dengan IHK adalah jaringan kanker yang memiliki berat yang terkecil dan terbesar dari masing-masing kelompok perlakuan.

Pewarnaan menggunakan IHK memiliki spesifitas yang lebih baik dibandingkan dengan pewarnaan HE, namun pewarnaan IHK menuntut ketelitian yang cukup tinggi. Hasil pengamatan histopatologis pada sampel yang telah diwarnai menggunkan teknik pewarnaan IHK menunjukkan lesi yang mengarah pada lesi kanker, dan ekspresi protein penanda proapoptosis dan protein penanda antiapoptosis namun menunjukkan hasil negatif secara imunohistokimia, karena ekspresi warna coklat yang terbentuk tampak belum terlalu kontras. Ekspresi warna coklat yang nampak belum tentu merupakan hasil dari ekspresi dari protein target (false positif).

Kata kunci: mencit C3H, cincau hijau, Premna oblongifolia Merr, HE, IHK, JNK 1/2, COX-2, kaspase-7 dan ERK 1/2.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

HISTOPATOLOGI, SERTA EKSPRESI PROTEIN

PROAPOPTOSIS DAN ANTIAPOPTOSIS PADA

ADENOCARSINOMA MAMMAE

MENCIT C3H

MUTIARA PRIHATINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada

Program Mayor Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(9)

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr. Dra. Suliantari, M.S


(10)

Judul Penelitian :Pengaruh Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) terhadap Gambaran

Histopatologi Serta Ekspresi Protein Proapotosis dan Antiapoptosis pada Adenocarsinoma Mammae Mencit C3H.

Nama : Mutiara Prihatini

NRP : F251080301

Program Studi : Ilmu Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M.Sc

Ketua Anggota

Dra. Puspita Eka Wuyung, M.S

Diketahui

Ketua Program Mayor Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(11)

PRAKATA

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas semua kemudahan, berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun tesis dengan judul “Pengaruh Bubuk Daun Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) terhadap Gambaran Histopatologi, Serta Ekspresi Protein Proapoptosis dan Antiapoptosis pada Adenocarsinoma Mammae Mencit C3H”.

Penelitian ini dibiayai oleh dana Hibah Kompetisi Dikti tahun 2008. Dalam proses penyusunan tesis ini ada berbagai hambatan yang dihadapi penulis, namun atas bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak Alhamdulillah tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat-Zakaria, M.Sc, selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberi perhatian, masukan dan saran selama proses penelitian.

2. Dra. Puspita Eka Wuyung, M.S, selaku dosen pembimbing kedua yang telah memberi perhatian, masukan dan saran selama proses penelitian.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang telah memberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2.

4. Dr. Dra. Suliantari, M.S, selaku penguji atas masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

5. Prof. drh. Bambang Pontjo Priyosoeryanto, Ph.D, AP.Vet, yang telah memberikan banyak masukan terkait teknik analisis imunohistokimia di Laboratorium Patologi FKH IPB.

6. dr.Nurjati Chairani Siregar, PhD, Sp.PA(K) Departemen Patologi Anatomik FK UI, yang telah memberikan bimbingan pembacaan sediaan HE.

7. Keluarga besar: Program Mayor Ilmu Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta IPB, SEAFAST Centre IPB, Departemen Patologi Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB, Laboratorium Patologi Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


(12)

do’a dan semangat yang tak hentinya selalu dicurahkan padaku.

9. Teman-teman terbaik : Nindira, Anto, Anas, Zatil, Bu Emma, Pak Slamet, Mbak Nelis, Mbak Elisa dan Mbak Nunung.

10. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penulisan tesis ini, hingga tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Saran dan kritik sangat penulis harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2012


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Mutiara Prihatini, dilahirkan di Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, pada tanggal 9 Februari 1980, sebagai anak kedua dari pasangan Bapak R.Basuki Soepriadhy (Alm, kembali ke rahmatullah pada 19 Oktober 2010) dan Ibu Siti Aminah. Penulis adalah istri dari Andi Krisyunianto,ST dan memiliki dua anak yaitu Banyubening Adwa’ Bhadrika dan Jenar Widhi Ramadhani.

Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri I Karawang. Tahun 1998-2001 penulis melanjutkan pendidikan di Poltekkes Depkes Jurusan Gizi di Yogyakarta. Kemudian melanjutkan ke jenjang S-1 jurusan Gizi Kesehatan pada tahun 2003-2005 di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Penulis bekerja sebagai staf di Pusat Penelitian Gizi dan Makanan sejak tahun 2006, yang kemudian menjadi Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik pada tahun 2011. Kesempatan melanjutkan pendidikan ke program Pascasarjana pada program studi Ilmu Pangan diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


(14)

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

1. PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang ... 4

1.2. Rumusan Masalah ……… 4

1. 3. Hipotesis. ... 4

1.4. Tujuan ... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2. 1. Tanaman Pangan Anti Kanker... 7

2. 2. Tanaman Cincau Hijau ……... 8

2. 3. Khasiat Biologis Cincau Hijau………... 10

2. 4. Siklus Sel ...…... 11

2. 5. Kanker………... ... 13

2. 5. 1.Karsinogenesis...……… 14

2. 5. 2.Jalur Sinyal Transduksi... 16

2. 5. 3. Jalur Sinyal Apoptosis ... 18

2. 5. 4. Peranan COX-2 pada Apoptosis dan Proliferasi... 21

2.6. Mencit (Mus musculus L) C3H ... 23

2. 7. Metode Analisa Histopatologi……...………. 24

2.7.1. Metode Hematoksilin Eosin…...………. 24

2.7.2. Metode Imunohistokimia…..…....………. 25

3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 27

3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27

3. 2. Bahan dan Alat ... 27

3. 3. Tahapan Penelitian ... 29

3. 3. 1. Pembuatan bubuk daun cincau hijau... 29

3. 3. 2. Pembuatan pakan uji... 30

3. 3. 3. Pemeliharaan mencit... 31

3. 3. 4. Transplantasi... 32

3. 3. 5. Pengamatan konsumsi pakan dan monitorin berat badan mencit... 33

3. 3. 6. Pengamatan masa laten dan volume jaringan kanker... 33

3. 3. 7. Terminasi dan penimbangan jaringan kanker... 34

3. 3. 8. Pembuatan preparat histologi... 35

3. 3. 9. Pewarnaan HE... 35

3. 3.10. Pewarnaan IHK... 37

3. 4. Rancangan Percobaan dan Analisis Data ………... 40

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4. 1. Pakan Mencit C3H ... 41

4. 2. Perkembangan Berat Badan dan Jaringan Kanker Mencit C3H... 41

4. 2. 1. Berat Badan Mencit ... 41

4. 2. 2. Masa Laten ……... 46

4. 2. 3. Volume Jaringan Kanker ... 47

4. 2. 4. Berat Jaringan Kanker ... 49

4. 2. 5. Gambaran Histopatologi Jaringan Kanker Menggunakan Pewarnaan HE... 50


(15)

4. 2. 6. Gambaran Histopatologi Jaringan Kanker Menggunakan

Pewarnaan IHK ... 53

5. SIMPULAN DAN SARAN ... 57

5. 1. Simpulan ... 57

5. 2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(16)

Halaman

1 Kandungan gizi daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. ... 9

2 Komposisi mineral pakan mencit C3H... 28

3 Komposisi pakan standar dan pakan uji……….. 30

4 Rincian hasil pewarnaan HE mencit C3H……… 50


(17)

(18)

1 Cincau hijau P. oblongifolia Merr. ... 9

2 Siklus sel (Alberts et al. 2002)…………... 12

3 Skema utama karsinogenesis zat kimia (Hodgoson & Levi 2000)... 15

4 Jalur sinyal kaskade MAPK (Takekawa et al. 2011)... 17

5 Jalur apoptosis ekstrensik dan intrinsik (Elmore 2007)... 19

6 Proses transplantasi sel kanker C3H……….. 33

7 Proses pengukuran berat badan, volume jaringan kanker dan jaringan kanker segar mencit C3H... 34

8 Proses terminasi dan pembedahan……… 35

9 Grafik pertumbuhan berat badan mencit……….. 42

10 Grafik ukuran volume jaringan kanker mencit C3H...………... 47

11 Grafik berat jaringan kanker mencit C3H...………...…….. 49


(19)

(20)

Halaman

1 Diagram alir proses pembuatan bubuk daun cincau hijau... 67

2 Uji normalitas berat badan mencit sebelum transplantasi... 68

3 Uji homogenitas berat badan mencit sebelum transplantasi... 68

4 Tabel berat badan mencit sebelum transplantasi (g) ... 69

5 Analisis statistik berat badan mencit sebelum transplantasi... 71

6 Uji sidik ragam rata-rata delta pertumbuhan berat badan mencit... 72

7 Tabel berat badan mencit sebelum transplantasi... 73

8 Uji sidik ragam jumlah pakan yang dikonsumsi sebelum transplantasi.... 74

9 Uji korelasi delta berat badan dan konsumsi pakan sebelum transplantasi... 75

10 Tabel jumlah pakan yang dimakan sebelum transplantasi... 76

11 Analisis statistik berat badan mencit setelah transplantasi (g)... 78

12 Uji sidik ragam rata-rata delta pertumbuhan berat badan setelah transplantasi... 79

13 Tabel jumlah pakan yang dikonsumsi setelah transplantasi... 80

14 Uji sidik ragam jumlah pakan yang dikonsumsi setelah transplantasi .... 82

15 Uji korelasi delta berat badan dan konsumsi pakan setelah transplantasi. 83 16 Uji normalitas berat badan setelah transplantasi... 84

17 Uji homogenitas berat badan setelah transplantasi... 84

18 Tabel masa laten ... 85

19 Uji sidik ragam masa laten... 85

20 Tabel volume jaringan kanker mencit (cm3)... 86

21 Analisis statistik volume jaringan kanker mencit (cm3)... 86

22 Tabel berat jaringan kanker mencit... 87

23 Analisis statistik berat jaringan kanker mencit (g)... 87

24 Uji korelasi delta berat badan akhir dan berat jaringan kanker... 88

25 Uji sidik ragam HE dengan kepadatan sel... 89

26 Uji sidik ragam HE dengan pleomorfisme... 90


(21)

28 Contoh perhitungan dosis bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr 92 29 Reagen yang digunakan untuk pewarnaan HE... 93 30 Reagen yang digunakan untuk pewarnaan IHK... 94 31 Contoh hasil pewarnaan dan skoring IHK... 95


(22)

1.1. Latar Belakang

Kanker payudara merupakan keganasan pada wanita. Kanker payudara ditemukan diseluruh dunia, diperkirakan lebih dari 1,2 juta jiwa menderita kanker payudara. Di Indonesia kanker payudara menduduki urutan ke dua tertinggi setelah kanker leher rahim. Sampai saat ini kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan dan menjadi salah satu penyebab kematian di dunia.

Kanker payudara merupakan tumor ganas pada jaringan payudara. Kanker payudara terjadi karena adanya perubahan pada gen pengatur pertumbuhan, diferensiasi dan apoptosis, sehingga pertumbuhan dan perkembang biakan sel tidak dapat dikendalikan. Etiologi dan patogenesis kanker payudara sampai saat ini belum jelas, namun beberapa penelitian menunjukkan pengaturan regulasi jalur mitogen activated protein kinase (MAPK) turut berperan.

MAPK adalah jalur transduksi sinyal ekstraseluler yang diperantarai melalui thyrosin kinase-growth factor dan G protein-linked reseptor untuk meregulasi faktor transkripsi yang dapat mengontrol pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi, migrasi dan apoptosis.Terdapat tiga subfamili protein yang termasuk dalam MAPK yaitu : JNK/SAPK (c-jun-NH2

Beberapa penelitian melaporkan ekspresi cyclooxigenase-2 (COX-2) meningkat pada kanker korektal, pankreas, tulang dan payudara. Overekspresi COX-2 pada kanker payudara menunjukkan tingkat agresifitas yang tinggi. COX-2 memainkan peranan berbeda pada setiap tahapan progresi dari kanker, dengan meningkatkan proliferasi dari sel yang termutasi (Cao dan Prescott 2002).

-kinase / stress-activated protein kinase), p38 dan ERK (extraselullar signal regulated kinase). ERK 1/2 adalah subfamili MAPK yang diaktivasi untuk merespon faktor pertumbuhan. ERK 1/2 berkontribusi pada pembentukan kanker (McCubrey et al. 2007). JNK dan p38 merupakan anggota MAPK lain yang dapat diaktifkan dalam menanggapi berbagai tekanan selular dan stress seperti perubahan osmolaritas atau metabolisme, kerusakan DNA, heat shock, iskemia, peradangan, sitokin, shear stress, ultaviolet, iradiasi, atau stres oksidatif yang dapat menyebabkan differensiasi dan kematian sel (Zhou 2006 dan Takekawa et al. 2011).


(23)

2

Induksi COX-2 berhubungan dengan peningkatan produksi PGE2, yang merupakan salah satu produk mayor dari COX-2 yang diketahui memiliki peranan memodulasi proliferasi sel, kematian sel, invasif kanker pada beberapa jenis kanker seperti kanker kolon, tulang dan payudara.

Tingginya COX-2 membuat sel kanker resisten terhadap apoptosis. Peningkatan COX-2 dapat diinduksi oleh tumor, sitokin, faktor pertumbuhan dan inflamasi (Wendum 2004). Peningkatan COX-2 dapat menghambat apotosis melalui peningkatan ekspresi gen antiapoptosis (Bcl2) dan menurunkan ekspresi gen proapoptosis yaitu Bax. Kadar COX-2 yang meningkat juga memiliki korelasi positif dengan ukuran tumor dan peningkatan laju proliferasi sel terutama pada tumor padat seperti prostat, korektal dan payudara (Singh et al. 2007).

Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan gangguan keseimbangan antara kecepatan proliferasi dan apoptosis. Gangguan yang terjadi pada jalur apoptosis menyebabkan sel tumor bertahan hidup untuk waktu yang lebih lama dan akumulasi kelainan genetik. Selain itu mekanisme apoptosis juga berperan dalam resistensi terapi dengan cara membuaat sel menjadi sulit untuk mati akibat kemoterapi atau radiasi. Apoptosis merupakan salah satu target dalam penanganan kanker. Kaspase merupakan protease sitokin seluler yang berperan penting pada proses apoptosis. Kaspase-7 adalah salah satu jenis kaspase efektor yang berperan dalam proses proteolitik selama proses apoptosis. Apoptosis melalui jalur mitokondria melibatkan protein kinase yaitu JNK untuk meregulasi apoptosis. JNK akan mengaktifkan gen Bcl-2 dan Bcl-xL untuk menghasilkan protein, di mana protein tersebut akan merusak membran mitokondia dan menyebabkan sitokrom-C keluar dari mitokondria dan membentuk molekul komplek dengan Apaf-1 yang selanjutnya mengaktivasi kaspase-9 menuju kaspase efektor, yaitu kaspase-3 dan kaspase-7 dan akhirnya terjadi apoptosis (Wada & Peninger 2004).

Kanker dapat disebabkan 90-95% oleh faktor eksternal dan 30-35% diantaranya berhubungan dengan asupan diet (WHO 2008). Diet sehat dan seimbang berpengaruh terhadap kejadian penyakit termasuk kanker. Pengurangan konsumsi pangan hewani terutama daging merah dan lemak hewan serta meningkatkan konsumsi sayur dan buah merupakan diet sehat yang dianjurkan (WCRF/AICR 2008). Hal ini memperlihatkan adanya korelasi positif antara pola


(24)

konsumsi pangan dengan status kesehatan. Selain itu beberapa penelitain memperlihatkan pencegahan kanker dapat dilakukan dengan cara mengontrol diet. Namun hubungan antara diet dengan kanker masih banyak diperdebatkan, ada yang melaporkan diet mempunyai efek preventif, imunomodulator atau sitotoksik. Upaya pencegahan kanker melalui konsumsi sayuran dan buah merupakan cara yang aman karena tanaman mengandung senyawa kimia yang memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Komponen bioaktif pada tumbuhan memiliki aktivitas antioksidan , anti-inflamasi, antibakteri, imunomodulator, dan aktivitas lainnya. Beberapa jenis tanaman yang memiliki aktivitas antikanker adalah kunyit (Curcuma longa) (James & Muhtar 2007), mengkudu (Morinda citrifolia L)

(Winarti dan Nurdjanah 2005), kedelai (Farina et al. 2006), pinang (Areca catechu L) (Meiyanto et al. 2008), brokoli (Brassica oleracea) (Brandi et al. 2004), teh hijau (Camellia sinensis) (Nugroho 2009) dan cincau

hijau (Cyclea barbata L Miers dan Premna oblingifolia Merr) (Chalid 2003, Pranoto 2003).

Cincau hijau merupakan salah satu minuman yang umum dikonsumsi sebagai minuman segar, dan secara tradisional diyakini memiliki khasiat untuk penyakit panas dalam dan penurun demam. Beberapa penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan cincau hijau dapat meningkatkan jumlah limfosit (Setiawati 2003), ekstrak batang dan daun cincau hijau dapat meningkatkan sistim imun dengan meningkatnya proliferasi sel limfosit manusia secara in vitro (Koessitoresmi 2002), menurunkan kadar sitokrom P-420 dan meningkatkan enzim S-transferase (Nugraheni 2003), mengandung betakaroten dan memiliki aktivitas antioksidan (Jacobus 2003), tidak toksik bagi tubuh (Arisudana 2003), bioaviabilitas klorofil pada tikus sparague daeley (SD) (Hendriyani 2003), bioaviabilitas flavonoid pada tikus SD (Raharjo 2004) dan bersifat antikanker (Pranoto 2003, Chalid 2003).

Sifat antikanker cincau hijau telah diteliti secara in vitro pada galur sel kanker K-562 dan Hela di mana ekstrak cincau hijau memiliki efek toksik dan menghambat proliferasi sel kanker (Ananta 2000). Chalid (2003) menguji

aktivitas antikanker cincau hijau Cyclea barbata L.Miers dan P.oblingifolia Merr. pada mencit C3H, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa


(25)

4

bubuk gel daun cincau hijau yang ditambahkan pada pakan mampu menghambat

pertumbuhan volume jaringan kanker payudara. Daun cincau hijau Cyclea barbata L.Miers memiliki kandungan zat utama turunan alkaloid seperti

limasin, thalrugosin, homoaromlin, tetrandin, cycleapeltin (Saxena et al. 2003). Sedangkan sifat antikanker cincau hijau P.oblingifolia Merr. karena mengandung bioaktif alkaloid, fenol dan tanin (Aryudhani 2011).

1.2.Rumusan Masalah

Dari penelitian terdahulu yang menunjukkan bubuk daun cincau hijau P.oblongifolie Merr dan Cyclea barbata L Miers dapat menghambat pertumbuhan adenocarsinoma mammae mencit C3H, maka pada penelitian ini ingin diketahui apakah pemberian bubuk daun cincau hijau P.oblogifolia Merr dapat menghambat proliferasi dan meningkatkan apoptosis pada adenocarsinoma mammae mencit C3H ?

1.3.Hipotesis

Hipotesis yang disajikan pada penelitian ini adalah :

1) bubuk daun cincau hijau P.oblingifolia Merr. memicu apoptosis pada sel kanker dengan peningkatan ekspresi JNK 1/2 dan kaspase-7 pada adenocarsinoma mammae mencit C3H.

2) bubuk daun cincau hijau P.oblingifolia Merr. menghambat proliferasi pada sel kanker dengan penurunan ekspresi ERK 1/2 dan COX-2 pada adenocarsinoma mammae mencit C3H.

1.4. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme antikanker cincau hijau melalui induksi apoptosis dan penghambatan proliferasi

dengan cara :

1) analisis profil jaringan kanker berdasarkan pewarnaan HE (hematoksilin-eosin).


(26)

2) analisis ekspresi enzim kaspase-7 dan protein kinase JNK 1/2 sebagai

penanda proapoptosis sel kanker dengan metode analisa imunohistokimia (IHK).

3) analisis ekspresi protein kinase ERK-1/2 dan enzim COX-2 sebagai penanda antiapoptosis sel kanker dengan metode analisa imunohistokimia (IHK).


(27)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tanaman Pangan Antikanker

Fungsi pangan yang utama bagi manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tubuh sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan berat badan. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan adalah untuk memperoleh tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal.

Bahan pangan yang banyak diminati, selain memiliki komposisi gizi yang baik, serta penampakan dan citarasa yang menarik, juga harus memiliki fungsi fisiologis bagi tubuh, seperti menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol dan menurunkan kadar gula darah. Hal ini dinyatakan oleh Golberg (1994) bahwa pemilihan bahan pangan bertumpu pada kandungan gizi, kelezatan, serta pengaruhnya terhadap kesehatan tubuh. Bahan pangan yang dapat menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari suatu penyakit dikenal dengan pangan fungsional. Kandungan gizi dan non gizi pada pangan fungsional memiliki khasiat untuk kesehatan dan kebugaran tubuh atau sebagai pencegah penyakit termasuk kanker.

Makanan yang tidak sehat dengan kandungan gizi tidak seimbang dapat memicu timbulnya penyakit. Makanan dengan lemak tinggi, minuman beralkohol, daging merah, makanan yang dibakar, serta makanan yang mengandung zat

karsinogen dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kanker (Wijayakusuma 2005). Anan et al. (2008) menyatakan pangan yang dikonsumsi

memiliki andil pada kejadian kanker sebesar 30-35%. Sebagai contoh, konsumsi daging merah meningkatkan kejadian kanker saluran cerna, prostat, empedu dan payudara. Begitu juga dengan bahan tambahan pangan seperti nitrat dan nitrit pada daging olahan merupakan karsinogen kuat.

Konsumi pangan berbasis tanaman dapat mencegah penyakit, menurut WHO (2008) konsumsi buah dan sayur minimal 400 gr/hari atau lima kali penyajian dapat mencegah penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes dan kanker. Keberadaan komponen bioaktif yang terdapat dalam sayuran diduga berhubungan dengan induksi enzim detoksifikasi, penghambatan proses


(28)

karsinogenesis, efek antioksidan, dan pengikatan karsinogen oleh serat pada saluran cerna (Brandi et al. 2004).

Beberapa jenis tumbuhan diantaranya brokoli (Brassika oleracea)

memiliki sifat antikanker (Brandi et al. 2004). Ekstrak mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) dapat menghambat laju perkembangan kanker yang

bekerja melalui mekanisme imunostimulator dan sitotoksik pada mencit C3H (Suryanto 2007). Teh hijau (L-theanin) dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara pada mencit C3H yang ditunjukkan oleh peningkatan skor porfirin dan indeks apoptosis (Nugroho 2009). Selain itu, kurkumin yang berasal dari kunyit dapat menghambat pertumbuhan dan menginduksi aktivasi apoptosis melalui kaspase-3 pada galur sel T47D (Yadav 2011).

2.2.Tanaman Cincau Hijau

Cincau telah dikenal secara luas di Indonesia. Jenis cincau hijau yang

digunakan masyarakat ada dua yaitu Cyclea barbata L. Miers dan Premna Oblongifolia Merr. Kedua tanaman cincau hijau tersebut berbeda Cyclea berbata L.Miers merupakan tanaman merambat dari famili Menispermaceae (de Padua & Bunyapraphatsara 1990), sedangkan tanaman cincau hijau P. oblongifolia Merr. dari famili Vebernaceae termasuk tanaman perdu (Sosef & Hong 1998).

Tanaman cincau hijau Premna Oblongifolia Merr. berasal dari Asia Tenggara dan tersebar dari dataran rendah hingga ketinggian 800 m di atas permukaan laut (Kusharto et al. 2008). Cincau hijau jenis P. oblongifolia Merr merupakan tumbuhan semak-semak, pohon tegak atau liana yang dapat tumbuh mencapai tinggi 4 meter. Tumbuhan P. oblongifolia Merr. memiliki daun berbentuk oval, dengan panjang daun kurang lebih 1,5 kali lebarnya. Tulang daun

membujur (oblong) atau bulat telur berujung runcing. Gambar cincau hijau Premna oblongifolia Merr. disajikan pada Gambar 1.


(29)

9

Berikut adalah klasifikasi P. oblongifolia Merr. (Sosef & Hong 1998). Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili

Genus

Spesies : P. oblongifolia Merr.

Gambar 1. Tanaman cincau hijau P. oblongifolia Merr. (Sumber : Dokumentasi pribadi) Secara tradisional, daun tanaman cincau hijau digunakan untuk membuat makanan sejenis gel (hidrikoloid) dan banyak dijual sebagai bahan pengisi minuman segar. Kandungan gizi daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi daun cincau hijau Premna oblongifolia Merr.

Komponen Bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr (%) b/k

Jacobus (2003) Chalid (2003) Pranoto (2003)

Kadar protein 18,17 17,64 18,08

Kadar air daun segar 79,45 79,45 -

Kadar air bubuk daun 2,93 2,45 2,51

Kadar serat kasar 52,55 51,01 52,00

Kadar lemak 2,15 2,12 2,14


(30)

2.3.Khasiat Biologis Cincau Hijau P.oblongifolia Merr.

Pada cincau hijau Cyclea barbata mengandung alkaloid isoquinolines yaitu tetandrin yang berkhasiat dan digunakan sebagai pengobatan penyakit Malaria (Plasmodium falcifarum I) (Saxena et al. 2003). Daun cicau hijau Cyclea barbata juga mengandung beberapa jenis bis-benzyl-isoquinoline alkaloid seperti berbamine, chondocurine, alpha dan beta cyclanoline, fangchinoline, homoaromoline, isochondocurine, isotetrandine, lemacine dan tetrandine (Tantisewie 1986 diacu dalam Siregar 2011). Premna odorata Blanco mengandung senyawa fitokimia yang bersifat antiinflamasi, serta flavonoid yang dapat digunakan sebagai agen kemoterapeutik yaitu diosmetin dan acacetin (Pinzon et al. 2011), selain itu daun Premna integrifolia Linn mengandung verbascoiside dan tiga monoacyl-6-0-alpha-Lrhamnopyranosylcatalpols yang memiliki aktivitas antibakteri (Karmakar et al. 2011).

Cincau hijau P. oblongifolia Merr. mengandung klorofil yang relatif tinggi (1.709 ppm) dibanding dengan jenis daun lainnya seperti murbei (884 ppm), katuk (1.509 ppm) dan pegagan (832 ppm) (Kusharto et al. 2008). Kadar serat

pada cincau hijau Premna oblongifolia Merr. lebih tinggi dibandingkan C. barbata L. Miers. Hal ini menjadikan cincau hijau P. oblongifolia Merr. lebih

berpotensi sebagai bahan pembuatan minuman instan berserat. Penelitian mengenai kandungan serat cincau hijau P. oblongifolia Merr juga dilakukan oleh Nurdin et al. (2005) yang menyatakan bahwa cincau hijau P. oblongifolia Merr merupakan sumber serat yang potensial dijadikan sumber pengayaan pangan. Selain kandungan seratnya lebih tinggi, cincau hijau P. oblongifolia Merr. juga mengandung beta karoten yang dapat berfungsi sebagai prekursor vitamin A dan antioksidan dengan cara menghambat peroksidase lipid secara nonenzimatik (Jacobus 2003).

Ananta (2000) menyatakan bahwa ekstrak daun cincau hijau C. barbata L. Miers. mengandung senyawa polar terdiri atas komponen fenol,

protein dan alkaloid. Senyawa polar tersebut mampu menghambat proliferasi sel kanker galur sel kanker K-562 dan Hela. Sedangkan Aryudhani (2011) melakukan uji fitokimia pada bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. Hasil penelitian


(31)

11

tersebut menunjukkan bahwa kandungan alkaloid pada daun P. oblongifolia Merr. baik segar maupun bubuk menunjukkan hasil yang positif.

Alkaloid merupakan kelompok besar metabolit sekunder tanaman yang terdiri dari berbagai jenis senyawa kimia yang berbeda dengan diversivitas sifatnya sebagai obat. Alkaloid memiliki struktur cincin dengan substansi yang mengandung nitrogen (Jiang & Hu 2009). Hal ini sesuai dengan pernyataan Meiyanto et al. (2008) bahwa alkaloid merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai antikanker. Hasil penelitian Setiawati (2003) menunjukkan bahwa cincau hijau dapat meningkatkan limfosit. Cincau hijau mengandung alkaloid sejenis scopolamin dan alkaloid semipolar sejenis tropic acid yang keduanya tidak bersifat toksik pada tubuh manusia (Arisudana 2003).

Nugraheni (2003) menyatakan bahwa cincau hijau P.oblongifolia Merr. mampu menurunkan kadar sitokrom p-420 sebesar 0,20 nmol/mg dan meningkatkan aktivitas glutation peroksidase pada darah sebesar 12,72 nmol/min/mg protein. Penelitian secara in vivo yang dilakukan Chalid (2003) memperlihatkan bahwa aktivitas antikanker cincau hijau P.oblongifolia Merr. dan C. barbata L. Miers. dapat menghambat laju pertumbuhan kanker yang dicerminkan dari volume jaringn kanker yang lebih rendah dibandingkan dengan pembanding yang diberi pakan tidak mengandung ekstrak daun cincau hijau.

2.4.Siklus Sel

Siklus sel adalah serangkaian proses pembelahan sel menjadi dua. Proses proliferasi sel diawali adanya stimulus eksternal seperti faktor pertumbuhan untuk memasuki G1, satu sel akan mengalami replikasi sampai akhir G1 kemudian faktor pertumbuhan akan menetap menjadi faktor pertumbuhan yang menginduksi atau penghambat faktor pertumbuhan seperti TGFβ. Perubahan tersebut tergantung dari protein yang mengatur siklus sel. Mitogen dan faktor pertumbuhan menginduksi sel untuk memasuki siklus sel melalui kontrol poin G1.

Proses pembelahan sel menjadi dua sel identik melalui dua proses utama yaitu replikasi DNA yang dikenal sebagai fase S dan penggandaan kromosom menjadi dua sel, yang dikenal dengan fase M. Pembelahan sel secara umum dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu Mitosis (M) dan Interfase. Tahap mitosis terdiri atas profase, metafase, anafase dan telofase, sedangkan tahap interfase terdiri atas


(32)

fase G1, S dan G2. Hal yang mendasari siklus sel menjadi empat fase yaitu fase presynthetic growth phase I (G1), fase sintesis DNA (S), premitotic growth phase (G2) dan fase mitosis (M) (Vermeulen et al. 2003). Pada siklus sel terdapat pula fase quiescent cells atau fase istirahat yang dibut G0. Siklus sel disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Siklus Sel (Alberts et al. 2002).

Fase G adalah “gap” antara fase M dan fase S. Terdapat dua fase G yaitu G1 dan G2 yang berfungsi sebagai penundaan waktu pertumbuhan sel. Fase G juga menyediakan waktu untuk sel memonitor keadaan internal maupun eksternal untuk memastikan bahwa kondisi memungkinkan dan cocok untuk melakukan perbanyakan pada fase S dan pembelahan pada fase M. Fase G1 memiliki peran sangat penting pada masa ini. Jika kondisi ekstraseluler tidak menguntungkan, maka sel akan memasuki fase G0 di mana sel berhenti berkembang. Jika kondisi lingkungan mendukung dan terdapat sinyal untuk tumbuh maka sel akan memulai proses perkembangan pada fase G1. Fase G1 merupakan fase terpanjang setelah sel mengalami mitosis. Selama fase ini sel menyiapkan diri untuk sintesis DNA dan biosintesis RNA dan protein.

Fase G1 akan dilanjutkan dengan fase S. Pada fase S terjadi proses replikasi DNA dengan bantuan enzim DNA polimerase dan sintesa histone, pada fase akhir DNA mengandung sel ganda dan replikasi kromosom. Selanjutnya sel memasuki fase G2, pada fase ini terjadi pembentukan RNA, protein serta enzim


(33)

13

untuk persiapan fase M sebagai fase berikutnya. Jika terjadi kerusakan DNA atau DNA tidak bereplikasi dengan sempurna, maka proliferasi sel menuju fase M diberhentikan pada fase G2. Jika pada fase G2 tidak terjadi hambatan, maka sel akan memasuki fase M yang terdiri dari profase, metafase, anafase dan telofase, sehingga satu sel membelah menjadi dua sel identik (Alberts et al. 2002). G0 adalah fase istirahat, tidak ada mitogen, sel matur/akhir diferensiasi.

Keluar dan masuknya sel kedalam siklus sel dikontrol oleh perubahan tingkatan dan aktivitas protein yang disebut cyclins. Protein yang berhubungan dengan siklus sel yaitu cyclins dependent kinase (CDKs) dan cyclin-dependent kinase inhibitor (CKIs). Cyclins memiliki peranan penting pada sinyal transduksi dan koordinasi pada tiap fase siklus sel. Sintesis dan degradasi dari CDKs diatur oleh ikatan CDK inhibitors, hal ini penting untuk pengaturan cek poin pada siklus sel (G1  S dan G2  M) yang berfungsi untuk menahan siklus sel bila terjadi kerusakan DNA supaya tidak terjadi replikasi.

Cek poin pada siklus sel berfungsi untuk merespon kerusakan DNA, proses ini penting untuk menjaga integritas sel. Pada siklus sel terdapat beberapa cek poin yaitu cek poin G1 pada fase S, cek poin G2 menahan siklus sel sebagai respon kerusakan DNA yang tidak bereplikasi selama fase S, cek poin M untuk menginaktifkan chromosomal segregation sebagai respon dari misalignment pada mitotic spindel. Gangguan fungsi pada cek poin akan mengakibatkan mutasi pada sel yang dapat menginduksi karsinogenesis.

Pada kanker terjadi perubahan genetik yang mendasar dalam mengontrol pembelahan sel, sehingga menghasilkan proliferasi sel yang tidak terkendali. Perubahan genetik tersebut disebabkan oleh mutasi pada protoonkogen maupun tumor supresor gen. Mutasi pada protoonkogen menjadi onkogen memicu pertumbuhan tumor, sedangkan inaktivasi tumor supresor gen menghasilkan disfungsi protein yang terlibat dalam menghambat progresi siklus sel (Vermeulen et al. 2003).

2.5.Kanker

Kanker adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh sel yang telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali. Pertumbuhan sel kanker tidak mengikuti pola


(34)

sel yang normal (Kumar et al. 1997). Pertumbuhan sel abnormal diklasifikasikan sebagai pertumbuhan nonneoplastik dan neoplastik. Kanker mengikuti pola pertumbuhan neoplastik dimana memiliki ciri anaplasia. Pola pertumbuhan neoplastik bersifat nonreversibel. Pertumbuhan neoplastik dibagi menjadi neoplasma benigna dan neoplasma maligna. Neoplasma benigna meliputi papiloma atau kutil, sedangkan neoplasma maligna meliputi tumor padat dan leukemia.

Kanker adalah istilah umum untuk semua neoplasma maligna. Sifat mikroskopik dari sel kanker adalah pleomorfisme di mana sel kanker bervariasi ukuran dan bentuknya, hiperkromatin, polimorfisme, dan aneuploidi. Pada kanker payudara penamaannya mengikuti tempat dan bentuk jaringan. Kanker payudara termasuk tumor jaringan epitel, dengan susunan sel berbentuk epitel glandular maka diberi nama adenocarsinoma (Otto 2003).

2. 5. 1 Karsinogenesis

Karsinogenesis adalah proses perubahan sel normal menjadi sel kanker, proses ini memerlukan waktu yang lama. Pada umumnya kanker timbul karena paparan karsinogen secara berlebihan yang menyebabkan kerusakan DNA. Karsinogenesis dapat dibagi dalam tiga tahap utama yaitu inisiasi, promosi dan progresi (Gambar 3). Tahap inisiasi berlangsung cepat. Karsinogen yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan DNA, menyebabkan DNA mengalami mutasi (Hodgson & Levi 2000).

Pada akhir tahap inisiasi belum terlihat perubahan histologis dan biokimiawi, hanya terlihat nekrosis dan peningkatan proliferasi sel (Hejmadi 2010). Sel berusaha mengoreksi mutasi yang terjadi. Jika perbaikan DNA mengalami kegagalan, maka sel yang termutasi merupakan cikal bakal kanker dan menandai dimulainya tahap promosi (Zakaria 2001).


(35)

15

Gambar 3. Skema utama karsinogenesis zat kimia (Hodgson & Levi 2000).

Sel terinisiasi yang terpapar promotor akan memperpendek masa laten dan mempercepat pembentukan tumor. Selanjutnya, induksi promotor pada sel terinisiasi, menyebabkan sel kehilangan kontrol terhadap pertumbuhan, sehingga sel mengalami pertumbuhan tidak normal. Tahap promosi adalah proses yang menyebabkan sel termutasi berkembang menjadi sel preneoplasma oleh stimulus promotor (lihat Gambar 3). Senyawa karsinogenik, senyawa hasil oksidasi selama proses detoksifikasi dan senyawa polutan dapat berperan sebagai promotor.

Tahap promosi berlangsung bertahun-tahun dan reversibel sebelum terbentuknya sel tumor yang otonom. Sel prenoeplasma dapat tumbuh terus, sedangkan sel normal akan berhenti tumbuh. Sel preneoplasma lebih tahan terhadap lingkungan dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih besar dari pada sel normal. Pada tahap ini sebagian sel mengalami perkembangan progresif

Pembentukan tumor

Aktivasi metabolik

Zat kimia karsinogen Reaksi detoksifasi (konjugasi, dsb)

Karsinogen utama Detoksifikasi selular (berikatan dengan nukleofil yang lain) Berikatan dengan

DNA (INISIASI)

Perubahan DNA Perbaikan DNA

Replikasi

Sel tumor laten

Pertumbuhan

(PROMOSI)

PROGRESI

Kanker (Malignan)


(36)

menjadi sel neoplasma yang ireversibel (Hejmadi 2010). Pada akhir tahap promosi terdapat gambaran histologis dan biokimiawi yang abnormal.

Sel neoplasma yang ireversibel masuk pada fase progresi, pada fase ini terjadi ekspansi populasi sel secara spontan. Akibatnya, sel menjadi kurang responsif terhadap sistim imunitas tubuh dan regulasi sel. Pada akhir fase ini gambaran histologis dan klinis menunjukkan keganasan. Sel kanker terus berkembang dan menuju tahap metastasis.

Metastasis adalah migrasi sel kanker dari lokasi inti ke jaringan atau organ lain yang melibatkan proses biologis kompleks pada tingkat molekuler (Hejmadi 2010). Metastasis diawali dengan invasi lokal. Invasi lokal adalah proses sel kanker memisahkan diri melalui membran barier, kemudian berlanjut pada tahapan intravasion dimana sel kanker akan menembus dinding kapiler dari limfatik dan ikut sirkulasi limfatik. Transportasi sel kanker dalam tubuh dapat menggunakan sirkulasi darah atau sirkulasi limfatik, sel kanker dapat beredar ke seluruh bagian tubuh. Tahap akhir dari migrasi sel kanker adalah ekstravasion. Tahap ini sesungguhnya mirip dengan tahap intravasion, hanya saja pada tahap ini perpindahan sel kanker terjadi dari sirkulasi limfatik menembus dinding

kapiler untuk berkembanag biak pada jaringan atau organ yang baru (Hejmadi 2010). Setelah melalui fase ekstravasion, sel kanker reaktif terhadap

jalur proliferasi dan mulai membentuk massa tumor yang baru, baik pada lumen maupun kapiler melalui pembuluh darah (Hodgson & Levi 2000).

2. 5. 2 Jalur Sinyal Transduksi

Ketidakseimbangan antara proliferasi dan apoptosis pada sel yang termutasi merupakan penanda yang cukup signifikan pada kejadian kanker. Pertumbuhan dan proliferasi sel adalah dua hal yang berkaitan pada fenomena koordinasi biologis sel. Kendali pertumbuhan yang penting adalah penginduksian sel istirahat (resting cell) pada fase G0 ke siklus sel.

Aktivasi protein kinase merupakan mekanisme dari transduksi sinyal pada berbagai proses seluler. Jalur transduksi sinyal MAPK memodulasi banyak peristiwa seluler baik apoptosis, diferensiasi, proliferasi dan metabolisme sel (Imajo et al. 2006). Jalur sinyal transduksi merupakan jalur komunikasi sel yang


(37)

17

komplek. Transduksi sinyal berlangsung dalam beberapa tahap yang disebut dengan kaskade. Sinyal intraseluler kaskade adalah jalur komunikasi utama antara membran sel dengan target pada kompartemen intraseluler.

Deregulasi sinyal sel merupakan bagian penting pada perkembangan kanker. Tirosin kinase, faktor pertumbuhan dan protein G-reseptor/reseptor-G merupakan perantara bagi MAPK dalam jalur sinyal transduksi ekstraseluler, hal ini berperan untuk meregulasi faktor transkripsi yang dapat mengontrol diferensiasi, pertumbuhan dan apoptosis pada sel (Takekawa et al. 2011).

Tiga famili protein yang termasuk dalam MAPK yaitu : stress-activated protein kinase (SAPK/c-jun-NH2

Aktivator utama ERK 1/2 adalah rangsangan mitogen yang berupa faktor pertumbuhan, ERK 1/2 yang teraktivasi menyebabkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel. Sedangkan, JNK dan p38 diaktifkan oleh reaksi ultra

violet, kerusakan DNA dan hidrogen peroksida. JNK dan p38 yang teraktivasi menyebabkan sel mengalami apoptosis (Zhou et al. 2006 dan Takekawa et al. 2011).

-kinase (JNK), p38 dan extraselullar signal regulated kinase (ERK). Mekanisme aktivasinya melalui fosforilasi baik treonin maupun residu tirosin. Perbedaan stimulus yang mengaktivasi peristiwa reaksi MAPK kaskade mengakibatkan perbedaan respon yang bisa ditimbulkan yaitu proliferasi, differensiasi dan apoptosis. Perbedaan stimulus yang mengaktivasi jalur MAPK disajikan pada Gambar 4.


(38)

Pada Gambar 4. ERK 1/2 teraktivasi oleh mitogen. Jalur ERK dikenal juga dengan mitogen kinase kaskade klasik karena dipengaruhi oleh stimulus faktor pertumbuhan (Roux 2004). ERK 1/2 diaktifkan oleh berbagai faktor pertumbuhan dapat menginduksi sel saat berada pada fase istirahat (G0), menuju siklus sel, proliferasi, diferensiasi dan migrasi sel. Aktivasi ERK 1/2 merupakan proses penting pada pertumbuhan kanker. Beberapa jenis faktor pertumbuhan seperti EGF (epidermal growth factor), FGF (fibroblast growth factor), PDGF (platelet derived growth factor) dan VGFG (vaskuler endotilial growth factor) setelah berikatan dengan reseptor tirosin kinase yang spesifik, kemudian bekerja melalui ERK 1/2 kinase dan menyebabkan proliferasi (Brandon et al. 1997). Sebagai contoh EGF ketika berikatan dengan reseptor EGF, akan menyebabkan reseptor melakukan otofosforilasi pada residu tirosin dan mengikat komplek Grb2-Sos untuk mengaktivasi ligan pada membran sel yang berikatan dengan Ras, yang selanjutnya akan mengaktivasi Ras/Raf-Mek1/2-ERK 1/2 kinase kaskade (Takekawa et al. 2011).

Peranan JNK pada sel tumor terjadi melalui induksi Ras yang membutuhkan c-Jun, sehingga menjadi komplek yang terfosforilasi oleh JNK. JNK yang telah aktif menginduksi Bcl-2 yang kemudian akan mengaktivasi Bax yang menyebabkan membran mitokondria rusak. Kerusakan membran mitokondria ini akan menyebabkan Sitokrom C (sebagai protein proapoptosis) keluar dari mitokondria. Bersamaan dengan pelepasan sitokrom C, energi ATP terbentuk menjadi kompleks molekul Apaf-1. Kompleks tersebut akan mengaktifkan kaspase-9 sebagai protein inisiator. Aktivasi kaspase-9 bekerja bersama kompleks sitokrom-C, ATP dan Apaf-1 membentuk apoptosom, yang akan mengaktifkan kaspase-3 dan kaspase-7, kaspase-3 dan kaspase-7 ini merupakan protein efektor yang akan mendegradasi sel menuju apoptosis (Wada & Penninger 2004).

2. 5. 3 Jalur Sinyal Apoptosis

Apoptosis merupakan jalur kematian sel yang dipacu oleh mekanisme pengaturan intraseluler. Sel yang akan mati mengaktifkan enzim untuk mendegradasi DNA inti dan protein sitoplasma. Pada apoptosis, membran plasma masih utuh, tetapi terjadi perubahan struktur menjadi sel apoptosis yang akan


(39)

19

menjadi target fagositosis oleh makrofag. Apoptosis dapat diamati pada perubahan sel baik secara morfologi dan biokimiawi.

Aktivasi apoptosis akan menyebabkan reaksi enzimatis intraseluler. Stimulus yang dapat menginduksi apotosis bisa berasal dari luar maupun dalam sel. Stimulus apoptosis diantaranya adalah terbentuknya ligan pada reseptor permukaan sel, faktor pertumbuhan, kerusakan DNA, paparan radiasi, obat-obatan kemoterapi dan stres (Gewies 2003). Proses apotosis bisa terjadi melalui dua jalur, yaitu jalur intrinsik (mitochondrial pathways) dan jalur ekstrinsik (death

resceptor-initiated pathways), sebagaimana disajikan pada Gambar 5 (Huang & Manel 2010).

Gambar 5. Jalur apoptosis ekstrinsik dan intrinsik (Elmore 2007).

Kaspase merupakan homolog cystein protease, sebagai pusat sinyal apoptosis yang mengaktifkan mayoritas kejadian pada apoptosis. Kaspase-2, -3, -6, -7, -8, -9 dan -10 telah dikenal memiliki peran penting pada jalur sinyal apoptosis. Proapoptosis kaspase dikelompokkan menjadi kaspase inisiator yang terdiri dari kaspase -2, -8, -9 dan -10 dan kaspase yang termasuk dalam kelompok eksekusioner yaitu kaspase-3,-6 dan -7. Proses apoptosis terdiri atas fase inisiasi


(40)

dan fase eksekusi. Pada fase inisiasi, kaspase menjadi aktif secara katalitik, pada fase eksekusi terdapat enzim-enzim yang berperan pada proses kematian sel. Inisiasi apoptosis terjadi karena terdapat sinyal dari dua jalur yang berbeda, yaitu sinyal jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik (Gewies 2003).

Pada Gambar 5, terlihat bahwa proses apoptosis melibatkan proses berbagai tingkatan sel. Pada jalur ekstrinsik, molekul sinyal dikenal sebagai ligan yang dilepas oleh sel. Ligan tersebut akan berikatan dengan reseptor kematian pada membran sel target dan akan menginduksi apoptosis melalui kaspase kaskade. Selanjutnya, jalur apoptosis ekstrinsik disebut juga jalur reseptor kematian. Jalur ini diinisiasi oleh pengikatan reseptor kematian pada membran sel yang membentuk ligan. Ligan FADD (fas-associated via death domain) dan TRADD (tumor necrosis factor reseptor-1-associated death domain) yang berinteraksi mengaktifkan prokaspase-8 menjadi kaspase-8 melalui death domain. Kaspase-8 mengaktifkan prokaspase-3 menjadi kaspase-3 sehingga terjadi kaspase kaskade yang berujung pada apoptosis sel (Gewies 2003).

Jalur intrinsik dipicu oleh stres seluler khususnya stress mitokondria yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kerusakan DNA dan stres oksidatif. Protein antiapoptosis yaitu Bcl-2 dean Bcl-X pada keadaan normal berada disekitar membran mitokondria dan sitoplasma. Ketika sel kehilangan kemampuan mempertahankan diri atau mengalami stres, maka Bcl-2 dan atau Bcl-X akan menghilang dari membran mitokondria dan digantikan oleh kelompok protein pro-apoptosis seperti Bax, Bak dan Bim. Ketika Bcl-2 dan Bcl-X sudah tidak berada disekitas membran, maka akan terjadi peningkatan permeabilitas membran mitokondria yang menyebabkan mitokondria akan mengeluarkan protein yang akan mengaktifkan kaspase kaskade. Salah satu dari protein tersebut adalah sitokrom-C yang akan membentuk komplek dengan apoptotic-protease-activating factor-1 (apaf-1) dan prokaspase-9 membentuk apoptosom. Proses ini akan mengaktivasi prokaspase-9 menjadi kaspase-9 yang selanjutnya akan mengaktivasi kelompok kaspase eksekusioner (kaspase-3 dan kaspase-7) yang selanjutnya akan melepaskan substrat protein spesifik untuk menghasilkan sinyal kematian menuju apoptosis ( Gewies 2003).


(41)

21

Sel yang sudah mengalami apoptosis memiliki tanda molekul pada permukaan, yang membuat sel tersebut dapat dikenali oleh sel didekatnya untuk difagosit. Makrofag reseptor akan berikatan dengan sel apoptosis yang menyebabkan sel apoptosis dapat difagositosis. Proses fagositosis ini efisien untuk menghilangkan sel yang mati tanpa menimbulkan proses inflamasi.

2. 5. 4 Peranan COX-2 Pada Apoptosis dan Proliferasi

Proses apoptosis pada kanker dapat dihambat salah satunya dengan induksi enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Pada keadaan normal COX-2 tidak terekspresi secara signifikan. Metabolisme asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase (COX) menghasilkan eicosanoids yang berimplikasi pada patogenesis penyakit pada manusia, termasuk kanker (Hu at al. 2003). COX adalah enzim pertama pada jalur ini yang memproduksi prostaglandin (PG) dan tromboksan (Tx) dari asam arakidonat. Enzim siklooksigenase (COX) terdapat dalam dua isoform, yaitu COX-1 dan COX-2. Kedua enzim tersebut mengkatalisis reaksi dan menghasilkan produk yang sama, yaitu prostaglandin, tetapi dengan fungsi biologis yang berbeda.

COX-1 merupakan enzim konstitutif yang diekspresikan pada hampir semua jaringan yang mengkatalisis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. COX-1 menyebabkan

pembekuan/penggumpalan darah secara normal. Sebaliknya COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimulus oleh berbagai faktor antara lain tumor promotor, sitokin, faktor pertumbuhan dan

stimuli inflamasi, viral onkogen dan mitogen (Kujubu 1991, Bahkle 2001, Howe & Dannenberg 2003, Wendum et al. 2004, Nakamura et al. 2004).

COX-2 dikenal sebagai prostaglandin H2 synthase-2 (PGHS-2). Enzim

ini berperan pada katalisasi awal saat terjadi proses oksidasi dari asam arakidonat menjadi prostaglandin yang terlibat pada reaksi inflamasi dan rasa nyeri. COX-2 merupakan protein yang biasanya tidak ada pada keadaan sel normal, namun jumlahnya akan meningkat secara cepat (2-4 jam) jika sel mengalami gejala patologis seperti inflamasi (Bakhle 2001).


(42)

COX-2 terekspresi secara kuat sebagai respon dari faktor pertumbuhan dan beberapa endotoksin. COX-2 memainkan peranan penting pada proses tumorgenesis. Selain terinduksi pada proses inflamasi, ekspresi COX-2 secara berlebih juga ditemukan pada banyak tipe premalignan dan neoplasma malignan pada manusia dan organisme lain, seperti pada kanker prostat, payudara dan liver (Hu et al. 2003), dan kolorektal (Moore & Simmons 2000). Prostaglandin hasil aktivitas COX-2 terlibat dalam karsinogenesis melalui stimulus dari proses proliferasi sel, angiogenesis dan penghambatan apoptosis(Koki & Masferrer 2002, Singh et al. 2007).

COX-2 berkontribusi pada perkembangan berbagai jenis tumor (Juuti et al. 2006). Peningkatan kadar PGE2

Howe & Dannenberg (2003), Wendum et al. (2004), menyatakan bahwa COX-2 pada kanker payudara memiliki peranan pada beberapa proses seperti berikut :

telah diduga memiliki hubungan dengan kanker payudara (Liu & Rose 1996) dan merupakan indikator dari metastasis/keganasan kanker ( Lin et al. 2009). Peningkatan COX-2 dan produksi PG diinduksi oleh viral dan transformasi Ras termediasi dari sel epitel payudara (Liu & Rose 1996). Pada mencit model transgenik, ekspresi COX-2 berlebih dalam sel epitel payudara merupakan indikasi bahwa COX-2 menginduksi tumorgenesis kanker payudara (Lane & Hla 2001). Pada tikus model metastasis kanker payudara, kadar prostaglandin (PG) memiliki korelasi positif dengan kejadian tumorigenesis dan potensial metastasis (Kundu et al. 2001, Lin et al. 2009).

1. Penghambatan apoptosis dengan cara induksi PGE2, yang kemudian akan meningkatkan ekspresi protein anti apoptosis Bcl2

2. Meningkatkan angiogenesis melalui peningkatan kadar PGE2, yang diikuti dengan peningkatan VEGF, endotelin-1 dan produksi PDGF.

dan menurunkan ekpresi protein proapoptosis yaitu Bax dan melemahkan sinyal NO (nitrit oksida).

3. Peningkatan invasif melalui ekspresi berlebih dari CD44.

4. Meningkatkan perkembangan sel melalui aktivasi reseptor estrogen. 5. Produksi mutagen dengan cara memetabolisme asam arakidonat.


(43)

23

Induksi COX-2 pada kanker berhubungan dengan peningkatan produksi PGE-2, dimana PGE-2 merupakan salah satu produk mayor dari COX-2 yang dikenal memiliki peran dalam proliferasi sel. Prostaglandin E2 beraksi melalui reseptor membran yang berbeda yaitu EP reseptor. Terdapat empat jenis EP reseptor yaitu : EP1, EP2, EP3 dan EP4. Reseptor ini terletak pada permukaan sel. PGE-2 memodulasi pertumbuhan kanker tulang ( Yamaki et al. 2004). Pada penelitian tersebut memperlihatkan bahwa aktivitas PGE-2 sarkoma (Scr) kinase pada sel A549 yang memodulasi proliferasi sel. Sel ini mengekspresikan EP3 yang mengaktivasi Scr kinase. Scr menginduksi aktivasi secara fosforilasi dari STAT3 yang merupakan faktor transkripsi yang dikenal meregulasi cyclin D1 transkripsi, yang memegang peranan pada proses proliferasi sel. Apoptosis dapat dihambat oleh regulasi STAT3 yang mengatur transkripsi dari Bcl-XL yang merupakan protein anti-apoptosis. Selain itu, Scr memfosforilasi p27 yang merupakan protein penghambat siklus sel terutama pada fase G1 menuju fase S. Protein ini memiliki fungsi ganda sebagai bentuk unphosphorilated p27 menghambat siklus sel sekaligus memiliki peran pada proliferasi sel. PGE-2 meningkatkan proliferasi sel melalui fosforilasi p27 lewat EP4 reseptor.

2. 6. Mencit C3H

Mencit C3H berasal dari WE Heston National Cancer Institute di Amerika Serikat. Mencit ini berwarna abu-abu tua. Mencit galur ini memiliki insiden tumor kelenjar susu yang tinggi yaitu 81% pada mencit betina yang beranak. Kanker payudara pada mencit C3H pertama kali ditemukan oleh Bittner (1936). Mencit tersebut mengandung virus yang dikenal sebagai milk transmitter mouse mamary tumor virus (MMTV). Virus tersebut dapat dipindahkan pada keturunannya melalui air susu ibunya. Kanker payudara pada galur mencit ini tidak bergantung pada hormon (Fantozzi & Gergard 2006).

Tumor kelenjar susu mencit C3H dapat ditransplantasikan secara berulang. Tumor hasil transplantasi tetap tumbuh progresif sampai tahap tertentu, kemudian mengalami regresi spontan secara berangsur-angsur. Hal ini dapat pula terjadi secara sebaliknya. Tumor tidak diregresi namun tetap tumbuh progresif dan membunuh inangnya. Besarnya persentase regresi spontan tergantung dari jumlah sel tumor yang ditransplantasikan (Busch 1967).


(44)

2. 7. Metode Analisa Histopatologi 2. 7. 1 Hematoksilin-Eosin (HE)

Teknik pewarnaan jaringan merupakan proses pemberian warna pada jaringan, sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati dengan mikroskop (Stevens & Bancroft 1990). Salah satu teknik pewarnaan jaringan adalah hematoksilin-eosin (HE). Pewarnaan jaringan dengan HE melibatkan dua macam zat pewarna, yaitu Hematoksilin Mayer atau Elrich dan Eosin alkohol. Hematoksilin adalah bahan pewarna yang merupakan ekstrak dari pohon longwood.

Pengolahan jaringan terdiri dari beberapa proses yang saling menentukan satu dengan yang lain dimulai dengan urutan fiksasi, dehidrasi, penjernihan, parafinisasi, perendaman dalam parafin, pemotongan, deparafinisasi, dan pewarnaan. Masing-masing tindakan memiliki tujuan untuk menghasilkan jaringan yang dapat dipotong dan diwarnai dengan pewarnaan tertentu.

Hematoksilin berfungsi untuk memberi warna biru pada inti sel, sedangkan eosin digunakan untuk mewarnai sitoplasma sel menjadi warna merah muda. Prinsip dari penggunaan teknik ini adalah afinitas sifat asam dan basa dari sitoplasma dan inti sel untuk memberi warna pada berbagai macam dan struktur jaringan.

Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa, artinya zat ini mewarnai unsur basofilik jaringan. Hematoksilin memulas inti dan struktur asam lainnya dari sel (seperti bagian sitoplasma yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan) menjadi biru. Eosin bersifat asam akan memberikan warna pada komponen asidofilik jaringan, seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Tidak seperti hematoksilin, eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda (Junqueira 2007).

Hematoksilin akan mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawa lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Pewarnaan dengan metode HE hanya dapat digunakan untuk mengamati sitoplasma dan nukleus dari jaringan yang diamati (Leeson et al. 1996). Dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin dapat diamati profil dari jaringan,


(45)

25

baik yang menunjukkan kenormalan maupun yang menunjukkan ketidaknormalan pada jaringan yang sedang diamati.

Pewarnaan dengan menggunakan HE biasa digunakan oleh laboratorium patologi-anatomi dan histologi. Teknik ini juga bisa digunakan untuk semua spesimen dan merupakan inti dari semua diagnosis secara mikroskopik. Hal tersebut karena semua pewarnaan khusus pada umumnya didasarkan pada diagnosis dari jaringan yang diwarnai dengan pewarnaan HE terlebih dahulu. Para ahli patologi-anatomis menggunakan HE untuk mendiagnosis penyakit, mengidentifikasi kanker, mengkonfirmasi kesalahan metabolisme dan mengidentifikasi jenis jaringan.

Penggunaan campuran dari pewarna tersebut merupakan variasi dari teknik pewarnaan irisan jaringan. Adakalanya pewarnaan HE dilengkapi dengan teknik pewarnaan yang lain. Jika pewarnaan HE tidak cukup digunakan sebagai data pada diagnosis kanker, maka teknik lain seperti histokimia, pengamatan dengan mikroskop elektron, imunohistokimia, dan flow cytometry bisa digunakan.

2. 7. 2 Imunohistokimia (IHK)

Imunohistokimia adalah metode pewarnaan untuk mendeteksi protein di dalam sel suatu jaringan dengan prinsip ikatan antara antibodi dan antigen. Pewarnaan imunohistokimia banyak digunakan pada pemeriksaan sel abnormal seperti sel kanker. Pada prosesnya, molekul spesifik akan mewarnai sel-sel tertentu seperti sel yang membelah atau sel yang mati sehingga dapat dibedakan dari sel normal (Robinson et al. 1990).

Imunohistokimia adalah salah satu metode pewarnaan jaringan kuantitatif untuk mendeteksi reaksi ikatan antigen-antibodi. Pada reaksi imunohistokimia ini sifatnya sangat spesifik karena bahan yang ingin dideteksi akan direaksikan dengan antibodi spesifik yang dilabel dengan enzim. Enzim yang digunakan untuk

melabel antibodi tersebut antara lain peroksidase, alkali fosfatase dan b-galaktosidase. Imunohistokimia merupakan metode alternatif yang baik,

spesifik dan sensitif dan relatif cepat. Imunohistokimia telah menjadi metode terpercaya untuk diagnosis rutin dan aktivitas penelitian(Damayanti et al. 2005).


(46)

Imunohistokimia terdiri atas dua metode dasar, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung melibatkan satu tahap pewarnaan dan antibodi yang berlabel bereaksi dengan antigen dalam bagian jaringan. Teknik ini hanya menggunakan satu macam antibodi, sehingga prosedurnya pendek dan cepat. Metode ini kurang sensitif karena hanya menampilkan sedikit sinyal. Selanjutnya, metode tidak langsung adalah metode yang menggunakan dua jenis antibodi. Antibodi pertama adalah antibodi primer sebagai antibodi yang tidak berlabel. Antibodi ini digunakan pada lapisan pertama. Pada prosesnya, antibodi ini bereaksi dengan antigen jaringan. Antibodi kedua adalah antibodi sekunder sebagai antibodi yang berlabel. Antibodi ini digunakan pada lapisan kedua yang bereaksi dengan antibodi primer. Kompleks yang terbentuk dapat divisualisasikan dengan menginkubasi potongan jaringan pada substrat kromogen yang cocok (Robinson et al. 1990).


(47)

3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3. 1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret 2009 sampai dengan Februari 2011. Analisis proksimat bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr.

dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pakan hewan coba mencit C3H dilaksanakan di Pilot Plant SEAFAST Centre, Institut Pertanian Bogor.

Pewarnaan hematokxilin-eosin (HE) dilakukan di Laboratorium Patologi Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pewarnaan imunohistokimia (IHK) untuk melihat ekspresi enzim kaspase-7 dan protein kinase JNK1/2 sebagai penanda proapoptosis dan ekspresi protein kinase ERK 1/2 dan COX-2 sebagai penanda antiapoptosis dari jaringan kanker payudara mencit C3H dilakukan di Laboratorium Riset Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3. 2. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman cincau hijau P. oblongifolia Merr. yang diperoleh dari daerah Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat. Bahan untuk membuat pakan mencit terdiri dari bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr. tepung kasein sebagai sumber protein, minyak jagung sebagai sumber lemak, tepung maizena (alpha corn starch) merk Honig sebagai sumber energi, dan carboxyl methyl cellulose (CMC) sebagai sumber serat. Sumber vitamin yang digunakan adalah vitamin (merk Fitkom) yang pada tiap tabletnya mengandung vitamin A 1500 SI, 1 mg tiamin, 0,5mg riboflavin, 0,5mg piridoksin, 10mg niasin, 5mg vitamin B, 0,5 mg asam folat, 0,5 mg vitamin B12, 25 mg vitamin C, vitamin B5 dan vitamin D2 150 SI. Mineral mix diperoleh dari Laboratorium Biokimia Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian IPB dengan komposisi seperti pada Tabel 2 berikut ini :


(48)

Tabel 2 Komposisi mineral pada ransum mencit C3H.

Jenis mineral Jumlah (dalam 100 g)

NaCl 139,30

KI 0,79

KH2PO4 389

MgSO4.7H2O 57,30

CaCO3 381,40

FeSO4. 7H2O 27

MnSO4. 7H2O 4,01

ZnSO4. 7H2O 0,55

CuSO4. 5H2O 0,48

CoCl2. 6H2O 0,02

Peralatan dalam pembuatan pakan meliputi: drum dyer, blender, freezer, plastik kiloan, wadah (baskom), spatula, kantong plastik klip, oven, grinder, dan timbangan.

Hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) strain C3H sebanyak 25 ekor sebagai resepien dengan umur kurang lebih dua bulan dengan berat badan 20-22 gr dan tiga ekor mencit donor yang diperoleh dari laboratorium Patologi Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

Bahan yang digunakan untuk analisa HE dan IHK adalah jaringan kanker payudara mencit C3H. Bahan kimia yang digunakan untuk pengolahan jaringan adalah buffer formalin 10%, paraffin cair/histoplast, xylol, alkohol, hematoksilin dan eosin. Peralatan untuk pengolahan jaringan meliputi oven, base mould dan cassette base, forsep, lemari pendingin serta gelas objek dan penutupnya.

Bahan kimia yang digunakan untuk analisa IHK pada penelitian ini meliputi, xylol, alkohol absolut, metanol, phosphate buffer saline (PBS), hematoksilin, eosin, neofren, hidrophobic marker, citrat buffer, destilated water (DW), Tween 20 0,1%, dan H2O2

Antibodi primer yang digunakan meliputi antiphospho-JNK1/2 (SAPK) yang berasal dari manusia dikembangkan pada kelinci dari Sigma (nomor produk J4644) dan anti COX-2 yang berasal dari kelinci dikembangkan pada tikus dari Cayman Chemical (nomor katalog 160116), antibodi primer antikaspase-7 yang berasal dari manusia dikembangkan pada kelinci dari Sigma (nomor produk C7724), antiphospho-ERK1/2 yang berasal dari manusia yang dikembangkan


(49)

29

pada kelinci dari Sigma (nomor produk E7028). Antibodi sekunder IgG kambing anti kelinci yang dilabeli dengan enzim HRP dari Cell Signaling Technology (nomor katalog 7074) dan substrat DAB (diaminobenzidine).

Peralatan untuk pewarnaan IHK meliputi gelas objek dan kaca penutup, gelas piala, pipet, mikropipet, pemanas air, mikrotom, inkubator, alat penghitung waktu (timer), lemari pendingin, lembar protokol IHK dan mikroskop.

3. 3. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama meliputi preparasi sampel daun cincau hijau P.oblogifolia Merr, pembuatan bubuk daun cincau hijau dan pembuatan pakan yang digunakan untuk uji pada mencit C3H. Tahap kedua

merupakan pengujian aktivitas antikanker dari bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. pada mencit C3H, meliputi tahapan penerapan pakan uji,

transplantasi, dan terminasi. Tahap ketiga merupakan analisis histopatologis secara HE dan tahap deteksi ekspresi enzim kaspase-7 dan protein kinase JNK-1/2 sebagai protein penanda proapoptosis dan enzim COX-2 dan protein kinase ERK 1/2 sebagai protein penanda antiapoptosis dari jaringan kanker payudara mencit C3H dengan menggunakan metode IHK.

3. 3. 1. Pembuatan Bubuk Daun Cincau Hijau (Chalid 2003)

Pembuatan pakan mencit diawali dengan pembuatan bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. Pembuatan bubuk daun cincau hijau diawali sortasi agar didapatkan daun yang bersih dari tangkai dan batang daun. 200 g daun cincau hijau yang telah bersih dicuci dan ditiriskan, setelah itu dilakukan penghalusan menggunakan blender dengan perbandingan antara daun cincau dan air 1:3. Bubur daun cincau yang dihasilkan sampai menghasilkan gel, didiamkan semalam dilemari es. Keesokan harinya gel dikeringkan menggunakan drum dryer, sehingga diperoleh bubuk daun cincau hijau kasar. Bubuk kasar daun cincau hijau yang diperoleh dihaluskan menggunakan blender maka diperoleh bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. halus yang siap digunakan sebagai campuran pada pakan mencit. Tahapan pembuatan tersebut secara lebih detil dapat dilihat pada Lampiran 1.


(50)

3.3.2. Pembuatan Pakan Mencit C3H (AIN 1976)

Pakan mencit yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada penelitian Chalid (2003) dengan modifikasi pada persentase bubuk daun cincau yang

ditambahkan pada pakan mencit seperti yang telah dilaporkan oleh Widyanto (2010) dan Aryudhani (2011). Kelompok hewan coba yang diberi

bubuk daun cincau pada pakannya adalah kelompok C (0,88%), D (1,76%) dan E (2,64%). Komposisi pakan secara lengkap disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi pakan standar dan pakan uji mencit C3H (Chalid 2003).

Komponen

Komposisi

(AIN1976)

(%)

Kelompok mencit perlakuan

A (gr) B (gr) C (gr) D (gr) E (gr) Bubuk gel daun cincau

hijau 0 0 0 0,88 1,76 2,64

Kasein 20 21,90 21,90 21,74 21,57 21,40 Lemak (minyak

jagung merek Mazola) 5,0 4,95 4,95 4,93 4,91 4,90 Selulosa (carboxyl

methyl cellulose) 5,0 5,0 5,0 4,55 4,10 3,65

Mineral mix 3,50 2,85 2,85 3,28 3,21 3,14 Vitamin mix (vitamin

merek Fitkom) 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

Air 10,0 8,31 8,31 8,29 8,28 8,26

Karbohidrat (maizena merek Honig)

Untuk membuat

100

55,99 55,99 55,33 55,17 55,02

Pembuatan pakan mencit sesuai dengan komposisi pada Tabel 3, diawali dengan proses pencampuran bahan yang komposisinya paling kecil, yaitu vitamin dan mineral, kemudian ditambahkan selulosa (CMC) dan kasein secara berurutan. Sementara itu pada wadah yang lain dilakukan pencampuran air dan tepung maizena yang kemudian dibagi menjadi dua bagian yaitu 2/3 bagian disebut basis air dan 1/3 bagian disebut basis minyak. Pencampuran selanjutnya adalah vitamin, mineral dan CMC dicampurkan pada basis minyak, diaduk sampai rata dan homogen, baru kemudian dilanjutkan dengan menyampurkan basis air. Setelah tercampur rata kemudian dibuat pelet dan dikeringkan menggunakan cabinet dryer selama 4-5 jam.


(51)

31

3.3.3. Pemeliharaan Mencit

Pengujian pada mencit C3H merupakan kerja tim yang terdiri dari empat orang peneliti, yaitu Emma Rochima, Nindira Aryudhani, Rachmat Widyanto dan Mutiara Prihatini. Pemeliharaan mencit dilakukan selama 52 hari. Mencit C3H yang digunakan sebanyak 25 ekor mencit umur ±2 bulan. Mencit dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dimana setiap kelompok terdiri dari 5 individu. Hal ini sesuai dengan jumlah minimum ulangan untuk setiap perlakuan dengan rumus Federer :

Dimana t : jumlah perlakuan

n : jumlah ulangan minimum yang diperlukan

Sehingga untuk 5 kelompok perlakuan minimum ulangan yang diperlukan adalah 5 ekor mencit. Setiap individu menempati satu kandang yang terbuat dari plastik. Setiap kelompok ditempatkan dalam rak bersusun. Semua hewan coba diletakkan dalam ruang yang telah diatur siklus udara dan cahaya. Mencit dikelompokkan dengan perlakuan sebagai berikut :

Kelompok Keterangan

A = Kontrol negatif, yaitu mencit diperi pakan standar (0% bubuk daun cincau hijau) dan tidak ditransplantasi tumor.

B = Kontrol positif, yaitu mencit diperi pakan standar (0% bubuk daun cincau hijau) dan ditransplantasi tumor

C,D,E = Kelompok mencit perlakuan yang pada pakannya ditambahkan bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr 0,88%, 1,76% dan 2,64% serta ditransplantasi tumor

Masa uji pada penelitian ini berlangsung selama 52 hari. Pada hari ke-1 sampai hari ke-30 semua hewan coba sudah diberi perlakuan pakan uji namun belum dilakukan proses transplantasi sel kanker. Proses transplantasi sel kanker dilakukan pada hari ke-31. Pemeliharaan hewan coba dilanjutkan sampai hari ke-52 dan pada hari ke-53 dilakukan terminasi.

Pada penelitian ini tidak dilakukan masa adaptasi karena pemeliharaan hewan coba yang digunakan tidak mengalami perubahan yaitu berasal dari Laboratorium Patologi Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas


(52)

Kedokteran Universitas Indonesia dan pada masa uji masih dipelihara di tempat yang sama. Selain itu, pakan uji yang digunakan telah digunakan oleh Chalid (2003) dan tidak memberikan dampak negatif pada hewan coba.

Pemberian pakan uji sebelum transplantasi dilakukan selama 30 hari. Jumlah pakan yang diberikan ± 5g/ekor/hr. Pemberian pakan dilakukan tiap hari antara pukul 07.00-09.00 WIB. Banyaknya pakan yang dikonsumsi dihitung berdasarkan jumlah sisa pakan. Pada masa sebelum transplantasi ini dilakukan pengamatan meliputi jumlah pakan yang dikonsumsi perhari, pengukuran berat badan dua kali dalam sepekan.

3.3.4. Transplantasi

Proses transplantasi dari mencit donor ke mencit resepien disesuaikan dengan metode yang biasa digunakan di Laboratorium Patologi Anatomi FKUI (Liebelt dan Liebelt 1967). Transplantasi suspensi sel kanker dilakukan pada hari ke-31 setelah diberi pakan uji. Proses transplantasi dilakukan dengan cara menyuntikan suspensi sel kanker yang berasal dari mencit C3H donor ke mencit resepien. Mencit donor yang digunakan untuk proses transplantasi ini adalah mencit yang sudah mencapai tahap pasasi ke-13.

Proses transplantasi diawali dengan mematikan mencit donor menggunakan eter, kemudian mencit ditelentangkan pada papan fiksasi dengan menggunakan jarum. Pada permukaan tubuh mencit diusap menggunakan alkohol 70%, kemudian dibuat sayatan dengan gunting lurus untuk mengeluarkan jaringan kanker. Jaringan kanker diambil menggunakan gunting dan pinset steril yang berbeda dengan yang digunakan pada proses pembedahan.

Jaringan kanker selanjutnya dibersihkan menggunakan larutan PBS di gelas arloji yang diletakkan di atas es, kemudian dilakukan pencacahan menggunakan gunting steril sambil menambahkan larutan PBS sebanyak volume jaringan kanker dan diaduk hingga homogen. Homogenasi dilakukan sampai terbentuk suspensi jaringan kanker. Suspensi jaringan kanker yang

dihasilkan kemudian dilakukan penghitungan jumlah sel dengan menggunakan petroff-hauser counting chamber atau haemocytometer dan tripan biru kemudian


(1)

Lampiran 25. Uji sidik ragam HE dengan tingkat kepadatan sel

Sumber keragaman JK db KT F Sig.

Dosis bubuk CH pada pakan 3,902 3 1,301 13,270 ,000

Sisaan 1,568 16 ,098

Total 66,370 20

Hipotesis : H0

H

: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada kepadatan sel kanker pada masa setelah tranplantasi.

1 : Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada

kepadatan sel kanker pada masa setelah tranplantasi. Pengambilan Keputusan :

- Jika probabilitas >0,05, maka H0

- Jika probabilitas <0,05, maka H

diterima

0 ditolak Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 <0,05, maka H0 ditolak dan dilanjutkan menggunakan uji Duncan.

Duncan

Kelompok mencit N Rerata Kehomogenan

B 5 2,5 A

C 5 1,6 B

D 5 1,4 B

E 5 1,48 B

Keterangan : huruf yang sama pada kolom kehomogenan menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5%.


(2)

Lampiran 26. Uji sidik ragam HE dengan pleomorfisme sel

Sumber keragaman JK db KT F Sig.

Dosis bubuk CH pada pakan ,520 3 ,173 1,605 ,228

Sisaan 1,728 16 ,108

Total 49,680 20

Hipotesis : H0

H

: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada pleomorfisme sel pada masa setelah tranplantasi.

1 : Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh pada

pleomorfisme pada masa setelah tranplantasi. Pengambilan Keputusan :

- Jika probabilitas >0,05, maka H0

- Jika probabilitas <0,05, maka H

diterima

0 ditolak Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 > 0,05, maka H0 diterima dan dilakukan uji lanjut Duncan.


(3)

Lampiran 27. Uji sidik ragam HE dengan mitosis

Sumber keragaman JK db KT F Sig.

Dosis bubuk CH pada pakan 1,078 3 ,359 2,444 ,102

Sisaan 2,352 16 ,147

Total 57,880 20

Hipotesis : H0

H

: Pemberian cincau hijau pada pakan tidak memberikan pengaruh pada mitosis sel pada masa setelah tranplantasi.

1 : Pemberian cincau hijau pada pakan memberikan pengaruh mitosis sel

pada masa setelah tranplantasi. Pengambilan Keputusan :

- Jika probabilitas >0,05, maka H0

- Jika probabilitas <0,05, maka H

diterima

0 ditolak Kesimpulan :

Dengan tingkat signifikansi (α) 5%, apabila probalititas (sig.) 0.000 > 0,05, maka H0 diterima dan dilakukan uji lanjut Duncan.


(4)

Lampiran 28. Contoh perhitungan dosis bubuk daun cincau hijau P, oblongifolia Merr.

Perhitungan ini didasarkan pada asumsi konsumsi gel cincau per hari sebagai dosis yang ditambahkan ke dalam pakan mencit, Dosis tersebut didasarkan pada dosis manusia yang telah dikonversi. Gel cincau hijau di pada penelitian ini dibuat dengan cara mencampur cincau dengan air 1:3 Kebutuhan rata-rata manusia dewasa per hari adalah satu gelas yang volumenya setara dengan 250 g gel:

=  asumsi berat badan rata-rata manusia dewasa = 50 kg = 5 g gel per kg BB

untuk mencit dengan berat badan rata-rata = 20 g:

=

= 0,1 g gel cincau = 100 mg gel cincau

Dengan demikian mencit yang mengkonsumsi 100 mg gel setara dengan manusia mengkonsumsi satu gelas gel cincau.Pada penelitian ini menggunakan pembuatan gel cincau hijau dengan perbandingan 1:3. Pembuatan 100 mg gel membutuhkan 33,3 mg daun cincau (bb/berat basah) dan 100 ml air.

Selanjutnya pengujian dilakukan pada dosis 3,78 kali konsumsi normal yaitu 125 mg daun cincau (bb) dengan mempertimbangkan faktor kerusakan bahan akibat pengolahan dan penyerapan zat gizi. Faktor kerusakan diperhitungkan 2 kali dan faktor penyerapan diperhitungkan minimal 40%, Berdasarkan analisis kadar air terhadap daun cincau hijau P, oblongifolia Merr, umumnya mengandung kadar air 79,4% sehingga 125 mg daun cincau berat basah setara dengan:

Jumlah P, oblongifolia Merr, = –

= 25,75 mg daun (bk)

Jumlah bubuk daun cincau hijau P, oblongifolia Merr, (kadar air 2,85%) yang setara dengan 25,75 mg daun (bk) adalah:

Jumlah bubuk daun cincau hijau P, oblongifolia Merr, =

– = 26,50 mg

Dosis bubuk daun cincau hijau P, oblongifolia Merr, dibuat dengan mempertimbangkan konsumsi pakan harian mencit dan berdasarkan pengamatan pendahuluan terhadap jumlah rata-rata pakan harian yang dimakan mencit adalah 3 g:


(5)

Lampiran 29. Reagen yang digunakan untuk pewarnaan HE (Alum Hematoxylin Mayer’s)

1. Hematoxylin 1 gr 2. Air destilasi 1000 cm 3. Potassium alum 50 gr

3

4. Asam sitrat 1 gr 5. Choral hydrat 50 gr 6. Sodium iodate 0,2 gr

Cara pembuatan : Hematoksilin, potasium alum dan sodium iodiat dilarutkan dalam air terdestilasi dengan stirer dan dihangatkan, atau didiamkan pada suhu ruang selama semalam. Choral hydrat dan asam sitrat ditambahkan dan dicampur serta didihkan selama lima menit, kemudian dinginkan dan saring. Larutan Hematoksilin siap digunakan.


(6)

Lampiran30. Reagen yang digunakan untuk pewarnaan IHK 1. Coating : Pelapisan gelas objek

Menggunakan gelatin. 2,5g-3g gelatin dalam 300-400 ml air panas (suhu 600C) dinginkan hingga mencapai suhu ruang. Tambahkan 0,25g kromium potasium sulfat (CrK(SO4)2) dan homogenasi. Tambahkan

H2

Gelas objek yang telah dibersihkan diinkubasi pada larutan gelatin selama 15-30 menit. Setelah kering gels objek disimpan dalam oven dengan suhu 60

O sampai mencapai volume 500 ml.

0

2. Buffer Natrium Sitrat untuk perebusan pada saat antigen unmasking. C untuk menghindari kotoran menempel pada gelas objek.

2,94g C6H5Na3O7 . 2 H2O dalam 1 liter aquades. 3. DAB (3-3´-diaminobenzine tetrahydrochloride)

Tambahkan 5 gr DAB ke 10cm3 0,05 M TBS pH 7.6 dan campurkan sampai rata. Tambahkan 0,1 cm3

4. Pap-pen (merk DAKO pen code no.S20002) mengandung : 1-Bromopropane (non polar / tdk larut air)

atau 1 % hidrogen peroksida. Harus digunakan dan disiapkan dalam keadaan segar.

5. Blocking Solution : 0,1% skim milk in PBS.

6. 3% H2O2 : 10 ml H2O2 30% larutkan dalam 90 ml dH2O. 7. Xylene (C6H4(CH3))  Hidrokarbon non polar

8. Buffer Sitrat (Tri sodium sitrat)