5. 4 Peranan COX-2 Pada Apoptosis dan Proliferasi

Induksi COX-2 pada kanker berhubungan dengan peningkatan produksi PGE-2, dimana PGE-2 merupakan salah satu produk mayor dari COX-2 yang dikenal memiliki peran dalam proliferasi sel. Prostaglandin E2 beraksi melalui reseptor membran yang berbeda yaitu EP reseptor. Terdapat empat jenis EP reseptor yaitu : EP1, EP2, EP3 dan EP4. Reseptor ini terletak pada permukaan sel. PGE-2 memodulasi pertumbuhan kanker tulang Yamaki et al. 2004. Pada penelitian tersebut memperlihatkan bahwa aktivitas PGE-2 sarkoma Scr kinase pada sel A549 yang memodulasi proliferasi sel. Sel ini mengekspresikan EP3 yang mengaktivasi Scr kinase. Scr menginduksi aktivasi secara fosforilasi dari STAT3 yang merupakan faktor transkripsi yang dikenal meregulasi cyclin D1 transkripsi, yang memegang peranan pada proses proliferasi sel. Apoptosis dapat dihambat oleh regulasi STAT3 yang mengatur transkripsi dari Bcl-XL yang merupakan protein anti-apoptosis. Selain itu, Scr memfosforilasi p27 yang merupakan protein penghambat siklus sel terutama pada fase G1 menuju fase S. Protein ini memiliki fungsi ganda sebagai bentuk unphosphorilated p27 menghambat siklus sel sekaligus memiliki peran pada proliferasi sel. PGE-2 meningkatkan proliferasi sel melalui fosforilasi p27 lewat EP4 reseptor.

2. 6. Mencit C3H

Mencit C3H berasal dari WE Heston National Cancer Institute di Amerika Serikat. Mencit ini berwarna abu-abu tua. Mencit galur ini memiliki insiden tumor kelenjar susu yang tinggi yaitu 81 pada mencit betina yang beranak. Kanker payudara pada mencit C3H pertama kali ditemukan oleh Bittner 1936. Mencit tersebut mengandung virus yang dikenal sebagai milk transmitter mouse mamary tumor virus MMTV. Virus tersebut dapat dipindahkan pada keturunannya melalui air susu ibunya. Kanker payudara pada galur mencit ini tidak bergantung pada hormon Fantozzi Gergard 2006. Tumor kelenjar susu mencit C3H dapat ditransplantasikan secara berulang. Tumor hasil transplantasi tetap tumbuh progresif sampai tahap tertentu, kemudian mengalami regresi spontan secara berangsur-angsur. Hal ini dapat pula terjadi secara sebaliknya. Tumor tidak diregresi namun tetap tumbuh progresif dan membunuh inangnya. Besarnya persentase regresi spontan tergantung dari jumlah sel tumor yang ditransplantasikan Busch 1967.

2. 7. Metode Analisa Histopatologi

2. 7. 1 Hematoksilin-Eosin HE

Teknik pewarnaan jaringan merupakan proses pemberian warna pada jaringan, sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati dengan mikroskop Stevens Bancroft 1990. Salah satu teknik pewarnaan jaringan adalah hematoksilin-eosin HE. Pewarnaan jaringan dengan HE melibatkan dua macam zat pewarna, yaitu Hematoksilin Mayer atau Elrich dan Eosin alkohol. Hematoksilin adalah bahan pewarna yang merupakan ekstrak dari pohon longwood. Pengolahan jaringan terdiri dari beberapa proses yang saling menentukan satu dengan yang lain dimulai dengan urutan fiksasi, dehidrasi, penjernihan, parafinisasi, perendaman dalam parafin, pemotongan, deparafinisasi, dan pewarnaan. Masing-masing tindakan memiliki tujuan untuk menghasilkan jaringan yang dapat dipotong dan diwarnai dengan pewarnaan tertentu. Hematoksilin berfungsi untuk memberi warna biru pada inti sel, sedangkan eosin digunakan untuk mewarnai sitoplasma sel menjadi warna merah muda. Prinsip dari penggunaan teknik ini adalah afinitas sifat asam dan basa dari sitoplasma dan inti sel untuk memberi warna pada berbagai macam dan struktur jaringan. Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa, artinya zat ini mewarnai unsur basofilik jaringan. Hematoksilin memulas inti dan struktur asam lainnya dari sel seperti bagian sitoplasma yang kaya-RNA dan matriks tulang rawan menjadi biru. Eosin bersifat asam akan memberikan warna pada komponen asidofilik jaringan, seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Tidak seperti hematoksilin, eosin mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda Junqueira 2007. Hematoksilin akan mengikat inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawa lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Pewarnaan dengan metode HE hanya dapat digunakan untuk mengamati sitoplasma dan nukleus dari jaringan yang diamati Leeson et al. 1996. Dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin-eosin dapat diamati profil dari jaringan, baik yang menunjukkan kenormalan maupun yang menunjukkan ketidaknormalan pada jaringan yang sedang diamati. Pewarnaan dengan menggunakan HE biasa digunakan oleh laboratorium patologi-anatomi dan histologi. Teknik ini juga bisa digunakan untuk semua spesimen dan merupakan inti dari semua diagnosis secara mikroskopik. Hal tersebut karena semua pewarnaan khusus pada umumnya didasarkan pada diagnosis dari jaringan yang diwarnai dengan pewarnaan HE terlebih dahulu. Para ahli patologi-anatomis menggunakan HE untuk mendiagnosis penyakit, mengidentifikasi kanker, mengkonfirmasi kesalahan metabolisme dan mengidentifikasi jenis jaringan. Penggunaan campuran dari pewarna tersebut merupakan variasi dari teknik pewarnaan irisan jaringan. Adakalanya pewarnaan HE dilengkapi dengan teknik pewarnaan yang lain. Jika pewarnaan HE tidak cukup digunakan sebagai data pada diagnosis kanker, maka teknik lain seperti histokimia, pengamatan dengan mikroskop elektron, imunohistokimia, dan flow cytometry bisa digunakan.

2. 7. 2 Imunohistokimia IHK

Imunohistokimia adalah metode pewarnaan untuk mendeteksi protein di dalam sel suatu jaringan dengan prinsip ikatan antara antibodi dan antigen. Pewarnaan imunohistokimia banyak digunakan pada pemeriksaan sel abnormal seperti sel kanker. Pada prosesnya, molekul spesifik akan mewarnai sel-sel tertentu seperti sel yang membelah atau sel yang mati sehingga dapat dibedakan dari sel normal Robinson et al. 1990. Imunohistokimia adalah salah satu metode pewarnaan jaringan kuantitatif untuk mendeteksi reaksi ikatan antigen-antibodi. Pada reaksi imunohistokimia ini sifatnya sangat spesifik karena bahan yang ingin dideteksi akan direaksikan dengan antibodi spesifik yang dilabel dengan enzim. Enzim yang digunakan untuk melabel antibodi tersebut antara lain peroksidase, alkali fosfatase dan b-galaktosidase. Imunohistokimia merupakan metode alternatif yang baik, spesifik dan sensitif dan relatif cepat. Imunohistokimia telah menjadi metode terpercaya untuk diagnosis rutin dan aktivitas penelitian Damayanti et al. 2005.