Latar Belakang Analisis efisiensi produksi dan peran koperasi terhadap usaha ternak Sapi Perah di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
9 produksi untuk itu perlu adanya perhitungan mengenai efisiensi produksi dalam
usaha ternak. Penelitian mengenai efisiensi produksi dalam usaha ternak sapi perah juga
pernah dilakukan oleh Anisa 2008, penelitian dilakukan di Lembang, Kabupaten Bandung, dengan variabel input produksi berupa jumlah sapi laktasi, tenaga kerja,
rumput, konsentrat, ampas tahu, dan ampas singkong, dari penelitian tersebut didapat bahwa jumlah sapi laktasi dan pemberian konsentrat sudah efisien secara
teknis sedangkan penggunaan tenaga kerja dan pemeberian rumput belum efisien secara teknis karena didapat setiap penambahan pemberian rumput sebesar satu
persen akan menyebabkan penurunan produksi susu sebesar 20,9 . Penelitian serupa juga dilakukan oleh Vidiyanti 2004, penelitian ini
dilakukan di Kawasan Usaha Ternak Sapi Perah, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dari hasil penelitian ini didapat bahwa rasio NPMBKM untuk
hijauan dan sapi laktasi lebih besar dari satu sedangkan rasio NPMBKM untuk konsentrat dan tenaga kerja lebih kecil dari satu. Ini berarti bahwa penggunaan
faktor- faktor produksi di wilayah penelitian ini masih belum efisien. 2.2 Pendapatan Usaha Ternak
Tujuan pembangunan pertanian sebagai salah satu pembangunan ekonomi di Indonesia bertujuan memperbaiki dan meningkatkan kesejahtraan masyarakat
di bidang usaha pertanian petani, nelayan dan peternak di pedesaan. Hal ini dapat tercapai bila pendapatannya dapat ditingkatkan dari sumber pendapatannya
baik dari pertanian maupun non pertanian. Menurut Soekardono 2009 berikut beberapa konsep pendapatan usahatani,
yaitu: 1
Pendapatan kotor usaha tani Pendapatan kotor usaha tani adalah nilai produksi total usahatani dalam
jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pendapatan kotor usaha tani dapat meliputi produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga
petani, digunakan dalam usaha tani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun. Pada usaha
peternakan, perhitungan pendapatan kotor lebih kompleks daripada usaha tani
10 tanaman pangan, karena variabel-variabel yang menentukan produksi dan
pendapatan usaha peternakan lebih kompleks. Pendapatan kotor usaha ternak terdiri dari penerimaan tunai dari hasil penjualan dan nilai dari komponen-
komponen bukan tunai seperti nilai-nilai perubahan inventaris, ternak dan produk ternak yang dikonsumsi sendiri dan atau yang digunakan untuk pembayaran.
Termasuk dalam perubahan inventaris adalah peningkatan nilai ternak karena pertambahan berat badan ternak dan penurunan nilai ternak karena semakin tua
umur ternak dan sebagainya. 2
Pendapatan bersih usaha tani Pendapatan bersih usaha tani adalah selisih antara pendapatan kotor usaha
tani dan pengeluaran total usaha tani. Pengeluaran total usaha tani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam proses produksi.
Usaha tani non-komersial, tenaga kerja keluarga petani tidak dimasukan dalam pengeluaran. Pengeluaran mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.
Pendapatan ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor
– faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal baik modal
milik sendiri maupun modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usaha tani.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Yoga 2007 pendapatan rata- rata peternak sapi di desa Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten malang
dengan pemilikan 1-5 ST, selama satu tahun ialah sebesar Rp 13.025.414,96 sedangkan pendapatan peternak dengan pemilikan 5-10 ST selama satu tahun
ialah Rp 29.637.331,18 dan pendapatan peternak dengan pemilikan 10-15 ST selama satu tahun ialah Rp 57.113.422,67, dari penelitian ini disimpulkan bahwa
semakin besar skala usaha maka semakin besar pendapatan yang diterima peternak. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Vidiyanti 2004 di Kawasan
Usaha Ternak Sapi Perah di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dari penelitian ini didapat rata-rata pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh
peternak pada saat zaman krisis moneter selama satu tahun sebesar Rp 24.849.506,67 pada tingkat harga susu RP 1950liter, sedangkan pendapatan atas
biaya total selama satu tahun sebesar Rp 7.690.979,61. Berdasarkan hasil penelitian tersebut juga di dapat RC rasio atas biaya tunai sebesar 1,56 dan RC
11 raasio atas biaya total sebesar 1,13, sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha
ternak di kawasan ini masih menguntungkan.