Hubungan Dasar Antar variable

Tabel 2.18 Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan Kelas Hambatan Samping SFC Kode Jumlah berbobot kejadian Kondisi Khusus per 200 m per jam dua sisi Sangat rendah VL 100 Daerah pemukiman: dengan jalan samping Rendah L 100 - 299 Daerah pemukiman: bebrapa kenderaan umum Sedang M 300 - 499 Daerah industry: beberapa toko disisi jalan Tinggi H 500 - 899 Daerah komersial: aktifitas sisi jalan Sangat tinggi VH 900 Daerah komersial: aktifitas disisi jalan Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997

2.12 Hubungan Dasar Antar variable

2.12.1 Hubungan kecepatan – arus – kepadatan Kecepatan, arus lalulintas dan kepadatan merupakan variabel-variabel utama dalam analisis lalulintas yang saling berhubunga. Ketiga variable ini akan terus bervariasi karena jarak antara kendaraan yang acak, seperti terlihat pada Gambar 2.13. Gambar 2.13 Hubungan antara kecepatan, Arus dan Kepadatan Sumber: Manenering, el al 2000 Universitas Sumatera Utara Makin banyak kenderaan yang ada di jalan, maka berarti bahwa kecepatan rata-rata kenderaan akan berkurang. Hubungan kecepatan dan arus lalulintas dapat dikelompokan pada beberapa kelompok seperti terlihat pada Gambar 2.14. Gambar 2.14 Hubungan Antara Kecepatan dan Arus lalulintas Sumber: DBSLIAK. 1999 Keempat pembagian dari kurva hubungan antara kecepatan dan arus lalulintas diatas dapat didefenisikan sebagai berikut: 1. Arus bebas, terjadi pada arus lalulintas rendah, dimana kenderaan dapat dengan bebas memilih kecepatan. 2. Arus stabil, terjadi pada saat arus lalulintas meningkat dan kecepatan ber kurang karena pengemudi tidak lagi bebas memilih kecepatan mengingat kenderaan sudah saling menghalangi juga dikenal sebagai arus normal. 3. Arus tidak stabil, terjadi pada saat arus mencapai kapasitas. Pertambahan Universitas Sumatera Utara sedikit arus lalulintas dapat mengurangi kecepatan yang besar. 4. Arus dipaksakan, terjadi pada saat lebih banyak kenderaan yang mencoba memakai jalan. Arus dan kecepatan menjadi rendah dan tidak dapat diperkirakan. Sesuatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui karakteristik suatu ruas jalan dalam melayani arus lalulintas yang melewatinya LoS Level of ServiceTingkat Pelayanan Jalan. Selain itu, tingkat pelayanan jalan dapat diartikan suatu ukuran untuk menyatakan kualitas pelayanan yang disediakan oleh suatu jalan dalam kondisi tertentu. Unsur utama yang menentukan tingkat pelayanan adalah derajat kejenuhan QC dan kecepatan. Secara umum hubungan antara derajat kejenuhan QC dan karakteristik jalan dapat dilihat pada tabel 2.19. Tabel 2.19 Hubungan antara kecepatan dan karakteristik jalan. QC Karakteristik 0,60 ≤ Arus bebas, volume rendah dan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki 0,60 QC ≤ 0,70 Arus stabil, kecepatan sedikit terbatas oleh lalulintas, pengemudi masih dapat kebebasan dalam memilih kecepatannya. 0,70 QC ≤ 0,80 Arus stabil, kecepatan dapat dikontrol oleh lalulintas 0,80 QC ≤ 0,90 Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah 0,90 QC ≤ 1,00 Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan tidak berbeda, volume mendekati kapasitas  0,1 Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume diatas kapasitas, sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama. Sumber: Morlok, 1990 Universitas Sumatera Utara Dari batasan-batasan nilai QC diatas dapat ditentukan jenis penanganan masalah pada ruas jalan. Jenis penanganan di ruas jalan dapat dikelompokan menjadi Tamin, 1998: 1. Manajemen lalulintas Prinsip penanganan ini adalah pemamfaatan fasilitas ruas jalan yang ada, dalam bentuk: a. Pemamfaatan lebar jalan secara efektif. b. Kelengkapan marka dan rambu jalan yang memadai serta seragam sehingga ruas jalan tersebut dapat dimamfaatkan secara optimal, baik dari segi kapasitas maupun keamanan lalulintas, yang meliputi system satu arah, pengendalian parkir, pengaturan U-turn, pengendalian kaki lima serta pengaturan belok. Jenis penanganan ini dilakukan bila nilai QC berada antara 0,6 hingga 0,8. 2. Peningkatan ruas jalan Penanganan ini mencakup perubahan fisik ruas jalan, yang berupa pelebaran atau penambahan lajur jalan hingga kapasitas ruas jalan tersebut dapat ditingkatkan secara berarti. Besarnya pelebaran atau penembahan lajur ditentukan dari nilai QC yang terjadi, sehingga besarnya nilai QC yang diharapkan, yaitu 0,8, dapat dicapai. Jenis penanganan ini dilakukan apabila nilai QC sudah lebih dari 0,8. 3. Pembangunan jalan baru. Penanganan ini merupakan alternatif terakhir dari pilihan penanganan 1 Universitas Sumatera Utara dan 2. Penanganan ini dilakukan apabila pelebaran jalan atau penambahan lajur sudah tidak memungkinkan lagi, terutama karena keterbatasan lahan dan kondisi lalulintas dengan nilai QC jauh lebih besar dari 0,8. Prinsip analisis kapasitas segmen jalan adalah kecepatan akan berkurang jika arus bertambah. Pengurangan kecepatan akibat penambahan arus adalah kecil pada arus rendah, tetapi lebih besar pada arus yang tinggi. Mendekati kapasitas pertambahan arus yang sedikit akan menghasilkan pengurangan kecepatan yang besar. Hal ini terlihat pada Gambar, 2.15. Kecepatan arus bebas Kapasitas Arus smpjam Gambar 2.15 Bentuk Umum Hubungan Kecepatan dan Arus Lalulintas Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997 Untuk setiap tipe jalan, kurva standar untuk tipe jalan tersebut telah ditentukan berdasarkan data empiris. Model yang tepat dengan data kecepatan – arus empiris dapat diperoleh dengan model Rejim tunggal sebagai berikut: V = FV [1 – DDj l – 1 ] l – m DoDj = [l – ml – m]1l – 1 ………………………….…………... 2.6 …………………………..….….……. 2.5 Universitas Sumatera Utara Dimana: FV = Kecepatan arus bebas kmjam D = Kerapatan smpjam; dihitung sebagai QC Dj = Kerapatan pada saat jalan mengalami kemacetan total smpjam Do = Kerapatan pada kapasitas smpjam 1m = Konstanta Data kecepatan – arus untuk jalan perkotaan di Indonesia, untuk jalan empat lajur terbagi dengan model rejim Tunggal, ditunjukan pada Gambar 2.16 dan 2.17. Arus smpjamlajur Gambar 2.16 Hubungan kecepatan-arus untuk jalan empat lajur terbagi Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997 Arus smpjam Gambar 2.17 Hubungan kecepatan-arus untuk jalan dua laju tak terbagi Sumber: Dirtjen Bina Marga, 1997 Universitas Sumatera Utara

2.13 Prosedur Perhitungan