e. jalan arteri sekunder 15 limabelas meter,
f. jalan kolektor sekunder 5 lima meter,
g. jalan lokal sekunder 3 tiga meter,
h. jalan lingkungan sekunder 2 dua meter; dan
i. jembatan 100 seratus meter kearah hilir dan hulu.
2.11 Analisis Kapasitas Jalan Kota
2.11.1 Arus dan komposisi lalu-lintas Nilai volume arus lalulintas Q mencerminkan komposisi lalulintas, dengan
menyatakan arus dalam satuan mobil penumpang smp. Semua nilai arus lalulintas per arah dan total diubah menjadi satuan mobil penumpang smp dengan
menggunakan ekivalensi mobil penumpang emp untuk jenis kenderaan berikut: 1. Kenderaan ringan Light VehicleLV; termasuk mobil penumpang, mini
bus, pick up, truk kecil dan jeep. 2. Kenderaan berat Heavy VehicleHV; termasuk truck dan bus.
3. Sepeda motor Motor cycleMC. Situasi lalu lintas untuk tahun yang dianalisa ditentukan menurut Arus jam
Rencana, atau lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan LHRT dengan Faktor yang sesuai untuk konversi dari LHRT menjadi arus per jam umum untuk perancangan.
Ekivalensi mobil penumpang emp untuk masing-masing jenis kenderaan tergantung pada tipe jalan dan arus lalulintas total, yang dinyatakan dalam
kenderaanjam, seperti ditunjukkan pada tabel 2.6 dan 2.7.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Ekivalensi mobil penumpang emp untuk jalan perkotaan tak-terbagi Tipe jalan: Arus lalu lintas emp
Jalan tak terbagi total dua arah MC Kend.jam HV Lebar jalur lalu lintas Wcm
≤ 6 6 Dua-lajur tak terbagi 0 1,3 0,5 0,4
22 UD ≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak terbagi 0 1,3 0,40 42 UD
≥ 3700 1,2 0,25 Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997
Tabel 2.7 Ekivalensi mobil penumpang emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan satu arah.
Tipe jalan: Arus lalu -lntas
emp Jalan satu arah dan
per jalur HV
MC jalan terbagi
kend.jam Dua-lajur satu arah 21
1,3 0,40
Dan Empat-lajur terbagi 42 D
≥ 1050 1,2
0,25 Tiga-lajur satu arah 31
1,3 0,40
Dan Enam-lajur terbagi 62 D
≥ 1100 1,2
0,25 Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997
2.11.2
Kapasitas Kapasitas didefenisikan sebagai arus maksimum yang melalui suatu titik di
jalan yang dapat dipertahankan per satuan jam pada kondisi tertentu, dan dinyatakan dalam satuan mobil penumpang smp. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas
Universitas Sumatera Utara
ditentukan untuk dua arah kombinasi dua arah, sedangkan untuk jalan dengan banyak lajur, arus dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per-lajur.
Persamaan dasar untuk menentukan kapasitas adalah: C =
Co x FCw x FCs
P
x FCs
F
x FCcs ……….……..……………..… 2.1 Dimana:
C = kapasitas smpjam. Co = kapasitas dasar smpjam, tergantung pada tipe jalan, jumlah lajur
dan pemisahan arus, seperti terlihat pada tabel 2.8. FCw = faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lau lintas seperti
terlihat pada tabel 2.9. FCsp = faktor penyesuaian pemisah arah, hanya untuk jalan tak terbagi,
seperti terlihat pada tabel 2.10. FCs
F
= factor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dan bahu jalankerb, seperti terlihat pada tabel 2.11.
FCcs = faktor penyesuaian ukuran kota, seperti terlihat pada tabel 2.12. Tabel 2.8 Kapasitas Dasar Jalan Kota. Co
Tipe jalan Kapasitas dasar
Catatan
smpjam
Empat-lajur terbagi atau jalan satu arah 1650
Per lajur Empat-lajur tak-terbagi
1500 Per lajur
Dua-lajur tak-terbagi 2900
Total dua arah Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian Lebar Jalan FCw Tipe jalan
Lebar jalur lalu-lintas efektif Wc FCw
m Empat-lajur terbagi atau
Per lajur jalan satu arah
3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Empat-lajur tak - terbagi Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
Dua-lajur tak - terbagi Per lajur
5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Ditjen Bina Marga 1997
Tabel 2.10 Faktor penyesuaian pemisah arah FCs
P
Pemisahan arah SP - 50 - 50
55 - 45 60 - 40
65- 35 70 - 30
FCsp Dua-lajur 22
1,00 0,97
0,94 0,91
0,88 Empat -lajur 42
1,00 0,985
0,97 0,955
0,94 Sumber: Ditjen Bina marga 1997
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.11 Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping FCsF
Tipe jalan Kelas
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu
hambatan FCsf
samping Lebar bahu efektif Ws
≤ 0,5 1,0
1,5 ≥ 2,0
42 D VL
0,96 0,98
1,01 1,03
L 0,94
0,97 1,00
1,02 M
0,92 0,95
0,98 1,00
H 0,88
0,92 0,95
0,98 VH
0,84 0,88
0,92 0,96
42 UD VL
0,96 0,99
1,01 1,03
L 0,94
0,97 1,00
1,02 M
0,92 0,95
0,98 1,00
H 0,87
0,91 0,94
0,98 VH
0,80 0,86
0,90 0,95
22 UD VL
0,94 0,96
0,99 1,01
Atau jalan L
0,92 0,94
0,97 1,00
satu arah M
0,89 0,92
0,95 0,98
H 0,82
0,86 0,90
0,95 VH
0,73 0,79
0,85 0,91
Sumber: Ditjen Bina Marga 1997
Tabel 2.12 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota FCcs Ukuran kota juta penduduk
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota 0,1
0,90 0,1 - 0,5
0,93 0,5 - 1,0
0,95 1,0 - 3,0
1,00 3
1,03 Sumber: Ditjen Bina Marga 1997
Universitas Sumatera Utara
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kondisi dasar ideal yang ditentukan sebelumnya, maka semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 dan kapasitas menjadi sama
dengan kapasitas dasar. 2.11.3 Kecepatan arus bebas
Kecepatan arus bebas FV didefenisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus bebas free flow speed, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika
mengendarai kenderaan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kenderaan lain di jalan. Persamaan untuk penentuan arus bebas memiliki bentuk umum:
FV = FVo + FVw x FFVs
F
x FFVcs …………………….…..……… 2.2 Dimana:
FV = kecepatan arus bebas kenderaan ringan pada kondisi lapangan
kmjam. FVo = kecepatan arus bebas dasar kenderaan ringan pada jalan yang diamati
seperti pada tabel 2.13. FVw = penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan, seperti pada tabel 2.14.
FFVs
F
= faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau jarak kerb penghalang.seperti pada tabel 2.15.
FFVcs= faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota, seperti pada tabel 2.16.
Tabel 2.13 Kecepatan Arus Bebas Dasar FVo Kecepatan arus bebas dasar Fvo Kmjam
Kendaraan Kendaraan Sepeda Semua Tipe jalan ringan berat motor kendaraan
LV HC MC Rata-rata
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.13 lanjutan 62 D – 31 61 52 48 57
42 D – 21 57 50 47 55 42 UD 53 46 43 51
22 UD 44 40 40 42 Sumber: Ditjen Bina marga 1997
Tabel 2.14 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu-lintas FVw Tipe jalan
Lebar jalur lalu-lintas efektif Wc FVw
m Empat-lajur terbagi atau
Per lajur jalan satu arah
3,00 -4
3,25 -2
3,50 3,75
2 4,00
4 Empat-lajur tak - terbagi
Per lajur 3,00
-4 3,25
-2 3,50
3,75 2
4,00 4
Dua-lajur tak - terbagi Per lajur
5 -95
6 -3
7 8
3 9
4 10
6 11
7 Sumber: Ditjen Bina marga 1997
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Kecepatan untuk Hambatan Samping dan lebar Bahu FFVsf
Tipe jalan Kelas
hambatan Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan
samping Lebar bahu
SFC Lebar bahu efektif rata-rata Ws m
≤ 0,5 1,0
1,5 ≥ 2,0
Empat lajur terbagi Sangat rendah
1,02 1,03
1,03 1,04
42 D Rendah
0,98 1,00
1,02 1,03
Sedang 0,94
0,97 1,00
1,02 Tinggi
0,89 0,93
0,96 0,99
Sangat tinggi 0,84
0,88 0,92
0,96 Empat lajur tak terbagi Sangat rendah
1,02 1,03
1,03 1,04
42 UD Rendah
0,98 1,00
1,02 1,03
Sedang 0,93
0,96 0,99
1,02 Tinggi
0,87 0,91
0,94 0,98
Sangat tinggi 0,80
0,86 0,90
0,95 Dua lajur tak terbagi
Sangat rendah 1,00
1,01 1,01
1,01 22 UD atau
Rendah 0,96
0,98 0,99
1,00 jalan satu arah
Sedang 0,91
0,93 0,96
0,99 Tinggi
0,82 0,86
0,90 0,95
Sangat tinggi 0,73
0,79 0,85
0,91 Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997
Tabel 2.16 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus BebasUntuk Ukuran Kota FFVcs
Ukuran kota juta penduduk Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
0,1 0,90
0,1 - 0,5 0,93
0,5 - 1,0 0,95
1,0 - 3,0 1,00
3 1,03
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997
Universitas Sumatera Utara
2.11.4 Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan Degree of SaturationDS didefenisikan sebagai rasio
volume Q terhadap kapasitas C dan digunakan sebagai faktor kunci utama dalam penentuan perilaku lalu lintas pada suatu kinerja ruas jalan. Nilai derajat kejenuhan
menunjukkan apakah ruas jalan akan mempunyai masalah kapasitas atau tidak. DS = QC …………………………………………………..…..……… 2.3
Dimana: Q = arus lalulintas smpjam.
C = kapasitas smpjam. Derajat kejenuhan dihitung dengan menggunakan volume dan kapsitas yang
dinyatakan dalam smpjam.
2.11.5 Kecepatan Kecepatan kenderaan didefenisikan sebagai kecepatan rata-rata ruang dari
kenderaan ringan LV sepanjang segmen jalan. Kecepatan kenderaan merupakan ukuran utama kinerja segmen jalan karena mudah dimengerti dan diukur, serta
merupakan masukan yang penting bagi biaya pemakai jalan dalam analisa ekonomi. Kecepatan rata-rata ruang didapat dari perbandingan jarak tempuh dan waktu tempuh
terhadap jarak, seperti pada persamaan berikut; V = LTT ………………………………..…………………………….. 2.4
Dimana:
Universitas Sumatera Utara
V = kecepatan rata-rata ruang LV kmjam. L = panjang segmen jalan km.
TT = waktu tempuh rata-rata LV sepanjang segmen jam. Data kecepatan sesungguhnya dengan menggunakan grafik hubungan antara
derajat kejenuhan DS dan kecepatan arus bebas FV dapat ditunjukkan untuk jalan yang menggunakan banyak lajur satu-arah seperti pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12
Kecepatan sebagai fungsi dari DS untuk jalan banyak lajur dan satu-arah
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997 2.11.6 Hambatan Samping
Hambatan samping didefenisikan sebagai dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas samping segmen jalan, banyaknya kegiatan samping jalan sering
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan konflik dengan arus lalu lintas, diantaranya menyebabkan kemacetan bahkan sampai terjadinya kecelakaan lalu lintas. Hambatan samping juga terbukti
sangat berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan, seperti: 1. pejalan kaki yang berjalan atau menyeberang sepanjang segmen jalan,
2. angkutan umum dan kenderaan lain yang berhenti dan parkir, 3. kenderaan motor yang keluar masuk darike lahan sampingsisi jalan,
4. arus kenderaan yang bergerak lambat. Yang ditujukan dengan faktor jumlah berbobot kejadian, yaitu frekwensi
kejadian sebenarnya dikalikan dengan faktor berbobot kenderaan. Faktor berbobot tersebut seperti pejalan kaki bobot=0,5, kenderaan berhenti bobot=1,00, kenderaan
masukkeluar sisi jalan bobot=0,7, dan kenderaan lambat bobot=0,4. Frekwensi tiap kejadian hambatan samping dicacah dalam rentang 200 meter
kekiri dan kanan potongan melintang yang diamati kapasitasnya lalu dikalikan dengan bobot masing-masing. Frekwensi kejadian terbobot menentukan kelas
hambatan samping, dapat dilihat pada table 2.17.
Tabel 2.17 Faktor berbobot untuk hambatan samping
Tipe kejadian hambatan samping Simbol
Faktor bobot Pejalan kaki
PED 0,5
Kenderaan berhenti PSV
1,0 Kenderaan masuk dan keluar
EEV 0,7
Kenderaan lambat SMV
0,4
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.18 Kelas hambatan samping untuk jalan perkotaan
Kelas Hambatan Samping SFC
Kode Jumlah berbobot
kejadian Kondisi Khusus
per 200 m per jam dua sisi
Sangat rendah VL
100 Daerah pemukiman: dengan jalan samping
Rendah L
100 - 299 Daerah pemukiman: bebrapa kenderaan umum
Sedang M
300 - 499 Daerah industry: beberapa toko disisi jalan
Tinggi H
500 - 899 Daerah komersial: aktifitas sisi jalan
Sangat tinggi VH
900 Daerah komersial: aktifitas disisi jalan
Sumber: Ditjen Bina Marga, 1997
2.12 Hubungan Dasar Antar variable