KONSEP DIRI PELAKU VEGETARIAN (Studi Kasus pada Pelaku Vegetarian di

(1)

i

KONSEP DIRI PELAKU VEGETARIAN

(Studi Kasus pada Pelaku Vegetarian di Wilayah

Kota Semarang Tahun 2011)

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Oleh

Bagus Nuswantoro Febriyanto 1550404003

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 24 Agustus 2011. Panitia:

Ketua Sekretaris

Drs.Hardjono, M. Pd Siti Nuzulia, S.Psi, M.Si

NIP. 195108011979031007 NIP. 197711202005012001

Penguji Utama

Liftiah, S.Psi, M.Si

NIP. 196904151997032002

Penguji I Penguji II

Dra. Tri Esti Budiningsih Drs. Sugiyarta SL, M.Si


(3)

iii

PERNYATAAN


(4)

iv

MOTTO DAN PERUNTUKAN

Motto :

None are more hopelessly enslaved

than those who falsely believe they are free... (Goethe)

Ojo rumongso iso, Nanging iso rumongso...

Amor fati, ego fatum... (Nietszche)

PERUNTUKAN

Karya sederhana ini kupersembahkan kepada: Ibu dan Bapak tercinta


(5)

v

ABSTRAK

Nuswantoro, Bagus. 2011. Konsep Diri Pelaku Vegetarian (Studi Kasus pada Pelaku Vegetarian di Wilayah Kota Semarang Tahun 2011). Skripsi, Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Skripsi ini di bawah bimbingan Drs. Sugiyarta S.L, M.Si dan Dra. Tri Esti Budiningsih.

Kata kunci: konsep diri, vegetarian.

Vegetarian di Semarang masih dipandang sebagai gaya hidup yang tidak wajar atau masih dianggap aneh oleh sebagian masyarakat. Tidak sedikit pelaku vegetarian yang mendapat sindiran dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial terhadap perilakunya. Penilaian-penilaian tersebut mempengaruhi konsep diri pelaku vegetarian. Konsep diri yang terbentuk baik positif dan negatif tergantung dari penerimaan individu terhadap penilaian orang lain dan penilaian individu itu sendiri.

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan, menggambarkan atau mendeskripsikan mengenai dinamika konsep diri pada pelaku gaya hidup vegetarian.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologis. Unit analisisnya yaitu konsep diri pelaku vegetarian. Sampel diambil secara purposive. Narasumber dalam penelitian ini berjumlah tiga orang yang sudah menjalani gaya hidup vegetarian lebih dari dua tahun (Rk, Ys, Ap). Guna keperluan pelengkap data digunakan informan keluarga dan teman dekat. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara, observasi, serta dokumentasi pendukung untuk memperkuat kebenaran data yang diambil. Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah ketekunan pengamatan di lapangan, teknik triangulasi.

Penelitan dilakukan di wilayah kota Semarang. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa subyek pertama memiliki konsep diri yang negatif, subyek kedua memiliki konsep diri yang positif dan subyek ketiga memiliki konsep diri yang positif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa latar belakang pelaku vegetarian dipengaruhi oleh faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosial. Dalam hasil penelitian juga diketahui bahwa terdapat dampak yang ditimbulkan dengan menjalani gaya hidup vegetarian, yaitu terjadi perubahan fisiologis serta psikologis pada seorang pelaku vegetarian.

Saran yang diajukan terkait dengan penelitian ini adalah agar masyarakat lebih terbuka terhadap informasi-informasi baru dan menciptakan lingkungan yang nyaman serta kondusif terhadap pelaku gaya hidup vegetarian. karena gaya hidup vegetarian bukanlah gaya hidup patogen, melainkan gaya hidup sehat yang dapat memberikan pengaruh positif bagi tubuh.


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur tiada terkira kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul


(7)

vii

6. Rk, Ys dan Ap yang dengan ikhlas telah membantu peneliti mendapatkan data karena tanpa kalian semua penelitian ini tidak akan terlaksana.

7. Orang tuaku Ibu Roemi Hartati, dan Bapak Tegoeh Roemijanto beserta Ibu Dienah Herawati, terimakasih atas semua kasih sayang, dukungan moril maupun materiil serta doa yang selalu menyertai penulis, serta Alm. Bapak Djoni Dhono Prayitno, semoga damai dalam pelukan Illahi.

8. Adik-adiku tercinta Dyah Ayu Agustina dan Yulia Lintang pertiwi, kalian adalah semangat hidupku.

9. Vyasti Lusiana Marantika, terimakasih atas kesabaran, pelajaran, dukungan, perhatian and thanks alot for your love Nduk!.

10.Teman-teman Psikologi terutama angkatan 2004 (Eka, Eva, Fatah, Mita, Dinda, PA, U


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

BAB 2 PERSPEKTIF TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diri ... 12

2.1.1 Pengertian Konsep Diri ... 12

2.1.2 Sumber-Sumber Konsep Diri ... 14

2.1.3 Aspek-Aspek Konsep Diri ... 21 2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri


(9)

ix

2.2.4 Sejarah Vegetarian.. ... 34

2.3 Pandangan Adler ... 40

2.4 Gambaran Konsep Diri Vegetarian ... 42

2.5 Dinamika Psikologi ... 46

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 47

3.2 Unit Analisis ... 51

3.2.1 Unit Analisis Penelitian ... 51

3.2.2 Sumber Data ... 54

3.3 Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 56

3.3.1 Teknik Wawancara ... 57

3.3.2 Teknik Observasi ... 59

3.3.3 Dokumentasi... 61

3.4 Analisis Data ... 62

3.4.1 Koding... 63

3.4.2 Analisis Data ... 63

3.4.3 Dokumentasi... 64

3.5 Keabsahan Data ... 64

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Setting Penelitian ... 67

4.1.1 Gambaran Umum Kota Semarang ... 68

4.2 Proses Penelitian ... 72

4.3 Temuan Penelitian ... 75

4.3.1 Profil Narasumber... 75

4.3.2 Keterangan Koding ... 79

4.3.3 Gambaran Narasumber Penelitian ... 81

4.3.4 Faktor Pembentuk Konsep Diri ... 94

4.3.5 Konsep Diri ... 112


(10)

x

4.3.7 Karakteristik Konsep Diri ... 134

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 138

4.4.1 Gambaran Latar Belakang Narasumber ... 139

4.4.2 Dinamika Konsep Diri ... 143

4.4.3 Karakteristik Konsep Diri ... 153

4.4.4 Analisis Temuan Penelitian... 156

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 170

5.2 Saran ... 172

Daftar Pustaka ... 173


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian ... 54


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Terbentuknya Konsep Diri Vegetarian ... 43

Gambar 2.2 Dinamika Psikologi ... 46

Gambar 4.1 Persentase Penggunaan Areal Tanah Kota Semarang Tahun 2009 69 Gambar 4.2 Skema Konsep Diri Rk ... 160

Gambar 4.3 Skema Konsep Diri Ys ... 162

Gambar 4.4 Skema Konsep Diri Ap ... 164


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Pedoman Wawancara dan Observasi

a. Pedoman Wawancara ... 176

b. Pedoman Observasi ... 183

Lampiran 2. Hasil Wawancara a. Hasil Wawancara Narasumber Pertama ... 184

Hasil wawancara Informan narasumber pertama ... 185

b. Hasil Wawancara Narasumber Kedua ... 229

Hasil wawancara Informan narasumber kedua ... 203

c. Hasil Wawancara Narasumber Ketiga ... 366

Hasil wawancara Informan narasumber ketiga ... 367

Lampiran 3. Catatan Lapangan dan Hasil observasi ... 478


(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Vegetarian kini tampaknya menjadi kata yang semakin populer di dunia termasuk di Indonesia. Di kota-kota besar dunia, restoran vegetarian sudah menjadi pilihan yang cukup mudah dicari. restoran-restoran vegetarian mulai bermunculan di kota-kota besar di Indonesia, meski belum banyak. Menu vegetarian juga merupakan salah satu pilihan menu yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan internasional. Vegetarianisme merupakan suatu aliran di mana penganutnya tidak mengkonsumsi produk-produk hewani dan turunannya, hanya membatasi diri pada produk-produk nabati.(www.republika.com)

Menu vegetarian menjadi pola makan sehat yang direkomendasikan oleh ADA (American Dietic Association) sebagai pola makan sehat yang mencukupi semua unsur nutrisi kebutuhan manusia, serta dapat diterapkan pada semua kondisi maupun tahap perkembangan individu, (Messina, dalam Pratiwi 2009). Banyak penelitian yang membuktikan bahwa timbulnya penyakit degeneratif sangat berkaitan dengan pola konsumsi pangan hewani yang tinggi kolesterol dan lemak jenuh. Diet vegetarian merupakan salah satu alternatif yang mampu mencegah atau menyembuhkan penyakit-penyakit degeneratif.

Sebuah studi dari Inggris menemukan, diet vegetarian bermanfaat melawan serangan kanker secara umum. Hal ini ditemukan berdasarkan analisis


(15)

data yang dilakukan terhadap 52.700 laki-laki dan perempuan. Mereka yang tidak mengkonsumsi daging lebih sedikit mengalami kanker dibandingkan mereka yang mengkonsumsi daging. Akan tetapi, para peneliti juga menemukan hal yang mengejutkan. Kanker kolorektal, lebih banyak ditemukan pada pelaku diet vegetarian. Padahal, kanker ini disebabkan oleh konsumsi daging merah yang tentu saja tidak dilakukan oleh para vegetarian. Penemuan ini dipublikasikan di American Journal of Clinical Nutrition. (www.mediaindonesia.com)

Pada dasarnya pola makan seseorang mempengaruhi perilakunya karena kandungan dalam makanan yang dikonsumsinya. Menurut Sediaoetama (dalam Nanik, 2009 : 1), tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam memilih makanan, yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi. Penelitian yang dilakukan Armina dkk (2000 : 69) tentang kestabilan emosi pada dua kelompok, yaitu vegetarian dan kelompok non vegetarian menunjukkan hasil bahwa kelompok vegetarian lebih stabil emosinya daripada kelompok non vegetarian. Hal ini diperkuat oleh penelitian Cahyana (2003 : 87) tentang kendali emosi pada kelompok mahasiswa vegetarian dan non vegetarian, menunjukkan hasil bahwa mahasiswa vegetarian memiliki kendali emosi yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa non vegetarian.

Beberapa pelaku vegetarian berpandangan bahwa dengan vegetarian mereka dapat membantu menyelamatkan dunia. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) berjudul "Livestcok’s Long Shadow", yang dipublikasi 29 November 2006 di situsnya. Ternyata, 18 persen pemanasan global


(16)

(17)

ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Konsep diri yang dimiliki oleh pelaku vegetarian tersebut akan mempengaruhi gaya hidup yang dijalaninya sekarang.

Menjadi seorang vegetarian tentunya sangatlah tidak mudah karena harus menyeleksi setiap makanan yang dikonsumsi oleh tubuhnya. Di sisi lain, seorang vegetarian hidup dalam lingkungan tidak sepenuhnya mendukung perilaku vegetarian dan dia harus memiliki kemampuan yang adaptif terhadap lingkungannya agar dapat bertahan dengan perilaku tersebut. Sebagai contoh berikut ini adalah salah satu kasus yang dialami oleh pelaku vegetarian:

Mega, seorang Lulusan Fakultas Farmasi Universitas X di Jogjakarta. Awal bervegetarian Mega ditentang oleh keluarga.“Mereka kan diciptakan untuk dimakan, kok kamu malah ga makan?” kata beberapa kerabatnya. Namun, dari buku - buku yang dia baca banyak mengulas tinjauan ilmiah keuntungan bervegetarian. Oleh karena itu, kini dia tetap bervegetarian. “Waktu SMA saya masih makan daging, pagi hari tu terasa ngantuk, lemes. Tapi sejak saya ga konsumsi daging, rasa ngantuk dan lemes malah berkurang” cerita Mega. (info vegetarian, 2009).

Contoh kedua, Wina, seorang Marketing Manager sebuah Perusahaan X di Jakarta. Tantangan yang dia alami sangatlah berat, karena dia melakukan Vege sendiri didalam keluarga yang memiliki kebiasaan setiap weekend berburu mencoba restoran yang belum pernah kita makan. Tak pelak cibiran dan sindiran selalu dia terima bila setiap kali makan di restoran besar pesanannya seputar telor, tempe, tahu dan sayur. Singkat kata, karena dia tetap berkomitmen untuk tetap Vege walaupun dia


(18)

dihadapkan oleh hidangan makanan yang enak - enak, ternyata dia bisa melewati semua itu tanpa ada keinginan untuk kembali menjadi non-Vege. (info vegetarian, 2009)

Bila dilihat secara lebih mendalam, menjadi vegetarian merupakan pilihan hidup bagi individu yang menjalaninya. Pelaku vegetarian atau biasa disebut Vege biasanya hidup di lingkungan keluarga maupun masyarakat yang tidak semuanya penganut vegetarian. Vege memiliki cara pandang hidup yang berbeda dengan lingkungannya, disamping itu pelaku Vege sering juga dianggap aneh oleh lingkungan karena memiliki perilaku makan yang berbeda dengan lingkungannya. Pelaku vegetarian merupakan kaum minoritas yang belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Masyarakat sering menganggap hal-hal yang lain dari biasanya sebagai suatu ketabuan, serta melanggar norma. Pandangan masyarakat yang ada menganggap bahwa daging merupakan suatu hidangan yang istimewa yang biasa disajikan pada acara-acara tertentu, maupun dalam pola makan keseharian. Sedangkan pelaku vegetarian memiliki perilaku yang bertentangan dengan nila-nilai kewajaran yang berkembang di masyarakat terkait dengan pola konsumsi daging, dimana pelaku vegetarian memandang bahwa daging adalah sesuatu yang buruk dan proses dalam menghasilkan daging atau produk hewani tersebut melalui tahapan-tahapan yang menyakitkan bagi seekor binatang. Pelaku vegetarian memiliki konsep bahwa binatang merupakan makhluk hidup yang juga memiliki hak untuk hidup serta dapat merasakan sakit. Konsep ketimuran pada budaya Indonesia dan kehidupan lokal yang kental sering menjadi halangan bagi pelaku vegetarian untuk bersosialisasi dan bergaul dengan masyarakat disekitarnya.


(19)

Pilihan terhadap gaya hidup vegetarian tersebut tentunya tidak sedikit memunculkan permasalahan dalam interaksi sosial individu tersebut. Individu akan memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang dimilikinya agar tetap bertahan menjadi seorang vegetarian atau agar individu tersebut berhasil mencapai tujuannya dalam menjalankan gaya hidup vegetarian. Menurut catatan intisari (dalam www.kompas.com. 2008) menyatakan bahwa telah terdapat sebuah komunitas vegetarian didirikan di Indonesia dengan nama Indonesian Vegetarian Society (IVS), yang anggotanya selalu bertambah dari tahun ke tahun. Disanalah para pelaku vegetarian berkumpul dan berbagi informasi mengenai gaya hidupnya. Hal ini merupakan suatu bentuk usaha pelaku vegetarian dalam berjuang menunjukkan eksistensi diri serta melawan diskriminasi sosial yang ada dengan membentuk jaringan-jaringan khusus.

Menurut BK. Janaki Padmanabhan, konsep vegetarian dalam konteks spiritual terbagi ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat mental dan tingkat pemikiran. Mental diartikan sebagai sifat dan sikap yang dimiliki oleh seorang manusia, sedangkan pemikiran diartikan sebagai sebuah karakter yang mendasari seorang manusia. Antara mental dan pemikiran harus saling mengisi satu sama lain. Semakin baik kita menjalankan konsep vegetarian (Ahimsa), maka karma baik yang akan kita tuai. (http://wihara.com).

Seorang vegetarian tidak hanya dilatar belakangi oleh alasan kesehatan serta spiritual dalam perilaku keseharian. Mereka menambahakan alasan lingkungan, ekonomi dan moral sebagai faktor yang mempengaruhi pola konsumsinya. Pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia.


(20)

Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya. Hal ini tentunya berkaitan dengan konsep diri mereka sebagai seorang vegetarian.

Menurut Burns (1993, vi) konsep diri adalah satu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, orang-orang lain berpendapat mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Konsep diri merupakan sebuah pandangan diri individu tentang dirinya sendiri yang dapat dimaknai sebagai potret mental diri seseorang yang meliputi dimensi pengetahuan individu terhadap diri individu itu sendiri, pengharapan dan penilaian tentang diri individu itu sendiri. (Calhoun,1995 : 67). Pelaku vegetarian memiliki pengharapan akan dirinya atau dapat dikatakan mereka mempunyai tujuan yang mendasari atas perilaku mereka, dan perilaku tersebut mempengaruhi penilaian orang lain terhadap individu itu sendiri.

Seorang Vege (pelaku vegetarian) tak ubahnya sama dengan individu normal yang lain. Dia ingin menjadi yang terbaik bagi dirinya sendiri juga bagi masyarakat. Segala tingkah laku yang ada pada diri Vege sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi dan penilaian masyarakat pada diri Vege. Segala sesuatu yang dialami, dilihat, dirasakan dan didengar akan dipersepsi sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Persepsi lingkungan terhadap diri seorang Vege akan membentuk suatu konsep diri. Konsep diri merupakan bentuk cerminan diri dari apa yang dipersepsikan orang lain tentang dirinya tersebut.


(21)

Apabila konsep diri seseorang bersifat positif maka ia memiliki kepribadian yang bersifat stabil, dapat menerima dirinya apa adanya, mampu merancang tujuan hidup dan mampu menghadapi kehidupan dimasa yang akan datang. Sebaliknya bila seseorang mengembangkan konsep diri negatif, maka seseorang memiliki pandangan dan pengetahuan yang buruk tentang dirinya, tidak memiliki kestabilan diri dan tidak dapat menerima kritikan dari orang lain mengenai dirinya (Calhoun dan Acocella, 1995 : 72).

Pelaku vegetarian yang memiliki konsep diri yang positif, maka dia akan merasa nyaman dengan keadaan yang ada pada dirinya sebagai seorang Vege. Selain dapat membentuk konsep diri positif, pandangan keluarga dan lingkungan sekitar sering juga mampu menjadi penyebab terbentuknya konsep diri yang negatif. Konsep diri negatif inilah yang membuat pelaku vegetarian menjadi kurang nyaman dengan kondisi yang ada pada dirinya. Timbul suatu kecemasan akan gaya hidup keseharian yang dirasa berbeda dengan masyarakat pada umumnya.

Konsep diri yang terbentuk pada pelaku vegetarian baik positif maupun negatif atau berpikiran buruk tentang dirinya tergantung pada persepsi tentang diri individu tersebut. Segala sesuatu yang ada disekitar individu sangat berpengaruh besar dalam membentuk konsep diri seseorang khususnya seorang Vege. Pelaku vegetarian akan mempunyai konsep diri positif yang baik apabila lingkungan disekitarnya mau menerima keadaan dirinya sebagai seorang Vege. Dia akan merasa nyaman dengan keadaan yang ada pada dirinya.


(22)

Munculnya fenomena vegetarian tentunya tidak lepas dari konteks kebudayaan. Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang masyarakatnya masih memiliki nilai-nilai kebudayaan lokal yang cukup kuat. Vegetarian di Semarang masih dipandang sebagai perilaku yang tidak wajar atau masih dianggap aneh oleh sebagian masyarakat. Tidak sedikit pelaku vegetarian yang mendapat sindiran dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial terhadap perilakunya, dengan tidak mengkonsumsi daging atau produk-produk yang berasal dari binatang. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang tidak mengetahui gaya hidup ini, serta masyarakat masih memandang perlunya menjaga tradisi kebudayaan. Sehingga dapat memunculkan konflik dalam diri pelaku vegetarian (Vege) maupun dengan lingkungan sosialnya.

Berdasarkan fenomena tersebut di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran dinamika konsep diri pada pelaku vegetarian. Untuk itu peneliti melakukan penelitian yang berjudul Konsep Diri Pelaku Vegetarian (Studi Kasus terhadap Pelaku Vegetarian di Kota Semarang).

Pemilihan judul di atas, didasarkan pada alasan sebagai berikut :

1. Bahwa pelaku vegetarian memang benar ada dan menjadi fenomena realistik dalam kehidupan.

2. Adanya penilaian yang negatif terhadap pelaku vegetarian.

3. Pelaku Vegetarian mempunyai konsep diri yang berbeda dengan individu pada umumnya, dimana pelaku vegetarian tersebut memiliki nilai-nilai serta sikap yang dimanifestasikan dalam gaya hidup vegetarian.


(23)

4. Bahwa kondisi masyarakat yang berseberangan pandangan dengan keberadaan pelaku Vegetarian tentang gaya hidup Vegetarian, mampu mengarahkan diri individu yang Vege itu pada konsep diri yang positif maupun negatif.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu :

1. Bagaimanakah konsep diri yang ada pada pelaku Vegetarian

2. Bagaimanakah dinamika pembentukan konsep diri pelaku Vegetarian 3. Apakah faktor utama yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku

Vegetarian.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan konsep diri yang ada pada diri pelaku Vegetarian 2. Mendeskripsikan dinamika pembentukan konsep diri pelaku Vegetarian 3. Mendeskripsikan faktor utama yang menyebabkan seseorang menjadi

Vegetarian

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:


(24)

1.4.1 Secara Teoritis

Menjadi masukkan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama di bidang sosial, khususnya mengenai profil dan dinamika konsep diri pelaku vegetarian.

1.4.2 Secara Praktis 1.4.2.1 Peneliti

Penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan perbandingan apabila penelitian yang sama dilakukan pada waktu-waktu mendatang dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi penelitian yang akan datang.

1.4.2.2 Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan informasi mengenai gaya hidup pelaku vegetarian kepada masyarakat umum serta dapat menjadi bahan acuan dalam pembentukan perilaku hidup sehat.


(25)

BAB 2

PERSPEKTIF TEORI

DAN

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas landasan teori berdasarkan studi kepustakaan mengenai Konsep diri pada pelaku vegetarian.

2.1 Konsep diri

2.1.1Pengertian Konsep diri

Konsep diri merupakan salah satu faktor terpenting dalam menafsirkan kepribadian seseorang. Konsep diri merupakan peranan kunci sebagai faktor di dalam interaksi kepribadian juga dalam memotivasi tingkah laku dan pencapaian kesehatan mental. Konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian orang tentang diri sendiri. Konsep diri dapat menentukan bagaimana individu bertingkah laku dalam segala situasi. Pemahaman mengenai konsep diri dapat memudahkan untuk memahami tingkah laku individu.


(26)

dimensi pengetahuan individu terhadap diri individu itu sendiri, pengharapan dan penilaian tentang diri individu itu sendiri.

Cooley (Burns, 1993 : 17) menggambarkan konsep diri dengan gejala looking-glass self (diri cermin) dimana konsep diri seseorang dipengaruhi oleh apa yang diyakini individu tentang pendapat orang lain mengenai individu tersebut dan seakan-akan menaruh cermin didepan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain, kita melihat sekilas diri kita seperti berada dalam cermin. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.

Mead (Burns, 1993 : 19) berpendapat bahwa konsep diri sebagai obyek timbul didalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang lain berinteraksi kepadanya. Sehingga individu tersebut dapat mengantisipasi reaksi orang lain agar bertingkah laku dengan pantas dan individu mampu belajar untuk menginterpretasikan lingkungannya sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang lain.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan pandangan atas diri sendiri, pengenalan diri sendiri dan pemahaman diri sendiri. Pandangan ini meliputi karakteristik kepribadian dari individu, nilai-nilai kehidupan, prinsip hidup, moralitas, pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya. Konsep diri terdiri dari bagaimana individu melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu dapat merasakan apa yang ada didalam dirinya, bagaimana individu


(27)

menginginkan dirinya sendiri menjadi individu yang ideal dan bagaimana gambaran serta pandangan orang lain tentang diri individu itu sendiri.

2.1.2 Sumber-Sumber Konsep Diri

Burns (1993 : 189-209) menyebutkan beberapa faktor yang menjadi sumber pembentukan konsep diri seseorang, antara lain :

1. Diri Fisik dan Citra Tubuh

Citra tubuh merupakan gambaran yang dievaluasikan mengenai diri fisik. Perasaan-perasaan yang bersangkutan dengan tubuh dan citra tubuh menjadi inti dari konsep diri. Di dalam tahun pertama dari kehidupan, tubuh dan penampilan merupakan hal yang penting dalam mengembangkan pemahaman tentang konsep diri seseorang. Setiap individu tidak dapat melihat tubuhnya kecuali bila menggunakan cermin yang dapat memantulkan bayangan tubuh. Begitu pula halnya dengan citra fisik yang hanya dapat terbentuk melalui refleksi dari orang lain.

Pandangan dari individu lain mengenai keadaan fisik yang dilihat menyebabkan adanya dimensi tubuh yang ideal. Dimensi mengenai bentuk tubuh yang ideal dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain dan dapat pula dipengaruhi oleh adanya perbedaan waktu. Pada umumnya individu beranggapan bahwa bentuk tubuh laki-laki yang ideal adalah atletis, berotot dan kekar, sedangkan bentuk tubuh wanita yang ideal adalah langsing tanpa ada lemak. Dengan adanya dimensi tubuh ideal sebagai patokan maka setiap individu beranggapan bahwa


(28)

individu tersebut akan mendapat tanggapan yang positif dari individu lain apabila berhasil mencapai patokan tubuh yang ideal.

Kegagalan dan keberhasilan individu untuk mencapai patokan ideal yang telah ditetapkan oleh masyarakat merupakan keadaan yang sangat mempengaruhi pembentukan citra fisiknya. Seperti, tubuh yang tinggi, berotot dan atletis dianggap sebagai karakteristik positif dan pelindung bagi diri sendiri dan lingkungannya. Tubuh yang gemuk dan pendek sering mendapat citra yang negatif yaitu jelek dan tidak dapat diandalkan.

Tinggi badan, berat badan, warna kulit, pandangan mata dan proporsi tubuh menjadi sedemikian erat dengan sikap-sikap terhadap diri sendiri dan perasaan tentang kemampuan pribadi dan kemampuan untuk menerima keberadaan orang lain. Tubuh merupakan bagian dari individu yang terlihat dan dapat dirasakan dimana merupakan ciri yang khas dalam mempersepsikan tentang diri sendiri.

2. Keterampilan Berbahasa

Perkembangan bahasa akan membantu perkembangan konsep diri. Selain itu, simbol-simbol bahasa juga dapat membentuk dasar dari pandangan tentang diri. Penggunaan bahasa verbal dapat membedakan individu satu dengan individu yang lain. Individu dapat menyebut dirinya sendiri dengan kata


(29)

dan individualitasnya. Perbendaharaan bertambah seiring dengan pertambahan usia individu dan kemampuan untuk menerima keadaan orang lain. Pemakaian dan ketepatan kata-kata yang bertambah mencerminkan kemampuan yang bertambah dari individu tersebut untuk memahami dirinya sendiri sebagai seorang individu dengan mempunyai perasaan, kebutuhan-kebutuhan dan sifat-sifat.

3. Tanggapan dari Orang-orang yang Dihormati

Selain citra tubuh dan keterampilan berbahasa, konsep diri juga dapat dipengaruhi oleh tanggapan dari orang yang dihormati. Orang-orang yang dihormati memainkan sebuah peranan yang menguatkan dalam definisi diri. Adapun orang-orang yang dihormati dan menjadi sumber konsep diri adalah:

1) Orangtua

Orangtua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pengembangan konsepsi diri karena orangtua merupakan sumber otoritas dan sumber kepercayaan. Orangtua merupakan sumber utama dalam memberikan kasih sayang. Perhatian, dan penerimaan pada anak-anaknya. Segala hal yang didapatkan dari orangtua akan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak. Kasih sayang dan penerimaan orang tua dapat dirasakan oleh anak-anak melalui isyarat, verbalisasi dan tanda dari orang tua. Pengalaman mengenai kasih sayang ataupun penolakan, setuju atau tidak setuju dari orang tua menyebabkan individu dirinya dan bertingkah laku dengan cara yang sama. Anak mempercayakan persepsi diri


(30)

kepada pengalaman yang dialami langsung tentang diri secara fisik dan reaksi dari orang yang dihormati terutama orangtua.

2) Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar pada sikap individu. Kelompok teman sebaya mampu menumbuhkan perasaan harga diri, memberikan dukungan, kesempatan untuk mempraktekkan dan melatih diri dalam menyiapkan masa pendewasaan selanjutnya. Dalam bersosialisasi dengan teman sebaya, individu dituntut untuk melakukan kegiatan yang ada dalam kelompok itu. Individu akan merasa bangga bila dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh kelompok dan sebaliknya individu akan merasa gagal, bersalah dan mendapatkan celaan apabila tidak dapat melaksanakan tugas yang telah ditargetkan dalam kelompok itu. Hal ini akan mempengaruhi konsep diri individu.

Sumber informasi untuk konsep diri adalah interaksi individu dengan orang lain. Individu menggunakan orang lain untuk menunjukkan siapa dia (Cooley dalam Calhoun & Acocella, 1995 : 77). Individu membayangkan bagaimana pandangan orang lain terhadapnya dan bagaimana mereka menilai penampilannya. Penilaian pandangan orang lain diambil sebagai gambaran tentang diri individu. Orang lain yang dianggap bisa mempengaruhi konsep diri seseorang adalah (menurut Calhoun dan Accocela, 1995 : 77 ):


(31)

1. Orang tua

Orang tua memberikan pengaruh yang paling kuat karena kontak sosial yang paling awal dialami manusia. Orang tua memberikan informasi yang menetap tentang diri individu, mereka juga menetapkan pengharapan bagi anaknya. Orang tua juga mengajarkan anak bagaimana menilai diri sendiri. 2. Teman sebaya

Kelompok teman sebaya menduduki tempat kedua setelah orang tua terutama dalam mempengaruhi konsep diri anak. Masalah penerimaan atau penolakan dalam kelompok teman sebaya berpengaruh terhadap diri anak.

3. Masyarakat

Masyarakat punya harapan tertentu terhadap seseorang dan harapan ini masuk ke dalam diri individu, dimana individu akan berusaha melaksanakan harapan tersebut.

4. Hasil dari proses belajar

Belajar adalah merupakan hasil perubahan permanen yang terjadi dalam diri individu akibat dari pengalaman (Hilgard & Bower, dalam Calhoun & Acocella; 1995 : 79). Pengalaman dengan lingkungan dan orang sekitar akan memberikan masukan mengenai akibat suatu perilaku. Akibat ini bisa menjadi berbentuk sesuatu yang positif maupun negatif.

Karena konsep diri adalah hasil belajar. Belajar ini berlangsung terus setiap hari, biasanya tanpa kita sadari. Dalam mempelajari konsep diri, ada tiga faktor utama yang harus dipertimbangkan:


(32)

1. Asosiasi

John Locke, adalah orang yang pertama kali menunjukkan bahwa kita cenderung berpikir melalui asosiasi. Asosiasi yaitu mempelajari hubungan-hubungan antara hal-hal yang berbeda. Jika seseorang telah mengalami hal x dan y bersama-sama di waktu lampau, maka pemikiran atau pengalaman x pada kesempatan berikutnya akan mengungkit kembali pemikiran y. Belajar melalui asosiasi merupakan alasan dasar dari kondisi seseorang sebagai makhluk sosial yang sangat berpengaruh pada konsep diri individu.

2. Akibat

Belajar lewat akibat sebagian besar mempengaruhi penciptaan standar individu untuk diri individu sendiri dan akbiatnya, penilaian akan diri individu sendiri. Idealnya diri individu, dan sebagai akibatnya, harga diri individu, sebagian besar merupakan hasil yang diperoleh setelah mengalami berbagai akibat. Ukuran yang dipakai individu untuk menilai dirinya adalah hadiah dan hukuman yang dialami pada waktu yang lalu. Sebagai contoh jika seorang anak mendapatkan prestasi atau ranking disekolahnya anak akan mendapatkan pujian dan hadiah, akibatnya di masa mendatang jika anak tersebut mengalami suatu keberhasilan anak tersebut akan memuji dirinya sendiri dan akan menyalahkan dirinya sendiri jika dia mengalami kegagalan terhadap suatu prestasi yang ingin dicapainya.


(33)

3. Motivasi

Apa yang seseorang pelajari sebagian besar tergantung pada apa yang sedang memotivasi diri seseorang itu sendiri. Motivasi merupakan keadaan yang membangkitkan hal-hal yang dialami seseorang ketika bekerja untuk mencapai suatu tujuan. Singkatnya, semakin tinggi hadiah yang diberikan, maka semakin besar kemungkinan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan hadiah tersebut. Sebagai contoh, semasa anak-anak individu dimotivasi untuk menempatkan penerimaan dari orang tua dengan belajar mengerjakan hal-hal yang membuat orang tua senang.

Berdasarkan dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi pembentukan konsep diri ada beberapa hal, antara lain orang tua sebagai keluarga, teman sebaya, masyarakat, proses belajar yang meliputi asosiasi, akibat dan motivasi. Kasih sayang dan perhatian orang tua mampu menciptakan konsep diri yang baik. Penerimaan lingkungan teman sebaya menjadi langkah awal dalam mempersiapkan seseorang menuju kedewasaan dan mempengaruhi konsep diri selanjutnya. Penilaian masyarakat tentang keadaan seseorang berpengaruh pada diri individu dalam melakukan interaksi sosial di lingkungannya. Mempelajari hal-hal yang didapatkan dari pengalaman dan hasil berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar mempengaruhi konsep diri seseorang melalui proses belajar. Di dalam proses belajar ini, individu dapat bersosialisasi merasakan akibat dan memotivasi diri untuk membentuk konsep diri tertentu.


(34)

2.1.3 Aspek-Aspek Konsep diri

Menurut Rosenberg (Burn, 1993 : 73) konsep diri memiliki aspek-aspek antara lain yaitu :

1. Citra diri, yaitu apa yang dilihat seseorang ketika dia melihat pada dirinya sendiri.

2. Intensitas afektif, yaitu seberapa kuat seseorang merasakan bermacam-macam segi ini.

3. Evaluasi diri, yaitu apakah seseorang mempunyai pendapat menyenangkan atau tidak menyenangkan tentang bermacam-macam segi dari image.

4. Presdiposisi tingkah laku, yaitu apa yang kemungkinan besar yang diperbuat seseorang didalam memberi respon kepada evaluasinya tentang dirinya sendiri.

Menurut Strang (Burn, 1993 : 81) aspek-aspek konsep diri seseorang antara lain yaitu:

1. Konsep diri dasar, atau persepsi individu mengenai kemampuan-kemampuannya, statusnya dan peranan-peranannya didunia luar. Hal ini merupakan konsep individu tentang pribadi yang dipikirkan sebagai apa adanya.

2. Diri yang fana yang dipengang oleh individu tersebut pada saat sekarang yang dipengaruhi oleh mood (perasaan) pada saat itu. 3. Diri sosial, inilah diri sebagaimana yang diyakini individu itu dan


(35)

4. Diri yang ideal, ini adalah macam pribadi yang diharapkan individu tersebut menjadi pribadi semacam itu ataupun akan semacam itu.

Menurut Calhoun & Acocella (1995 : 67) konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan tentang diri sendiri dan penilaian tentang diri sendiri.

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah mengenai apa yang kita ketahui mengenai diri kita, termasuk dalam hal ini jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, usia dsb. Kita memberikan julukan tertentu pada diri kita.

2. Pengharapan

Pandangan tentang diri kita tidak terlepas dari kemungkinan kita menjadi apa di masa mendatang. Pengharapan dapat dikatakan diri ideal. Setiap harapan dapat membangkitkan kekuatan yang mendorong untuk mencapai harapan tersebut di masa depan.

3. Penilaian

Penilaian menyangkut unsur evaluasi, seberapa besar kita menyukai diri kita sendiri. Semakin besar ketidak-sesuaian antara gambaran kita tentang diri kita yang ideal dan yang aktual maka akan semakin rendah harga diri kita. Sebaliknya orang yang punya harga diri yang tinggi akan menyukai siapa dirinya, apa yang dikerjakanya dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dimensi penilaian merupakan komponen pembentukan konsep diri yang cukup signifikan.


(36)

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh setiap individu terdiri dari tiga aspek, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, harapan mengenai diri sendiri, dan penilaian mengenai diri sendiri. Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya baik dari segi kuantitas maupun kualitas, pengetahuan ini bisa diperoleh dengan membandingkan diri dengan kelompok pembanding dan pengetahuan yang dimiliki oleh individu dapat berubah-ubah atau berkembang. Harapan adalah apa yang individu inginkan untuk dirinya di masa yang akan datang dan harapan bagi setiap orang berbeda-beda. Kadang-kadang harapan dan kenyataan tidak seiring sehingga terjadi penilaian dalam diri individu seberapa besar individu tersebut menghargai keadaan yang sekarang, dan beberapa pendapat menekankan pada persepsi diri, evaluasi diri dan harapan tentang dirinya. Sedangkan penilaian itu sendiri adalah pengukuran yang dilakukan oleh individu tentang keadaan dirinya saat ini dengan apa yang menurut dirinya dapat dan terjadi.

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Rakhmat (2005 : 100 - 104) faktor yang mempengaruhi konsep diri adalah faktor orang lain dan faktor kelompok rujukan (Reference Group). Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Penilaian dari orang lain akan membentuk konsep diri seseorang tersebut.

Hurlock (1994 : 235) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsep diri adalah usia kematangan, penampilan diri, kepatuhan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreatifitas dan cita-cita.


(37)

Menurut Stuart dan Sudeen (dalam Salbiah, 2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor-faktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, orang yang terpenting atau orang terdekat (significant other), dan persepsi diri (self perception).

Menurut Argyle dalam Hardy dan Heyes (1988 : 138-140) terdapat empat faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, antara lain :

1. Reaksi dari orang lain

Konsep diri terbentuk dalam waktu yang lama dan pembentukan ini tidak dapat diartikan bahwa adanya reaksi yang tidak biasa dari seseorang dapat merubah konsep diri. Apabila tipe reaksi seperti ini sangat sering terjadi atau muncul karena orang lain yang memiliki arti (significant others) yaitu orang yang dinilai seperti orang tua dan teman, maka reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri. Konsep diri relatif stabil karena biasanya memilih teman-teman yang menganggap diri individu sebagai individu melihat diri individu itu sendiri karena hal ini memperkokoh konsep diri individu itu sendiri.

2. Perbandingan dengan orang lain

Konsep diri seseorang tergantung kepada cara bagaimana seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain. Biasanya seseorang lebih suka membandingkan dirinya dengan orang-orang yang hampir serupa dengan diri seseorang itu. Jadi bagian-bagian dari konsep diri dapat berubah cukup cepat didalam suasana sosial.


(38)

3. Peranan seseorang

Setiap orang memainkan peran yang berbeda-beda. Di dalam setiap peran tersebut, seseorang diharapkan akan melakukan perbuatan dengan cara-cara tertentu. Jadi, harapan-harapan dan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan peran yang berbeda mungkin berpengaruh terhadap diri seseorang.

4. Identifikasi terhadap orang lain

Kalau anak-anak khususnya mengagumi orang dewasa, mereka seringkali mencoba menjadi pengikut orang dewasa tersebut dengan cara meniru beberapa nilai, keyakinan dan perbuatan. Proses identifikasian ini menyebabkan anak-anak tersebut merasakan bahwa mereka telah memiliki beberapa sifat dari orang yang dikagumi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terbentuknya konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain orang lain, perbandingan peranan dan identifikasi. Penilaian dari orang lain sangat berpengaruh pada diri seseorang. Konsep diri dapat cepat berubah di dalam lingkungan sosial.

2.1.5 Karakteristik Konsep Diri


(39)

1. Konsep diri positif

Konsep diri yang positif berarti dapat memahami dan menerima segala sesuatu yang benar-benar ada pada dirinya, mampu menerima secara apa adanya. Hal ini tidak berarti bahwa seseorang itu tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri atau dia gagal mengenali kesalahannya sebagai suatu kesalahan, namun dia merasa tidak perlu meminta maaf untuk eksistensinya.

Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu betul tentang dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang meimiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan yang sesuai dengan realitas, yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu menghadapi kehidupan di depannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu proses penemuan.

Dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang positif apabila mampu menerima segala sesuatu yang ada pada diri sendiri dan dapat menerima orang lain secara apa adanya. Orang dengan konsep diri positif dapat tampil ke depan dengan bebas dan dapat membuat kehidupan menjadi lebih menarik, sehingga seseorang itu dapat bertindak dengan berani dan spontan serta mampu memperlakukan orang lain dengan baik, hangat dan hormat.


(40)

2. Konsep diri negatif

Seseorang yang memiliki konsep diri negatif mempunyai pandangan dan pengetahuan yang buruk tentang dirinya sendiri. Apapun yang diperoleh tampak tidak berharga dibandingkan dengan apa yang diperoleh oleh orang lain. Calhoun dan Acocella (1995 : 72) membagi konsep diri negative menjadi dua tipe, yaitu:

1. Pandangan seseorang tentang dirinya sendiri tidak teratur, tidak memiliki perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Dia benar-benar tidak tahu siapa dia, apa kekuatan dan kelemahannya, atau apa yang dia hargai dalam hidupnya.

2. Pandangan seseorang tentang dirinya yang terlalu stabil dan terlalu teratur dengan kata lain kaku. Mungkin karena dididik dengan sangat keras, individu tersebut menciptakan citra diri yang tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum besi yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

Singkatnya, individu yang memiliki konsep diri yang negatif terdiri dari dua tipe, tipe pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya dan tidak mengetahui kekurangan serta kelebihannya. Sedangkan tipe kedua adalah individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil. Dengan konsep diri negatif Individu cenderung bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Dia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan, namun sebagai halangan. Individu dengan konsep diri negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal, akan ada dua belah pihak


(41)

yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif) atau menyalahkan orang lain.

2.2 Vegetarian

2.2.1 Pengertian Vegetarian

Vegetarian adalah sebutan bagi orang-orang yang hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari mahkluk hidup seperti daging, unggas, ikan dan hasil olahannya. Kata ini berasal dari bahasa Latin vegetus, yang berarti keseluruhan, sehat, segar, hidup; (jangan dihubungkan dengan 'vegetable-arian' - mitos manusia yang diimajinasikan hidup seluruhnya dari sayur-sayuran tetapi tanpa kacang, buah, biji-bijian, dan sebagainya).

Vegetarian mempunyai dua pengertian yakni sebagai kata benda dan sebagai kata sifat. Vegetarian sebagai kata benda berarti orangyang berpantang makan daging dan hanya makan sayur-mayur serta bahan makanan nabati lainnya. Vegetarian sebagai kata sifat berarti tidak mengandung daging atau kebiasaan berpantang daging. (Bangun, dalam Ramadani,2004)

2.2.2 Jenis-jenis Vegetarian

Bangun (dalam Meyni, 2009) menyebutkan beberapa kelompok vegetarian, yaitu:


(42)

1. Vegetarian Vegan

Kelompok Vegan merupakan vegetarian murni, karena mereka sama sekali tidak menyantap hidangan yang berasal dari hewan, seperti daging, susu dan telur. Karena itu, sumber utama makanan kelompok vegetarian vegan ini adalah bahan nabati, seperti sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, dan biji-bijian.

2. Vegetarian lacto

Kelompok vegetarian lacto selain menyantap hidangan dari sumber-sumber nabati, juga mengkonsumsi susu dan hasil olahannya, seperti keju, mentega dan yoghurt.

3. Vegetarian lacto ovo

Kelompok vegetarian lacto-ovo berpantang mengkonsumsi produk-produk hewani, terutama jika hewan tersebut harus disembelih terlebih dahulu. Telur dan susu masih diperbolehkan untuk dikonsumsi. Hidangan utama tetap bersumber dari produk-produk nabati, seperti biji-bijian, kacang-kacangan, sayur-sayuran, dan buah-buahan.

4. Vegetarian Pesco

Kelompok vegetarian Pesco selain menyantap hidangan dari sumber-sumber nabati, juga menyantap hidangan dari ikan baik ikan laut maupun ikan tawar.

5. Vegetarian fluctarian

Kelompok vegetarian fluctarian termasuk paling longgar dibandingkan kelompok-kelompok lain yang telah disebutkan. Kelompok ini pantang


(43)

memakan daging yang berwarna merah. Jadi mereka masih bisa makan ayam goreng, sup ayam, dan daging olahan dari unggas lainnya.

Rizky (2010:29) menambahkan kelompok vegetarian terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu :

1. Vegan

Vegan merupakan kelompok nabatiawan yang paling ketat. Mereka hanya mau bahan makanan dari nabati saja. Kaum vegan tidak mengkonsumsi madu, royal jeli, yoghurt, sarang burung walet, dan lain sebagainya. Mereka sangat ketat dalam pola makan serta proses konsumsi yang berhubungan dengan hewani sangat dijaga.

2. Vegetarian Ovo

Ovo-vegetarian adalah jenis vegetarian yang tidak makan serta minum yang mengandung hewani, tetapi tetap mengkonsumsi telur.

3. Vegetarian Lacto

Lacto-vegetarian adalah jenis vegetarian yang tidak makan minum yang mengandung hewani, tetapi tetap mengkonsumsi susu. Vegetarian ini tidak makan bawang bombay dan bawang putih.

4. Vegetarian Lacto-Ovo

Lacto-Ovo vegetarian adalah jenis vegetarian yang tidak makan minum yang mengandug hewani, tetapi tetap mengkonsumsi telur, susu, dan produk olahannya, sepeti yoghurt, keju, butter milk, dan produk turunan susu dan telur lain.


(44)

5. Vegetarian Pesco

Pesco-vegetarian adalah vegetarian yang tidak makan minum yang mengandung hewani, tetapi tetap mengkonsumsi ikan serta produk turunannya.

6. Vegetarian Pollo

Pollo-vegetarian adalah vegetarian yang tidak makan minum yang mengandung hewani, tetapi tetap mengkonsumsi makanan mengandung unggas, seperti ayam, bebek, burung dara, dan sebagainya.

7. Vegetarian Demi

Vegetarian Demi adalah pelaku vegetarian yang berpantang mengkonsumsi daging ternak (sapi, domba, dan kerbau) dan daging unggas (ayam, bebek, burung dara, dan kalkun), tapi masih makan ikan dan telur.

8. Flexitarian

Flexitarian adalah pelaku vegetarian yang membuka diri untuk sesekali menyantap daging ternak, daging unggas, maupun ikan dan hasil laut. Misalnya pada saat acara pesta atau acara akhir tahun.

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi vegetarian

Menjadi vegetarian adalah gaya hidup, bukan mengikuti aliran terkait agama tertentu. Alasan utama menjadi vegetarian biasanya demi kesehatan. Namun di sejumlah negara maju, alasan tadi telah bergeser menjadi demi lingkungan dan etika. Prasasto, (dalam www.kompas.com, 10 juli 2008)


(45)

menyebutkan bahwa Kaum vegetarian baru di negara-negara maju sekarang menempatkan lingkungan dan etika sebagai alasan.

Tidak hanya alasan kesehatan, kaum vegetarian juga punya alasan mengapa mereka memilih jalan hidup seperti itu. Keyakinan itu adalah cara hidup, makan, dan minum seluruhnya harus secara total diintegrasikan ke alam, sinar matahari, udara, air, dan ciptaan Tuhan YME lainnya. Berikut alasan spiritual dan moral kaum vegetarian (www.lampungpost.com, 2006) :

1. Manusia tidak dapat memperoleh sepotong daging tanpa menyakiti dan menyebabkan pembunuhan. Seperti diketahui, hewan mengandung energi negatif, nafsu rendah, dan egois. Jika dimakan manusia, energi negatif, nafsu, dan sifat egois binatang itu akan menodai batin (energi) manusia.

2. Tanpa daging hewan, manusia kesulitan mengendalikan nafsu, ego, serta emosinya. Dengan memakan daging hewan, manusia akan bertambah sulit lagi mengendalikan ketiga unsur di atas. Sehingga, pikiran dan perbuatannya sering jahat.

Menurut www.kompas.com (17 oktober 2008) ada tujuh alasan seseorang menjadi vegetarian dalam, yaitu:

1. for animal’s sake. Banyak orang memutuskan menjadi vegan karena tak tega melihat binatang disembelih untuk dimakan.

2. Hidup lebih berwarna. Sayur dan buah memiliki banyak warna. Semakin berwarna semakin sehat makanan. Misalnya, sayur dan buah berwarna oranye dan hijau, kaya akan beta karoten. Manfaatnya, tak


(46)

hanya ampuh menangkal radikal bebas, tapi juga menjauhkan tubuh dari sel kanker. Sementara, sayur dan buah berwarna kemerahan, kebiruan dan keunguan seperti plums, ceri, paprika, blueberry, dan kedelai hitam, mengandung antisianin. Manfaatnya, mencegah proses oksidasi yang terjadi secara dini dan menimbulkan penyakit degeneratif.

3. Sehat lebih lama. Dengan menjadi vegetarian, kita terhindar dari semua lemak hewani. Kita tahu, lemak hewani merupakan sumber kolesterol yang jadi salah satu pemicu penyakit jantung dan kanker. Selain itu, tubuh juga akan mendapat banyak serat dari sayuran dan buah. Bahan makanan ini sumber antioksidan yang sangat berguna untuk kesehatan tubuh.

4. Berat badan stabil. Karena asupan lemak dari hewani berkurang dengan rajin makan sayur dan buah, otomatis tubuh kita mengonsumsi banyak serat. Dijamin, pencernaan akan lancar dan racun-racun di tubuh pun bisa keluar setiap hari, bahkan bisa membantu mendapatkan berat tubuh ideal.

5. Hemat. Daging merupakan bahan makanan yang harganya mahal. Dengan bervegatarian individu dapat berhemat uang belanja.

6. Cegah Global Warming. Fakta yang diungkap FAO tahun 2006 menjelaskan bahwa daging merupakan komoditi penghasil emisi karbondioksida paling tinggi (20%). Ini bahkan melampaui jumlah emisi gabungan dari semua kendaraan di dunia. Ternyata industri


(47)

ternak telah menghasilkan 9% racun karbondioksida, 65% nitrooksida, dan 37% gas metana. Selain itu, industri ternak juga memerlukan banyak energi untuk mengubah ternak menjadi daging siap konsumsi. Untuk memproduksi 1 kg daging saja misalnya, dihasilkan emisi karbondioksida 36,4 kilo.

7. Save Energy. Menurut U.S. Geological Survey, untuk membuat satu tangkup hamburger, misalnya membutuhkan setidaknya 1.300 galon air. Jadi, tidak heran jika produk pangan hewani dan junk food memerlukan lebih banyak energi dibanding dengan mengolah sayuran, buah dan beras.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Vege atau pelaku vegetarian dipengaruhi tiga aspek utama yang mendasar yaitu, aspek spiritual, aspek lingkungan, dan aspek gizi kesehatan. Hal ini menjadi alasan seseorang untuk melakukan gaya hidup vegetarian atau menjadi seorang vegetarian.

2.2.4 Sejarah Vegetarian

1. Vegetarian di Barat

Aliran vegetarian atau vegetarianisme merupakan suatu aliran dimana penganutnya tidak mengkonsumsi produk-produk hewani dan turunannya, hanya membatasi diri pada produk-produk nabati. Aliran ini sudah dipraktekkan di India sejak 2000 tahun sebelum Masehi sebagai bagian dari ritual agama Hindu. Sampai saat ini mayoritas pengikut aliran vegetarian didasarkan alasan keagamaan. Selain Hindu, agama yang juga mengajarkan vegetarianisme adalah Budha, Taoisme, Baha


(48)

Istilah Vegetarian diciptakan pada tahun 1847. Pertama kali digunakan secara formal pada tanggal 30 September tahun itu oleh Joseph Brotherton dan lain-lain, di Northwood Villa, Kent, Inggris. Saat itu adalah pertemuan pengukuhan dari Vegetarian Society Inggris. Kata ini berasal dari bahasa Latin vegetus, yang berarti keseluruhan, sehat, segar, hidup; (jangan dihubungkan dengan 'vegetable-arian' - mitos manusia yang diimajinasikan hidup seluruhnya dari sayur-sayuran tetapi tanpa kacang, buah, biji-bijian, dan sebagainya). Sebelum tahun 1847, mereka yang tidak makan daging secara umum dikenal sebagai 'Pythagorean' atau mengikuti 'Sistem Pythagorean', sesuai dengan Pythagoras 'vegetarian' dari Yunani kuno. (www.wikipedia.com)

Pada awal 1800-an mulai muncul bukti ilmiah dan medis tentang manfaat diet berbasis tumbuh-tumbuhan. Pada 1806, seorang dokter di London bernama William Lambe mengobati penyakit lamanya dengan berpantang makan daging. Berdasarkan pengalamannya, Lambe mulai mengobati pasiennya dengan memberikan resep diet yang sama. Akhirnya banyak rekan-rekannya yang mulai yakin bahwa diet nabati lebih sehat daripada diet dengan daging.

Pada waktu yang bersamaan di Amerika Serikat, gerakan reformasi kesehatan sedang populer dan hangat dibicarakan. Gerakan ini diprakarsai oleh pemuka Presbyterian, Sylvester Graham, yang dikenal sebagai bapak Graham cracker. Graham yang juga seorang vegetarian, berkhotbah tentang kesederhanaan dan mencela berkembangnya penggunaan tepung halus. Setelah pembentukan British Vegetarian Society pada tahun 1847, Graham bekerja untuk


(49)

mengorganisir kelompok serupa di Amerika. Hingga akhirnya American Vegetarian Society didirikan pada 1850.

Pada akhir 1800-an, John Harvey Kellog, seorang pengikut Seventh Day Adventist dan pembuat sereal, bekerja keras untuk membuat Amerika sadar akan manfaat nutrisi yang diperoleh dari vegetarianisme. Dan pada tahun 1908 didirikan sebuah organisasi bernama International Vegan Society (IVS), sebuah organisasi vegetarian internasional yang bermarkas di Inggris.

Selama abad ke-19 dan ke-20, para ilmuwan terus mengevaluasi manfaat kesehatan dari diet vegetarian. Bahkan hingga akhir tahun 1970-an, vegetarisme dikaitkan dengan counter-culture, diet vegetarian hanya dianut oleh anak-anak remaja dan para pengikut agama tertentu. Menjadi vegetarian adalah gaya hidup, bukan mengikuti aliran terkait agama tertentu. Alasan utama menjadi vegetarian biasanya demi kesehatan. Namun di sejumlah negara maju, alasan tadi telah bergeser menjadi demi lingkungan dan etika.(www.kompas.com).

Di akhir abad 19, dokter Gensai Ishizuka menerbitkan sebuah buku akademik tentang penyembuhan diet dimana ia menyarankan masakan vegetarian dengan menekankan pada beras coklat dan sayuran. Metodenya dikenal dengan Seisyoku (makrobiotik) dan didasarkan pada filosofi Cina kuno seperti prinsip Yin dan Yang serta Taoisme. Saat ini beberapa orang menjalankan metodenya dengan harapan mendapatkan manfaat kesehatan. Makrobiotik Jepang menyarankan untuk memasukan beras coklat setengah dari seluruh makanan yang dikonsumsi, dengan sayuran, kacang-kacangan, rumput laut dan sedikit ikan.


(50)

Setelah Perang Dumia II, Jepang dipengaruhi oleh pemikiran nutrisi dari Amerika Serikat. dan pada tahun 1980-an Jepang ikut mengadopsi hidangan Seventh Days Adventis, yang dikembangkan oleh Amerika dan menciptakan makanan Lacto-Ovo Vegetarian gaya Jepang dimana nasi coklat juga tetap dimakan sebagai tambahan untuk Corn flakes dan susu.

Pada tahun 1993 Keluarga Vegetarian Jepang (NPO) dibentuk sebagai hasil dari kepedulian terhadap hak-hak binatang, isu lingkungan global, kelaparan di negara-negara dunia ketiga dan kesehatan manusia. Anggota dari organisasi tersebut berperan aktif dalam menghadapi isu-isu tersebut dan sangat bekerja keras baik di Jepang maupun secara Global.

Dalam perkembangannya aliran vegetarian mengalami cukup banyak perubahan. Pada awalnya aliran ini hanya menganjurkan tidak mengkonsumsi hewan, namun saat ini pergerakkan aliran ini menuju pada perjuangan Hak-hak hidup hewan atau sesama mahkluk hidup, yaitu dengan tidak mengenakan atau memakai produk-produk yang berasal dari binatang, seperti sepatu kulit, tas kulit, jaket dan sebagainya.

Bahkan di beberapa negara para vegetarian mendirikan sebuah organisasi yang bergerak dalam perlindungan binatang seperti PETA (People for Ethical Treatment of Animals), ALF (Animal Liberation Forum). Organisasi ini sering melakukan aksi damai tentang perlindungan hak-hak binatang, mereka pernah menuntut beberapa perusahaan waralaba terkenal yang bergerak dalam bidang makanan, seperti Mc Donald dan KFC


(51)

2. Vegetarian di Indonesia

Gaya hidup vegetarian sebenarnya sudah dilakukan para masyarakat Indonesia. Di Indonesia secara tradisional suku bangsa Jawa tidak terlalu banyak mengkonsumsi daging dan gemar mengkonsumsi tahu dan tempe dalam menu mereka sehingga dapat dikatakan menjalankan diet semi vegetarian. Tidak di Jawa saja, melainkan di Bali beberapa masyarakatnya juga telah melakukan gaya hidup vegetarian. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakatnya pemeluk agama Hindu yang tidak memperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan dari binatang tertentu yang disucikan oleh keyakinan mereka.

Pada awalnya vegetarian di Indonesia hanya dilakukan oleh beberapa penganut agama Hindu dan Budha saja, dimana hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mencapai suatu kesempurnaan dalam menjalankan ajaran yang dianut dan diharapkan dengan perilaku tersebut dapat mencapai proses yang sempurna dalam perjalanan spiritual mereka. Menurut BK. Janaki Padmanabhan konsep vegetarian dalam konteks spiritual terbagi ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat mental dan tingkat pemikiran. Mental diartikan sebagai sifat dan sikap yang dimiliki oleh seorang manusia, sedangkan pemikiran diartikan sebagai sebuah karakter yang mendasari seorang manusia. Antara mental dan pemikiran harus saling mengisi satu sama lain. Semakin baik kita menjalankan konsep vegetarian (Ahimsa), maka karma baik yang akan kita tuai. (http://wihara.com/forum/topik-umum/3806-vegetarian-tingkatkan-kehidupan-spiritual.html)


(52)

Sebenarnya sudah sejak dahulu pola makan sehat diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia. Ada istilah


(53)

kesehatan. Namun di sejumlah negara maju, alasan tadi telah bergeser menjadi demi lingkungan dan etika. Gaya hidup vegetarian, disampaikan Prasasto, dalam beberapa tahun terakhir, sudah menjadi tren di negara maju seperti Inggris dan Selandia Baru. Namun uniknya, Selandia Baru adalah negara pengekspor daging ke banyak negara, termasuk Indonesia. (www.kompas.com, 2008)

2.3 Pandangan Adler

Alfred Adler adalah seorang tokoh psikologi yang melahirkan sebuah teori psikologi individual. Teorinya tersebut menyajikan pandangan optimistik tentang manusia dengan menitikberatkan sepenuhnya pada konsep kepedulian sosial (sosial interest), yaitu sebuah perasaan kesatuan dengan umat manusia. Adler memandang bahwa kebanyakan manusia dimotivasikan oleh pengaruh-pengaruh sosial dan oleh perjuangan mereka menuju keunggulan atau keberhasilan. Adler juga memiliki pandangan bahwa manusia bertanggungjawab sepenuhnya untuk menjadi siapa diri mereka.

Menjadi vegetarian merupakan pilihan hidup bagi individu yang menjalaninya. Individu yang menjalani vegetarian atau Vege hidup di lingkungan sosial yang tidak semuanya vegetarian, dia harus memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang dimilikinya agar tetap bertahan menjadi seorang vegetarian atau agar dia berhasil mencapai tujuannya menjalankan pola perilaku vegetarian tersebut.

Adler berpendapat bahwa perilaku manusia saat ini disebabkan oleh pandangan manusia akan masa depan. Seorang vegetarian memiliki pandangan tentang pemeliharaan akan lingkungan serta sumber daya alam yang terkandung


(54)

di dalamnya. Hal ini ditunjukan dengan sebuah pernyataan dari Gidon Eshel dan Pamela Martin dari Universitas Chicago


(55)

Seorang vegetarian tidak hanya dilatar belakangi oleh alasan kesehatan serta spiritual dalam perilaku keseharian. Mereka menambahakan alasan lingkungan, ekonomi dan moral sebagai faktor yang mempengaruhi pola konsumsinya. Pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya. Hal ini tentunya berkaitan dengan konsep diri mereka sebagai seorang vegetarian.

2.4 Gambaran Konsep Diri Vegetarian

Mead (Burns, 1993 : 19) berpendapat bahwa konsep diri sebagai obyek timbul didalam interaksi sosial sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu tersebut mengenai bagaimana orang lain berinteraksi kepadanya. Sehingga individu tersebut dapat mengantisipasi reaksi orang lain agar bertingkah laku dengan pantas dan individu mampu belajar untuk menginterpretasikan lingkungannya sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang lain.

Seorang vegetarian terlahir dalam sebuah keluarga, dimana keluarga tersebut merupakan lingkungan awal individu belajar berinteraksi dan membentuk konsep dirinya. Individu akan mempelajari perilaku serta membentuk karakternya yang dibangun berdasarkan proses interaksinya dengan keluarga. Disamping itu lingkungan sosial di sekitar tempat tinggal individu juga akan ikut membantu pembentukan awal konsep diri individu tersebut.


(56)

masyarakat Keluarga

individu

terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lain. Dalam berinteraksi ini, setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diberikan tersebut, akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri.

Gambar 2.1. Terbentuknya Konsep Diri Vegetarian

Terdapat tiga aspek yang mendasari dalam pembentukan konsep diri, antara lain : faktor pengetahuan, dimana individu mengetahui secara penuh tentang dirinya baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pengetahuan tentang diri individu tersebut dapat diperoleh dari keluarga, teman, maupun lingkungan sekitarnya dimana individu mendapatkan informasi tentang gambaran dirinya.

Konsep diri seorang vegetarian merupakan produk sosial yang dibentuk melalui proses internalisasi dan organisasi pengalaman-pengalaman psikologis. Pengalaman-pengalaman psikologis ini merupakan hasil dari eksplorasi individu terhadap lingkungan serta refleksi dari dirinya dan yang diterima dari orang lain. Individu belajar dan mendapatkan pengetahuan mengenai gaya hidup vegetarian dari proses pencarian informasi yang dilakukannya, yang kemudian akan memunculkan pencitraan dalam diri individu itu sendiri mengenai dirinya


(57)

Menjadi vegetarian merupakan pilihan hidup bagi individu yang menjalaninya. Pilihan terhadap gaya hidup vegetarian tersebut tentunya tidak sedikit memunculkan permasalahan dalam interaksi sosial individu tersebut. Individu akan memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang dimilikinya agar tetap bertahan menjadi seorang vegetarian atau agar individu tersebut berhasil mencapai tujuannya dalam menjalankan gaya hidup vegetarian. Hal ini tentunya juga berkaitan dengan faktor harapan, individu memiliki harapan tentang dirinya di masa depan terhadap gaya hidupnya saat ini.

Faktor penilaian merupakan komponen pembentukan konsep diri yang cukup signifikan. Terkadang antara harapan dan kenyataan tidak seiring berjalan, sehingga terjadi penilaian dalam diri individu seberapa besar individu tersebut menghargai keadaannya sekarang. Hal ini menyangkut evaluasi diri individu tersebut, seberapa besar ketidak-sesuaian antara gambaran diri ideal yang dimiliki individu dengan keadaan diri individu sekarang atau diri aktual. Gaya hidup merupakan suatu bentuk perlawanan simbolik atau kompensasi dari inferioritas atau kekurangsempurnaan tertentu.

Konsep diri seorang vegetarian kemungkinan dapt berkembang menjadi konsep diri positif maupun negatif. Kasih sayang dan perhatian dari orang tua mampu menciptakan konsep diri yang baik. Penerimaan lingkungan teman sebaya menjadi langkah awal dalam mempersiapkan seseorang menuju kedewasaan dan mempengaruhi konsep diri selanjutnya. Penilaian masyarakat tentang keadaan seseorang berpengaruh pada diri individu dalam melakukan interaksi sosial di lingkungannya. Segala sanjungan, pujian, dukungan, dan


(58)

penghargaan akan menyebabkan penilaian postif terhadap diri vege. Seorang individu yang memiliki penilaian diri positif, ia akan mampu menerima segala sesuatu yang ada pada diri sendiri dan dapat menerima orang lain secara apa adanya. Individu dapat tampil ke depan dengan bebas dan dapat membuat kehidupan menjadi lebih menarik, sehingga individu tersebut dapat bertindak dengan berani dan spontan serta mampu memperlakukan orang lain dengan baik, hangat dan hormat. Sedangkan ejekan, cemoohan, dan sindiran oleh orang lain terhadap gaya hidup vegetarian yang dijalani individu akan menyebabkan penilaian negatif terhadap diri vege itu sendiri. individu cenderung merasa tidak percaya diri, ia akan mudah mengeluh serta tidak puas terhadap kenyataan yang dihadapinya dan tidak jarang juga cenderung melakukan konfrontasi dengan orang lain. Individu akan sangat peka terhadap kritik mengenai gaya hidup yang dijalaninya, karena penerimaan yang kurang baik pada individu itu sendiri. Hal ini tentunya akan mempengaruhi perkembangan konsep diri pada diri individu, individu dapat memiliki konsep diri positif atau negatif, tergantung bagaimana individu tersebut memperjuangkan keyakinan dan prinsip yang dimilikinya mengenai gaya hidup yang sudah dipilihnya.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dinamika terbntuknya konsep diri pada pelaku gaya hidup vegetarian dapat digambarkan melalui gambar dinamika psikoligi berikut ini.


(59)

2.5 Dinamika Psikologi

Gambar 2.2 Dinamika Psikologi Konsep Diri VEGETARIAN

Faktor yang

mempengaruhi konsep diri

- reaksi dari orang lain - perbandingan dengan orang

lain

- peranan seseorang - identifikasi terhadap orang

lain

3

Sumber

konsep diri

- Ciri fisik dan citra tubuh - Orang tua dan keluarga - Kawan sebaya - Masyarakat

- Hasil dari Proses belajar

KONSEP DIRI VEGETARIAN Faktor psikologis Faktor sosial Faktor biologis

Alasan kesehatan - Perasaan kasihan terhadap binatang - Tujuan spiritual

- Pengaruh keluarga - Penyelamatan

lingkungan

4

Aspek konsep

diri

- Pengetahuan - Harapan - Penilaian


(60)

BAB 3

METODE PENILITIAN

Metode penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian karena dapat mempengaruhi keefektifan dan keefisienan suatu penelitian. Metode penelitian yang digunakan harus sesuai dengan objek penelitian dan tujuan yang hendak dicapai.

3.1 Pendekatan Penelitian

Prosedur pelaksanan suatu penelitian haruslah didasari dengan metode penelitian yang ilmiah agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Penelitian ilmiah adalah penelitian yang mengandung ilmu pengetahuan dan kebenaran ilmiah yang menyajikan fakta dan disusun secara sistematis menurut metode penulisan dengan menggunakan bahasa ragam ilmiah. Berdasarkan jenis masalah yang diteliti dan tujuannya, penelitian ini menggunakan pendekatan atau metode penelitian kualitatif.

Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006: 4) menerangkan bahwa penelitian kualitatif merupakan


(61)

Alasan menggunakan metode kualitatif yaitu karena dalam penelitian ini tidak berusaha untuk memanipulasi setting penelitian. Data dikumpulkan dari latar yang alami (natural setting) sebagai sumber data langsung. Selain itu, permasalahan yang akan dibahas tidak berkenaan dengan angka-angka seperti pada penelitian eksperimen maupun kuantitatif, melainkan melakukan studi secara mendalam terhadap suatu fenomena dengan mendeskripsikan masalah secara terperinci dan jelas berdasarkan data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian. Adapun masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah konsep diri pelaku vegetarian, dengan tujuan untuk mendeskripsikan dinamika psikologis, gaya hidup dan konsep diri pelaku vegetarian. Oleh karena itu, penelitian kualitatif ini diarahkan pada latar dan karakteristik individu tersebut secara menyeluruh sehingga individu atau organisasi dipandang sebagai bagian dari suatu keutuhan, bukan dikategorikan ke dalam variabel atau hipotesis. Hasil penelitian diarahkan dan ditekankan pada upaya memberi gambaran seobjektif dan sedetail mungkin tentang keadaan yang sebenarnya dari objek studi.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan desain studi kasus. Menurut Salim, A (2006:93) penelitian dengan studi kasus adalah suatu pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus (case) dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Alasan menggunakan desain studi kasus, karena :

1. Studi kasus bertujuan untuk memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu atau subyek yang diteliti.


(62)

3. Studi kasus berusaha mendeskripsikan dan menganalisa secara lebih intensif terhadap satu unit tunggal atau satu system terbatas seperti seseorang individu, suatu program, suatu peristiwa, suatu intervensi, suatu komunitas.

4. Peneliti mengumpulkan informasi selengkap-lengkapnya selama periode waktu tertentu secara terus menerus.

Menurut Mooney (1988) dalam Salim, A (2006:94-95) studi kasus dapat dilihat sebagai empat macam model pengembangan yang terkait dengan model analisisnya, yaitu:

1. Studi Kasus Tunggal dengan Single Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting.

2. Studi Kasus Tunggal dengan Multi Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting.

3. Studi Kasus Jamak dengan Single Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan dari kelompok individu dengan satu masalah penting.

4. Studi Kasus Jamak dengan Multi Level Analysis: studi kasus yang menyoroti perilaku kehidupan atau kelompok individu dengan berbagai tingkatan masalah penting.

Dalam Penelitian ini menggunakan desain studi kasus tunggal dengan single level analysis yaitu studi kasus yang digunakan untuk menyoroti perilaku


(63)

individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting (Salim, 2006: 121). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa studi kasus merupakan pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar (Salim, 2006: 118). Penelitian ini melalui pendekatan studi kasus berusaha untuk menyoroti suatu gambaran dinamika psikologis seperti suatu keputusan atau seperangkat keputusan, proses pencapaian konsep diri dan gambaran perilaku keseharian secara menyeluruh yang dialami oleh subjek penelitian mengenai bagaimana penerapan dan hasil yang diperoleh dalam menjalani gaya hidup.

Berdasarkan keunikan yang akan ditemui dari studi kasus mengenai konsep diri pelaku gaya hidup vegetarian memberikan gambaran mengenai latar belakang yang mendasari, serta gambaran mengenai diri dari individu, perilaku-perilaku yang khas dari kasus ataupun status individu yang kemudian sifat-sifat tersebut akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum. Hal inilah yang menjadi alasan untuk mengambil metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dalam memberikan gambaran pada penelitian ini.

Tujuan studi kasus dan penelitian lapangan adalah mempelajari secara intensif latar belakang, status terakhir, dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial seperti individu, kelompok, lembaga, atau komunitas (Azwar, 2003 : 8). Adapun alasan peneliti menggunakan metode studi kasus karena penelitian ini meneliti kasus yang sudah ada dan peneliti ingin meniliti secara kualitas sehingga penelitian ini dapat dilakukan secara lebih mendalam dan bersifat lebih fleksibel. Peneliti ingin menghasilkan data yang tidak berupa angka


(64)

melainkan data yang nyata yang berupa kata-kata dan perilaku yang telah diamati oleh peneliti. Hal yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah konsep diri dan gaya hidup pelaku vegetarian, yang tentunya akan lebih mendalam jika disajikan dalam hasil penelitian yang berupa data dari yang diungkapkan oleh responden atau subjek dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang dialami oleh individu tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan untuk mengambil metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dalam memberikan gambaran pada penelitian ini.

3.2 Unit Analisis

3.2.1 Unit Analisis Penelitian

Unit analisis merupakan prosedur pengambilan sampel yang didalamnya mencakup sampling dan satuan kajian. Menurut Sarantakos dalam Poerwandari (1998: 53), prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan beberapa karakteristik antara lain:

1. Diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar, melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian.

2. Pengambilan sampel tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya.

3. Pengambilan sampel tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah atau peristiwa acak) melainkan pada kecocokan konteks.

Sehubungan dengan penjelasan mengenai karakteristik unit analisis, Moleong (2006: 224) menjelaskan bahwa :


(65)

Sampling digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (constructions). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan ke dalam generalisasi. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Maksud kedua dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Oleh sebab itu, pada penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (purposive sample).

Berkenaan dengan hal tersebut, selain sampling juga terdapat adanya satuan kajian dimana mengenai satuan kajian tersebut, Moleong (2006: 225) menjelaskan bahwa:

Satuan kajian biasanya ditetapkan juga dalam rancangan penelitian. Keputusan tentang penentuan sampel, besarnya dan strategi sampling pada dasarnya bergantung pada penetapan satuan kajian. Kadang-kadang satuan kajian itu bersifat perseorangan seperti siswa, klien, pasien yang menjadi satuan kajian. Bila seseorang itu sudah ditetapkan sebagai satuan kajian, maka pengumpulan data dipusatkan di sekitarnya. Yang dikumpulkan ialah apa yang terjadi dalam kegiatannya, apa yang mempengaruhinya, bagaimana sikapnya dan semacamnya.

Unit analisis pada penelitian ini adalah konsep diri pelaku vegetarian, sedangkan yang menjadi sub unit analisis adalah pengetahuan mengenai vegetarian, tujuan dari gaya hidup yang ingin dicapai, pandangan terhadap diri dan lingkungan, dan harapan yang ingin dicapai oleh narasumber. Adapun sumber informasi dalam penelitian ini adalah pelaku vegetarian atau vege (narasumber) dan informan (keluarga, kerabat atau teman dekat).

3.2.1.1 Pelaku Vegetarian atau Vege

Pelaku vegetarian merupakan narasumber pada penelitian ini. Karakteristik narasumber pada penelitian ini yaitu pelaku vegetarian berusia diatas 18 tahun, berjenis kelamin pria dan wanita, serta bertempat tinggal atau


(66)

beraktifitas di wilayah kota Semarang. Narasumber adalah pelaku vegetarian yang sudah menjalani gaya hidup vegetarian lebih dari dua tahun. Alasan dipilihnya beberapa kriteria narasumber di atas yaitu agar mendapatkan gambaran secara mendetail mengenai bagaimana gaya hidup, dinamika psikologis yang dialami oleh narasumber, yang akan mempengaruhi dalam pembentukan konsep diri pada individu tersebut atau sebaliknya. Narasumber pada penelitian ini sebanyak tiga orang, yang dipilih berdasarkan beberapa kriteria di atas.

3.2.1.2 Keluarga, Kerabat atau Teman Dekat

Informan dalam penelitian ini adalah salah satu anggota keluarga, keluarga atau teman dekat dari narasumber penelitian. Keluarga pada penelitian ini adalah orang tua (ayah atau ibu), saudara kandung atau kerabat dekat. Orang tua merupakan orang yang merawat, mendidik dan membesarkan narasumber penelitian atau dapat dikatakan sebagai lingkungan awal perkembangan dari individu tersebut. Saudara kandung adalah kakak atau adik dari narasumber penelitian. Kerabat adalah keluarga yang berdomisili di wilayah kota Semarang yang mempunyai ikatan kekeluargaan dengan narasumber penelitian, sedangkan teman dekat adalah teman dari narasumber penelitian baik teman bermain, sesama pelaku vegetarian atau lainnya yang mengetahui kondisi narasumber.

Informasi yang diperoleh dari informan digunakan sebagai data pelengkap dan kroscek data penelitian. Adapun aspek-aspek yang akan diteliti adalah latar belakang keluarga, aktivitas dari pelaku vegetaraian, pandangan mengenai karakteristik narasumber, pandangan mengenai gaya hidup narasumber, pola asuh


(1)

Saya pada malam itu tidak melakukan wawancara dengan Ap, namun hanya melakukan pemebicaraan terkait dengan kesehatannya. Disamping itu kondisi Ap yang belum memungkinkan untuk melakukan proses wawancara.


(2)

487

Catatan lapangan : No. 8 Tanggal pengamatan : 18 Juni 2011 Waktu Pengamatan : 17.00 Waktu Penyusunan : 23.00 WIB

Tempat Pengamatan : Dunkin Donut Bawen

Kegiatan : Wawancara kedua dengan narasumber Ap

Sore itu saya bersama Ap melakukan proses wawancara yang kedua dengannya. Seperti biasanya Ap terlihat murah senyum dan terlihat sudah semakin baik, karena sebelumnya Ap sempat mengalami sakit dan dirawat di rumah sakit selama empat hari.

Sebelum melakukan proses wawancara, siangnya saya melakukan observasi di tempat kerja Ap berkaitan dengan aktivitas yang dijalani oleh Ap sehari-hari dan berkaitan dengan orang-orang di lingkungan kerjanya. Dari proses observasi yang saya lakukan terlihat Ap merupakan orang yang cukup aktif dan senang membantu terhadap lingkungannya. Lingkungan kerja Ap sangat menghargai keadaan Ap. Ap terlihat sangat ramah dan senang jika orang lain membutuhkan bantuannya untuk memberikan pendapat maupun untuk melakukan aktivitas.

Saat perjalanan sepulang dari tempat kerja Ap, saya bersama Ap menuju tempat wawancara yang sudah disepakati. Tiba-tiba melintas sebuah truk yang membawa sapi, seketika itu Ap membunyikan klakson sepeda motornya berulang-ulang kali terhadap truk yang membawa sapi tersebut, hal tersebut sempat menjadi tanda tanya bagi saya diperjalanan.

Sesampainya di tempat yang disepakati untuk melakukan proses wawancara, saya bersama Ap segera mencari tempat duduk yang nyaman untuk melakukan proses wawancara. Pada saat proses wawancara dilakukan, saya mencoba menanyakan mengenai perilaku Ap ketika dalam perjalanan tadi, dan Ap dengan senang hati memberikan keterangan yang lengkap mengenai peristiwa tersebut. Proses wawancara berlangsung cukup lancar dan mencair. Ap sangat kooperatif dalam memberikan informasi-informasi yang ingin saya dapatkan. Tanggapan pengamat:

Dibalik sikapnya yang ramah dan cenderung pendiam, ternyata Ap juga termasuk orang yang sangat aktif. Disamping itu Ap juga terihat cukup ekspresif terkait dengan hal-hal tertentu, seperti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hewan.


(3)

Lampiran 4.


(4)

489

Foto Hasil Dokumentasi Kegiatan Narasumber

Narasumber Rk ketika sedang perform bersama band-nya

Narasumber Rk ketika bersama dengan teman-teman komunitas musik Hardcore

Narasumber Rk, ketika sedang menunggu proses recording lagu di proyek albumnya yang didedikasikan untuk Animal Rights


(5)

Narasumber Ys bersama peneliti, disela proses wawancara

Narasumber Ys (dilingkari merah) ketika mengikuti seminar IVS kedua di Jakarta

Narasumber Ys (dilingkari merah) bersama anak-anak didiknya, ketika mengikuti lomba tari kasih semesta


(6)

491

Narasumber Ap, disela-sela waktu mengajar

Peneliti bersama narasumber Ap (nomor dua dari kiri) dan informan Ag (paling kiri) ketika sedang menunggu hasil diagnosa dari dokter, untuk keperluan check

up Ap sepulang dari rumah sakit.

Peneliti bersama narasumber Ap dan teman-teman satu band-nya ketika sedang berkumpul di tempat kos informan Ag