Kontak Dengan Ekternal .1 Kontak Dengan Orang Aceh

21 Terlepas dari spekulasi-spekulasi yang sudah disampaikan baik secara ilmiah maupun secara lisan, orang Nias sudah tinggal di pulau Nias sejak zaman dahulu. Mereka berkembang tidak saja dalam hal agama dan kepercayaan tetapi juga dalam hal pendidikan, ekonomi, teknologi, maupun politik. Sementara terkait asal- usul leluhur orang Nias masih belum diketahui secara jelas dan pasti. Kendatipun demikian dari manapun Ono Niha berasal, mereka telah membangun sistem kehidupannya baik organisasi sosial, sistem kepercayaan, kearifan lokal, maupun bidang kesenian. 2.1.1 Kontak Dengan Ekternal 2.1.1.1 Kontak Dengan Orang Aceh Pada tahun 1058 H atau 1639 AD, dari Preumbeue- Melaboh Aceh Barat, seorang Aceh bernama Lebai Pulit alias Tengku Polem membawa perahu seorang diri terdampar di kuala sungai Laraga dekat Kampung Luahalaraga Pusat Kerajaan Laraga. Karena dia dianggap emali dawa Ace orang Aceh penculik dan perampok, penduduk menangkapnya dan dianiaya kemudian dihadapkan kepada Raja Laraga, Tuhenori Balugu Samono Tuhabadano Zebua. Setelah melalui proses, ia ditawan dan dikurung selama beberapa waktu.Kemudian baginda Harimao Harefa dengan puteranya dari Onozitoli datang dan Luahalaraga menanyakan perihal Tengku Polem. Setelah di mengerti maka mereka meminta kepada Raja Laraga untuk menebusnya. Raja Laraga mengizinkannya, sehingga ia dibawa ke Onozitoli dan menjadi pekerja dalam keluarga Harimao Harefa. Universitas Sumatera Utara 22 Beberapa tahun kemudian, karena telah bekerja baik dan jujur, maka Tengku Polem dikawinkan dengan Kabowo, anak perempuan Harimao Harefa dengan sistim Ono Yomo = menantu yang diangkat anak sementara. Dan perkawinan itu, mereka mendapat anak laki-laki: Simaoga Simeugung dan perempuan Siti Siti Zohora. Setelah baginda Harimao Harefa meninggal dunia, Tengku Polem bersama dengan ipar-mertuanya Ko owa Kehemanu Harefa dengan saudara Fagowa dan Kehomo pindah dari Onozitoli. Mula-mula mereka bermukim di Osalafakhe-Turewodo, lalu di Tetehosi Miga, terus di Dahana„uwe desa Lasara sekarang. Untuk sementara Tengku Polem sekeluarga tinggal bersama ipar-mertuanya Ko owa Kahemanu. Kemudian kepadanya diberikan tempat pemukimannya di Siwulu desa Mudik sekarang. Setelah bermukim di Siwulu, Tengku Polem menyuruh anaknya Simeugang belajar Agama Islam di Meulaboh sampai belasan tahun di sana 16 . 2.1.1.2 Kontak Dengan Orang Minangkabau Pada tahun 1109 H 1669 AD, sebuah perahu layar dari Minangkabau menuju Aceh Barat diserang angin taufan, sehingga terdampar di Teluk Tolubalugu Teluk Belukar sekarang, 15 km dari Gunungsitoli. Setelah mendapat informasi dari penduduk setempat, perahu tersebut kembali berlayar melalui pelabuhan Luahanou di Gunungsitoli. Pemimpinnya ialah Datuk Ahmad Caniago bersama dengan Ahmad Linto Rinto, dan Datuk Kumango serta beberapa teman lain. Mereka berasal dari Kampung Dalam, Negeri P ariaman, P adang P anjang, Luhak Tanah Datar, 16 Zebua. F, Kota Gunungsitoli Sejarah Lahirnya dan Perkembangannya, Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias, 2008, hal.75. Universitas Sumatera Utara 23 Minangkabau. Mereka berlabuh di Luahanou. Tidak berapa lama kemudian mereka dapat menemukan Tengku Polem di Siwulu. Mereka itu disebut Dawa Ndare dan Dawa Kumango 17 . 2.1.1.2.1Kontak Dengan Etnis Melayu Lainnya A. Etnis Melayu Selain Etnis Aceh dan Minangkabau yang berdomisili di Mudik dan tim tersebut di alas, masih ada etnis laindari Sumatera, yang datang dan tinggal menetap di Nias, terutama sekitar Gunungsitoli. Mereka semua disebut Dawa Melayu Etnis Asing Beragama Islam. B. Akibat Kehadiran Orang Melayu Dawa Melayu Kehadiran mereka di Nias umumnya dan di Gunungsitoli khususnya membawa kekacauan, bencana dan penderitaan penduduk, kehancuran Banua dan Ori . Tentang Dawa Melayu ini perlu disimak kembali tulisan Schroder: Dua bangsa mengeksploitasi keadaan ini untuk diri sendiri dan menghasut sebanyak mungkin permusuhan di antara mereka. Mereka itu adalah orang Aceh dan Melayu yang bermukim di sini. Dari semua daerah di Sumatera, terdapat orang Melayu yang berhimpun di sini, di antaranya pencari harta dan pelarian karena kejahatan. Menurut penyelidikan Zebua, mereka berasal dari Mukomuko, Priaman, 17 Ibid, hal.81 Universitas Sumatera Utara 24 Priangan dekat Padang Panjang, Surabaya, Tarusan, Teloksemawe. Sedangkan kebanyakan etnis asing yang lain itu diketahui berasal dari Aceh, Bugis, Melayu atau Arab. Dengan nada serupa, majalah Tijdschr N.I.,berkata: P elabuhan-pelabuhan ini utara menjadi tempat pelarian untuk orang-orang demikian dan daerah-daerah lain yang mencoba mengingkari pemerintahan gubernemen. Sumber lain mengatakan: mereka bersikap angkuh terhadap orang-orang Nias, mengikatnya dalam dagang dan mencari keuntungan dengan segala cara yang memungkinkan dengan mengorbankan orang Nias. Beberapa orang berhasil mengangkat dirinya sebagai Kepala Kampung atau Kepala Negeri-negeri kecil dan berlindung di belakang sejenis pertahanan Gubernemen Belanda... Rupa -rupanya mereka terlalu lemah atau tak acuh untuk melindungi penduduk dengan kekerasan atas keberanian orang-orang asing itu 18 . 2.1.1.3 Kontak Dengan Orang Belanda A. Kedatangan Orang Belanda Bangsa atau Orang Belanda dipanggil oleh Ono Niha sebagai “ Dawa Naha Balanda sedang Orang Inggris disebut Dawa Niha Hagori ”. Orang Belanda yang datang di Nias berstatus dua, yaitu: mula-mula 1669-1840 selaku pedagang, dengan nama organisasinya Vereniging de Oost Indische Compagnie alias VOC = Perserikatan Dagang Hindia Timur. Dari istilah Compagnie Kompeni, timbul istilah rakyat komboni gomboni Balanda; kemudian dengan status Pemerintah 18 Op.cit, hal. 83 Universitas Sumatera Utara 25 dengan status Pemerintah Penjajah, yang disebut Gouvernement Nederland Oost Indie = Pemerintah Hindia Timur Belanda. Karena rakyat telah biasa menyebut Belanda Pedagang adalah Komboni, maka Pemerintah Penjajah pun disebut saja Komboni, walaupun sebenarnya manurut bahasa Melayu, Gubernemen adalah Pemerintah dari Gouverment, yang kemudian dibahasaniaskan oleh rakyat dengan kata famareta . Orang Belanda yang pertama kali datang di Tanö Niha ialah Davidson, Kepala Cabang VOC di Baros, untuk meneliti keadaan di Tanö Niha . Belai mencari kemungkinan diadakannya hubungan dagang, dengan mengunjungi pelabuhan- pelabuhan sekeliling Tanö Niha pada tahun 1665. Di samping tujuan utama ini, ia juga melaporkan bahwa ia telah melihat adanya pergaulan orang Nias dengan orang Melayu dan Agama Islam telah berpengaruh terhadap kehidupan kebudayaan dan kepercayaan Nias. 1.1.1.4 Kontak dengan Orang Inggris Pada tahun 1756, orang Inggeris yang disebut Dawa Hagori merebut Tanö Niha bagian Utara dari VOC Belanda, termasuk Gunungsitoli. Sebagai tanda daerah yang telah dikuasai mereka memancangkan tiang bendera yang terbuat dari besi. Tiang itu disebut mandrera, masih terdapat di pinggir sungai Nou sebelah utara sebentang desa Dahana, kira-kira 4 km dari Kota Gunungsitoli. Bukti ini menandakan bahwa Kota Gunungsitoli pernah diduduki Inggris. Sungguhpun demikian, kenyataannya menunjukkan bahwa aktivitas Inggeris di daerah ini tidak ada. Beberapa penulis tentang Nias hanya mencatat tahun masa penguasaan lnggeris Universitas Sumatera Utara 26 tersebut. Jadi baik-buruknya, manis-pahitnya kekuasaan Inggeris di daerah ini atau di kota Gunungsitoli hingga tahun 1825, tak ada dalam catatan sejarah. 2.1.1.5 Kontak dengan Orang Jepang Pada masa perang Dunia II di Asia, Jepang menaklukkan Negara-negara jajahan Hindia Belanda secara serempak. Jepang menyerang Belanda di Indonesia pada Tanggal 8 maret 1942. Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati-Jawa Barat. Sejak Itu, Jepang yang berkuasa di Indonesia, termasuk di daerah Nias. Dalam bulan Maret 1942, tentara dan pemerintah Dai Nippon jepang tiba di Gunungsitoli, tanpa perlawanan Belanda dan Rakyat. Bahkan Orang Belanda, baik sipil maupun militer telah lebih dahulu dibekuk dan ditawan oleh barisan pejuang Putera Nias, sebagai pejuang kemerdekaan, sehingga kedatangan Jepang disambut dengan hangat dan akrab, dengan lebih dahulu di utus pemandu ke Sibolga. Bangsa Jepang dinamai Ono Niha “ Nifo ” atau “ Zafa ”. 2.1.1.6 Kontak dengan Misionaris R.M.G. Jerman Ono Niha menyebut orang Jerman dengan sebutan “ DawaNIha Geremani ”. Orang Jerman datang di Tano Niha atas permintaan pemerintah Belanda di Nias dan Sumatera Barat kepada pemerintah di Batavia dan di Nederland, untuk mengajar dan mengembangkan agama Kristan di Tano Niha . Padahal latar belakang politisnya adalah untuk melemahkan dan mematikan jiwa patriotis-herois Ono Niha yang menentang Belanda.Sebenarnya, sebelum misionaris Jerman datang, misionaris Perancis sudah datang ke Nias tepatnya pada bulan Maret 1832 di daerah Malaya- Universitas Sumatera Utara 27 Malaysia, yaitu Pastor Vallon Maret 1832. Beliau tinggal diNoord Nias berada di Gunungsitoli dan District Zuid Nias berada di Teluk Dalam 19 . Namun kemudian pada tanggal 27 september 1865, misionaris Jerman utusan RMG Rheinische Missionaris Gesellschaft Barmen-Jerman bernama Ernst Ludwig Dennginger tiba dan menetap di Gunungsitoli. Ia datang dari Padang setelah 6 tahun di situ dan dapat berbahasa Nias yang dipelajarinya dari Ono Niha yang tinggal di Padang. Lalu beliau terus menyebarkan agama Kristen Protestan di Gunungsitoli dan kampung sekitarnya. Kemudian pendeta-pendeta Jerman penggantinya menyebarkan agama Protestan ke seluruh Tanö Niha, dengan berpusat di Gunungsitoli. Di samping agama, para Misionaris itu mengembangkan sekolah Sikola Ndraono = sekolah dasar yang dimulaidi Gunungsitoli pada Tahun 1866 oleh E. Dennginger baru kemudian menyebar ke seluruh Tanö Niha. Sekolah tersebut disebut sekolah Zending 20 berkelas III, VI, V; selain itu ada sekolah guru Seminari dan sekolah Pendeta di Ombolata-Gunungsitoli, dan beberapa sekolah Injil Sikola Zinenge . Mereka juga mengembangkan kesehatan dengan mendirikan beberapa poliklinik, Rumah Sakit penolong dan Rumah Sakit Besar di Gunungsitoli 1934. Di bidang Ekonomi mereka mendirikan Toko Henneman di Gunungsitoli 1908, dan pabrik Kopra 1913. 2.1.1.6.1 Kerjasama Jerman dengan Belanda 19 Op.cit, hal 99 20 Sebutan lain untuk missionaris Universitas Sumatera Utara 28 Dalam usaha mengembangkan agama dan bidang-bidang lain tersebut di atas, pendeta misionaris Jerman menjalin kerjasama dengan pemerintah Belanda dan saling menjadi ujung tombak dan perisai untuk menghadapi Ono Niha sesuai dengan kondisi dan situasi. Pendeta Misionaris melemahkan dan mematikan perlawanan rakyat melalui pengajaran agama, mendamaikan dan mengampuni para pemimpin peperangan seperti balugu Balohalu Waruwu pemimpin perlawanan dari daerah Ma‟u, beliau diampuni oleh Pendeta DR. W. H. sunderman di Lolowa‟u tahun 1901. Pejabat pemerintah Belanda, menggerakkan pembangunan gereja, sekolah, rumah sakit, rumah guru, dsb, dengan menghukum rakyat pembangkang atau yang malas bergereja atau yang malas bersekolah. Pendeta Jerman yang dianggap fasih dalam bahasa Nias juga sering dipanggil oleh pemerintah Belanda dalam perkara-perkara rakyat. Dengan menjadi juru bahasa, banyak terbuka kedok dari juru bahasa orang melayu yang sengaja berkhianat dalam menerjemahkan ucapan setiap pihak dalam persidangan pengadilan, demi mencari keuntungan material dan politik mereka 21 .

2.1 Masyarakat Nias di Medan