45
BAB III LATAR BELAKANG BERDIRINYA BNKP
Bab ini akan menguraikan tentang proses berdirinya BNKP sebagai sebuah institusi gereja di Pulau Nias. Pertama sekali penulis akan membicarakan terkait
Kebaktian Kelompok Desa sebagai cikal bakal berdirinya BNKP. Kedua, akan diuraikan seputar sejarah proses berdirinya BNKP sekaligus datangnya ajaran Kristen
di Pulau Nias. Jumlah statistik jemaat juga akan di uraikan, untuk mengetahui perkembangan jemaat BNKP di beberapa kota. Berikutnya akan dijelaskan tentang
tugas dan tanggungjawab Departemen Musik dan sebelum mengakhiri bab ini akan dijelaskan juga publikasi buku Zinunö kepada jemaat BNKP.
3.1 Kebaktian Kelompok Desa: Cikal Bakal Berdirinya BNKP
Pada awal penyebaran ajaran Kristen di Tanö Niha, missionaris melakukan pengajaran dengan mendatangi rumah-rumah penduduk. Disanalah mereka mengajar
dan menyampaikan injil kepada penduduk. Untuk menjangkau seluruh masyarakat pribumi mereka terlebih dahulu mengkristenkan
Salawa
atau petinggi didaerah tersebut. Cara ini mempermudah mereka untuk mengkristenkan seluruh penduduk
karena pada dasarnya penduduk sangat menghargai dan menghormati
salawa
. Ketika jumlah ono niha yang menerima Kristen semakin bertambah, maka missionaris
membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mendengar pengajaran secara bersama-
Universitas Sumatera Utara
46
sama. Mereka membuat sebuah aturan bahwa dalam 7 hari dalam seminggu harus terdapat 1 hari untuk istirahat dan beribadah.
Patut diketahui bahwa pada masa itu belum ada satupun tempat ibadah yang resmi atau gereja. Oleh karena itu missionaris mendirikan stasiun misi, salah satunya
adalah di rumah penduduk. Dalam hal ini rumah salawa menjadi pusat stasiun misi dimana sebelumnya rumah selawa memang menjadi tempat perkumpulan
ono niha
Hummel, 2007:264. Missionaris memberitahukan kepada
ono niha
bahwa hari minggu adalah waktu untuk beribadah dan
ono niha
diundang untuk datang kerumah
salawa
untuk mengadakan kebaktian.
Ono niha
tertarik untuk datang ibadah pada hari Minggu karena Deninger menawarkan hadiah- hadiah kecil berupa tembakau,
obat-obatan, kue, dan uang. Kdang-kadang pada hari Minggu pagi beliau mendatangi pasar-pasar untuk mengundang orang-orang bergabung dalam ibadah. Penawaran
makanan oleh Deninger dianggap baik dan sesuai dengan adat
ono niha
dimana tamu selalu dijamu dengan makanan. Kebaktian semacam ini dilakukan sepenuhnya oleh
missionaris. Tidak ada liturgi wajib pada saat itu. Pada tahun 1892, missionaris Dora Lett beserta dengan suami bergabung
dalam ibadah ini di daerah Tugala Lahömi. Dora Lett menggunakan lonceng untuk memanggil orang-orang beribadah pada hari Minggu. Orang-orang setempat sangat
bersemangat melihat item baru ini dan merupakan paradigma yang baru dalam kehidupan mereka. Dora Lett juga memperkenalkan jam, mesin jahit, cermin, dan
harmonika untuk menarik orang ke kebaktian Minggu. Ditempat lain yaitu Sifaoro‟asi, missionaris Fries meniup terompet untuk mengundang
ono niha
beribadah.
Universitas Sumatera Utara
47
Selama masa itu missionaris menerapkan aturan untuk mendisiplinkan ono niha datang beribadah. Mereka bahkan mencatat banyak kejadian kecelakaan yang
menimpa
ono niha
ketika melewati rumah ibadah dan tidak ikut beridah didalam majalah
Toeria
. Hal ini membuat ono niha sangat serius untuk mengikuti ibadah minggu. Bahkan mereka menolak untuk bekerja kepada Belanda dengan alasan hari
Minggu adalah hari untuk Tuhan. Hal ini sempat membuat Belanda kesal karena tidak ada penduduk yang mau bekerja pada hari Minggu.
Pada akhirnya ibadah Minggu menjadi sebuah kebiasaan yang baru bagi
ono niha
dan mereka sangat menjaga hukum tentang hari Sabat ini.
3.2 Berdirinya Bnkp Sebagai Sebuah Institusi Gereja Lokal