33
mendekatkan mulut si anak dengan mulut si ayah sebelum menghembuskan nafas terakhirnya untuk mendapatkan
eheha
, jika seorang anak tidak kuat untuk menerima eheha tersebut maka si anak dapat pingsan. Bagi ono niha
eheha
merupakan sebuah roh yang diturunkan mengandung kharisma, hikmat, kebijaksanaan, kekuatan dan
keterampilan terutama dalam hal kepemimpinan.
Eheha
ini kemudian digunakan oleh missionaris untuk menggambarkan roh kudus yang memberi hikmat, ketentraman,
dan kebijaksanaan. Ono niha tidak mengalami kesulitan untuk memahami hal ini dan langsung memberi respon yang positif terlebih para bangsawan.
Bahasa Nias juga mempunyai kata-kata yang artinya sama dengan suku lain bahasa serapan. Contoh bahasa tersebut seperti
asu
,
manga mangan
dalam bahasa Batak Toba, dan sebagainya. Bahasa serapan tersebut bisa ada dalam
Li Niha
diakibatkan karena kontak budaya, mungkin dahulu ada sesuatu benda yang namanya tidak terdapat dalam kosa kata bahasa Nias sehingga
Ono Niha
memakai bahasa tersebut. Bahasa Nias juga digunakan dalam ibadah gereja kesukuan seperti Amin
Angowuloa Masehi Indonesia dan BNKP.
2.4. Sistem Kekerabatan
Ono niha
yang berasal dari satu satu garis keturunan disebut
sisambua mado.
Mereka diikat oleh pertalian darah mengikuti garis keturunan ayah
patrilineal
. Setiap nenek moyang dan keluarga keturunannya memiliki
atia nadu yaitu
generasi yang kesembilan perkawinan diantara keturunannya dilarang untuk melakukan perkawinan, tetapi untuk generasi selanjutnya perkawinan diantara
Universitas Sumatera Utara
34
keturunannya tidak menjadi masalah lagi. Hanya saja persyaratan harus dipenuhi yakni dengan memisahkan
atianadu
keturunan tersebut dari kumpulan
atia nadu
nenek moyang dan membayar pemisahan itu dengan memotong babi sebesar 4
alisi
. Babi tersebut diberikan oleh pihak laki-laki. Jadi dengan terjadinya perkawinan ini berarti
kawin dalam lingkungan marga atau
mado
yang sama. Itulah sebabnya di daerah Nias kita jumpai suamiistri yang marganya sama. Sistemkekerabatan yang ada di
pulau Nias adalah sebagai berikut:
1. Ibu
: Ina 2.
Bapak : Ama
3. Nenek
: Gawe 4.
Kakek : Dua
5. Paman
: Zibaya 6.
Istri dari paman : Ina sakhi
7. Saudarai tertua dari bapakibu
: Ama sa‟a ina sa‟a 8.
Saudarai tengah dari bapakibu : Ama talu ina talu
9. Saudarai dari bapakibu
: Ama sakhi ina sakhi 10.
Anak dari saudari dari ibu : Gasiwa
11. Anak dari saudara ayah
: Ga‟a Sistem kekerabatan juga berlaku bagi kedua belah pihak keluarga yang
hendak melakukan pernikahan. Pihak dari laki- laki disebut
tome
, sedangkan pihak dari perempuan disebut
sowato.
Keluarga dari pihak istri merupakan suatu kelompok kekerabatan yang disebut
uwu
.
Uwu
memiliki kedudukannya dan penghormatan yang
Universitas Sumatera Utara
35
tertinggi dalam pesta adat. . Selain itu keluarga yang memberi istri bagi anak laki- laki
sangambatö
merupakan satu kekerabatan yang disebut
sitenga
bö’ö. Kelompok ini diundang apabila
sangambatö
mengawinkan anaknya, mengaadakan pesta kematian atau pesta adat lainnya.
2.5 Sistem Kepercayaan
2.5.1 Agama Leluhur Zaman dulu sebelum agama masuk ke Nias, masyarakat Nias menganut
kepercayaan yang disebut
sanömba adu.
Yang secara harafiah dapat diterjemahkan
sanömba
berarti menyembah,
adu
berarti patung ukiran yang terbuat dari kayu atau batu. Jadi,
sanömba adu
berarti kepercayaan kepada patung-patung buatan manusia baik berupa kayu maupun batu-batu besar
owe
.
Adu
ditempatkan di
osali börönadu
yaitu bangunan sebagai tempat ibadah religi
sanömba adu.
Hammerle, 1995:56. Masyarakat Nias sejak menghuni
Tanö Niha
memiliki kepercayaan bahwa arwah-arwah para leluhur orang Nias memiliki kekuatan yang dapat melindung serta
menolong mereka, sehingga mereka menyediakan tempat atau medium untuk para leluhur itu dengan membuat patung-patung dari batu. Masyarakat Nias juga percaya
akan tempat-tempat tertentu adalah tempat yang keramat, dimana terdapat roh-roh yang bisa berbuat sesuatu terhadap kehidupan mereka. Sebagai ungkapan rasa
hormat mereka terhadap hal tersebut, mereka melakukan sembahyang pada waktu- waktu tertentu dengan memberikan persembahan-persembahan atau sesajian.
Demikianlah kepercayaan masyarakat Nias sebelum agama Kristen masuk di tanah Nias mulai abad ke
– 19 Tafönao, 2012:23.
Universitas Sumatera Utara
36
Dalam acara pemujaan dewa-dewa tersebut, mereka menggunakan berbagai sarana. Misalnya dukun atau pemimpin agama kuno
ere
sebagai perantara dalam menyampaikan permohonan selalu memukul
fondrahi
tambur pada saat menyampaikan permohonan dalam bentuk syair-syair kuno
hoho
atau mantera- mantera. Selain itu, para ere juga mempersiapkan sesajen, misalnya: sirih dan
makanan lainnya untuk dipersembahkan kepada para dewa agar apa yang dimohon dapat dikabulkan. Sesajen dalam bentuk makanan babi, ayam, telur disertai
kepingan emas juga diberikan supaya upacara pemberhalaan itu sempurna dan permohonan dikabulkan. Persembahaan dalam bentuk korban makanan dapat dibagi-
bagi kepada orang yang hadir, akan tetapi setelah upacara penyembahan selesai, emas sering kali menjadi porsi
ere
pada akhirnya. Banyak benda-benda mati yang dipercayai seolah-olah hidup dan memiliki kekuatan supernatural sakti sehingga
dijadikan jimat sebagai sumber dan penambah kekuatankekebalan. Dari bebatuan, misalnya:
Sikhöri Lafau, KaraZi’ugu
-ugu, Kara Mboli, Öri Zökha
, dan sebagainya. Sesama manusia juga di“Ilah”kan Telaumbanua, 2012:33. Hal ini tergambar dari
ungkapan seperti:
sibaya ba sadono LowalaniLowalangi ba guli danö
. Artinya paman saudara laki-laki sekandung dari ibu dan orang tua merupakan jelmaan
Tuhan yang hadir di bumi. Maka tidak heran kalau dalam tradisi kuno sebelum agama baru masuk di Nias, patung leluhur
AduZatua
selalu dibuat untuk kemudian diberhalakan.
Sejak masyarakat Nias menghuni pulau Nias mereka memiliki pandangan bahwa masih ada dewa lain atau kekuatan lain di luar tubuh manusia yang berbentuk
gaib. Mereka percaya bahwa roh atau arwah-arwah leluhur mereka yang sudah
Universitas Sumatera Utara
37
meninggal dunia, memiliki kekuatan yang dapat melindungi serta menolong mereka. Sehingga mereka membuat tempat atau benda-benda seperti patung-patung yang
terbuat dari batul. Mereka juga percaya akan tempat-tempat tertentu adalah tempat keramat,yang mana terdapat roh yang bisa berbuat sesuatu terhadap mereka. Untuk
menghormati roh-roh tersebut mereka melakukan ritual berdoa atau sembahyang pada waktu-waktu tertentu dengan memberikan persembahan persembahan atau sesajian
dan melakukan ritual dengan cara mengelilingi pohon-pohon besar atau batu besar. Beberapa
adu
yang sangat terkenal
adalah Adu Saembu, adu Giwaho, Adu Nono Gilewe, Adu ba Nomo, Adu Mbumbu Nomo, Adu Gehomo Mbumbu, Adu ba
Mbakholo, Adu Handro Bato, Adu Ba Lawa - lawa, Adu Zobou, Adu Siraha Na
Mokhokho ndraono, Adu Mbawaulu Horo, Adu Fondrako, Adu Ni’omasi’o Gere, Adu
Sarambia, Adu Mbawi Nadu
Hammerle, 1995:60. Hal ini dapat dibuktikan dengan peninggalan sejarah baik dari gowe patung yang tebuat dari batu, ataupun dari
rumah adat Nias yang didalamnya banyak banyak terdapat ukiran- ukiran dan hiasan rumah yang bernuansa mistis.
2.5.2 Agama Negara Agama Kristen masuk ke Nias dibawa oleh Denninger pada tahun1865,
tepatnya di Kota Gunungsitoli dimana sebelumnya ia telah belajar banyak tentang Nias juga termasuk bahasa Nias dengan masyarakat Nias perantau di Padang
sehingga ketika dia sampai di Nias, ia tidak asing lagi dan semua telah mengetahui tentang Nias termasuk bahasanya. Dari merekalah Denninger mempelajari kebiasaan-
kebiasan, adat istiadat, dan kebudayaan Nias hingga Denninger tertarik untuk datang
Universitas Sumatera Utara
38
ke Nias, mengajarkan agama Kristen ternyata berhasil dan kemudian dilanjutkan oleh Thomas yang datang tahun 1873. Masa penting dalam pengembangan agama Kristen
adalah antara tahun 1815-1930, antara tahun ini disebut sebagai masa pertobatan massal
fangesadödö sebua
. Pada masa inilah mulai terjadi perubahan sikap, patung- patung mulai dibakar dan dihancurkan, poligami, sangsi-sangsi hukum adat dengan
hukuman badan, penyembahan patung, penyembahan penyakit melalui fo’ere dukun
dan sejenisnya sudah makin berkurang. Hingga kini sebagian besar orang Nias memeluk agama Kristen
26
. Selain agama Kristen, orang Nias juga memeluk agama Islam. Agama Islam
dibawa oleh orang Aceh, Arab, dan Melayu yang datang untuk berdagang ke
Tanö Niha
. Kawasan yang mereka kuasai adalah pelabuhan dan pesisir pantai. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila sebagian besar penganut agama Islam adalah
masyarakat- pesisir yang tinggal di daerah pelabuhan dan pinggir pantai. Masyarakat muslim Nias, umumnya berintegrasi dengan pemukiman-pemukiman enkapulsari
umat Islam, namun demikian mereka tetap memelihara hubungan budaya dengan masyarakat Nias pada umumnya. Masyarakat muslim Nias ini juga giat melakukan
kegiatan ibadah Islam seperti Shalat, zakat, puasa,
wirid
yasin, memperingati
isra
mi’raj Nabi Muhammad
27
. Berdasarkan pengamatan penulis dilapangan, Agama Buddha juga menjadi
salah satu agama di Nias yang dianut khususnya oleh kaum
gehai
Chinese. Bahkan
26
Op.cit, hal. 84
27
Op.cit, hal.24
Universitas Sumatera Utara
39
tidak sedikit juga orang Nias yang menganut agama ini karena perkawinan yang terjadi diatara kedua etnis ini.
2.6 Kesenian