Dalam Hubungan Sosial untuk Kegiatan Upacara PerkawinanAdat

bergotong-royong mereka cukup kompak untuk sama-sama mensukseskan suatu acara atau kegiatan. Gotong-royong memang jarang dilakukan, namun bila ada waktu untuk gotong-royong para warga di Kampung Susuk semuanya ikut serta. Mereka yang ikut bergotong-royong bukan hanya suku bangsa Karo ataupun Nias saja, melainkan suku bangsa lainnya yang ada di Kampung Susuk seperti suku bangsa Minangkabau, Jawa, Tapsel, Aceh, dan Batak Toba. Dalam acara gotong-royong para bapak-bapak mempunyai peran yang besar dalam membersihkan atau yang melakukan kegiatan gotong-royong, sedangkan bagian para isteri adalah membuatkan minuman teh dan makanan ringan. Adanya saling kerja sama diantara mereka dengan sendirinya menciptakan suasana kebersamaan dan keakraban di dalamnya. Dalam kegiatan gotong-royong di Kampung Susuk bukan hanya dilakukan oleh para orang tua saja melainkan juga dilakukan oleh para muda-mudi dari kelompok KMKS. Mereka juga mempunyai perhatian besar terhadap kebersihan lingkungan di daerah Kapung Susuk.

4.1.3. Dalam Hubungan Sosial untuk Kegiatan Upacara PerkawinanAdat

Dalam hubungan sosial untuk kegiatan upacara perkawinanadat memang suku bangsa Nias sangat jarang untuk ikut berpartisipasi dalam acara yang dilakukan suku bangsa Karo atau suku bangsa lainnya. Ketidakpartisipasian yang mereka lakukan dikarenakan mereka tidak diundang dan tidak diikutsertakan oleh masyarakat setempat. Namun bila diundang itu hanya masyarakat setempat yang mengenal dekat atau tetangga yang tepat bersebelahan dengan tempat tinggal suku bangsa Nias di daerah Kampung Susuk. Jika diundang oleh masyarakat Universitas Sumatera Utara setempat dalam kegiatan pesta perkawinanadat suku bangsa Nias pasti menghadirinya dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Dalam adaptasi ini memang agak sedikit sulit untuk masuk dan menyesuaikan diri karena adanya perbedaan dari segi budaya yang mereka punya. Menurut salah satu informan pada saat menghadiri pesta perkawinanadat suku bangsa Karo sangatlah berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki. Perbedaaan itu bisa meliputi dari segi tari-tarian yang mereka tampilkan di pesta tersebut. Menurutnya suku bangsa Karo dalam acara pesta perkawinanadat lebih banyak menggunakan tangan sebagai alat media untuk menari, namun bila suku bangsa Nias memakai alat media kaki dalam mempertunjukan tari-tarianya. Faktor yang mempengaruhi semuanya adalah diundang atau tidak diundangnya suku bangsa Nias dalam pesta perkawinan di Kampung Susuk. Suku bangsa Nias juga mempunyai pandangan bila tidak diundang oleh masyarakat setempat di acara pesta maka pada saat suku bangsa Nias membuat acara pestaadat mereka juga tidak akan mengundang masyarakat setempat tersebut, kecuali suku bangsa yang mengundang saat mereka membuat acara pestaadat. Oleh karena itu, dalam kegiatan ini muncul hubungan reprositas timbal balik, di mana keduanya akan mengundang dalam suatu acara pesta adatperkawinan bila sebelumnya juga diundang, namun bila sebaliknya mereka juga tidak akan mengundang dalam acara pesta adatperkawinan. Dalam acara kegiatan perkawinan juga dapat di lihat dalam perkawinan campuran antara suku bangsa Nias dengan suku bangsa Karo di Kampung Susuk. Perkawinan campuran ini dapat di lihat dari segi acara adat perkawinan yang Universitas Sumatera Utara mereka pakai. Bila pihak laki-lakinya berasal dari Nias maka mereka akan memakai adat suku bangsa Nias sebagai adat dalam perkawinannya, namun sebaliknya bila pihak laki-laki yang berasal dari suku bangsa Karo maka mereka akan memakai adat kebudayaan dari suku bangsa Karo. Jika mereka mampu dari segi ekonomi maka mereka juga dapat memakai adat perkawinan dari kedua belah pihak. Perkawinan campuran ini memang pernah terjadi di daerah Kampung Susuk, bukan hanya antara suku bangsa Karo dengan suku bangsa Nias saja, melainkan juga antara suku bangsa Nias dengan suku bangsa Batak Toba. Jika dibandingkan dengan suku bangsa Karo, suku bangsa Batak lebih banyak yang menikah dengan suku bangsa Nias. Bila ada suku bangsa Karo yang menikah dengan suku bangsa Nias maka warga di Kampung Susuk merasa menyayangkan hal itu terjadi. Bagi mereka suku bangsa Nias bisa dikatakan mempunyai penilaian yang jelek dan negatif bila dibandingkan dengan suku bangsa lainnya yang ada di Kampung Susuk. Contonya adalah salah satu informan yang menikah dengan suku bangsa Nias. Anak mereka pun diberi nama Niska yang artinya adalah Nias dan Karo. Perpaduan dua budaya yang berebeda disatukan di dalam nama anak mereka. Sang ibu yang berasal dari suku bangsa Karopun akan tinggal di lingkungan komunitas suku bangsa Nias dalam keluarga sang suami. Namun demikian, perkawinan yang terjadi itu merupakan salah satu buah dari pembauran adaptasi yang dilakukan oleh suku bangsa Nias terhadap masyarakat setempat. Walaupun kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari mereka juga sering didiskriminasi dalam bentuk sindiran, ejekan, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 4.2. Adaptasi Suku Bangsa Nias dalam Hal Memperoleh Sumber-Sumber dan Akses dalam Kaitannya dengan Kegiatan Ekonomi

4.2.1. Perolehan Mata Pencaharian Sebagai Tukang Becak