Kepala Lingkungan rata-rata tidak bersahabat. Alasan beraneka ragam, menurut pengakuan salah satu informan tentang pengakuannya yang pernah dia alami
yaitu: ”Saya benci sekali dengan Kapling Kepala Lingkungan di daerah
Kampung Susuk. Setiap ada maslah yang harus diurus oleh Kapling pasti kami selalu tidak dianggap dan merasa dipersulit
saja. Contohnya saja dalam pembuatan KTP yang sangat dpersulit. Selain itu juga dalam membuat KK, alasannya harus meminta surat
pindah dari pulau Nias yang menandakan kalau yang bersangkutan ingin pindah tempatwilayah, selain itu juga pada saat saya
meminta surat pengantar dari Kapling untuk ditujukan kepada pihak sekolah karena kebetulan anak saya mendapat dana BOS
dari sekolahnya dan memerlukan surat tersebut. Itu pun dipersulit dan ditambah dengan kata-kata yang kurang menyenangkan
seperti: ”Inilah manusia kalau ada masalahnya dan kepentingannya baru cepat-cepat diurus, kalau tidak ada, mana diurus, dipedulikan
saja tidak” mulai dari situ saya tidak simpatik terhadap Kapling yang ada di daerah Kampung Susuk. Maka tidak heran kami
banyak suku bangsa Nias yang terdaftar di Kelurahan Medan Baru. Karena di sana tidak dipersulit, namun dipermudah Wawancara,
15 Januari 2010”.
Dengan banyaknya kendala yang dihadapi suku bangsa Nias maka hubungan
sosial yang mereka lakukan terhadap suku bangsa lainnya sedikit tertutup karena banyaknya hambatan-hambatan yang mereka temui. Agar menjaga tidak
terjadinya konflik dan salah paham yang dapat merugikan kedua belah pihak maka suku bangsa Nias lebih banyak mengalah dan berusaha menghargai sesama
manusia tanpa membedakan latar belakangnya.
3.4.2. Hubungan Sosial Suku Bangsa Nias dengan Sesama Suku Bangsanya
di Kampung Susuk
Hubungan keluarga dan masyarakatnya dimulai dari tahap pertetanggaan yang disebut sifani wato. Pertetanggaan ditentukan oleh kedekatan para penduduk
Universitas Sumatera Utara
desa yang membangun rumah-rumah mereka berendeng satu dengan yang lain. Pertetanggaan bisa dengan orang yang berkerabat, bisa juga dengan orang lain
yang bukan kerabat atau niha bo’o. Suku bangsa Nias selalu berprasangka terhadap orang lain yang tidak termasuk kerabatnya. Prasangka itu bisa hilang bila
orang lain itu bisa membuktikan bahwa dia orang baik. Dengan demikian mereka membutuhkan waktu unruk saling membuktikan. Bila seorang membuktikan
bahwa dia bisa menjadi tetangga yang baik, yang selalu peduli dengan orang lain maka dia akan semakin disambut dengan baik. Namun karena suku bangsa Nias
dalam hal ini adalah pendatang maka merekalah yang menyesuaikan diri dengan lingkungan dan masyarakat setempat, namun biasanya suku bangsa Nias pada
awalnya kurang percaya kepada orang lain bila buka satu sukunya atau kerabat dekatnya.
Menurut suku bangsa Nias seorang tetangga diharapkan menjadi orang yang peduli. Seorang tetangga yang baik akan disebut mala’ika mbanua yang
secara harafiah berarti malaikat desa. Hal ini berrti bahwa seseorang tetangga itu harus tahu menaarkan jasa kepada orang lain pada saat saat genting dan mendesak
dan harus tahu menciptakan suasana damai tenteram. Pertetanggaan tidak selamanya baik. Timbul kadang-kadang kompetisi, kecemburuan dan tindakan-
tindakan lain yang tidak mengenakan perasaan. Pertengkaran terjadi bila salah seorang tetangga sering-sering melibatkan diri dalam pertengkaran anak-anak
seperti suku bangsa Nias bilang : ihalo hao ndaraono. Kalau ada orang tua yang menganggap serius pertengkaran anak kecil maka akibatnya hubungan
pertetanggaan bisa terganggu dan antara satu sama lain bisa tidak ada tegur sapa
Universitas Sumatera Utara
untuk waktu yang lama. Sebaliknya, biarlah kalangan anak-anak itu sendiri yang mendamaikan pertengkaran mereka. Hal tersebut berbeda dengan kejadian pada
hubungan suku bangsa Nias dengan suku bangsa lainnya yang mana bila terjadi pertengkaran antara anak-anak pasti orang tua yang menyelesaikannya dengan
berujung orang tua juga ikut bertengkar. Hubungan keluarga dan masyarakatnya dapat diterangkan melalui dua cara: tanggung jawab keluarga terhadap masyarakat
dan tanggung jawab masyarakat terhadap masyarakat dan tanggung jawab masyarakat terhadap keluarga.
Hubungan sosial antara suku bangsa Nias dengan sesama suku bangsanya di daerah Kampung susuk sangat baik dan menganggap semua adalah
saudara. Walaupun pada dasarnya mereka juga berbeda latar belakang, seperti beda kampung halaman, beda marga dan lain sebagainya, namun bagi mereka
semua adalah saudara. Karena mereka saudara dan semua adalah perantau dari Pulau Nias yang sama-sama bertahan hidup di kota orang, oleh karena itu mereka
merasa senasib dan sepenanggungan. Jika ada masalah mereka akan bantu sebisa mereka untuk membantu.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ADAPTASI SOSIAL EKONOMI
SUKU BANGSA NIAS, POTENSI KONFLIK, DAN UPAYA PENYELESAIAN DI KAMPUNG SUSUK
4.1. Adaptasi Suku Bangsa Nias dalam Hal Hubungan Sosial di Kampung Susuk
Pada dasarnya manusia ingin mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhannya. Mereka dituntut untuk dapat mencukupi segala aspek yang mereka
perlukan. Selain memenuhi kebutuhannya mereka juga dituntut untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat sekitar mereka hidup. Menurut Gillin dan Gillin,
interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-
kelompok manusia antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Soekanto, 1986:51. Manusia adalah makhluk sosial yang artinya makhluk yang
tidak dapat hidup tanpa bantuan dari orang lain. Segala aspek kehidupan manusia pasti membutuhkan pertolongan orang lain dan tidak dapat melakukan dengan
sendiri. Manusia dalam berinteraksi pasti membutuhkan penyesuaian diri dalam
berbicara, bertingkah laku dan sebagainya. Oleh karena itu, manusia di lingkungan yang baru pasti membutuhkan proses dalam menyatukan sikap,
perilaku dan kebudayan yang dimilikinya. Manusia dalam beradaptasi pasti di
Universitas Sumatera Utara