GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Sejarah Singkat Kampung Susuk

Nama Kampung Susuk berasal dari nama desa yang ada di Kecamatan Tiganderket yang berada di Tanah Karo yang bernama Desa Susuk. Pada awal zaman penjajahan Belanda, suku bangsa Karo yang berasal dari Desa Susuk di Tanah Karo ingin tinggal di wilayah kekuasaan Belanda dan salah satunya adalah daerah yang sekarang bernama Kampung Susuk. Daerah tersebut dahulu merupakan perkebunan. Setelah suku bangsa Karo menetap di wilayah jajahan Belanda, mereka membuat suatu pemukiman yang dahulunya berlokasi di pusat Susuk V lima. Perolehan wilayah tersebut akibat pihak Belanda meninggalkan wilayah tersebut dan mencari daerah yang lebih strategis lagi di tempat lain. Seiring perjalanan waktu penduduk suku bangsa Karo menjadi lebih banyak dan meluas hingga membentuk suatu kampung dan dengan kesepakatan bersama diberi nama ’Kampung Susuk’. Penduduk Kampung Susuk pada awalnya ditempati oleh masyarakat asli dari Desa Susuk yang ada di Tanah Karo. Seiring perjalanan waktu, akhirnya Kampung Susuk dihuni oleh beraneka ragam suku bangsa. Walaupun demikian, suku bangsa Karo masih dominan bila dibandingkan dengan suku bangsa yang lainnya. Universitas Sumatera Utara Wilayah Kampung Susuk terletak di Kota Medan tepatnya di daerah Kelurahan Padang Bulan Selayang 1 Kecamatan Medan Selayang. Batas-batas wilayahnya antara lain: • Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Medan Baru • Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang • Sebelah Utara berbatasan dengan Lingkungan 8 delapan Kelurahan Padang Bulan Selayang Kecamatan Medan Selayang • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Selayang 2 Kecamatan Medan Selayang Dalam Penelitian ini penulis mengambil lokasi di daerah Kampung Susuk sebagai salah satu lokasi yang mewakili suku bangsa Nias di perkotaan. Jumlah luas areal di daerah Kampung Susuk sekitar 45 hektar. Bila memasuki wilayah Kampung Susuk pasti akan terlihat banyak rumah-rumah yang dikontrakkan atau dikoskan. Alasanya karena daerah Kampung Susuk merupakan daerah yang sangat strategis menurut mahasiswa USU. Jarak yang sangat dekat terhadap Universitas Sumatera Utara USU membuat berbagai mahasiswa memilih tempat tinggal sementaranya di lokasi Kampung Susuk. Akibat banyaknya rumah yang disewakan maka tidak heran di sepanjang jalan banyak terdapat rumah makan, rental, warnet dan warung yang menjual kebutuhan sehari- hari. Daerah Kampung Susuk juga dipenuhi sawah-sawah yang cukup lumayan luas. Bila memasuki wilayah susuk VIII delapan dan seterusnya maka Universitas Sumatera Utara dapat terlihat daerah persawahan yang sangat indah dan seakan-akan berada di suatu daerah pedesaan. Di daerah Kampung Susuk memang masih terdapat daerah pertanian, walaupun dapat dikatakan sebagai pertanian di tengah kota. Dengan adanya daerah persawahan maka Kampung Susuk sangat asri bila di lihat. Dengan banyaknya penduduk yang ada di daerah Kampung Susuk dengan berbagai suku bangsa ditambah dengan berbagai macam mahasiswa dari berbagai suku bangsa dan dengan latar belakang yang berbeda, membuat daerah Kampung Susuk menjadi ramai dan multietnis. Suku bangsa yang ada di daerah tersebut terdiri dari suku bangsa Karo, Minangkabau, Jawa, Toba, Simalungun, Aceh, Tapanuli Selatan, dan Nias. Suku bangsa Nias di daerah Kampung Susuk cukup lumayan banyak sekitar 30 KK Kepala Keluarga. Masing-masing suku bangsa Nias di daerah Kampung Susuk saling membentuk komunitasnya sendiri. Di Kampung Susuk mereka juga menyebar, antara lain di Susuk II, III, VI, VII, dan VIII. Di antara daerah tersebut suku bangsa Nias paling banyak di daerah susuk VII dan VIII. Foto 1 12 Foto 2 13 12 Gbr. Pintu tembok untuk memasuki wilayah Kampung Susuk 13 Gbr. Pemukiman daerah Kampung Susuk Universitas Sumatera Utara Di daerah Kampung Susuk sendiri mereka saling berinteraksi dengan berbagai suku bangsa terutama dengan masyarakat setempat. Berikut merupakan gambar lokasi Kampung Susuk: Foto3 14 Foto 4 15 Foto 5 16 Foto 6 17 Lingkungan area hunian terbentuk karena adanya proses pembentukan tempat tinggal merupakan wadah fungsional yang didasarkan pada pola aktivitas manusia dan pengaruh setting tata letak. Pola tersebut boleh bersifat fisik dan 14 Gbr. Jalan masuk daerah Kampung Susuk 15 Gbr. Pemukiman suku bangsa Nias di Susuk II 16 Gbr. Pemukiman suku bangsa Nias di Susuk III 17 Gbr. Fasilitas pemukiman suku bangsa Nias di Susuk III Universitas Sumatera Utara non fisik sosial budaya yang secara langsung mempengaruhi pola aktivitas dan proses perletakan. Suatu kawasan di perkotaan ada yang memiliki kumpulan orang dari desa yang berasal dari suku bangsa yang sama. Kumpulan orang tersebut membentuk suatu desa di kota yang proses pembentukannya memiliki kaitan dengan keadaan sosial dan budaya dari desa asal mereka. Desa yang terbentuk di perkotaan ini dinamakan kampung kota. Ruang tempat kehidupan suatu kumpulan masyarakat di kampung kota ini merupakan ruang yang terjadi sebagai wujud peralihan dari desa dan kota. Tata cara dalam ruang tersebut masih terbawa ke kota. Padahal pada saat bersamaan mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan cara hidup orang kota. Kampung kota merupakan kenyataan sosial-budaya yang terjadi di kota- kota di Indonesia yang sudah menggenal sejak kerajaan Hindia Belanda. Definisi yang tepat pada awal abad ke-20 adalah pemukiman pribumi yang masih meneruskan tradisi desa asalnya sekalipun tinggal di kota. Saat ini kampung kota lebih dekat pengertiannya sebagai suatu sistem pemukiman yang struktur sosial, budaya dan ekonominya tidak terorganisir dalam suatu sistem kelembagaan formal. Pemukiman tersebut tumbuh di kawasan kota tanpa pencerahan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota Marpaung, 2009. Dari segi ekonomi suku bangsa Nias bermata pencaharian sebagai tukang becak dan pemungut barang bekas tukang butut. Di daerah Kampung Susuk sendiri, tukang becak yang bersuku bangsa Nias lebih banyak dibandingkan dengan suku bangsa Karo sebagai tukang becak yang sudah menetap dan sekaligus sebagai masyarakat asli penduduk setempat. Di daerah Kelurahan P.B. Universitas Sumatera Utara Selayang I memang sangat banyak suku bangsa Nias yang berprofesi sebagai tukang becak maupun sebagai tukang mengumpulkan barang bekas yang nantinya akan di daur ulang. Banyaknya suku bangsa Nias sebagai tukang becak di daerah Kampung Susuk diakibatkan oleh banyaknya suku bangsa Karo yang menyewakan becak mesinnya kepada suku bangsa Nias. Seakan-akan suku bangsa Nias lebih banyak dibandingkan dengan suku bangsa lainnya. Walaupun suku bangsa Nias lebih banyak menyewa becak dari suku bangsa tersebut, namun suku bangsa Karo menyewakan becaknya bukan hanya kepada suku bangsa Nias saja melainkan kepada suku bangsa lainnya seperti: Aceh, Jawa dan lain-lain. Selain sebagai tukang becak yang merupakan mata pencaharian pokok mereka, suku bangsa Nias juga sebagai pemungut barang bekas, sebagai tukang cuci, dan pembantu di rumah makan. Semua pekerjaan yang mereka lakukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

2.2. Kependudukan dan Komposisi Berdasarkan Suku Bangsa, Agama, dan Pendidikan

Penduduk daerah Kampung Susuk dihuni oleh beberapa suku bangsa, yakni: suku bangsa Karo, Toba, Tapsel, Jawa, Nias, Simalungun, Aceh, dan Minangkabau. Suku bangsa Karo merupakan penduduk asli Kampung Susuk sementara suku bangsa lainnya merupakan kelompok masyarakat pendatang. Saat ini penduduk daerah Kampung Susuk mayoritas bersuku bangsa Karo. Suku bangsa Karo memiliki jumlah yang banyak disebabkan oleh suku bangsa yang menempati daerah Kampung Susuk pertama kali adalah suku bangsa Karo. Universitas Sumatera Utara Komposisi penduduk di Kampung Susuk berdasarkan suku bangsa dapat di lihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa No Suku Bangsa Jumlah Jiwa Persentasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. Batak Karo Jawa Tapanuli Selatan Mel DLL 2.543 Jiwa 2.526 Jiwa 3.536 Jiwa 504 Jiwa 307 Jiwa 769 orang 24,968090 24,801178 34,717722 4,9484536 3,0142366 7,5503190 Jumlah 10.185 Jiwa 100 Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang 1 Tahun 2007. Berdasarkan pada tabel di atas komposisi penduduk berdasarkan suku bangsa di Kelurahan P.B. Selayang 1 yang terbanyak adalah suku bangsa Batak, namun lain halnya dengan suku bangsa yang terbanyak di lingkungan IX Kampung Susuk adalah suku bangsa Karo dibandingkan dengan suku bangsa lainnya. Disusul dengan suku bangsa lainnya yang dianggap sebagai suku bangsa pendatang seperti suku bangsa Batak, Tapsel, Aceh, Simalungun, Minangkabau, dan Nias. Suku bangsa Karo memiliki jumlah yang banyak diakibatkan suku bangsa Karo merupakan masyarakat asli yang pertama kali menempati daerah Kampung Susuk sejak Belanda meninggalkan wilayahnya. Suku bangsa Batak memang cukup banyak setelah suku bangsa Karo di Kampung Susuk. Selain suku bangsa Batak banyak akibat dari masyarakat setempat yang ada ditambah dengan anak kos yang berada di Kampung Susuk yang mayoritas bersuku bangsa Batak. Sama halnya dari segi agama, penduduk di Kampung Susuk juga berbeda dengan Universitas Sumatera Utara jumlah agama terbanyak di Kelurahan. Jumlah agama tersebut dapat di lihat pada tabel di bawah ini: TABEL 2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama No Agama Jumlah Jiwa Persentase 1. Islam 5.464 Jiwa 53,647521 2. Kristen Protestan 3.297 Jiwa 32,371134 3. Kristen Khatolik 1.199 Jiwa 11,7722140 4. Budha 217 Jiwa 2,13058419 5. Hindu 8 Jiwa 0,07854688 Jumlah 10.185 Jiwa 100 Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang 1 Tahun 2007. Pada tabel. 2 dua dapat dilihat bahwa penduduk di Kelurahan P.B. Selayang 1 lebih banyak beragama Islam, namun lain halnya dengan daerah Kampung Susuk jumlah agama Kristen Protestan lebih banyak dibandingkan dengan agama yang lainnya. Faktor lebih banyaknya agama Kristen Protestan pertama dibawa oleh suku bangsa Karo yang ada di tanah Karo yang lebih dahulu mendapat agama tersebut dari misionaris dari luar yang menyebarkarkan injil. Suku bangsa Karo, Batak dan Niaslah yang membuat penduduk daerah Kampung Susuk mempunyai jumlah agama kristen protestan lebih banyak dibandingkan dengan agama lainnya. Selain daripada masyarakat yang menetap di daerah Kampung Susuk jumlah agama kristen protestan lebih banyak akibat ditambahnya anak kos yang menempati wilayah Kampung Susuk yang mayoritas juga beragama kristen protestan. Semua hal inilah yang menyebabkan Kampung Susuk mempunyai jumlah agama kristen protestan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah agama yang lainnya. Universitas Sumatera Utara Dari usianya penduduk Kelurahan P.B. Selayang 1 dengan Kampung Susuk memiliki jumlah yang tidak berbeda jauh dalam hal produktif usia muda dan usia lebih tua dan dapat di lihat pada tabel di bawah ini : TABEL 3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin No Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki Perempuan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 0-5 Tahun 6-10 Tahun 11-15 Tahun 16-20 Tahun 21-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun 36-40 Tahun 41-45 Tahun 46-50 Tahun 51-55 Tahun Lebih dari 56 Tahun 546 423 399 405 384 385 378 456 425 338 391 500 529 402 378 414 321 384 430 371 390 515 442 579 1075 825 777 819 705 769 808 827 815 853 833 1079 10,5547373 8,10014727 7,62886597 8,04123711 6,92194403 7,55031909 7,93323515 8,11978399 8,00196367 8,37506136 8,17869415 10,5940108 Jumlah 5.030 5.155 10.185 100 Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang I Tahun 2007, dikelola oleh penulis. No Keterangan Jumlah Persentase 1. 2. Laki-laki Perempuan 5.030 jiwa 5.155 jiwa 49,386352 50,613647 Jumlah Seluruhnya 10.185 jiwa 100 Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang I Tahun 2007, dikelola oleh penulis. Berdasarkan tabel di atas jumlah komposisi usia dan jenis kelamin wanita lebih besar dibandingkan dengan jumlah komposisi usia dan jenis kelamin laki-laki. Jumlah komposisi wanita 5.155 jiwa dan komposisi laki-laki adalah 5.030 jiwa. Jumlah usia produktif dengan jumlah golongan tua berbeda jauh. Jumlah golongan tua lebih banyak dibandingkan dengan jumlah usia produktif. Universitas Sumatera Utara Sama halnya dengan jumlah Kampung Susuk, jumlah golongan tua lebih banyak dibandingkan dengan jumlah usia produktif. TABEL 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan No Pendidikan Jumlah orang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Belum sekolah Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat Tamat SDsederajat SLTP sederajat SLTAsederajat Diploma a. D-1 b. D-2 c. D-3 Sarjana a. S-1 b. S-2 c. S-3 495 orang 5 orang 48 orang 3.070 orang 2.807 orang 2. 710 orang - 182 orang 45 orang 240 orang - 477 orang 71 orang 35 orang Jumlah Total 10.185 orang Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang I Tahun 2007. Berdasarkan tabel di atas di dalam Kelurahan P.B. Selayang 1 sudah banyak yang yang melanjutkan sekolahnya hingga tahap yang lebih tinggi. Ini menandakan adanya semangat dan pentingnya untuk bersekolah. Bila di daerah Kampung Susuk juga banyak yang bersekolah hingga meneruskan ke perguruan tinggi. Itu menandakan di daerah Kampung Susuk pemikirannya sudah maju dan setiap keluarga sudah menyadari pentingnya dunia pendidikan. Walaupun orang tua mereka hanya buruh tani ataupun tukang bangunan, tukang becak. Namun anak-anak mereka harus mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan orang tua mereka dahulu. Tujuannya adalah agar kelak masa Universitas Sumatera Utara depan mereka lebih terjamin dan mempunyai masa depan yang lebih baik lagi dibandingkan masa depan seperti para orang tua mereka.

2.3. Jenis Mata Pencaharian

Mata pencaharian atau pekerjaan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia pada zaman sekarang, karena tanpa pekerjaan manusia akan mengalami kesulitan dalam hidupnya. Oleh karena itu, setiap orang harus berusaha untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian juga halnya penduduk di Kampung Susuk, mata pencahariannya terdiri dari: 1 Tukang Becak; 2 Wiraswasta; 3 Pedagang; 4 buruh tani; 5 Tukang Bangunan; 6 PNS; 7 dan lain-lain. Penduduk daerah Kampung Susuk mayoritas bekerja sebagai tukang becak dan buruh tani. Dikatakan tukang becak karena bila memasuki daerah lokasi daerah Kampung Susuk maka akan langsumg menemukan pangkalan tukang becak yang sedang menunggu sewa di sekitar areal pinggiran jalan. Lain halnya dengan buruh tani, karena daerah Kampung Susuk adalah daerah persawahan walaupun sawah tersebut mereka garap dan menyewa dari orang lain, bukan milik sendiri lagi. Banyak para pegawai swastanegeri yang merangkap juga sebagai buruh tani. Selain sawah, ada juga ladang yang mereka garap untuk menanam tanaman jagung, cabai, terong, tebu, singkong, ubi jalar, dan lain sebagainya. Jadi bila memasuki wilayah daerah Kampung Susuk maka akan terlihat seakan-akan berada di daerah pedesaan, karena masih banyak yang menggarap sawah yang merupakan salah satu dari mata pencaharian bagi mereka. Lain halnya dengan tukang becak, masyarakat setempat dalam hal ini suku bangsa Karo sebagai masyarakat asli di sini mempunyai aturan dalam Universitas Sumatera Utara menarik becak. Banyaknya para pendatang dari berbagai suku bangsa yang datang dan tinggal di daerah Kampung Susuk membuat mereka juga mencari pekerjaan yang serupa dengan masyarakat setempat. Aturan tersebut bersifat uname law hukum tak tertulis bersifat lisan, namun sanksinya sangat berat bila tidak mematuhi peraturan tersebut. Aturan tersebut adalah bahwa setiap suku bangsa di luar suku bangsa Karo seperti Nias, Toba, Jawa hanya mempunyai wilayah tarikan di daerah tembok dekat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik FISIP dan di pintu gerbang 4 empat USU. Sedangkan suku bangsa Karo boleh bebas mengambil sewa dari wilayah USU. Termasuk wilayah yang ramai, seperti daerah Sumber. Sanksi yang akan digunakan, apabila seseorang tidak menaati peraturan tersebut mereka akan dipukuli, dicaci, diusir dari wilayah Kampung Susuk bila mereka pendatang dan tinggal di daerah tersebut. Ada yang menarik dari peraturan uname law disini bahwa mereka boleh menarik dari wilayah mana saja seperti layaknya suku bangsa Karo, apabila mereka menyewa becak mesin suku bangsa Karo. Dari aturan seperti ini terlihat adanya kekuasaan mayoritas kepada minoritas dalam hal ini kekuasaan dalam wilayah mata pencaharian. Aturan tersebut suka tidak suka harus ditaati dan biasanya suku bangsa Nias mentaati hal tersebut. Mereka sadar mereka di sini hanyalah pendatang oleh karena itu, mereka sadar akan status mereka di Kota Medan. Penghasilan yang mereka terima bila mempunyai becak sendiri dalam satu harinya adalah Rp.40.000,-hari sudah termasuk bensin dan lain sebagainya. Lain halnya dengan penghasilan yang menyewa dari orang dan tergantung dari warna plat nomor becak sewaan tersebut. Jika plat nomer becak warna kuning dikenakan sebesar Universitas Sumatera Utara Rp.25.000,-hari kepada penyewa dan Rp.20.000,-hari bila becaknya berplat hitam. Perbedaan tersebut dikarenakan oleh jenis warna plat yang dipakai. Bila warna kuning daerah wilayah tarikannya bisa sampai jalan besarraya dan sebaliknya untuk becak berplat hitam. Jadi tidak heran bila uang setorannya berbeda karena wilayah tarikannya juga berbeda. Aturan-aturan tersebut suku bangsa Nias taati sebagai pola adaptasi mereka dalam memperoleh sumber-sumber ataupun akses-akses. Biasanya dalam pekerjaan menarik becak suku bangsa Nias lebih akrab dengan suku bangsa Batak yang lebih sepaham dan asyik diajak untuk kerja sama. Adanya rasa kebersamaan mereka dalam menarik becak, menunggu sewa dan lain sebagainya. Bila dibandingkan dengan suku bangsa Karo bisa dihitung dengan jari kedekatan antara suku bangsa Karo dengan suku bangsa Nias. Adanya masalah sejarah hidup antara suku bangsa Karo dengan suku bangsa Nias yang membuat mereka tidak bebas untuk berinteraksi maupun dalam hal kerjasama. Itu diakibatkan oleh adanya kekuasaan dalam berinteraksi, jenis mata pencaharian dan lain sebagainya. Kekuasaan dalam hal mata pencaharian memang sangat menonjol sekali di daerah Kampung Susuk. Suku bangsa Nias memilih mata pencaharian tukang becak diakibatkan sempit atau tertutupnya akses mereka untuk dapat memiilih mata pencaharian di bidang informal lainnya. Dalam mata pencaharian selain para suami, sebagian isteri juga ikut membantu dan anak-anakpun juga mempunyai andil besar dalam membantu perekonomian dalam keluarga. Banyak para anak- anak suku bangsa Nias membantu para orang tuanya dengan cara mengamen di Universitas Sumatera Utara sekitar wilayah kampus USU. Selain daripada mengamen mereka juga ada yang berprofesi sebagai penyemir sepatu dan lain-lainnya. Para anak tersebut melakukannya dengan senang hati. Dilakukannya pada saat mereka pulang sekolah. Itu berarti mereka mulai bekerja mengamen dan menyemir sepatu dari siang hari hingga sore menjelang malam hari. Hasil yang mereka peroleh tentunya sangat membantu perekonomian suatu keluarga. Hasil yang didapatkan dalam satu harinya diberikan setengah terhadap orang tua mereka dan sisanya digunakan untuk uang jajan sekolah. Oleh karena itu, setiap harinya mereka tidak lagi meminta kepada orang tua mereka. Dalam hal ini anak menjadi pelengkap dalam membantu perekonomian keluarga. Kadang-kadang hasil uang yang di dapat mereka dalam satu hari bisa sama besarnya dengan penghasilan orang tua mereka. Untuk itu fungsi anak dalam hal ini sangat bermanfaat dalam suatu keluarga. Sama halnya dengan orang dewasa, para anak-anak yang bekerja sebagai pengamen dan penyemir sepatu, mereka juga mempunyai saingan dalam memperoleh wilayah yang biasa mereka lakukan sebagai tempat untuk mendapatkan uang. Mereka tidak segan-segan untuk memukul dan berkelahi layaknya orang dewasa. Hal itu terjadi akibat persaingan wilayah tempat mereka mangkal. Resikonya memang bisa berbahaya ketika orang tua memberikan izin kepada anak-anak untuk bekerja di luar rumah. Karena menurut salah satu informan mereka mengatakan sering dipukuli oleh orang-orang yang mempunyai kekuasaan khususnya di Pajak USU PAJUS. Mereka sering dipukul, ditampar dan dicaci, oleh karena itu para pengamen di daerah PAJUS sudah tidak terlihat Universitas Sumatera Utara lagi. Untuk tetap mendapatkan uang setiap harinya mereka pergi ke fakultas- fakultas yang ada di USU Universitas Sumatera Utara. Sebagian juga peneliti menemukan pengamen seorang anak suku bangsa Nias mengamen hingga daerah Pringgan Jalan Iskandar Muda. Mereka melakukannya atas dasar keterbatasan tempat untuk mencari uang di daerah wilayah kampus USU. Jadwal mereka mencari uang sampai jam 7 tujuh malam dan setelah itu mereka pulang ke rumah dan melakukan aktivitas seperti mandi, makan dan belajar untuk mempersiapkan sekolah di pagi hari. Rutinitas yang mereka lakukan setiap harinya adalah sekolah di pagi hari, makan, setelah itu keluar rumah untuk mencari uang hingga malam dan baru kembali ke rumah dan seterusnya. Pekerjaan yang dilakukan setiap harinya seperti yang dijelaskan di atas tidak membuat para anak suku bangsa Nias bermalas-malasan untuk sekolah. Walaupun mereka bekerja setiap harinya setelah pulang dari sekolah, namun mereka mempunyai prestasi yang cukup patut dibanggakan. Tidak jarang dari mereka juga banyak yang mendapatkan prestasi di sekolah. Prestasi yang mereka dapatkan hasil dari ketekunan yang mereka lakukan setelah pulang bekerja di luar. Sehabis pulang bekerja di luar sebagai pengamen dan tukang semir mereka tetap belajar dan tidak meninggalkan dunia sekolah. Namun di antara mereka yang tetap sekolah, ada juga di antara mereka yang tidak melanjutkan sekolah. Alasan yang membuat mereka putus sekolah adalah keterbatasan biaya dan menganggap tidak pentingnya dunia sekolah. Bagi mereka makan setiap harinya sudah cukup dan membantu orang tua adalah yang terpenting. Universitas Sumatera Utara Berbeda dengan di daerah Kampung Susuk mata pencaharian di Kelurahan Padang Bulan Selayang 1 lebih beraneka ragam dan sudah lebih maju dengan ditandai dari berbagai profesi. Mata pencaharian tersebut dapat di lihat pada tabel di bawah ini: TABEL 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah orang 1. Buruhswasta 917 2. Pegawai Negeri 312 3. Pengrajin 2 4. Pedagang 216 5. Penjahit 12 6. Tukang Batu 114 7. Tukang Kayu 82 8. Peternak 3 9. Nelayan - 10. Montir 16 11. Dokter 24 12. Sopir 43 13. Pengemudi bajaj 1 14. Pengemudi becak 137 15. TNIPolri 27 16. Pengusaha 35 Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang I Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Dari tabel di atas dapat di lihat banyaknya variasi pekerjaan yang ada di Kelurahan Padang Bulan Selayang 1. sebagian pekerjaan yang ada di Kelurahan terdapat juga di Kampung Susuk seperti: tukang becak, buruh, pedagang, dan lain- lain.

2.4. Sistem Kekerabatan

Dari distribusi penduduk menurut suku bangsa terlihat suku bangsa Karo yang mendominasi jumlah penduduk di daerah Kampung Susuk. Semua suku bangsa Karo yang ada di daerah tersebut mempunyai ikatan kekerabatan satu sama lainnya. Hal tersebut dikarenakan mereka berasal dari kampung yang sama yaitu Tiganderket. Ikatan yang terjalin di daerah Kampung Susuk sangat erat, layaknya seperti keluarga. Karena banyaknya berbagai suku bangsa di daerah Kampung Susuk, maka tidak heran adanya perkawinan campuran antara suku bangsa Karo dengan Nias, suku bangsa Nias dengan Toba, suku bangsa Karo dengan Toba dan lain sebagainya. Dengan adanya perkawinan campuran yang ada di daerah Kampung Susuk membuat ikatan kekerabatan semakin dekat dan membentuk sebuah keluarga. Suku bangsa Nias dalam hal ini tinggal secara berkoloni membentuk suatu komunitasnya sendiri-sendiri, ada juga yang membaur, namun jumlahnya sedikit saja. Perkawinan campuran yang dilakukan suku bangsa Nias merupakan salah satu bentuk adaptasi yang mereka lakukan di perantauan khususnya di daerah Kampung Susuk. Selain itu juga suku bangsa Nias di daerah Kampung Susuk termasuk ke dalam keluarga luas. Universitas Sumatera Utara Keluarga luas adalah kelompok kekerabatan yang merupakan satu kesatuan sosial yang sangat erat dan selaku terdiri dari lebih dari satu keluarga inti. Di lihat dari komposisinya, ada 3 tiga macam keluarga luas yang semua didasarkan pada suatu adat menetap sesudah nikah. Apabila adat itu berubah, maka keluarga luas dalam masyarakat tersebut pun akan retak dan akhirnya hilang. Ketiga macam keluarga luas itu antara lain : 1. Keluarga luas utrolokal berdasarkan adat utrolokal yang terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga inti anak-anaknya, baik yang pria maupun yang wanita; 2. Keluarga luas virilokal yang berdasarkan adat virilokal dan terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga inti dari anak-anak laki-lakinya; 3. Keluarga luas uxorilokal berdasarkan adat uxorilokal, yang terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga inti anak-anak wanita. Dalam berbagai masyarakat di dunia, ikatan keluarga luas sedemikian eratnya, sehingga mereka tidak hanya tinggal bersama dalam satu rumah besar, tetapi juga merupakan satu rumah tangga dan berbuat seakan-akan mereka merupakan satu keluarga inti yang besar. Suku bangsa Nias mengikuti keturunan patrilineal, yaitu hubungan kekerabatan melalui laki-laki. Apabila anak laki-laki kawin, biasanya tinggal di rumah orang sendiri, mereka tinggal bersama dengan orang tua selamanya. Orang yang bersasal dari satu garis keturunan disebut sisambua mado satu mado. Mereka diikat oleh hubungan darah yang dihitung melalui pihak laki-laki. Universitas Sumatera Utara Adanya perkawinan dalam masyarakat suku bangsa Nias terbentuk kelompok kekerabatan yang disebut ngambato ini terjadi satu kelompok kekerabatan yang terkecil yang biasa disebut keluarga batih. Dengan terbentuknya ngambato ini, keluarga dari pihak suami dan isteri menjadi berfungsi terutama dalam upacara adat dalam lingkungan hidup mereka. Dalam adat kekerabatan sopan santun suku bangsa Nias, semua anggota keluarga dan kerabat boleh saling menyapa. Dalam acara menyapa, dibedakan antara yang lebih muda dengan yang lebih tua. Kepada yang lebih tua harus lebih menghormati daripada yang lebih muda umurnya. Antara mertua dan menantu terjalin hubungan antara anak dengan orang tuanya sendiri. Dengan demikian hubungan antara menantu tidak ada kesungkanan. Pergaulan antara isteri dan anak-anaknya lebih banyak di sekitar kerabat suami, sehingga pergaulan di sekitar kerabat sendiri hanya sekali-kali. Akibatnya lama kelamaan kerabat dari pihak isteri kurang dikenal, apalagi kalau sudah beberapa generasi. Adat virilokal adalah suatu adat menetap kawin yang umum. Tetapi juga ada kekecualiannya yaitu apabila isteri tidak mempunyai saudara laki- laki, maka suami mengikuti isteri dan tinggal di tempat orang tua isterinya. Dengan demikian, berlaku adat uxorilokal atau matrilokal. Kadang-kadang adat uxorilokal bisa juga terjadi apabila pihak-pihak laki-laki tidak sanggup membayar jujuran. Jadi sebagai imbalannya dia harus tinggal di rumah orang tua isteri mengerjakan pekerjaan orang tua Telambanua, 2008. Perkawinan menyebabkan bertambahnya kewajiban kedua individu yang telah bersatu. Di dalam rumah tangga suami berperan sebagai pemimpin, pencari Universitas Sumatera Utara nafkah dan isteri bertugas mencari nafkah dan isteri bertugas mengurus keluarga. Mereka mempunyai kewajiban terhadap hasil perkawinan mereka, terhadap orang tua serta terhadap anggota keluarga kedua belah-pihak, juga mempunyai hak dan kewajiban suami-isteri dalam keluarga dan masyarakat adalah sebagi berikut: Hak Suami Isteri dalam Keluarga: a. Sudah boleh diikutsertakan dalam musyawarah keluarga b. Berhak memberikan pendapat dalam musyawarah keluarga c. Mempunyai hak untuk memperoleh bagian dari mas kawin dalam perkawinan saudara perempuannya atau keponakan perempuannya. Kewajiban Suami Isteri dalam Keluarga: a. Mengurus dan mendidik anak-anaknya sampai dengan mengawinkannya b. Mengurus orang tua sampai mereka meninggal dan menguburkannya c. Memberikan bantuan menurut adat apabila saudara laki-laki isterinya menikah d. Memberikan bantuan menurut ketentuan adat apabila mertuanya mendirikan rumah dan juga memberikan biaya penguburannya jika meninggal e. Wajib memberikan bantuan dalam perkawinan saudara-saudaranya yang laki-laki menurut kesanggupannya f. Memberi bantuan menurut ketentuan adat apabila saudara sepupu isterinya menikah. Hak Suami Isteri Sebagai Anggota Masyarakat: a. Berhak melaksanakan upacara-upacara untuk meningkatkan status sosialnya Universitas Sumatera Utara b. Berhak dipilih sebagai pembantu salawa pemimpin desa c. Berhak mendirikan kampung. Kewajiban Suami Isteri Sebagai Anggota Masyarakat: a. Membayar utang adat kepada sesama anggota masyarakat dengan ketentuan adat yang berlaku, apabila : 1. Anaknya lahir 2. Anaknya yang laki-laki disunat laboto atau la ’ efasi ba wa’aila 3. Mengawinkan anaknya 4. Mendirikan rumah 5. Mengadakan pesta kematian b. Bertanggung jawab atas keamanan kampung Perkawinan di Nias adalah monogami. Anggota inti rumah tangga adalah suami, isteri dan anak-anak mereka seperti ini disebut sambua gagambato keluarga batih . Keluarga inti nuclear family di Nias adalah pokok dan dasar. Keluarga besar nuclear joint families adalah bentuk tingkat kedua di samping keluarga nuclear. Rumah tangga selalu ditentukan oleh bawoa go periuk masak, Bila dikatakan ekonomis keluarga batih itu telah bebas dan merdeka dari orang lain. Kadang-kadang ada 2 dua atau 3 tiga keluarga dalam satu rumah tetapi tidak berarti bahwa mereka serumah tangga melainkan setiap keluarga, makan dan mengurus soal ekonomi dan budgetnya masing-masing. Dalam pembagian kerja juga suku bangsa Nias beranggapan bahwa laki- laki adalah tenaga kerja yang kuat, kasar dan berani sedangkan perempuan adalah makhluk yang lemah, lembut, penyayang dan pemalu. Secara teori, laki-laki Universitas Sumatera Utara menanggung segala kerja berat dan membela anggota keluarga dari mara-bahaya, sedangkan perempuan terikat pada kerja yang ringan dan mengasuh anak- anaknya. Tetapi dalam kenyataan, jikalau didaftarkan seluruh jenis kerja dalam keluarga, perempuan akhirnya yang lebih banyak menangani jenis-jenis kerja dari laki-laki. Si ayah masih menikmati tidur di tempat tidur, sedangkan isteri sedang menyiapkan sarapan pagi, dan suami sudah lama mendengkur dalam kelelapan tidur sementara isteri masih membersihkan piring-piring di pada malam harinya, teristimewa kalau mereka belum mempunyai anak gadis besar. Dalam keluarga saudara yang masih muda harus patuh dan mengikuti bimbingan saudara yang lebih tua dan seharusnya yang muda harus menghormati yang lebih tua. Oleh sebab itu, yang tua harus juga menunjukan contoh-contoh yang baik kepada saudara-saudaranya yang masih muda. Mereka memberi contoh bagaimana sebaiknya memahami serta mematuhi instruksi orang tua. Itulah sebabnya maka saudara tertua sering dianggap sebagai orang tua yang kedua. Bila terjadi pertengkaran dikalangan anak-anak, orang tua biasannya menyesali dan menyalahkan saudara yang lebih tua walaupun secara nyata saudara yang lebih tua harus banyak mengalah kepada saudaranya yang masih muda. Mengalah dalam pertengkaran bukan berarti dikalahkan melainkan itu tandanya bahwa yang lebih tua lebih bijaksana dan lebih tahu berbuat yang baik. Tetapi bila pertengkaran terjadi di luar keluarga rumah antara salah satu anak dengan anak orang dari keluarga yang lain maka anak yang bertengkar ini tidak akan di tinggal sendirian. Seluruh saudaranya bahkan saudara sepupunya akan ikut melibatkan diri dalam perkelahian itu juga. Universitas Sumatera Utara Anak yang tertua akan ditugaskan untuk menjaga adik-adiknya setelah orang tua yakin bahwa si anak yang tertua ini telah tahu arti tanggung jawab. Biasanya anak yang tertua dibebani tanggung jawab, dan pekerjaannya melebihi anak-anak yang masih muda. Mungkin inilah alasan sehingga anak yang tertua memperoleh harta warisan dari orang tuanya lebih dari anak-anak yang lain. Orang Nias mengatakan : • “sochi wa ono sia’a : berarti lebih beruntung menjadi anak sulung • Oi onia mbalo za’a : berarti akan memperoleh bahagian yang besar • Ahilu wa ono siarchi : berarti kasian anak bungsu • Oi onia rowi rowi” : berarti sisa itulah yang menjadi bahagiaannya

2.5. Organisasi Kemasyarakatan

Penduduk daerah Kampung Susuk umumnya dikategorikan dengan suku bangsa Batak dengan sub-etnik yang beragam, antara lain : Karo, Toba, Tapanuli Selatan, Simalungun, Aceh, Minangkabau, dan Jawa. Sistem kekerabatan penduduk daerah Kampung Susuk mengikuti garis keturunan laki-laki atau patrilineal. Dalam berkomunikasi, biasanya masyarakat daerah Kampung Susuk memakai bahasa Karo. Hal ini dikarenakan penduduk daerah Kampung Susuk mayoritas berasal dari suku bangsa Karo. Dalam meningkatkan komunikasi atau silaturahmi, warga desa Kampung Susuk maka mereka membentuk atau mengikuti suatu organisasi. Dalam Undang- undang yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan adalah suatu organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Universitas Sumatera Utara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI yang berdasarkan Pancasila www.theceli.comdokumenproduk19858-1985.htm. Terdapat dua jenis organisasi sosial yang berada di daerah Kampung Susuk, yaitu lembaga agama dan lembaga umum. Pertama, lembaga agama terdiri dari Islam dan Kristen terbagi lagi dalam beberapa aliran dan khatolik. Masing-masing agama tersebut memiliki struktur dan lembaga, serta organisasi pemuda. Adapun rumah ibadah di daerah Kampung Susuk terdapat 1 satu buah gereja dan 1 satu buah masjid. Organisasi keagamaan di gereja terdiri dari Mamre kumpulan jemaat bapak – bapak di dalam gereja, Moria kumpulan jemaat ibu-ibu di dalam gereja, Permata Kumpulan muda-mudi di dalam gereja, KAKR Kumpulan anakremaja di dalam gereja, PJJ Pulung Jabu-Jabu = Kebaktian dalam rumah tangga dalam jemaat gereja. Sedangkan bagi yang beragama Islam seperti adanya pangajian ibu-ibu, pengajian bapak-bapak dan wirit. Organisasi kedua adalah lembaga umum. Lembaga umum yang dimaksud adalah sebuah wadah atau perkumpulan yang mengurusi kepentingan umum, seperti STM Serikat Tolong Menolong, Kelompok Tani dan perangkat desa lainnya. Lembaga umum pertama yaitu STM sedikit berbeda dengan perbedaan satu sama lain, misalnya STM yang bergama Islam berbeda dengan STM Yang beragama Kristen Protestan dan Khatolik. Lembaga umum di atas memiliki struktur dan kelembagaan yang diakui oleh masyarakat daerah Kampung Universitas Sumatera Utara Susuk. Walaupun dalam hal ini organisasi kemasyarakatan dibedakan berdasarkan dari agama, namun organisasi ini tetap terus berjalan di wilayah Kampung Susuk dan sama-sama saling mendukung agar semua dapat aktif digunakan sebagai salah satu wadah untuk mengekspresikan diri. Organisasi kemasyarakatan di daerah Kampung Susuk pada saat ini masih terus berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing dan saling menunjang sesama masyarakat didalamnya.

2.6. Sarana dan Prasarana TABEL. 6

Sarana dan Prasarana Menurut Tempat Peribadatan No Jenis Sarana Ibadah Jumlah Kondisi RusakBaik 1. Masjid 5 Baik 2. Langgarsuraumushola 2 Baik 3. Gereja Kristen Protestan 4 Baik 4. Gereja Khatolik 1 Baik 5. Vihara - - 6. Pura - - Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang I Tahun 2007. Berdasarkan tabel. 6 enam di atas terlihat jumlah tempat peribadatan di Kelurahan P.B. Selayang 1 cukup sedikit untuk sebuah satu kelurahan. Di daerah Kampung Susuk sendiri terdapat 1 satu buah gereja dan 1 satu buah masjid yang masih dalam tahap pembuatan dan renovasi baru. Gereja yang ada di daerah Kampung Susuk adalah Gereja Batak Karo Protestan GBKP dimana gereja tersebut adalah sebuah gereja suku Karo yang beraliran Kristen Protestan. Keberadaan gereja tersebut dikarenakan penduduk masyarakat di Kampung Susuk lebih bayak suku bangsa Karo. Setiap hari minggu pagi di dalam gereja berbahasa Universitas Sumatera Utara Indonesia, biasanya dipakai oleh mahasisiwa dari berbagai suku bangsa, sedangkan jam siangnya berbahasa Karo untuk kalangan para orang tua. TABEL. 7 Sarana dan Prasarana Pendidikan No Jenis Prasarana Keterangan Jumlah Kondisi 1. Perguruan Tinggi - - 2. SLTASEDERAJAT 2 buah baik 3. SLTPSEDERAT 2 buah baik 4. SDSEDERAJAT 3 buah baik 5. TK 2 buah baik 6. TPASEDERAJAT 2 buah baik Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang 1 Tahun 2007. Berdasarkan tabel. 7 tujuh di atas sarana pendidikan di Kelurahan P.B. Selayang 1 sudah dikatakan lengkap, hanya saja tidak terdapat perguruan tinggi, namun khusus di daerah Kampung Susuk sendiri sarana pendidikan belum tersedia atau tidak ada sama sekali. Kampung Susuk sendiri merupakan lingkungan IX sembilan di Kelurahan P.B. Selayang 1 yang wilayahnya hanya sekitar 45 hektar. Dengan lebar wilayah tersebut kurang cocok bila di bangun sarana pendidikan di wilayah tersebut. TABEL. 8 Sarana dan Prasarana Menurut Perhubungan Darat No Jenis Prasarana Keterangan AdaTidak Kondisi 1. Terminal Tidak - 2. Jalan Aspal Ada Sedang 3. Jalan Bebatuan Ada Sedang 4. Jalan Tanah Ada Sedang 5. Jembatan Ada Baik 6 Stasiun Kereta Api Tidak - Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang 1 Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan tabel di atas saranaprasarana dalam perhubungan darat di Kelurahan P.B. Selayang 1 cukup dikatakan baik. Sedangkan di lingkungan IX sembilan di Kampung Susuk sendiri cukup dikatakan sedang, karena di sepanjang jalan daerah Kampung Susuk masih banyak lagi dijumpai sampah- sampah berserakan di areal pinggir jalan yang merusak pemandangan mata bila memasuki daerah tersebut. Dari kualitas jalan yang digunakan cukup bagus bila dipakai untuk pengendara roda dua, empat dan para pejalan kaki karena jalan yang digunakan sudah beraspal. TABEL. 9 Sarana Dan Prasarana Menurut Transportasi Darat No Uraian AdaTidak Jumlah bh 1. Kendaraaan Umum Roda Empat Ada - 2. Kendaraan Umum Roda Tiga Ada - 3. Kendaraan Bermotor Roda Dua Ada - 4. Kendaraan Tidak Bermotor Roda dua Ada - 5. Kereta Api Tidak - 6. Alat Transportasi Tradisional a. Becak Ada - b. Lain-lain - - Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang I Tahun 2007. Berdasarkan tabel di atas saranaprasarana menurut transportasi darat yang digunakan di Kelurahan P.B. Selayang 1 sudah banyak dan bervariasi, namun di daerah Kampung Susuk sendiri transportasi darat yang biasa digunakan hanya becak mesin saja yang digunakan sebagai alat taransportasi yang bergerak dalam bidang alat transportasi darat. Angkutan umum belum tersedia di daerah Kampung Susuk, karena areal Kampung Susuk belum tersedia jalan khusus untuk masuknya angkutan umum ke dalam wilayah Kampung Susuk. Jika ingin mencari angkutan umum ketika ingin berpergian keluar maka seseorang haruslah keluar Universitas Sumatera Utara dari wilayah Kampung Susuk menuju ke arah jalan Pembangunan ataupun melewati kampus USU. Kedua daerah tersebutlah baru bisa dijumpai berbagai jenis angkutan umum. TABEL. 10 Sarana Dan Prasarana Menurut TeleponKomunikasi No Sarana AdaTidak 1. Telepon Pribadi Ada 2. Telepon Umum Tidak 3. Wartel Ada 4. Kios Telekomunikasi Ada 5. Warnet Ada Sumber : Data Kelurahan P.B. Selayang I Tahun 2007. Menurut tabel. 10 sepuluh di atas sarana dan prasarana telepon dan komunikasi sudah dapat dikatakan baik. Dari segi komunikasi juga sudah dapat dikatakan baik karena di daerah Kampung Susuk sendiri sudah cukup lengkap fasilitasnya seperti adanya wartel, warnet, kios telekomunikasi sebagai media untuk berkomunikasi. Hal tersebut banyak dijumpai di wilayah ini karena banyaknya mahasiswa USU yang tinggal sementara atau kos, sehingga memunculkan sektor informal untuk berjualan serta membuka usaha-usaha seperti salah satunya warnet warung internet yang sangat dibutuhkan para mahasiswa untuk mencari data, ataupun kios-kios penjualan pulsa sebagai salah satu bentuk usaha telekomunikasi yang sangat menguntungkan. Universitas Sumatera Utara

BAB III SUKU BANGSA NIAS DI KAMPUNG SUSUK