5. Penerapan Prinsip Self Determination Terhadap Perbuatan Melawan
Hukum
Jika perbuatan melawan hukum dilakukan oleh Negara, masalahnya adalah sampai dimana Negara pengganti menerima tanggung jawab yang ditimbulkan
oleh perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Negara yang digantikan. Persoalan ini timbul sebagai akibat adanya tuntutan dari pihak-pihak yang
dirugikan terhadap Negara yang melakukan delik tersebut yang belum sempat diselesaikan pada saat terjadinya suksesi Negara yang bersangkutan.
Dalam hal ini pada umumnya dianggap bahwa Negara pengganti tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab akibat dari delik yang dilakukan
oleh Negara yang digantikan. Suatu keputusan Badan Tribunal Inggris-Amerika Serikat dalam kasus Robert E. Brown Claims tahun 1923 menegaskan bahwa :
suatu Negara yang memperoleh wilayah dengan cara penaklukan tidak sekali- sekali wajib mengambil tindakan-tindakan tegas untuk memperbaiki kesalahan
yang mungkin telah dilakukan oleh Negara yang digantikan. Dapat disimpulkan bahwa menurut hukum internasional, Negara pengganti
tidak berkewajiban untuk menerima tanggung jawab yang ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Negara yang
digantikan. Jadi, akibat dari perwujudan hak menentukan nasib sendiri yang berujung
pada praktek secession menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap Indonesia, tidak hanya berdampak ke dalam negeri tetapi juga keluar negeri.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
6. Penerapan Self Determination
Terhadap Perjanjian-Perjanjian Internasional
Mengenai hal ini, penulis-penulis hukum internasional mempunyai pendapat-pendapat yang berbeda satu dengan yang lain, terutama mengenai terikat
tidaknya Negara pengganti atau Negara baru tersebut terhadap perjanjian internasional yang telahh dibuat oleh Negara asal.
Ada yang beranggapan bahwa, dengan musnahnya suatu Negara, hilang pula hak dan kewajiban dari perjanjian dari Negara yang musnah tersebut. Tidak
beralihnya semua hak dan kewajiban perjanjian itu kepada pihak ketiga sesuai dengan asas pacta tertiis nec nocent nec prosunt, artinya bahwa perjanjian berlaku
dan mengikat para pihak yang membuat perjanjian tersebut
91
Sebagai pengecualian dari ketentuan di atas, yaitu beberapa jenis perjanjian tertentu tetap berlaku terhadap Negara pengganti, sebagai contoh
seperti yang dikemukakan oleh J. G. Starke, yaitu perjanjian-perjanjian mengenai servitut, konvensi-konvensi multilateral mengenaii obat-obatan, kesehatan,
eprjanjian perbatasan; tetap dilaksanakan sekalipun wilayah itu berpindah kekuasaan
.
92
7. Penerapan Prinsip Self Determination Terhadap Hutang-Hutang Negara