wilayah mereka, karena tidak adanya suatu ketentuan yang mendasar dari hukum internasional tentang hal tersebut. Namun hal tersebut dewasa ini telah dibatasi
oleh apa yang disebut sebagai Jus Cogens dan telah mengganti posisi aturan yang lama, sebagai kaidah hukum internasional universal yang mengatur hubungan
masyarakat internasional, mengikat dan harus ditaati secara keseluruhan.
D. Self Determination Sebagai Implementasi Jus Cogens
Pada penjelasan-penjelasan sebelumnya telah dipaparkan mengenai jus cogens dan pendapat para ahli mengenai norma dasar hukum internasional
tersebut. Bahwa hal yang sangat mendasar adalah bahwa norma tersebut harus diterima oleh masyarakat internasional secara keseluruhan. Kemudian telah
diuraikan pula pendapat ahli hukum internasional mengenai aturan-aturan yang bertentangan dengan jus cogens dan contoh-contoh jus cogens.
Dalam pembahasan ini akan diuraikan mengenai self determination sebagai implementasi dari jus cogens. Bahwa hak untuk menentukan nasib sendiri
telah diterima secara keseluruhan oleh masyarakat internasional dan telah dituangkan dalam beberapa instrument internasional.
Hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat dan kesatuan-kesatuan yang belum merdeka diakui secara tegas oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa dalam resolusi tentang Penentuan Nasib Sendiri Resolution on Self- Determination tanggal 12 Desember 1958, dan dalam Deklarasi tentang
Pemberian Kemerdekaan kepada negeri-negeri dan rakyat-rakyat jajahan Declaration on The Granting of Independence to Colonial Countries and
Peoples pada tanggal 14 Desember 1960. Hak tersebut telah diuraikan secara
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
rinci di bawah judul “Prinsip Persamaan Hak dan Penentuan Nasib Sendiri Rakyat”, dalam Deklarasi tentang Prinsip-prinsip Hukum Internasional mengenai
Hubungan-Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara-negara Sesuai dengan Charter PBB Declaration on Principles of International Law Concerning
Friendly Relation and Co-operation Among States In Accordance With the United Nation Charter, yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1970. Pada
taggal 10 November 1975, Majelis Umum Mengeluarkan sebuah resolusi yang menegaskan kembali “pentingnya realisasi universal atas hak rakyat untuk
menentukan nasib sendiri, terhadap kedaulatan nasional dan integritas wilayah, dan mempercepat pemberian kemerdekaan kepada nengeri-negeri dan rakyat-
rakyat terjajah sebagai kewajiban untuk dinikmatinya hak-hak manusia. Pada tanggal 16 Desember 1966 secara bulat disetujui Covenant on Economic, Social
and Cultural Rights dan Covenant on Civil and Political Rights, keduanya terbuka untuk ditanda tangani tanggal 15 Desember 1967, dalam kedua konvensi itu
diakui hak-hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri. Jus cogens termanifestasi dalam hukum kebiasaan internasional juga
melalui konsensus secara global, dalam arti near universal, yang menghasilkan hukum kebiasaan internasional umum. Dalam pembentukan hukum kebiasaan
intetrnasional sebagai jus cogens, opinio juris yang terbentuk disebut opinio juris cogentis, yang berarti keyakinan yang dirasakan Negara-negara bahwa bentuk
tingkah laku tertentu wajib dilakukan atau dilarang dilakukan terhadap setiap subjek hukum.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Proses pembentukan hukum kebiasaan internasional sebagai jus cogens mencakup dua unsur yang harus terpenuhi, yaitu unsur material kebiasaan dan
unsure psikologis opinio juris sebagai unsur konsensual
41
41
Whisnu Suteni. Op. cit. hal. 111.
. Dalam pembentukan hukum kebiasaan internasional sebagai jus cogens dimungkinkan hanya terdapat
satu unsur yang terpenuhi, yaitu opinion juris cogentis. Artinya, apabila nengara- negara secara universal mempunyai opinio juris cogentis maka otomatis tlah
terbentuk hukum kebiasaan internasional. Hal ini dimungkinkan Karena Negara- negara menyetujui bahwa bentuk tingkah laku tertentu dilarang atau diwajibkan
dilakukan terhadap setiap subjek hukum, sehingga apa yang disetujui tersebut berlaku memaksa. Jadi walaupun belum ada praktek, diantara Negara-negara
dapat tercipta hukum kebiasaan internasional; sedangkan praktek atau kebiasaan internasional itu diandaikan atau dianggap ada karena sudah dapat dipastikan
Negara-negara harus bertindak berdasarkan opinio juris cogentisnya terhadap subjek hukum.
Munculnya opinion juris cogentis, sebagai contoh dapat dibuktikan melalui diterimanya yurisdiksi universal oleh Negara-negara. Yurisdiksi universal
adalah kekuasaan yang diberikan kepada setiap Negara, dalam batas prinsip nebis in idem, untuk mengadili dan menghukum pelaku kejahatan yang digolongkan
sebagai hostis humani generic musuh umat manusia atau disebut juga crime contra humanum genus, tanpa memperhatikan kewarganegaraan pelaku dan
tempat kejahatan dilakukan.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Karena opinion juris cogentis dimiliki oleh Negara-negara secara near universal, maka larangan melakukan crime contra humanum genus juga
merupakan kaidah hukum internasional umum, dan sekaligus memenuhi syarat universalitas, sehingga larangan tersebut merupakan jus cogens. Contoh lain
mengenai larangan perdagangan budak dan piracy, dan tidak ketinggalan juga mengenai hak untuk menentukan nasib sendiri.
Hak untuk menentukan nasib sendiri dianggap perlu mencakup sejumlah kewajiban yang mengikat Negara-negara, termasuk kewajiban untuk mendorong
dilakukannya tiindakan merealisasikan hak menentukan nasib sendiri baik melalui kerjasama maupun tersendiri, dan menyerahkan kekuasaan berdaulat kepada
rakyat yang berhak atas hak ini dan kewajiban untuk menghindari tindakan pemaksaan yang dinilai merintangi rakyat menikmati hak ini. Kewajiban-
kewajiban ini telah ditegaskan atau tersirat dalam Deklarasi-deklarasi tersebut di atas yang disahkan oleh Majelis Umum, dan memperoleh dukungan dalam
praktek pada decade terakhir ini. Pertama, telah terjadi emansipasi beberapa wilayah koloni atau wilayah-wilayah yang belum berpemerintahan sendiri. Yang
kedua, telah terasa pengaruh Deklarasi tentang Pemberian Kemerdekaan kepada Negeri-negeri dan Rakyat-rakyat terjajah yang telah disebut di atas. Dalam
Deklarasi ini Majelis Umum menyatakan perlunya mempercepat dan mengakhiri dengan cepat tanpa syarat bentuk kolonialisme dan menifestasinya dan
menyerukan pengambilan langkah-langkah segera guna menyerahkan semua kekuasaan kepada rakyat di wilayah-wilayah yang belum merdeka
42
42
J.G. Starke. Op. cit. Hal. 158.
.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Kewajiban-kewajiban yang dianggap memaksa dalam Piagam PBB terutama diatur dalam pasal 2 Piagam, yang mengatur mengenai prinsip-prinsip
organisasi. Prinsip-prinsip dalam pasal 2 juga merupakan kaidah hukum internasional umum, karena telah diakui secara near universal, sehingga prinsip-
prinsip ini adalah jus cogens, yang antara lain sebagai berikut: 1.
Prinsip persamaan kedaulatan ayat 1; 2.
Prinsip itikad baik ayat 2; 3.
Prinsip penyelesaian perselisihan dengan cara damai ayat 3; 4.
Prinsip tidak mengancam dengan atau menggunakan kekerasan ayat 4; 5.
Prinsip non-intervensi urusan domestik Negara lain ayat 7. Selain itu ketentuan lain dalam Piagam yang juga merupakan jus cogens
adalah pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri pembukaan, pasal 1, 55, 56, 62, 68 dan 76.
Masih ada beberapa kesulitan mengenai apa yang dinyatakan sebagai “penentuan nasib sendiri” self- determination baik dalam hal artinya maupun
yang tercakup dalam istilah tersebut. Beberapa penulis menolak untuk menganggap hak ini sebagai suatu hak yang sifatnya mutlak, mereka menekankan
bahwa hak ini harus dianggap ada dalam konteks rakyat atau kelompok yang menuntut pelaksanaan hak tersebut. Tampaknya hak untuk menentukan nasib
sendiri berkonotasi kepada kebebasan untuk memilih dari rakyat yang belum merdeka melalui plebisit plebiscite atau metode-metode lainnya untuk
memastikan kehendak rakyat. Persoalan lain yang cukup rumit adalah untuk menentukan masyarakat manusia mana yang merupakan “rakyat” yaitu mereka
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
yang memiliki hak menentukan nasib sendiri. Aspek-aspek seperti kesamaan wilayah, kesamaan bahasa dan kesamaan tujuan politik mungkin harus
dipertimbangkan. Singkatnya, secara wajar haruslah ada suatu unit wilayah yang sama bagi rakyat pada siapa hak tersebut dianggap dapat diberikan. Di luar hal ini,
ada persoalan mengenai sejauh manakah hak menentukan naasib sendiri tersebut akan memperbolehkan pemisahan bagian wilayah dari suatu wilayah. Suatu hak
pemisahan diri yang tidak memenuhi syarat, yang timbul dari hak menentukan nasib sendiri, dapat menimbulkan kekacauan terhadap sistem-sistem
kenegaraan
43
E. Kedudukan Jus Cogens Sebagai Sumber Hukum Internasional