G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab yang disusun secara sistematis dalam suatu sistematika penulisan sebagai berikut:
1. Bab I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang gambaran dari seluruh isi skripsi, yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II PENGATURAN NORMA DASAR HUKUM INTERNASIONAL
UMUM JUS COGENS DALAM HUKUM INTERNASIONAL
Pembahasan dalam bab ini terdiri dari pengertian dan batasan pengertian jus cogens, fungsi jus cogens, syarat-syarat pemanifestasian jus cogens, self
determination sebagai implementasi dari jus cogens serta diakhiri dengan kedudukan jus cogens sebagai sumber hukum internasional.
3. BAB III PENERAPAN NORMA DASAR HUKUM INTERNASIONAL
UMUM JUS COGENS DALAM PENYELESAIAN GERAKAN
SEPARATIS DI INDONESIA
Bab ini membahas mengenai pengertian gerakan separatis, motivasi- motivasi gerakan separatis, sejarah gerakan separatis di Indondonesia, serta
penerapan norma dasar hukum internasional umum jus cogens dalam penyelesaian gerakan separatis di Indonesia.
4. BAB IV PENGARUH PENERAPAN NORMA DASAR HUKUM INTERNASIONAL UMUM JUS COGENS DALAM PENYELESAIAN
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
GERAKAN SEPARATIS TERHADAP INTEGRITAS TERITORIAL DAN KEDAULATAN INDONESIA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaruh penerapan norma dasar hukum internaisional umum jus cogens terhadap integritas teritorial dan
kedaulatan Indonesia yang akan dibagi menjadi dua, yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
5. PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN NORMA DASAR HUKUM INTERNASIONAL UMUM
JUS COGENS DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Batasan Pengertian Norma Dasar Hukum Internasional Umum
Jus Cogens
Dalam konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian, pengertian jus cogens terdapat dalam Bagian V yang mengatur perihal pembatalan, berhenti
berlaku dan penundaan berlakunya perjanjian. Pada rumusan Pasal 53 dinyatakan sebagai berikut:
“……..a premptory norm of general international law is a norm accepted and recognized by the international community of states as a whole as
norm from modified only by a subsequent norm of general international law having the same character”.
Maksudnya adalah sebagai suatu norma yang diterima dan diakui oleh masyarakat internasional secara keseluruhan, sebagai norma yang tidak dapat
dilanggar dan hanya dapat diubah oleh suatu norma dasar hukum internasional umum yang baru yang mempunyai sifat yang sama.
Sebagaimana kita ketahui bahwa rumusan naskah Konvensi Wina 1969 ini merupakan produk hasil kerja selama dua puluh tahun Panitia Hukum
Internasional, yang dibentuk berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No. 174II1947 yang beranggotakan para ahli hukum terkemuka dari berbagai bangsa
dan berbagai sistem hukum. Berkenaan dengan jus cogens, Panitia Hukum Internasional
21
21
Syahmin A.K. SH, 1985, Hukum Perjanjian Internasional Menurut Konvensi wina 1969. Bandung: Armico, hal. 177.
menyatakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
“The emergence of rules having to character of jus cogens is comparativelu recent, while international law is in process of rapid
development….the right course to provide in general terms that treaty is void if it conflict with a rule of jus cogens and to leave the full content of
this rule to be worked out in state practice and the yurisprudence of international tribunal……”.
Dari pandangan Panitia Hukum Internasional tersebut dapat ditarik beberapa hal yang menyangkut jus cogens ini, yakni jus cogens merupakan
aturan-aturan dasar hukum internasional umum yang dapat ditafsirkan sebagai public policy dalam pengertian hukum nasional.
Sudargo Gautama
22
1. Suy
menjelaskan tentang public policy ini sebagai “rem darurat” yang dapat dipakai terhadap suatu ketentuan hukum asing yang
sebenarnya tidak bertentangan dengan hukum positif suatu Negara yang dapat dikategorikan merupakan suatu pelanggaran yang sangat berat terhadap sendi-
sendi suatu hukum nasional. Sendi-sendi asasi ini dapat dianalogikan sebagai norma-norma dasar dari
jus cogens. Mengenai apa yang merupakan “ketertiban umum” sangat sukar dikemukakan suatu perumusan.
Selanjutnya untuk dapat memberikan gambaran dan perbandingan pendapat di atas, maka akan dikutip beberapa pendapat para ahli tentang jus
cogens sebagai berikut:
23
“……the body of those general rules of law whose non observance may effect the very essence of the legal system to which they belong to such an
extent that the subject of law may not, under paid of absolute nullity defart from them in virtue of particular agreements……”
, memberikan batasan terhadap jus cogens sebagai berikut:
22
Yudha Bhakti Ardhiwisastra,. 2003. Hukum Internasional Bunga Rampai. Bandung: PT. Alumni. Hal. 168.
23
Ibid, hal 53.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Dari defenisi Suy ini dapat dilihat bahwa konsep jus cogens sangat umum dikenal bukan hanya dalam sistem hukum perdata, tetapi juga dalam sistem
hukum internasional publik. 2.
Lord Mc Nair
24
3. Christos L. Rozakis
dalam hal ini memberikan komentarnya walaupun tidak menggunakan istilah jus cogens, ia menegaskan adanya ketentuan-ketentuan
hukum kebiasaan internasional yang berada dalam suatu kategori hukum yang “lebih tinggi” dan ketentuan-ketentuan mana tidak dapat dikesampingkan atau
diubah oleh Negara-negara yang membuat suatu perjanjian. Ia pun menegaskan bahwa adalah lebih baik memberikan contoh-contoh illustration
dari ketentuan jus cogens itu daripada memberikan batasan mengenai apa yang dimaksud dengan jus cogens. Lord Mc Nair memberi contoh ketentuan-
ketentuan yang telah diterima baik secara tegas maupun secara diam-diam dalam hukum kebiasaan internasional dan aturan mana yang lebih penting
untuk melindungi kepentingan umum masyarakat internasional. Misalnya ketentuan-ketentuan yang melarang digunakannya perang agresi, hukum
mengenai genocide larangan untuk membunuh massal, ketentuan-ketentuan mengenai perbudakan, pembajakan dan lain-lain tindakan kriminal terhadap
kemanusiaan, juga ketentuan mengenai prinsip menentukan nasib sendiri
juga hak-hak asasi manusia.
25
“in all major systems subject are free, it is true, to contract out of rules of law in their interse relations, that freedom, however, is conditional. There
memberikan penegrtian jus cogens sebagai berikut:
24
Syahmin A. K. Op.Cit. hal. 53
25
F. A. Whisnu Suteni., 1989. Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional. Bandung: Cv. Mandar Maju. Hal. 100.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
are general rules of law which exclude the conclusion of particular contractual arrengenents conflicting with them by actually prohibiting
derogating from their content and by threatening with invalidity any attempt of violation of that prohibition. These rules are usually called jus
cogens”.
Dari pengertian ini ditegaskan bahwa meskipun Negara-negara memiliki kebebasan untuk membentuk hukum, bebas untuk mengatur tingkah laku mereka
sendiri, namun kebebasan itu ada batasnya. Terdapat kaidah hukum yang membatasi kehendak Negara. Kaidah hukum yang mengancam dengan invaliditas
setiap persetujuan-persetujuan yang dibuat oleh Negara-negara yang bertentangan dengannya. Kaidah hukum ini disebut jus cogens.
Masyarakat internasional membutuhkan suatu kaidah atau norma yang membatasi kehendak Negara, dan menurut Lord McNair’s kaidah tersebut ada
dalam masyarakat internasional, bahkan dalam setiap masyarakat yang beradab. Hal ini dikemukakannya sebagai berikut
26
Dalam pendapat Lord McNair’s di atas dikemukakan adanya imperative provision ketentuan memaksa; dalam latar internasional tentu saja yang
dimaksudkan oleh Lord McNair’s adalah jus cogens. Karena jus cogens adalah norma yang imperatif atau memaksa. Maksudnya jus cogens mengikat para
pembentuk hukum internasional dengan memaksakan normanya. Sifat jus cogens ini berbeda dengan norma yang disebut jus dispositivum, yang berarti mengatur,
: It is difficult to imagine any society, whether of individuals or of states,
whose law sets no limit whatever to freedom of contract. In every civilized community there are some rules of law ad some principles of morality
which individuals are not permitted by law to ignore or to modify by their agreements. The maxim modus et convention vincint legem does not apply
to imperative provisions of the law or of public policy.
26
Ibid., hal. 101.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
karena norma yang terakhir ini hanya bersifat mengatur, sehingga dapat disimpangi. Dalam tulisan T.O. Elias hal ini digambarkan sebagai berikut
27
Akhehurst :
Except where they apply, or any similar principle is applicable in other international organizations, the jus dispositivum consisting of the treaty
stipulation agreed between the parties thereto is not generally rregarded as being governed by eny jus cogens consisting of the principles of law or
policy which are binding on the negotiators of such treaties or can be ignore by them only at the risk of the invalidity of their agreement. There
have been isolated judicial dicta suggesting the existence of an international public order which the provisions of treaties must respect.
Pengertian jus cogens di atas menunjukkan karakteristik tertentu dari kaidah atau norma hukum, atau pada jenis kaidah hukum tertentu. Karena itu
dispositivum dapat disimpulkan adanya dua jenis kaidah hukum, yaitu jus cogens dan jus dispositivum. Jadi pengertian jus cogens tidak menunjuk pada bentuk
hukum. Sedangkan bentuk hukum dari jus cogens sendiri tergantung pada sumber-sumber hukum internasional formal dimana ia ditemukan. Dengan
perkataan lain jus cogens dapat merupakan kaidah perjanjian internasional, kaidah hukum kebiasaan internasional, atau bentuk-bentuk hukum international lainnya;
sehingga pembahasan jus cogens otomatis juga merupakan pembahasan mengenai perjanjian internasional dan hukum kebiasaan internasional.
28
27
Ibid., hal.101.
28
Yudha Bhakti Ardhiwisastra. Op. cit. hal. 170.
mengemukakan bahwa suatu aturan dalam hukum internasional tidak dapat menjadi jus cogens apabila tidak diakui dan diterima
oleh masyarakat internasional secara keseluruhan. Dengan demikian, praktek Negara-negara yang berdasarkan local custom, derajatnya dapat naik apabila
diterima oleh masyarakat internasional.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Jadi jus cogens yang dibahas dalam skripsi ini bukan jus cogens yang terdapat dalam hukum perjanjian, tetapi hukum kebiasaan yang sudah diterima
oleh masyarakat internasional secara keseluruhan serta sudah mulai diadopsi dalam instrumen-instrumen hukum internasional.
Schwarzenberger
29
B. Fungsi Jus Cogens