Jadi jus cogens yang dibahas dalam skripsi ini bukan jus cogens yang terdapat dalam hukum perjanjian, tetapi hukum kebiasaan yang sudah diterima
oleh masyarakat internasional secara keseluruhan serta sudah mulai diadopsi dalam instrumen-instrumen hukum internasional.
Schwarzenberger
29
B. Fungsi Jus Cogens
mengemukakan tiga sifat universal dan tujuh asas fundamental dalam tubuh hukum internasional sebagai unsur-unsur dari norma jus
cogens. Verdross mengemukakan tiga ciri aturan yang dapat menjadi jus cogens hukum internasional, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul karena adanya
kepentingan bersama dalam masyarakat internasional, timbul untuk tujuan-tujuan kemanusiaan dan harus sesuai atau selaras dengan Piagam PBB.
Secara konseptual, jus cogens memiliki tiga fungsi, yaitu
30
1. Sebagai pembatasan atas kehendak bebas Negara;
:
2. Sebagai pengakuan atas pranata ilegalitas obyektif;
3. Sebagai pembentuk sistem hukum internasional vertikal.
Fungsi pertama muncul berdasarkan pemikiran bahwa Negara-negara dalam hubungsn internasional selalu berpegangan pada ideologi dan kepentingan
nasional mereka yang berbeda satu dengan yang lain, sehingga dapat menimbulkan pertentangan yang menjurus pada pelanggaran hukum internasional.
Namun walaupun melakukan pelanggaran hukum, Negara dapat menjustifikasi tindakan mereka, yaitu dengan membentuk ketentuan hukum yang membenarkan
tindakan tersebut. Hal ini dapat terjadi karena Negara mempunyai kebebasan
29
Ibid., hal 176.
30
Whisnu Suteni,. Op. cit. hal. 102.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
untuk membentuk hukum. Disamping itu Negara juga mempunyai kebebasan untuk mengakui atau tidak mengakui suatu ketentuan hukum, sehingga
kewajiban-kewajiban atau larangan-larangan dalam hukum internasional boleh tidak ditaati oleh suatu Negara, apabila Negara tersebut memang tidak menyetujui
ketentuan yang dimaksud. Maka dalam masyarakat internasional dubutuhkan hukum yang membatasi
kehendak bebas Negara, agar Negara-negara tidak membentuk hukum yang bertentangan dengan keadilan dan ketertiban internasional, dan mengharuskan
mentaati hukum tersebut. Hukum itu bersifat memaksa, yang walaupun pada awalnya dibentuk oleh Negara-negara, tetapi kemudian hukum itu membatasi
kehendak bebas Negara. Sebagai konsekuensi fungsi di atas dan sesuai dengan sifatnya yang tidak
boleh dikesampingkan, maka apabila terdapat Negara-negara yang bertindak secara unilateral atau membentuk hukum yang tidak sesuai dengan hukum yang
memaksa tersebut jus cogens, maka tindakan itu tidak sah berdasarkan hukum illegal. Ketidaksahan tersebut adalah ketidaksahan yang otomatis atau disebut
ilegalitas obyektif. Brownlie
31
31
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, op. cit. hal. 170.
memberikan beberapa contoh aturan-aturan yang bertentangan dengan jus cogens, misalnya perang agresi, pelanggaran terhadap hukum
genocide, perdagangan perbudakan, pembajakan, kejahatan-kejahatan yang bertentangan dengan kemanusiaan, pelanggaran terhadap prinsip-prinsip hak
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menentukan nasib sendiri, UN Convention Racial Discrimination dan UN Declaration on Permanent Soverreignity Over Natural Resources.
Mengenai tindakan Negara yang tidak sesuai dengan jus cogens yang disebut ilegalitas obyektif berbeda dengan ilegalitas subyektif. Ilegalitas
subyektif
32
32
Whisnu Suteni. Op. cit. hal. 103.
yaitu suatu tindakan hukum dianggap ilegal setelah terdapat protes dari Negara yang terkena akibat tindakan ilegal tersebut dan memang terbukti.
Sedangkan ilegalitas obyektif berarti pengakuan secara obyektif terhadap suatu yang ilegal. Maksudnya begitu suatu tindakan atau perjanjian yang melawan
hukum terjadi, maka tindakan atau perjanjian tersebut otomatis dianggap ilegal, karenanya menjadi tidak sah atau batal.
Dengan adanya kaidah hukum yang membatasi kehendak Negara dan mengancam dengan ilegalitas obyektif disatu pihak, dan adanya kaidah hukum
yang tidak memiliki karakteristik seperti diatas dilain pihak, menciptakan dua tipe kaidah hukum, yaitu norma superior dan norma inferior. Jus cogens sebagai
kaidah memaksa merupakan kaidah hukum yang superior, dan jus dispositivum sebagai kaidah mengatur merupakan kaidah hukum yang inferior. Akibatnya
kedua hukum tersebut membentuk hierarki hukum, yang menciptakan sistem hukum vertikal, disamping sistem hukum horizontal, dalam latar internasional.
Dengan demikian hierarki dalam hukum internasional tidak ditentukan berdasarkan bentuk hukum, melainkan berdasarkan jenis atau tipe hukum.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
C. Syarat Pemanifestasian Jus Cogens