Gambar 10 : Peta Potensi SDA Tangkahan Sumber LPT
e. Kearifan Tradisional dan Peranannya
Pada dekade belakangan ini banyak negara berkembang termasuk Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit dalam mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan memerlukan suplai sumberdaya, sementara pada saat yang sama harus mengupayakan kelestarian
lingkungan, baik yang dapat diperbaharui renewable resources maupun sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui non renewable resources. Memang kalau kita ingat, sejak tahun 1965 – 1967 saatnya
kejatuhan pemerintahan Soeharto dan bergulirnya era reformasi, Indonesia sempat mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yakni rata-rata tujuh persen pertahun, namun tujuan yang lainnya
seperti pemerataan distribusi pendapatan, baik antargolongan penduduk maupun antardaerah belum menunjukkan hasil yang diinginkan. Kondisi ini menimbulkan sinyalemen di antara para pakar
ekonomi pembangunan yang mengatakan adanya ketidakmampuan pendekatan pembangunan yang konvensional, yaitu konsep pembangunan yang mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
konsep trickling down effect efek pertumbuhan yang menetes ke bawah yang gagal mewujudkan pemerataan.
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
Pertumbuhan terjadi sesuai harapan namun sebagian besar dinikmati oleh yang memang sudah kuat perekonomiannya, sedangkan yang lemah tetap lemah, yang miskin tetap miskin dan malah
bertambah miskin, karena adanya persaingan antara yang kuat dan yang lemah, di samping lahirnya masyarakat-masyarakat yang termaginalisasi.
Menyadari adanya kelemahan yang mewarnai pendekatan pembangunan yang menekankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini muncullah berbagai konsep pembangunan alternatif seperti
ecodevelopment dan sustainanble development. Pendekatan pembangunan ekologi –ecodevelopment- adalah konsep yang memandang keberlanjutan pembangunan dari sudut sejarah kebudayaan masyarakat
tertentu, keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat biasa, ethno-ecology, dan keadaan alam yang mewarnai ekosistem setempat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia yang tinggal dalam
lingkungan tersebut. Konsep pembangunan ini tidak menolak kehadiran sumberdaya dari luar masyarakat tertentu, namun bagaimana sumberdaya yang berasal dari luar dimanfaatkan sedemikian
rupa agar tidak mengarah pada penyalahgunaan lingkungan setempat, dan pendekatan pembangunan ini sejalan dengan perekonomian indigenous yang aktifitas kesehariannya berdasarkan kepada kearifan
lokal. Sementara disisi lain konsep pembangunan yang berkelanjutan berarti pembangunan yang dapat mendukung keberlanjutan kehidupan manusia dan proses untuk mencapai keberlanjutan pada suatu
tempat tertentu, pada saat ini, untuk generasi sekarang dan generasi dimasa yang akan datang. Konsep ini mendekati pembangunan dari sudut masyarakat dan ekologi serta lingkungan fisik, dan konsep ini
menggarisbawahi pentingnya kearifan lokal dan ekonomi indigenous sebagai acuan dasar dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu penemuan, penggalian dan pemahaman
kearifan lokal dengan sistemnya yang terkait dengan masa lampau merupakan hal yang penting untuk membantu terwujudnya berbagai kebijakkan yang terkait dengan perencanaan untuk mencapai masa
depan yang lebih menjanjikan. Memang sebagaimana disampaikan Todaro 2000, para ahli ekonomi masih menekankan tujuan ekonomi dan pembangunan pada pertumbuhan yang tinggi, namun mereka
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
pun telah sepakat untuk menyempurnakan pendekatan perhitungan Gross National Product GNP dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara agar mencerminkan keadaan yang
sebenarnya, seperti dalam perhitungan GNP dan penilaian kemerosotan kualitas lingkungan yang selama ini belum diperhitungkan akan dipertimbangkan sebagai biaya yang harus dihitung dalam
perhitungan GNP. Pembangunan tidak dapat dikatakan berkelanjutan apabila pembangunan tersebut tidak
memperhitungkan nilai-nilai budaya yang dipercaya dan dijadikan landasan dan pegangan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dimana pembangunan tersebut dilaksanakan. Pembangunan
hendaknya harus memperhitungkan nilai budaya masyarakat serta dapat melestarikan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat yang dapat diwujutkan sebagai suatu kompleks gagasan, konsep dan
pikiran manusia; sebagai suatu kompleks aktivitas, dan sebagai suatu wujud fisik atau benda yang menurut Koentjaraningrat 1992 ada tujuh unsur kebudayaan secara universal yakni : bahasa, sistem
teknologi, sistem matapencaharian atau ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi dan kesenian.
Dalam konteks pengembangan ekowisata pada tataran konsep pembangunan yang berkelanjutan maka sasaran pencapaian pertumbuhuan ekonomi menjadi sangat penting dalam upaya memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Pencapaian tujuan ekonomi tersebut sedapat mungkin diusahakan merata keseluruh lapisan masyarakat atau stakeholder yang mendukung pembangunan tersebut sesuai dengan
kontribusinya masing-masing yang berpartisipasi dalam setiap proses pembangunan. Di samping itu konsep ekowisata yang mengedepankan prinsip konservasi perlu dilakukan secara terintegrasi agar
pembangunan ekonomi dapat berlangsung secara berkesinambungan. Lingkungan fisik merupakan sumber bahan baku yang diperlukan dalam pembangunan ekonomi, dan berkelanjutan pertumbuhan
ekonomi akan terwujud apabila suplai bahan baku yang bersumber dari alamlingkungan tetap terjamin kelestariannya, dalam pengertian bahwa sumberdaya alam yang diperbaharui renewable resources
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
hendaknya dipakai sebanyak kemampuan untuk memperbaharuinya, dan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui non renewable resources hendaknya dipakai sehemat mungkin.
Pada sisi lain, tanggung jawab upaya pelestarian kebudayaan sangat perlu dipertimbangkan agar pencapaian tujuan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat berlangsung secara
berkelanjutan dalam jangka panjang. Kebudayaan masyarakat yang sedang membangun atau dibangun dengan pendekatan penggalangan pelibatan masyarakat harus dipertimbangkan keberlanjutannya
terlebih dalam sektor perekonomian seperti industri kecil, kepariwisataan, maupun pertanian. Karena tanpa adanya keberlanjutan budaya, maka sektor-sektor tersebut mustahil pula terjamin
keberlanjutannya. Sebagaimana kita ketahui, sektor-sektor tersebut akan sulit berkembang tanpa adanya
kepercayaan dan inspirasi yang sangat kuat dan tajam dari segi agama maupun tradisi setempat. Dalam pembangunan dan pengembangan berbagai sektor perekonomian daerah,peran lembaga-lembaga
sosialadat masyarakat setempat sebenarnya sangat dominan. Dalam pengembangan kepariwisataan misalnya, hasil kebudayaan dan kehidupan masyarakat dapat dijadikan sebagai modal dasar, yang
berfungsi sebagai daya tarik wisata. Salah satu penelitian yang pernah dilakukan di Bali Tjatera, 2000 misalnya menyimpulkan bahwa lembaga adat seperti Subak, Banjar dan Sekeke, sangat berperan dalam
usaha melestarikan lingkungan, dan budaya dalam berbagai kegiatan pembangunan pertanian dan pariwisata yang ada di lingkungan desanya. Lembaga-lembaga adat dalam berbagai kegiatan
pembangunan akan berperan sebagai pemantau pelanggaran norma dan tradisi yang berlaku di lingkungan desa. Lembaga adat yang kaya dengan kearifan tradisional dan yang relevan dengan
lingkungan sekitarnya patut dilibatkan dalam proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan rencana, sampai kepada pemamntauan pelaksanaan pembangunan, serta penikmatan hasilnya sesuai dengan
kontribusi yang disumbangkan dalam rangkaian kegitan tersebut.
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
Pembangunan dimana pun memang akan melahirkan perubahan-perubahan, termasuk perubahan yang terjadi pada aspek kebudayaan. Oleh karena itu perlu pula disosialisasikan kepada masyarakat
setempat bahwa setiap pembangunan akan mengakibatkan perubahan dan masyarakat tersebut harus dapat sepakat untuk menerima perubahan tersebut. Hanya saja masyarakat hendaknya harus dapat
mengendalikan perubahan tersebut, sehingga dampak negatif yang cenderung muncul dapat ditekan seminimal mungkin, karena memang pada dasarnya kebudayaan akan tetap dinamis, berubah dan
berkembang. Dalam konteks ini maka, pengembangan pariwisata yang membungkus aktifitas pertanian maupun industri kerajinan serta segala aspek yang berhubungan dengan kepariwisataan harus tetap
infrastruktur berlandaskan budaya masyarakat setempat yang sarat dengan kemasan kearifan tradisional tetap tidak akan terdapat dari berbagai pengaruh negatif. Namun demikian , gejala ketercemaran ini
harus disikapi secara arif dan bijaksana, dengan tetap mengacu pada kearifan tradisional, serta tetap mempertimbangkan partisipasi masyarakat dan lembaga adat sebagai pengusung kearifan tradisional
dalam proses perencanaan pengembangan ekowisata di Tangkahan, Langkat. Agar sasaran dan tujuan pembangunan dapat dicapai dengan baik, sesuai dengan aspirasi masyarakat dan program pemerintah,
maka organisasi terbawah di desa dan di pihak pemerintahan harus memiliki akses yang seimbang dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan rencana pembangunan untuk mencapai dan
mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Kelembagaan tradisional yang langsung melayani kebutuhan masyarakat serta memberikan tempat bagi aspirasi yang dimilikinya sudah waktunya untuk
dipertimbangkan ke dalam proses perencanaan pembangunan pedesaan, dalam hal ini pengembangan objek ekowisata. Apabila hal ini dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan, maka pengembangan
ekowisata yang berkelanjutan akan dapat terwujud pada tingkat nasional dengan bertindak sesuai dengan kearifan tradisional. Apabila suatu rencana dirumuskan dari bawah dan diintegrasikan ke dalam
proses perumusan rencana ke tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi atau ke tingkat nasional, maka pada saatnya akan dapat mewujudkan rencana yang realistik di tingkat yang lebih tinggi.
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
Pendekatan partisipatif dalam proses perencanaan memang telah diterima secara luas dibanyak negara berkembang maupun negara maju, dan di Indonesia pun sebetulnya konsep partisipatif ini sudah
lama berjalan meskipun mungkin kadang seolah tertatih-tatih dan ragu-ragu seperti yang ditunjukkan lembaga-lembaga nasional di tingkat desa-desa yang selama ini kita ketahui cukup berperan
memberhasilkan berbagai program pemerintah. Perencanaan pembangunan perlu menekankan pentingnya pelibatan masyarakat setempat, mulai
dari perumusan rencana sampai pengawasan pelaksanaannya, dan untuk pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan perlu pula dilakukan pendelegasian kewenangan kepada kelembagaan yang paling
bawah di desa, termasuk lembaga adat. Pendelegasian kewenangan akan dapat memberikan kebebasan kepada lembaga terbawah untuk merencakan dan melaksanakan rencana, program dan kegiatan
pembangunan; karena lembaga adat memiliki jarak yang terdekat dengan anggota masyarakat. Pendekatan proses perencanaan dari bawah akan dapat memberi jalan kepada masyarakat
setempat dalam merencanakan pemenuhan kebutuhannya atas dasar ketersediaan sumberdaya di lingkungannya. Perencanaan dari bawah memungkinkan suatu rencana yang mendekati kenyataan,
realistik, layak, tidak terlalu mahal, mudah dilaksanakan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Disamping itu, secara berkelanjutan lembaga dengan kebudayaanya tetap hidup karena bermakna dan
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari anggota masyarakatnya. Karena sebagaimana diketahui bahwa keikutsertaanketerlibatan, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan perencanaan merupakan
tradisi yang populer, yang menjiwai kegiatan lembaga tradisional. Partisipasi anggota masyarakat dalam kegiatan lembaga sesuai denga proses yang telah disepakati sesuai dengan budaya, dan berdasar
kepada hak masing-masing. Fenomena ini ternyata sesuai dan setara untuk mendukung konsep pembangunan berkelanjutan bagi perbaikan kehidupan manusia yang dikeluarkan oleh Komisi PBB
untuk Lingkungan dan Pembangunan --World Commision on Enviroment and Development WCED melalui Our Common Future 1987 yang berisi konsep dan karangka berpikir mengenai pembangunan
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
yang berkelanjutan, yang juga mempertegas pentingnya pelibatanpartisipasi masyarakat melalui lembaga tradisional sebagai pengusung kearifan tradisional indigenous knowledge dalam proses
perencanaan dari bawah ke atas, sebagai prasyarat terwujudnya perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.
Uraian ini memberikan gambaran bagaimana seharusnya eksistensi dan peran dan dapat dilakukan oleh kearifan tradisional dalam proses pembangunan di daerah. Kearifan tradisional memang
harus tetap digali, dipelajari dan diakomodir meskipun eraglobalisasi menghantam semua aspek dalam proses pembangunan. Pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan akan berhasil apabila perencana
mampu mengembangkan pengetahuan yang berdasarkan pada prioritas masyarakat lokal serta menciptakan teknologi yang mensinergikan pendekatan tradisional dengan teknologi modern dalam
pemecahan suatu masalah. Oleh karena itu kearifan tradisional perlu untuk ditelusuri kembali karena bermanfaat dalam proses perencanaan pembangunan dari bawah ke atas sebagai pendekatan alternatif
untuk mewujudkan perencanaan pembangunan daerah secara berkelanjutan, mensinergikan budaya dan kearifan tradisional --indigenous knowledge-- ke dalam perencanaan pengembangan ekowisata berbasis
komunitas di kawasan Tangkahan, Langkat untuk mewujudkan pembangunan berkualitas yang tidak hanya mengejar keuntungan materi semata.
Pengembangan ekowisata berbasis komunitas di kawasan Tangkahan merupakan salah satu jawaban atas perubahan trend kepariwisataan dunia, di samping itu kerentanan kualitas sumberdaya
manusia, adanya kekhawatiran bergesernya nilai-nilai budaya semisal bentuk-bentuk kesenian tradisional, kerajinan, seperti pengobatan dan obat-obat tradisional serta berbagai pengetahuan
tradisonal masyarakat lokal lainnya. Pengkonsentrasian ekowisata di kawasan Tangkahan sangat beralasan mengingat kegiatan
ekowisata memang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itulah pengembangan ekowisata berbasis komunitas salah satunya bertujuan untuk
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan kawasan karena bagaimanapun masyarakat lokal lebih memiliki tanggung jawab dan kearifan tradisonal dalam mengolah sumberdaya
yang ada di tempat mereka hidup. Hal ini juga didasari oleh asumsi bahwa kesiapan masyarakat lokal merupakan faktor utama yang dapat menjadi landasan dan fondasi yang cukup kuat dalam
mengembangkan suatu objek kepariwisataan. Masyarakat lokal adalah pihak yang paling tahu kondisi wilayahnya dan mereka adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas semua sumberdaya yang ada
di daerahnya. Sumberdaya pedesaan berkaitan secara langsung dengan kehidupan mereka, dan apabila sumberdaya tersebut rusak merekalah pihak yang paling terganggu dan generasi mendatang pun tidak
akan dapat lagi menikmati kehidupannya dengan baik lagi. Oleh karena itulah aspirasi masyarakat lokal harus di dengarkan karena mereka adalah pihak yang sudah memiliki pengetahuan dan kebiasaan dalam
mengolah sumberdaya alam di daerahnya. Pengetahuan dan kebiasaan ini diperoleh berdasarkan tradisi yang dilakukan secara turun-temurun, dan atas dasar pengetahuan dan pengalaman itu pulalah
masyarakat lebih sangat memiliki kesadaran untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi daerahnya dengan prinsip ramah lingkungan yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial, budaya
dan religius. Kearifan tradisional masyarakat merupakan proses adaptasi yang harus dipertimbangkan dan
diangkat dalam proses pengembangan ekowisata. Kearifan tradisional adalah bagian dari kekayaan budaya bangsa yang perlu untuk tetap dilestarikan dan dikembangkan untuk dapat memberikan manfaat
dan keuntungan sebesar-besarnya bagi kehidupan umat manusia saat ini maupun untuk generasi mendatang.
Bagi masyarakat Tangkahan, harmonisasi kehidupan yang mereka jalani selama ini pun sebenarnya merupakan hasil dari pengejawantahan pola hidup yang selalu dilandasi oleh elemen-
elemen kearifan tradisional yang mereka miliki. Kehidupan mereka yang jauh dari aktivitas modernisasi perkotaan membentuk hubungan mereka dengan alam dan budayanya menyatu dan saling meleingkapi.
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
Pemenuhan kebutuhan kehidupan mereka sehari-hari yang sebagainnya mereka dapatkan dari lingkungan alamnya seperti ikan dari sungai atau pun sayuran dan buah dari kesuburan tanah tempat
mereka tinggal bukanlah merupakan sebuah bentuk kegiatan yang berlebihan yang dapat merusak tatanan ekosistem secara ekologis, namun tak lebih daripada aktivitas keseharian yang berlangsung
normal dan wajar tanpa adanya pretense negatif dan arogansi sebagai pemilik kawasan potensial. Pemanfaat hasil sungai seperti penangkapan ikan misalnya selalu mereka lakukan dalam batas-batas
kebutuhan sehari-hari dan dengan perilaku sebagaimana yang diajarkan secara turun-temurun tanpa merusak tatanan ekosistem sesame makhluk hidup. Perilaku dan kebersahajaan terpuji ini sangat dapat
menyentuh nurani kita sebagai bagian dari masyarakat kota yang cenderung individualis--kurang peduli pada keterkaitan dan hubungan antar sesame makhluk untuk hidup berdampingan dengan aman dan
damai. Sebagai contoh misalnya, betapapun mereka sangat membutuhkan ikan untuk dikonsumsi namun tidak dengan serta merta mereka menyerbu lubuk-lubuk di sungai yang menawarkan beragam
ikan. Masyarakat lokal sangat mengenal pola hidup ikan-ikan yang akan mereka tangkap tanpa mengusik dan merusak habitatnya sesuai dengan prinsip keberlanjutan yang didengung-dengungkan
para pakar pembangunan saat ini. Antusiasme eksploitasi sama sekali tidak terpancar dari wajah dan gerak-gerik mereka meskipun puluhan jurung bersileweran di hadapan mereka, begitu juga dengan
cericit dan siulan burung-burung yang setiapo pagi menghiasi pendengaran mereka tidaklah membuat masyarakat lokal serta merta bersiap-siap memasuki pinggir sugai dan hutan dengan senapan atau
ketapel yang melumpuhkan. Semua berjalan sangat wajar dan seadanya. Kearifan tradisional sebenarnya merupakan salah satu elemen budaya masyarakat lokal yang sangat
dapat diandalkan sebagai bagian dari upaya pengembangan kawasan objek wisata Tangkahan. Tradisi pengobatan yang dilakukan oleh seorang dukun kampung juga masih dapat disaksikan dan dialami oleh
wisatawan yang berkunjung di kawasan tersebut.
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
Banyak sebenarnya bentuk-bentuk kearifan tradisonal yang dimilki oleh masyarakat Tangkahan yang dapat dijadikan sebagai objek daya tarik ekowisata dalam rangka pengembangan kawasan
tersebut. Kegiatan metar sebagai tradisi menangkap ikan di sungai merupakan pula salah satu kearifan tradisional yang dimiliki masyarakat setempat yang tanpa mereka sadari sebenarnya merupakan salah
satu contoh pemanfaatan sumberdaya alam yang secara lestari tetap melindungi ekosistem sebagaimana disuarakan para aktifis lingkungan sekarang. Secara filosofis kegiatan metar mengandung upaya
pemanfaatan sumberdaya alam bagi kebutuhan saat ini tanpa merusak habitatnya untuk dapat dimanfaatkan bagi generasi yang akan dating secara berkelanjutan. Pengenalan mereka terhadap
perilkau dan pola hidup ikan yang mereka buru di sungai benar-benar menunjukkan tanggungjawab mereka terhadap keberlanjutan kehidupan dan tatanan ekosistem yang sudah mendarahdaging sejak
lama. Di samping tradisi metar, masyarakat Tangkahan yang mengelola kawasan ekowisata sudah
pula mulai menerapkan tradisi “lubuk larangan” dalam upaya menunjang pengembangan peternakan ikan dengan prinsip konservasi dan system budaya yang berlaku di tempat tersebut, sebagaimana
layaknya kita lihat di daerah Tapanuli Selatan ataupun Mandailing. Pengembangan “lubuk larangan” dilakukan untuk terus mendidik masyarakat setempat dalam hal pemberdayaan masyarkat serta
pemanfaatan sumberdaya bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat secara harmonis. Pada sisi lain hutan-hutan Tangkahan dengan pohon-pohon besar yang siap menghasilkan
balok-balok berharga yang selalu menjadi intipan pembalak-pembalak hutan, serta pohon-pohon kecil semisal berbagai jenis bunga maupun tumbuhan penghasil rempah tidaklah membuat masyarakat
setempat tergiur untuk mengeksploitasinya. Bahkan di satu sisi masyrakat setempat sangat menjaga dan melindungi sumberdaya alam untuk pelestarian ekosistem dengan kesadaran yang tinggi. Kesadaran
dan komitmen masyarakat terhadap upaya pelestarian ini tidak terlepas dari peranan aktifis-aktifis
Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008
lingkungan yang membentuk Lembaga Pariwisata Tangkahan LPT yang kemudian mengelola kawasan sebagai objek wisata.
f. Kelembagaan dan SDM