Pariwisata Alternatif dan Ekowisata

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata Alternatif dan Ekowisata

Masalah perencanaan yang layak bagi pembagunan pariwisata saat ini memiliki matra yang bersifat nasional dan internasional. Pada tingkat nasional, banyak negara di dunia ini telah mengenali pariwisata sebagai komponen utama untuk melanjutkan pembangunan ekonomi Negara dan mereka mencari jalan untuk meningkatkan keuntungan yang tampaknya dapat diharapkan dari pariwisata. Pada tingkat internasional, aliran pariwisata antar Negara merupakan bagian terbesar dari kegiatan pariwisata, sebagai contoh misalnya, Indonesia dan Australia merupakan Negara yang giat membangun industri pariwisatanya atas nama pembangunan ekonomi nasional, dan perlu diketahui bahwa kegiatan pariwisata di kedua Negara tersebut sangat bergantung kepada daya tarik sumberdaya alamnya yang unik, namun di banyak tempat sumberdaya alam tersebut terancam oleh wisatawan yang besar jumlahnya yang datang mengunjunginya secara massal. Oleh karena itulah sangat dibutuhkan penyusunan kebijaksanaan mengenai perencanaan perluasan pariwisata di masa yang akan datang, semisal mengenai cara yang terbaik untuk menyeimbangkan pembangunan pariwisata dengan sumberdaya alam dalam pembangunan perekonomian nasional. Dalam kekhawatiran itu pulalah muncul berbagai isyu kebijakan dalam perencanaan pembangunan pariwisata yaitu bagaimana dapat direncanakan suatu pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, dan kegiatan yang bergerak ke arah pariwisata alternatif. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumberdaya alam, sosial dan budaya yang kita manfaatkan untuk pembangunan pariwisata dalam generasi ini dilestarikan untuk generasi yang akan datang. Sementara hal ini cenderung menjadi bahan perbincangan utama mengenai isu pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, keberlanjutan kegiatan pariwisata di suatu daerah ternyata juga Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 tergantung kepada kelangsungan hidup dunia perdagangannya. Dengan perkataan lain, boleh dikatakan bahwa tak ada manfaatnya segala upaya menetralkan dampak yang negatif terhadap lingkungan alam, sosial dan budaya dari kegiatan pariwisata apabila kita kehilangan wawasan akan perlunya kegiatan ini menghasilkan manfaat ekonomi, dan yang lebih penting lagi, manfaat itu harus disebarkan secara merata di antara penduduk kawasan. Dalam pengembangan pariwisata alternatif, konsep pembangunan berkelanjutan merupakan konsep alternatif yang mencakup usaha untuk mempertahankan integritas dan diversifikasi ekologis, memenuhi kebutuhan dasar manusia, terbukanya pilihan bagi generasi mendatang, pengurangan ketidakadilan dan peningkatan penentuan nasib sendiri bagi masyarakat setempat. Menurut Schouten 1992, hal yang melatarbelakangi munculnya konsep pembanguan berkelanjutan adalah sebagai “the central concept behind sustainable development is that”. Lingkungan kebudayaan cultural enveiroment kini mengalami tekanan yang sangat berat, sama halnya dengan yang dialami oleh lingkungan alam natural environment. Warisan budaya manusia kini berada di posisi yang cukup berbahaya dan memprihatinkan, dan semua tekanan yang dialami ini bukan semata– mata disebabkan oleh pesatnya industri pariwisata saja, melainkan juga disebabkan oleh berbagai faktor seperti urbanisasi, peningkatan pertumbuhan penduduk dunia yang begitu pesat, masuknya industri teknologi yang berada di luar kontrol uncontrolled, maupun karena perubahan infrastruktur yang begitu cepat terjadi dibanyak Negara di dunia ini. Menghadapi kenyataan ini, para cendikiawan, pencinta lingkungan, tokoh masyarakat dan banyak pihak lain, mencoba memberi jalan keluar yang dapat mencegah atau meminimalkan dampak negatif pembangunan yang telah berlangsung, pembangunan yang kurang memperhatikan semua warisan sumberdaya alam dan budaya manusia, yang hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata. Pendekatan pembangunan yang berkelanjutan bertujuan untuk menghentikan disintegrasi, mengupayakan dan menyediakan pilihan budaya sebanyak–banyaknya bagi generasi yang akan datang. Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 Namun begitu, pendekatan pembangunan yang berkelanjutan tidak bermaksud untuk menghentikan pembangunan dan inovasi yang ada di dalam masyarakat. Pendekatan pembangunan yang berkelanjutan hanya berupaya untuk mengawasi pembangunan agar lebih memperhatikan kemungkinan– kemungkinan yang harus dihadapi generasi yang akan datang dengan bercermin ke masa lalu Schouten 1992. Masih menurut Schouten, dalam pendekatan pembangunan yang berkelanjutan, tiga elemen kunci yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam pengembangan pariwisata yakni : 1. Quality of the experience outtomers 2. Quality of the resources culture and natural envirament 3. Quality of life for local people . Keserasian dan keharmonisan ketiga elemen tersebut mencerminkan apa yang menjadi dasar dari falsafah pembangunan yang berkelanjutan, sebagaimana digambarkan Schouten 1992. Quality of life -Integration in society -Economi viability -Social imoact Quality of experience Quality of the resources -Uniquueness - Integrity -Curiousity - Capacity -Imagination - Preservation Gambar 2 : Elemen Kunci pengembangan Pariwisata Schouten, 1992 Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 Pengembangan pariwisata alternatif memang harus menggunakan pendekatan pembangunan yang berkelanjutan, karena sumberdaya alam, lingkungan dan budaya yang terpelihara dan terjaga kualitasnya merupakan potensi dan modal utama yang dapat menarik wisatawan. Dengan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, diharapkan hubungan ketiga elemen pariwisata yaitu masyarakat setempat, wisatawan dan sumber daya alam dapat berjalan seimbang dan harmonis serta terjaga kualitasnya. World Commission on Environment and Development WCED 1987 dalam: Nash 1996 mengatakan bahwa, “Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of the future generation to meet their own needs“. Secara lebih jelas prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang dituliskan dalam laporan World Tourism Organization WTO, 1993 adalah sebagai berikut : 1. Ecological sustainability ensures that development is compatible with the maintenance of essential ecological process, biological diversity and biological resources. 2. Social cultural sustainability, ensures that development increases people’s control over their lives, is compatible with the culure and valves of people affected by it, and maintans and strengthens community indentity. 3. Economic sustainability, ensores that development is economically efficient and that resources are managed so that they can support future generations. Konsep pembangunan berkelanjutan memang sangat mewarnai pembangunan kepariwisataan yang dikenal sebagai pembangunan pariwisata berkelanjutan sustainable tourisun development, dan selalu pula disamakan dengan pariwisata alternatif. Eadington dan Smith memberikan defenisi “form of tourism that are consistent with natural, social and worth while interaction and shared experiences“ dalam Pitana 2001. Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan pada perinsipnya selalu menjaga keberlanjutan kualitas pengalaman wisatawan, kualitas hidup masyarakat lokal dan juga kualitas lingkungan sumberdaya alam. Pembangunan pariwisata yang berkelanjutan menekankan tujuan dan kerjasama antara wisatawan, masyarakat setempat dan daerah tujuan wisata, untuk saling melengkapi satu sama lain. Kontinuitas sumberdaya alam dan budaya masyarakat setempat dapat berjalan seiring dengan kepuasan wisatawan dan keharmonisan di antara industri pariwisata, pecinta lingkungan dan masyarakat lokal. Dalam pariwisata yang berkelanjutan, kebutuhan masyarakat setempat adalah hal yang utama untuk diperhatikan, baik dalam perencanaan maupun manajemen kepariwisataan. Dampak negatif kepariwisataan harus diupayakan agar tidak merusak tatanan kehidupan sosial dan budaya masyarakat lokal, karena kualitas pengalaman wisatawan juga sangat tergantung pada kehidupan sosial dan budaya yang terdapat pada kawasan objek wisata tersebut. World Taurism Organization 1999 menyarankan prinsip pokok pariwisata berkelanjutan yang sebaiknya diperhatikan dalam pengembangan pariwisata altrnatif yakni : 1. Tourism planning, development and operation should be part of conservation or sustainable depelopment strategies for a region, a province state or nation. Tourism planning, development and operation shouldbe crossectoral and intergrated, involving government agencies, private corporations, citizens groups and individual thus providing the widest possible benefits. 2. Tourism should be planned and managed in a sustainable manner, with due regard for the protection and appropriate economic uses of the natural and human environment in host areas. 3. Tourism should be undertaken with equity in mind to distribute fairly benefits and costs among tourism promoters and host people and areas. 4. Good information, research and communication on the nature of tourism and its effects on the human and cultural environment should be available prior to and during development, especially Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 for the local people, so that they can participate in and influence the direction of development and its effects as much as possible, in the individual and collective interest. 5. Local people should be encouraged and expected to undertake leadership roles in planning, and development with the assistance of government, bussines, financial and other interests. 6. Intergrated environmental, social and economic planning analysis should be undertaken prior to the commencement of any mayor projects, with careful consideration given to different types of tourism development and the ways in which they might link with existing uses, ways of life and environmental considerations. 7. Throughout all stages of tourism development and operation, a careful assessment monitoring and mediation program should be conducted in order to allow local people and others to take advantage of opportunities or to respond to changes. Secara teoritis, pembangunan pariwisata berkelanjutan dapat tercapai kalau pemanfaatan sumberdaya tidak melampaui kemampuan regenerasi sumberdaya tersebut, dan keterlibatan masyarakat lokal dianggap sebagai prasyarat multak untuk tercapainya pembangunan berkelanjutan Woodley 1993, dalam Pitana , 2001. Konsep-konsep pembangunan yang berkelanjutan, pariwisata alternatif maupun pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat, selalu menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal secara penuh, mulai dari perencanaan, pengelolahan, pengawasan dan pemanfaatan keuntungan ekonomi yang diperoleh dari keberadaan pariwisata di daerahnya, disamping skalanya yang kecil dan tidak melebihi daya tampung carriying capacity kawasan tersebut. Pengembangan ekowisata yang mensejahterakan masyarakat, yang menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunan merupakan pengembangan kepariwisataan yang relevan diprioritaskan saat ini, sehingga masyarakat tidak hanya belajar ketrampilan untuk pengelolaan berbagai usaha pariwisata, tapi juga lebih memahami tentang lingkungan. Dengan demikian pembangunan pariwisata Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 yang dilakukan tidak hanya memberikan keuntungan dan kemajuan bagi kepariwisataan itu saja, tetapi lebih jauh masyarakat juga akan lebih memahami dan menyadari tentang lingkungan dan beragam budaya manusia yang berbeda antara satu dengan yang lainya. Dengan demikian pembanguan pariwisata yang dilakukan tidak hanya akan memberikan keuntungan dan kemajuan bagi kepariwisataan itu saja, tapi juga untuk mencapai berbagai tujuan lainnya Ardika , 2001 International Union for the Conservation of Nature. IUCN, United Nations Enviroment Programme UNEP , dan World Wildlife Fund WWF pada tahun 1980 mengeluarkan sebuah strategi konservasi dunia world conservation strategy untuk mencapai tiga tujuan pokok , yaitu : 1. Mempertahankan proses-proses ekologi yang esensial dan system pendukungnya 2. memelihara keanekaragaman genetik 3. menjamin kegunaan ekosistem dan spesiesnya secara berkelanjutan. Pada tahun 1987, Komisi Sedunia Tentang Lingkungan Hidup dan Pembanguan World Commission on Enviroment and Development yang banyak dikenal sebagai komisi Brundlandt, menyatakan argumentasinya bahwa linkungan dan pembagunan masa kini yang terjadi tidak berkelanjutan dan bahwa diperlukan tindakan-tindakan baru yang menjamin berkelanjutan dunia untuk masa mendatang. Sebagai tema sentral, komisi Brunlandt mendefinisikan istilah Sustainable Development sebagai “pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka“ Soemarwoto, 2001 Kritik-kritik terhadap definisi Sustainable Development ini lebih menyangkut pada ketepatan interpretasi dari pengertian tersebut. Eckholm 1982 menyatakan : “Sustainable Development may beson as economis growth that is ecologically sustainable and satisfies the essential needs of the Underclass”. Kontrakdisi dalam istilah sustainable development yang memadukan kata “kebelanjutan“ sustainable dan “pembangunan“ development membuat ini bisa jadi hanya sebagai slogan saja. Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 Menurut Grundy 1993 konsep Sustainable Development merupakan “ a new Set of valdes, beliefs and assumptions” Bagi Grundy, paradigma yang dimunculkan ini melihat masalah kemanusiaan dan lingkungan alam bukan sebagai dua hal yang terpisah. Sebagai hasilnya, Sustainable Development dapat meningkatkan status sosial dan tetap menjamin berkelanjutan lingkungan untuk generasi mendatang. Secara spesifik Grundy menyebutkan bahwa konsep Sustainable Development terdiri dari tiga elemen system yang menyangkut: 1. Keberlanjutan ekologi 2. Keberlajutan sosial , dan 3. Keberlajutan ekonomi. Konsep Sustainable Development kemudian oleh Burns dan Holden 1997 diadaptasi untuk bidang pariwisata sebagi sebuah model yang mengintergrasikan lingkungan fisik place linkungan budaya host community dan wisatawan visitor Gambar 3 : Model untuk Sustainable Tourism Development Sumber : Burns Holden , 1997 Adapun prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam Sustainable Tourism Development ini menurut Burns Holden terdiri dari : Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 1. Lingkungan memiliki nilai hakiki yang juga bisa sebagai asset pariwisata. Pemanfaatannya bukan hanya untuk kepentingan pendek, namun juga untuk kenpentingan generasi mendatang. 2. Pariwisata harus diperkenalkan sebagai aktifitas yang positif dengan memberikan keuntungan bersama kepada masyarakat, lingkungan dan wisatawan itu sendiri. 3. Hubungan antara pariwisata dan lingkungan harus dikelola sehingga lingkungan tersebut berkelanjutan untuk jangka panjang. Pariwisata harus tidak merusak sumberdaya, masih dapat dinikmati oleh generasi mendatang atau membawa dampak yang dapat diterima. 4. Aktifitas pariwisata dan pembangunan harus peduli terhadap skala ukuran alam dan karakter tempat kegiatan tersebut dilakukan. 5. Pada lokasi lainnya, keharmonisan harus dibangun antara kebutuhan-kebutuhan wisatawan, tempat lingkungan , dan masyarakat lokal. 6. Dalam dunia yang dinamis dan penuh dengan perubahan, dapat selalu memberikan keuntungan . Adaptasi terhadap perubahan, bagaimanapun juga, jangan sampai keluar dari prinsip-prinsip ini. 7. Industri pariwisata, pemerintah lokal dan lembaga swadaya masyarakat, pemerhati lingkungan, semuanya memiliki tugas untuk peduli pada prinsip-prinsip tersebut di atas dan kekerja bersama untuk merealisasikannya. Bentuk pariwisata seperti yang biasa dikenal hingga saaat ini --- yang sering disebut pariwisata modern --- bermula dari suatu bentuk kegiatan wisata yang dipelopori oleh Thomas Cook yang menyelengarakan suatu inclusive tour pada tahun 1841, dan diikuti oleh 570 orang peserta berkat upaya promosi yang dilakukan melalui iklan. Keberhasilan Thomas Cook ini kemudian ditiru oleh orang-orang lain dengan mendirikan perusahaan-perusahaan perjalanan tour operator, yang menyelengarakan berbagai paket wisata packaged tours dan berkembang menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia, dan Thomas Cook dijuluki sebagai Bapak atau Arsitek Pariwisata Modern. Namun, dengan munculnya bentuk- Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 bentuk pariwisata alternatif, pariwisata modern yang telah berusia lebih dari satu setengah abad itu kemudian disebut pariwisata konvensional. Pada dekade belakangan ini industri pariwisata konvensional ternyata telah mulai berubah secara radikal. Perubahan yang terjadi berasal dari karakteristik wisatawan yang berpergian ke daerah tujuan wisata yang sudah berkembang atau yang baru, maupun oleh karakteristik peristiwa budaya, kawasan dan hal-hal lain sebagai komponen penyediaan dalam upaya menarik wisatawan. Perbedaan antara pariwisata lama dan pariwisata baru seperti yang dinyatakan oleh Poon dlm. Faulkner, 1997 terletak pada karakteristik konsumennya, cara pengelolaanya saat ini, teknologi yang diterapkan, dan proses produksi yang membuat pariwisata lama menjadi bentuk yang dikemas secara baku dan kaku, sementara pariwisata baru mengarah ke kelompok yang lebih kecil, lebih luwes dan lebih mandiri. Perubahan pariwisata yang lain ialah pola ruangnya, arus wisatawan ke Negara berkembang maningkat lebih pesat dari sebelumnya dan juga lebih cepat dari perubahan arus wisatawan ke negara maju. Arus dari negara maju ke negara maju telah menurun secara proporsional pada sepuluh tahun terakhir ini, karena semakin kuatnya minat wisatawan akan budaya asli daa alam yang murni. Perubahan bentuk pariwisata yang dimksud adalah munculnya pariwisata alternatif yang oleh Edington dan Smith diberi batasan sebagai ”Bentuk pariwisata yang konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang memungkinkan baik tuan rumah maupun pengunjung untuk menikmati interaksi yang positif dan berarti dan saling membagikan pengalamannya” Gunawan, 1997. Pariwisata alternatif merupakan bentuk oposisi dari pariwisata konvensional masal. Menurut Wearing dan Neil 2000 pariwisata alternatif didefenisikan sebagai bentuk-bentuk pariwisata yang menaruh perhatian dan konsisten terhadap alam, sosial dan nilai-nilai kemasyarakatan, dan memberikan kesempatan wisatawan dan penduduk lokal untuk berinteraksi dan menikmatinya secara positif dan saling tukar pengalaman. Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 Gambar 4: Tipe Pariwisata Ragamnya Wearing dan Neil , 2000 Dari karakteristik yang digambarkan di atas dapat dilihat bahwa ekowisata adalah salah satu bentuk dari pariwisata alternatif. Dalam istilah yang paling sederhana, ekowisata dapat digambarkan sebagai kegiatan wisata dengan dampak yang minimal, koservasi, bertanggung jawab dan apresiatif terhadap lingkungan dan budaya masyarakat yang dikunjungi. Sementara itu para pemerhatipakar lingkungan mulai menyadari bahwa upaya-upaya menjaga kelestarian lingkungan tidak akan efektif jika tidak didukung oleh masyarakat luas, khususnya penduduk setempat, dan penduduk setempat akan mendukungnya jika mereka juga dapat memperoleh manfaat dari lingkungan yang lestari tadi, sehingga kesejahteraan hidup mereka bisa meningkat. Sehubungan dengan itu pada tahun 1993, The Ecotourism Society memberi rumusan defenisi yang bersifat pro-aktif tentang pengertian ecotourism, yaitu ecotourism is responsible travel to natural areas which conserves the environment and improves the welfare of local people. Selanjutnya The Ecotourism Society menetapkan delapan prinsip pengembangan ekowisata, yaitu: 1. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penamggulangan disesuaikan dengan sifat karakter alam dan budaya setempat. Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 2. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat dilakukan langsung di alam. 3. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam. 4. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula didalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. 5. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian kawasan alam. 6. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan, termasuk pengembangan fasilitas dan ulititas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam, mengkonservasi flora dan fauna serta menjaga keaslian budaya masyarakat. 7. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunganlah yang membatasi. 8. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar- besranya, dan dinikmati oleh Negara atau Negara bagian atau pemerintah daerah setempat. Dalam pekembangannya bentuk ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan.Wisatawan ingin berkunjung ke area yang alami, yang dapat menyiptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab dan Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 berpetualang ke area alami, yang dapat menciptakan industri pariwisata Eplerwood, 1999. Sementara itu Kodhyat , 1997 mengatakan bahwa : “Ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata alternatif yang mencakup perjalan ke daerah alami yang masih belum cemar dengan tujuan khusus hendak mempelajari, mengagumi, dan menikmati pemandangan alam serta flora, fauna dan hidupan lainnya. Ekowisata dikembangkan berdasarkan prisip hendak melestarikan lingkungan alam dan budaya serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menjadi tuan rumahnya” Pengembangan pariwisata alterantif seperti ekowisata semestinya dilakukan dengan pendekatan yang memperhatikan perubahan persepsi tentang pariwisata, kriteria pengembangan pariwisata, pelestarian lingkungan, pembangunan yang berkelanjutan, serta mengindahkan amanat yang tercantum dalam GBHN 1993. Konservasi sebagai azas ekowisata merupakan prinsip yang penting dalam visi ekowisata, ditambah dengan upaya pemberdayaan masyarakat dan pengembangan untuk merumuskan misi. Sementara misi ekowisata yang dapat dijabarkan yakni melestarikan alam dengan mengkonservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, penciptaan lapangan kerja setempat, pengembangan ekonomi kerakyatan, meningkatkan pendapatan lokal , regional dan nasional secara berkeadilan. Strategi bagi pengembang ekowisata ditentukan berdasarkan ekosistem dan kesatuan pengelolaan, serta mengupayakan pengembangan berkesinambungan antara ekosistem daratan dan perairan dalam menciptakan kelestariannya. Muara dari strategi ini adalah menetapkan program pembangunan ekowisata yang berazaskan keterpaduan dalam pelestarian dan pemanfaatan, berkeadilan, perberdayaan masyarakat lokal, keharmonisan dan berwawasan lingkungan. Penjabarannya yang lebih lanjut ialah dengan menetapkan proyek pembangunan yang berbasis pada komunitas. Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 MISI PENGEMBANGAN EKOWISATA - Konservasi alam - Pemberdayaan masyarakat dalam lapangan usaha kerja dan ekonomi kerakyatan - Penghasilan nasional, regional, lokal secara berkeadilan STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA - Strukturisasi kewilayahan berdasarkan ekosistem dan kesatuan pengelolaan - Pengembangan berkesinambungan ekosistem daratan dan perairan - Meningkatkan kualitas dan fungsi pelestarian dalam kawasan hutan PROGRAM PENGEMBANGAN EKOWISATA - Keterpaduan pelestarian dan pemanfaatan kawasan hutan sebagai produk ekowisata - Pengembangan ekowisata berkeadilan skala local, regional, nasional - Pemberdayaan masyarakat lokal - Keharmonisan masyarakat dan lingkungan - Pengembangan pemasaran terpadu VISI PENGEMBANGAN EKOWISATA - Konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya - Pemberdayaan masyarakat lokal Gambar 5: Visi,Misi dan Perencanaan Nasional Pengembangan Ekowisata Sumber: Fandeli,2000 Haris Sutan Lubis : Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Tangkahan Kabupaten Langkat..., 2006 USU e-Repository © 2008 Gambar 6 : Atraksi Gajah di Kawasan Ekowisata Tangkahan Sumber : LPT Gambar 7 : Tangkahan dari atas Sumber LPT

2.2 PRINSIP DAN KRITERIA PENGEMBANGAN EKOWISATA