Pelepasan Obat dari Mikropartikel secara In Vitro

24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Diltiazem dapat diberikan per oral maupun injeksi dengan dosis per oral 30 mg setiap 6 jam dan dosis ditingkatkan setiap satu atau dua hari namun tidak melebihi 360 mg hari. Dosis injeksi 5 mgml. Diltiazem memiliki bioavalabilitas sebesar 40 per oral dengan waktu paruh 3 – 4,5 jam. Diltiazem merupakan salah satu obat yang mudah larut dalam air dan memiliki waktu paruh t½ eliminasi yang singkat 3-4,5 jam sehingga cocok untuk dibuat sedian tablet lepas lambat FDA, 2015. Sediaan diltiazem dalam bentuk tablet lepas lambat yang sudah beredar memiliki durasi kerja 11-18 jam atau dalam bentuk kapsul dengan durasi kerja 10- 14 jam. Terikat oleh protein sebanyak 70-80; volume distribusi 3-13 Lkg; aktif dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 Martindale, 2009, FDA, 2015 Gowda D.V. et al., 2010 telah membuat mikropartikel mengandung Diltiazem Hidroklorida menggunakan polimer HPMC dan Eudragit RS 100 dengan metode penguapan pelarut sebagai sediaan lepas kendali untuk pemberian secara oral. Uji pelepasan obat secara in vitro mikropartikel yang dihasilkan dibandingkan dengan sediaan lepas terkendali yang beredar di pasaran Cardiazem CD ® . Dari hasil yang diperoleh terlihat ada kemiripan profil pelepasan obat mengikuti model kinetika orde nol dengan mekanisme pelepasan secara difusi. Ini membuktikan bahwa Diltiazem Hidroklorida dapat diformulasikan untuk sediaan mikropartikel lepas lambat. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Mahale, A. M. dan S.A. Sreenivas 2013 yang membuat mikropartikel diltiazem hidroklorida menggunakan polimer HPMC, Xanthan Gum, dan campurannya, dengan metode gelasi ionik dan kalsium klorida sebagai agen sambung silangnya. Hasilnya diperoleh informasi bahwa kombinasi polimer HPMC dan Xanthan gum dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan sediaan Diltiazem Hidroklorida lepas diperpanjang sehingga dapat mengurangi frekuensi pemberian obat. 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. 8. Kitosan

Gambar 2.7 . Struktur Kitosan [Sumber : S.A. Agnihotri, N.N. Mallikarjuna, T. M. Aminabhavi, 2004 et al., 2004] Kitosan adalah polisakarida alam turunan kitin yang diperoleh dari cangkang kepiting crustacea. Kitin melalui reaksi penambahan asam kuat akan melepaskan gugus asetil akan membentuk kitosan. Derajat deasetilasi merupakan suatu parameter mutu kitosan yang menunjukan persentasi gugus asetil yang dapat dihilangkan dari rendemen kitin. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan, maka gugus asetil kitosan semakin sedikit sehingga interaksi antar ion dan ikatan hidrogennya semakin kuat. Sebagai polimer yang banyak ditemukan di alam, kitosan mempunyai derajat N-deasetilasi 40-98 Hejazi dan Amiji, 2003 dalam V.R. Sinha et al., 2004. Kitosan terdiri dari ikatan D-glukosamin dan N-asetil-D-glukosamin yang berikatan pada 1,4-β-glikosidik Wiyarsi, 2010. Kitosan mempunyai rantai tidak linier dan mempunyai rumus umum C 6 H 11 NO 4 n atau disebut sebagai [poli 2-amina-2-deoksi-β- 1,4-D-glukopiranosa] Fernandez, et al., 2004. Kitosan termasuk basa lemah, tidak larut dalam air dan pelarut organik, dan larut dalam larutan asam berair umumya pada pH 4-6. Unit glukosamin kitosan pada pH tersebut dikonversikan ke dalam bentuk amina terprotonasi R- NH 3 + atau disebut amonium kuartener sehingga dapat terlarut. Kitosan terendapkan dalam larutan alkali atau dengan polianion dan membentuk gel pada pH yang lebih rendah V.R. Sinha et al., 2004. Pengunaan kitosan dalam bidang farmasetika saat ini sudah banyak macamnya. Material berbasis kitosan biasanya digunakan dalam bentukserbuk dan serpihan, tetapi paling banyak sebagai gel baik berupa bead, membran, pelapis