Distribusi Ukuran Partikel 6. Karakterisasi Mikropartikel

22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2004. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa peningkatan konsentrasi kitosan akan meningkatkan viskositas larutannya dan hal ini dapat meningkatkan efisiensi penjerapan dengan mencegah kristal obat meninggalkan droplet partikel V.R. Sinha et al., 2004. Perbandingan obat dengan polimer, Dhawan dan Singla et al., 2003 dikutip dalam V.R. Sinha et al., 2004 melaporkan bahwa pemasukkan obat yang terlalu banyak akan menurunkan efisiensi penjerapannya. Terlebih lagi pemasukkan obat yang terlalu banyak menyebabkan permukaan mikropartikel yang tidak halus Miglani, 2002 dalam V.R. Sinha et al., 2004. Untuk kecepatan pengadukan, Singla et al., 2001 dikutip dalam V.R. Sinha et al., 2004 melaporkan bahwa ketika nifedipin dicampurkan ke dalam larutan kitosan dengan pengadukan selama proses pembuatan mikropartikelnya, efisiensi penjerapan mengalami peningkatan. Dalam hal ini pengadukan membuat obat terdispersi secara homogen dalam larutan polimer. Kelarutan obat juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi penjerapan karena menentukan proses pemasukkan obat ke dalam mikropartikel.

2.6.5. Pelepasan Obat dari Mikropartikel secara In Vitro

Uji pelepasan in vitro dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu medium. Hasil uji disolusi in vitro akan memberikan gambaran profil pelepasan obat dari mikropartikel dalam tubuh yaitu bagaimana kecepatan dan ketersediaan zat aktif dalam tubuh untuk memberikan efek terapeutik yang diinginkan Adiningsih, U.T., 2012. Noyes dan Whitney menggambarkan proses pelepasan bahwa pelepasan zat padat dimulai dengan pelarutan bahan pada permukaan partikel zet aktif yang membentuk larutan jernih di sekeliling partikel. Obat yang terlarut dalam larutan jernih diasumsikan sebagai stagnan layer atau lapisan tetap yang tipis, yang selanjutnya berdifusi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Adapun persamaan yang menggambarkan persamaan laju disolusi adalah : = Keterangan: dCdt = Perubahan konsentrasi suatu fungsi obat terhadap perubahan waktu, k = Konstanta kecepatan disolusi, Cs = konsentrasi larutan jenuh, Ct = konsentrasi zat terlarut pada waktu t 2,2 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dalam banyak kondisi uji disolusi konsentrasi pada bulk medium selalu jauh lebih kecil dibandingkan dengan larutan jenuh C s C t . Kondisi ini disebut dengan kondisi hilang atau sink condition Mansoor Beverly, 2003 dalam Mufidah, U., 2015.

2. 7. Diltiazem Hidroklorida

Gambar 2.6 . Struktur Diltiazem Hidroklorida [Sumber : British Pharmacopoea, 2009] Diltiazem Hidroklorida atau disebut juga Diltiazemum; Diltiazemi Hidrochloridum; Cardizem; Dilacoxr; 2S,3S-5-[2-dimethylaminoethyl]-2-4- methoxyphenyl-4-oxo-2,3,4,5-tetrahydro-1,5-benzothiazepin-3-yl acetate, adalah suatu obat berupa serbuk hablur kecil putih; tidak berbau; melebur pada suhu 210°C disertai peruraian. Memiliki rumus struktur C 22 H 26 N 2 O 4 S.HCl, berat molekul sebesar 450,98 gmol dan sifat kelarutan yang mudah larut dalam kloroform, dalam metanol, dalam asam format dan dalam air, agak sukar larut dalam etanol mutlak, dan tidak larut dalam eter Farmakope Indonesia, 1995. Kelarutan diltiazem menurun secara signifikan seiring dengan peningkatan pH saluran pencernaan Gowda D.V, et al., 2010 Diltiazem merupakan obat golongan Calsium Channel Blocker CCB turunan dari senyawa benzothiazepine. Digunakan untuk terapi hipertensi, angina dan aritmia jantung. Aksi kerja diltiazem sebagai vasodilator dalam menurunkan tekanan darah adalah dengan menghambat masuknya ion Ca 2+ melewati membran sel myocardial, sehingga kontraksi otot jantung dan pembuluh darah dihambat. Sebaliknya terjadi vasodilatasi koroner pusat dan arteri secara sistemik, tapi tidak berefek kepada konsentrasi serum kalsium Goodman-Gilman, 2010.