129
puluh lima tahun. Sementara qanun tidak demikian. Qanun Khamar, secara tegas melarang kepada siapa saja subyek hukum qanun, terutama
umat Islam yang berdomisili di Provinsi NAD untuk meminum minuman beralkohol. Dua tipe hukum perundang-undangan RI ini
menunjukkan adanya perbedaan antara mana yang melandaskan hukum syar‘i
ah}kam al-shariah dan mana yang dilatar belakangi ah}kam al- qawanin hasil buatan aqal manusia semata.
271
Realita menunjukkan, Qanun Khamar tidak hanya melarang mengkonsumsi, badan hukum atau badan usaha juga dilarang
memproduksi, menyediakan, menjual, memasukkan, dan mengedarkan. Hal ini disebabkan oleh bahwasanya Qanun lebih mendasarkan diri pada
syariat Islam yang melarang khamar kepada siapa saja, tanpa pengecualian.
272
2. Tujuan dan Uqubat Punishment
Bab IV penelitian ini tidak lagi menguraikan conto-contoh kasus yang terkait dengan pelanggaran Qanun di Aceh secara rinci. Bahkan
tentang ketentuan ‘ uqubat punishment yang ditetapkan Qanun “tentang
Jinayat” juga telah diuraikan di Bab III penelitian ini. Bab IV hanya menerangkan bagaimana perspektif HAM terhadap realita uqubat
tersebut di atas. Di dalam Bab II telah diterangkan tentang pengaturan Qanun itu sendiri, baik dari sejarah perumusan sampai kepada rumusan
Qanun itu sendiri.
273
Memang aspek HAM meninjau bahwa praktek khamar dalam konsepsi Qanun, wacana yang mendukung Qanun dan yang kontradiktif
271
Abdu al-Qadir Udah,
al-Tashr ī` al-Jināī al-Islami Muqārinan bi al- Qānūn
al-Wad }’i, 183.
272
Abdu al-Rah}man al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba‘ah, 7.
273
p
asal 1 Qanun No. 12 Tahun 2003 mengimplikasikan bahwa khamar dan sejenisnya adalah minuman yang memabukkan, apabila dikonsumsi dapat
menyebabkan terganggu kesehatan, kesadaran dan daya pikir; yang dilarang mengkonsumsi, memproduksi, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan,
mengemas, danatau mengubah bentuk menjadi minuman khamar dan sejenisnya; Juga dilarang mengedarkan, mengangkut, memasukkan, memperdagangkan, memasarkan,
menyimpan, dan menimbun, dan cara-cara lain yang menyebabkan terjadinya praktek meminum khamar dalam masyrakat.
130
lebih menonjol pada aspek penghukuman ‘ uqubat. Oleh karena itu yang
perlu ditekankan dalam pembahasan ini adalah aspek uqubat hukuman yang ditimbulkan karena pelanggaran Qanun ini. Maka di samping
membahas tentang perspektif HAM terhadap khamar dan ‘ uqubat-nya,
juga menyinggung tentang perundang-undangan lainnnya selain Qanun yang berlaku di Indonesia yang membahas tentang khamar, sehingga
akan jelas bagaimana aplikasi qanun dalam tatanan hukum di Indonesia. Dengan demikian semakin menampakkan fenomena yuridis pelaksanaan
Qanun Jinayat ini dalam menelaah sudut pandang konsep HAM, khususnya tentang khamar yang sedang dibahas sekarang ini.
Penghukuman h}add yang diterapkan Qanun terhadap peminum
khamar merupakan aplikasi suatu perintahkewajiaban dalam Islam bagi penganutnya. Diakui M. H. Syed, seorang pakar HAM dalam Islam,
bahwa khamar alcohol merupakan larangan yang tidak dapat dielakkan undeniably.
Masyarakat Islam
tidak pernah
menyetujui penggunaannnya.
274
Senada dengan M. H. Syed, Qanun Aceh menetapkan penghukuman bagi peminum khamar. Penetapan ini agar
memperoleh dua keuntungan, yaitu 1 pahala bila dapat disesuaikan dengan ketentuan di samping merupakan jalan bertaubat bagi orang
muslim yang terlanjur meminum khamar;
275
dan 2 agar masyarakat muslim dapat terhindar dari perilaku negative dalam kebiasaan sikap
dalam meminum khamar dan akibat negative lain yang bakal ditimbulkan dari eksistensi substansi khamar di dalam raga dan jiwa seseorang
muslim.
276
Walaupun demikian, sebagaimana diakui Joseph Schacht, bahwa hukuman
h}add khamar tidak diterapkan tanpa bukti yang dapat diterima.
277
Telah disinggung pada Bab I penelitian ini bahwa tujuan pengqanunan hukum jinayat ini agar menimbukan perasaan takut
terhadap hukuman bagi orang untuk mengkonsumsikannya baik hukuman di dunia—melalui penerapan Qanun ini—, maupun di akhirat
bagi orang-orang yang beriman kepada hari Akhir. Amir Muallimin,
274
M. H. Syed, Human Rights in Islam: the Modern Perspective, 154.
275
Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, S}ah}ih} Fiqh al-Sunnah, H}udud,
Jināyāt dan Diyat, Jual Beli, 28.
276
Sulaiman Abdurrahman Al Hageel, Human Rights in Islam and Refutation of Misconseived Allegations Assosiated with These Rights,156.
277
Joseph Schacht, an Introduction to Islamic Law, 179.
131
yang pendapatnya didukung ketua Mahkamah Konstitusi RI Mohd. Mahfud MD, dalam bukunya Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam
menulis bahwa motif utama hukum ialah sensitif terhadap sanksi dan untuk menciptakan kepatuhan di kalangan masyarakat.
278
3. Pandangan HAM Universal